Akhir tahun 70 an
Saya bergabung dengan Bank pada akhir tahun 70 an, saat itu staf perbankan yang wanita masih sangat sedikit. Latar belakang pendidikan yang diutamakan adalah Sarjana Ekonomi dan Hukum, serta sebagian kecil Sarjana dengan latar belakang ilmu pertanian.
Sebagai pegawai baru, maka saya harus melalui pendidikan on the job training, yang dilakukan di kantor2 cabang Bank. Pada saat pertama kali melapor ke Pemimpin Cabang di daerah Jawa Timur, hampir seluruh pegawai memandang saya dengan keingintahuan yang sangat tinggi, yang semula kurang saya perhatikan. Ternyata saya adalah wanita pertama yang melakukan job training di kantor cabang tersebut. Saya amati, saat itu pegawai wanita ditempatkan di bagian teller (customer service) dan bagian administrasi. Sebagai calon analis kredit, saya harus menilai kelayakan usaha dari pemohon pinjaman, meninjau usaha2 kreditur, melakukan pembinaan agar jika terjadi permasalahan bisa segera diatasi.
Akhir tahun 1980
Akhir tahun 1980, saya ditempatkan di Biro Kredit Kantor Pusat sebagai Analis Kredit. Disini saya banyak mempunyai teman dengan berbagai macam latar belakang S1, sehingga lebih mudah berinteraksi. Saat ini baru saya sadari bahwa perlakuan antara pegawai wanita dan pria berbeda.
Saat saya pindah dari daerah ke Kantor Pusat, bagi pegawai pria akan mendapat lumpsum 10 hari kerja untuk pegawai langsung, 75% untuk isteri dan 50% untuk anak, serta mendapat biaya transportasi untuk satu pembantu. Sedangkan staf wanita hanya memperoleh lumpsum 5 hari kerja, berarti sama dengan anak sang pegawai pria yang tak ada kontribusinya bagi perusahaan. Kemudian kami mendiskusikan masalah tersebut, dan mempertanyakan hal tsb kepada Kepala Kepala Biro Personalia. Ternyata langkah kami mendapat sorotan, karena pada saat itu Kepala Biro Personalia sangat berkuasa dalam mutasi pegawai. Namun karena karyawati baru, belum berkeluarga, kami mengambil risiko itu, dan dapat diperkirakan diskusi tak berjalan mulus. Walaupun masalah ini berlarut-larut syukurlah kami para staf wanita akhirnya mendapat lumpsum yang sama dengan pegawai pria. Kami juga komitmen untuk menunjukkan bahwa kinerja staf wanita tidak berbeda dengan pria, apalagi pada saat ujian (saat pendidikan diakhiri dengan ujian) ternyata yang mendapat ranking 1 dan 2 adalah staf wanita.
Deregulasi Perbankan; 1 Juni 1983
Pada saat itu Bank-bank BUMN, yang pemegang sahamnya 100% dipegang pemerintah cq Departemen Keuangan, terdiri atas 8 (delapan) Bank, termasuk Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Bank-bank BUMN (di luar BI) tersebut adalah: Bank BNI 1946, Bank Bumi Daya, Bank Dagang negara, Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), Bank Ekspor Impor, Bank Rakyat Indonesia dan Bank Tabungan negara. Pada akhir tahun anggaran, Bank BUMN membuat rencana anggaran untuk satu tahun kedepan, kemudian mengajukan kepada Bank Indonesia berapa besarnya pagu kredit masing2 Bank yang diperlukan. Setiap penyaluran pinjaman maupun dana diatur oleh bank Indonesia, dengan bunga pinjaman yang fixed (Kredit Investasi 12% dan Kredit Eksploitasi 13,5%). Setiap Bank BUMN mempunyai segmen bisnis yang telah ditentukan, misalnya bank Bumi Daya bergerak disektor perkebunan besar, sedangkan BRI di sektor perkebunan rakyat.
Pada saat Deregulasi perbankan diberlakukan, Bank2 BUMN yang terbiasa mendapatkan dana dari BI menjadi sementara melakukan standfast, dan kami berhari-hari melakukan meeting untuk membuat strategi yang terpaksa harus diubah dengan adanya peraturan baru tersebut. Pada saat itu saya telah menjadi asisten manager, dan bersama teman2 yang lain mengikuti meeting berhari-hari sampai malam, untuk segera menentukan langkah2 ke depan. Syukurlah, keadaan ini menyebabkan Direksi dan General Manager (Kepala Biro) melihat bahwa peranan staf wanita tidak beda dengan pria, dan kami bisa bekerja bersama-sama.
