Dusun Boboran merupakan dusun kecil yang terletak disebelah barat kota Madiun, tak jauh dari Bengawan Madiun. Walaupun letak desa ini dekat dengan stasiun kereta api, untuk mencapai jalan ke kota hanya dapat melalui jembatan kecil (hanya dapat dilalui pejalan kaki ).
Dusun Boboran dibatasi sawah dan sungai kecil, yang kalau musim kemarau airnya kering, dan musim penghujan banjir. Saat tahun 1960an, dusun Boboran belum ada listrik, sehingga bila ada acara malam hari, orang yang mampu, menerangi rumah dengan menggunakan lampu petromak. Jalan di sebelah rumahku selalu berdebu, dan bersama tetangga bergotong-royong menyirami jalan setiap sore. Dusunku akan ramai kalau ada acara tujuh belasan Agustus, di sepanjang kiri kanan jalan dipasang lampu dari cublik (ditempatkan di kaleng kecil, diberi sumbu) yang ditempatkan di kayu persegi sepanjang 0,5 meter, berderet 4-5 cublik setiap kayu. Pada malam hari lampu2 cublik tadi dinyalakan, terlihat indah sekali, dengan nyalanya yang bergerak-gerak ditiup angin.
Pada saat itu, setelah acara lomba pada siang harinya, di malam hari dipertunjukkan wayang kulit. Seisi desa akan tumplek bleg di arena pertunjukkan. Bagi anak kecil, masa ini yang paling ditunggu, karena banyak penjual mainan dan makanan diarena pertunjukan. Maklumlah, tahun 60 an belum ada acara TV, bahkan tidak setiap rumah memiliki radio.
Jika pergi sekolah, saya dan teman-teman berjalan kaki, banyak di antara temanku yang tak mempunyai sepatu. Sekolah Dasar tempatku sekolah hanya mempunyai 2 (dua) kelas, lainnya menyewa dirumah penduduk. Kalau ada pameran, baru pameran dilaksanakan di dua kelas yang dipunyai. Di kiri sekolah ada sawah, tempat kami berlarian dan bermain-main saat istirahat. Walaupun dengan kondisi seperti ini, rasanya kami sangat gembira bersekolah, benar-benar dekat dengan alam. Sepulang sekolah, kadang2 saya ikut teman bermain di kali kecil, pulangnya sembunyi-sembunyi kerumah, karena ayah ibu selalu berpesan bahwa kami tak boleh main-main di sungai.
Saya tinggal di dusun Boboran sampai kelas 3 SD, dan saat kelas 4 SD kami sekeluarga pindah ke dusun Ngrowo, yang terletak di selatan timur kota Madiun. Saat itu kami bertiga (saya sulung, dan kedua adikku) ngambeg, karena di rumah baru tak ada tanaman bunga. Akhirnya ayah kami meminta orang menanam bunga lebih dulu, baru kami sekeluarga pindah ke Ngrowo.
Kok rumah kita yang sekarang tidak ada bunganya yah?
Kunderemp,
Karena ibu masih sibuk kerja dari pagi sampai malam….
wah.. dalam 2 percobaan nemu juga “calon blog”-nya Bu Enny 😀
Jadi ingat jaman SD saya dulu,masih mirip2 dengan itu walaupun sudah tahun 90-an. Pulang sekolah bukannya langsung ke rumah tapi maen ke sawah dan ke kali :D. Bangga banget rasanya klo berani mandi di kali yg cukup gede dan deras airnya. Jadi ingat sampe menyelam di dalam sungai (“njerom” bhs jawa-nya) gara2 lihat tetangga lewat dan takut diadukan ke bapak-ibu hehehe…
aduh! cpdeh
aduh andi aku juga jadi ingat nih jaman akumasih sd dulu.kjhfgjsdfsdhfdhasfdsfdgfhsdfsdf
Terbayang kalau malam, udaranya sejuk, angin semilir, gelap gulita, dan ada suara jangkrik… Jika mulai musim hujan, akan ada konser kodok.
Ah senangnya 🙂
Yoga,
Kenangan masa lalu yang tak terlupakan….jadi saat Ari cerita kalau Fairfield sepi banget…saya bilang, kan dulu pengin merasakan di kampung kayak ibu. Lha merasakan tinggal di kampung kok malah di Amrik.