View from the Top

 

Pernahkan anda melakukan perjalanan melalui udara? Saat bertugas keluar kota, kadang-kadang memaksa kita melakukan perjalanan naik pesawat terbang, yang memakan waktu 1 jam atau lebih. Untuk menghindari kebosanan, saya sering membaca majalah yang disediakan oleh perusahaan penerbangan tersebut. Saya senang membaca karangan Hermawan Kartajaya, pakar marketing di Indonesia, yang tulisannya sering muncul di majalah Garuda. Dalam salah satu tulisannya, Hermawan membahas tentang “View from the Top” yang menurut saya sangat bagus untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kita.

Secara garis besar tulisan Hermawan dapat disarikan sebagai berikut:
Pada saat menjabat sebagai Direktur distribusi di HM Sampoerna, HK dianjurkan untuk naik helikopter dan melihat pemandangan dari atas. Mengapa? Hal ini untuk membuat agar mengerti pentingnya melihat pasar secara utuh dan tidak sepotong-sepotong. Melihat pasar secara keseluruhan memang perlu, untuk bisa membagi-bagi pasar dengan tepat sehingga produk dapat didistribusikan secara efektif. Dalam bukunya yang fenomenal, Lovemarks : The Future Beyond Brands, Kevin Roberts dari Saatchi & Saatchi, juga mengemukakan pentingnya melihat dari atas untuk bisa connect dengan pelanggan. Menurut Roberts, ada 3 langkah yang harus dilakukan untuk bisa mengerti pelanggan.

  • Pertama, “naik ke atas gunung” (climbing the mountain).Kalau Anda cuma mau melihat pohon, tetaplah di bawah. Tetapi kalau Anda mau melihat hutan, maka harus naik ke atas gunung. Maksudnya, adalah kalau cuma melihat bisnis Anda dari lapangan, Anda hanya akan melihat bagian-bagian kecil dari bisnis Anda. Padahal kalau mau mengerti betul bisnis yang dihadapi, Anda harus mendapatkan the big picture yang hanya diperoleh dengan melihat secara komprehensif. Anda harus melihat bisnis Anda dari segala sisi, yaitu dari perubahan-perubahan yang terjadi, pesaing, pelanggan, dan perusahaan Anda sendiri.
  • Kedua, setelah Anda naik ke atas gunung, barulah Anda melakukan langkah kedua yaitu “ masuk ke dalam hutan” ( go to the jungle). Setelah Anda memandang bisnis Anda secara keseluruhan, Anda harus mendalami lebih detail pasar yang ingin Anda tuju, jadi tidak hanya dilihat dari atas. Anda harus eat, sleep, and dream with the market. Itu maksudnya masuk kedalam hutan.
  • Ketiga, adalah “berpikir seperti seekor ikan” (think like a fish). Jika mau menangkap seekor ikan, maka juga harus berpikir seperti ikan.Jika mau mendapatkan pelanggan, maka juga harus berpikir seperti pelanggan. Dengan berpikir seperti pelanggan, maka Anda akan mendapatkan insight mengenai kebutuhan tersembunyi pelanggan ( Custome’sr hidden need’s).

 

Nah, sekarang coba perhatikan pentingnya untuk melihat dari atas terlebih dahulu. Perhatikan bahwa Anda harus “naik ke atas gunung” terlebih dahulu untuk bisa memilih “hutan” mana yang mau dimasuki dan mengetahui “ikan” mana yang mau ditangkap. Kalau Anda tidak “naik ke atas gunung” terlebih dahulu, maka Anda akan mudah tersesat di hutan dan Anda tidak akan bisa mendapatkan “ikan” Anda.

 

Jadi, kalau Anda lihat, ternyata untuk bisa connect dengan pelanggan Anda, Anda tidak bisa mulai dari bawah. Anda harus mulai dari memahami secara keseluruhan terlebih dahulu, baru kemudian mengerucut ke sesuatu yang lebih spesifik. Maka Anda akan tahu persis hal spesifik apa yang ingin Anda tuju dan alokasi sumber daya menjadi lebih efektif . Inilah gunanya view from the top.

 

Penjelasan Hermawan tadi, antara lain dapat diterapkan dalam belajar (walaupun setiap individu mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda). Untuk memahami suatu bab, kita perlu membaca bab tersebut secara keseluruhan, baru nanti kita dapat melihat inti permasalahan yang dibahas dalam buku tersebut. Cara ini untuk mempercepat pemahaman dalam menelaah isi buku, namun hal ini tak dapat diterapkan dalam buku tentang teknik. Demikian juga apabila kita memimpin suatu unit kerja, maka kita harus secara komprehensip melihat alur atau business process di unit kerja tersebut, kemudian kita menilai rangkaian proses tersebut, untuk mengetahui dimana letak titik-titik kelemahannya. Apabila kita telah memahami, maka kita bisa memperbaiki, dan membuat terobosan agar unit kerja berfungsi optimal, dan membuat jaringan dengan unit kerja lain.

(Catatan: Disarikan dari majalah Garuda, Maret 2005, hal 48 oleh Hemawan Kertajaya)

 

 

 

 

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s