Waktu berlalu, perbaikan sedikit demi sedikit mulai terlihat. Pada saat itu masih terjadi perbedaan dalam biaya penggantian berobat jika sakit, pegawai pria dibiayai berikut isteri dan anaknya (tanpa batas) bila sakit. Sedangkan pegawai wanita hanya dibiayai jika yang sakit pegawai sendiri, sedang bila ingin suami dan anak dibiayai harus ada surat keterangan tidak mampu/tidak bekerja. Memang aneh, kalau pegawai wanita melahirkan, biaya melahirkan ditanggung, namun bayi tidak ditanggung. Namun apa boleh buat, para staf wanita masih sangat sedikit (tak ada 5% dari total pegawai pria), sehingga perlu waktu untuk membuktikan kinerja pegawai wanita. Syukurlah teman2 wanita banyak yang kinerjanya bagus, bahkan kami mau melakukan hal-hal yang bagi pria ”agak” dihindari, seperti: pekerjaan administrasi, melakukan pemantauan dan penagihan pada debitur yang membandel dsb nya.
Kondisi ini akhirnya menjadi perhatian Direksi, kalau sebelumnya wanita yang menjadi Kepala Biro adalah untuk bidang di luar bisnis, yaitu: bidang Perencanaan, Dana, Hukum, maka beberapa dari angkatan kami dipercaya memangku jabatan sebagai asisten manager bidang Kredit, bidang yang sebelumnya dianggap wilayah kekuasaan laki-laki. Masih banyak yang mencemooh dan meragukan keberhasilan para pejabat wanita ini, tapi kami bekerja ekstra keras, dan selalu ingat pesan senior wanita kami yang sempat sampai jenjang Kepala Biro (General Manager), bahwa: wanita akan terlihat kinerjanya jika dia bekerja dua kali lipat hasil kinerja pria. Karena bila hanya sama, maka pimpinan cenderung akan memilih tenaga pria karena dianggap lebih fleksibel.
Pertengahan tahun 1985.
Kondisi bisnis yang selalu berubah, membuat manajemen berpikir bahwa perlu memberikan kesempatan bagi para pimpinan dan calon pimpinan untuk melanjutkan kuliah S2 ke luar negeri. Kesempatan ini tak saya sia-siakan, dan betapa kecewanya saat saya dipanggil 3 (tiga) hari berturut2 hanya untuk dinasehati oleh pimpinan saya, bahwa walaupun saya bekerja tetapi fungsi saya tetap sebagai ibu, dan kebahagiaan rumah tangga adalah ditentukan oleh keberadaan seorang ibu disamping suami dan anak2nya. Syukurlah akhirnya pada pertengahan tahun 85 ada junior saya yang dapat melanjutkan kuliah S2 keluar negeri dibiayai dinas, saat itu dia belum berkeluarga. Kesuksesan ini membuat teman2 wanita lain berjuang agar para wanita diberi kesempatan yang sama, dan sesudah itu baik pria maupun wanita diberi kesempatan melanjutkan keluar negeri sepanjang memang memenuhi syarat dan lulus test yang diadakan.
Tahun 1990 an
Semakin banyak sarjana wanita yang bekerja di Perbankan, dengan jabatan yang bervariasi. Jenis tugas pun tidak ada perbedaan lagi, Wanita bisa menjabat sebagai manager kredit, manager dana, treasury dan Pemimpin Cabang. Yang masih terjadi perbedaan adalah perbedaan gaji, pegawai pria memperoleh tambahan tunjangan anak dan isteri, sedangkan wanita dianggap bujangan. Secara umum lingkungan lebih kondusif, semangat kerja semakin tinggi untuk membuktikan bahwa wanita juga bisa bekerja sebaik para pria.
Kondisi Perbankan di Indonesia mengalami persaingan yang makin ketat, sebagai akibat Pakto (Paket peraturan bulan Oktober) 1988, yang mempermudah pendirian Bank-bank di Indonesia. Sektor properti makin tumbuh dan Bank mulai berlomba-lomba menyalurkannya. Akibat persaingan ketat, banyak terjadi bajak membajak tenaga Perbankan.
Pada pertengahan tahun 1994, Direktur Bidang Korporasi memandang perlu membuat Desk Penyehatan Kredit Korporasi, karena saat itu telah terpikir bahwa bilamana perusahaan besar mengalami problem, masalahnya tak semudah melakukan perbaikan pada nasabah/ perusahaan kecil. Bidang ini bukannya bidang yang menarik, ibaratnya seperti orang mencuci piring, tapi bidang ini memerlukan perhatian serius karena kalau tidak segera ditangani akan berakibat Non Performing Loan (NPL) membengkak yang dapat mengurangi modal Bank. Desk Penyehatan Kredit Korporasi (atau disingkat Desk PKK) dikepalai oleh seorang wanita, bergelar MBA. Disini mulai dilakukan perbaikan-perbaikan, diawali dengan meneliti aspek legalnya, kemudian mempelajari barkas (file). Apabila kita telah mengetahui posisi masing-masing, baik dari aspek legal, aspek keuangan dll maka diakukan pertemuan. Pertemuan ini dilanjutkan dengan kunjungan kelokasi usaha. Para staf Desk PKK ibaratnya seorang dokter, harus bisa mendiagnosis secara tepat apa sebetulnya permasalahan yang dihadapi masing-masing perusahaan tersebut, kemudian dibuat mapping nya. Untuk mendapatkan diagnosa yang tepat, diperlukan kerjasama kedua belah pihak, debitur maupun kreditur. Apabila masalah sangat berat, dibuat tahapan-tahapan prosesnya, terutama untuk memperkuat aspek pemasaran agar usaha dapat berjalan yang nantinya akan bisa mendapatkan laba operasional. Kadang-kadang diperlukan perubahan manajemen perusahaan, dan digantikan dengan profesional, serta pemilik perusahaan hanya berfungsi sebagai komisaris.
Direktur utama bersama jajaran Direksi memandang bahwa ternyata wanita juga bisa bekerja sama baiknya dengan pria. Saat ini beberapa teman wanita mulai menjadi Pimpinan Cabang, atau memimpin unit bisnis. Kemudian setelah diuji, beberapa teman bisa meningkat karirnya menjadi setingkat Deputy General Manager (ekselon 1). Disadari, peningkatan karir juga meningkatkan besarnya tanggung jawab, yang berakibat pengelolaan rumah tangga harus ditata ulang, agar suami dan anak2 tetap mendapat perhatian.
Krisis ekonomi
Pada pertengahan tahun 1997 terjadi krisis ekonomi, yang dipicu oleh tingginya nilai tukar dolar terhadap rupiah. Pada saat ini Kepala Desk PKK telah berganti ke 3 kalinya, dan ketiganya wanita. Entahlah apa yang menjadi pertimbangan Direksi perusahaan, mungkin wanita dianggap lebih telaten menghadapi nasabah bermasalah. Krisis ekonomi ini mengakibatkan banyak bank gulung tikar, menimbulkan efek pengangguran, serta situasi yang sangat berat. Pada tahun 1998 mulailah dibentuk Badan Penyehatan Perbankan Indonesia, yang berfungsi untuk menyehatkan perbankan Indonesia. Desk PKK bergabung dengan Unit penyelesaian kredit menengah yang lain, serta Ritel, dan kemudian dibentuk unit baru, Divisi Restrukturisasi Kredit.
Sebagai akibat krisis ekonomi, banyak Bank di Indonesia terpaksa mengalami likuidasi, beberapa di merger, serta yang masih mempunyai CAR (Capital Adequacy Ratio) minimal 4 (empat) ikut dalam program rekapitalisasi. Bank BUMN di luar Bank Indonesia yang semula 7 (tujuh) Bank, sebagian dimerger sehingga menjadi 4 (empat) Bank dan harus lebih fokus pada bidangnya masing-masing. Bank BTN yang semula juga ikut membiayai perhotelan, building, harus kembali fokus ke sektor perumahan. Sedangkan Bank BRI harus fokus ke segmen kredit mikro, ritel dan menengah.
Pemerintah menunjuk IMF untuk ikut membantu memperbaiki ekonomi, termasuk di antaranya perbaikan sektor Perbankan. Masing-masing Bank peserta rekap harus membuat Business Plan untuk 5 (lima) tahun ke depan, yang di-breakdown dalam rencana tahunan, dan milestone harian. Setiap bulan tim IMF berkunjung ke Bank peserta rekap untuk memonitor apakah telah dilakukan perbaikan-perbaikan sesuai milestones dan apa kendala yang dihadapi. Disini tim IMF juga menekankan perlunya Bank-bank BUMN untuk mempersiapkan go public, karena dengan go public akan membuat Bank lebih transparan, serta prosedur lebih terawasi. Dengan go public, perusahaan harus menyerahkan laporan keuangan bulanan, kepada Kementrian BUMN dan Bapepam. Bank juga harus membuat acara investor meeting secara periodik, untuk menjelaskan strategi perusahaan, apa yang telah dilaksanakan, dan apa kendalanya. Di sini investor (yang memiliki saham Bank) juga akan menanyakan dengan kritis bila ada target yang tidak terpenuhi. Dengan kondisi ini, siapapun yang duduk dalam jajaran Direksi dan Senior Manager akan berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya. Bank BNI mengawali go public pada tahun 1997.
Tahun 2000-an
Bank BNI telah go public dan Bank BUMN lainnya mulai mempersiapkan diri untuk menyusul. Dari pengalaman beberapa perusahaan yang melakukan go public, selain persiapan yang matang, timing juga merupakan hal yang perlu diperhatikan agar harga saham perdana bisa memuaskan bagi para investor.
Bank BUMN yang menyusul go public adalah Bank BRI pada bulan Nopember 2003, dengan harga saham perdana Rp.875,-. Pada saat mau go public telah diatur bahwa para karyawan mendapatkan ESOP (Employee Stock Option ) dan para manager mendapatkan MSOP (Management Stock Option), sehingga setiap karyawan sekaligus menjadi investor. Hal ini untuk memotivasi karyawan berkinerja baik, dan mendorong agar mempunyai rasa memiliki, sehingga berkeinginan mencapai target yang telah ditentukan. Dengan tercapainya target laba, serta target2 lainnya sesuai dengan rencana anggaran, investor mempunyai sentimen positif, yang membuat harga saham bergerak naik, yang membuat karyawan melepas sebagian saham miliknya. Tak bisa dipungkiri, bahwa go public membuat ekonomi karyawan meningkat, yang berasal dari keuntungan hasil penjualan saham, dan membuat rata-rata karyawan memiliki rumah tinggal pada usia yang lebih muda dibanding sebelumnya. Go public juga membuat karyawan rajin membaca laporan keuangan, sense of crisis meningkat, yang pada gilirannya membuat kinerja perusahaan semakin baik.
Kondisi perusahaan semakin baik, lingkungan semakin kondusif, membuat para karyawan, baik pria atau wanita bekerja bahu membahu untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Peraturan pemerintah dari Departemen Tenaga Kerja, meminta agar setiap perusahaan membentuk SP (Serikat Pekerja), yang akan bersama-sama dengan Manajemen memperbaiki taraf hidup para karyawan. Sejak ini maka istilah karyawan atau pegawai diubah menjadi pekerja.
Pada pergantian pimpinan SP yang ketiga kali, salah satu SP Bank BUMN dipimpin oleh seorang wanita. Disini perjuangan dimulai untuk membuat wanita dihargai sama dengan pria. Karena situasi telah kondusif, maka pada tahun 2003 Perjanjian Kerja bersama (PKB) antara Serikat Pekerja dan Manajemen Perusahaan ditandatangani. Dan pada awal tahun 2004, keluar peraturan bahwa perbedaan jender dihapus, akibatnya gaji para pegawai wanita sama dengan gaji para pegawai pria termasuk fasilitas yang diberikan. Sejak saat ini, para pegawai wanita bisa mengajukan klaim pengobatan, dan biaya rumah sakit, jika ada anggota keluarga (suami dan anak) yang sakit.
Perubahan peraturan tersebut menggembirakan, tapi di satu sisi juga tidak ada lagi perbedaan dalam menentukan target pekerjaan untuk wanita dan pria. Sebelumnya, Direksi akan berhati-hati dalam memindahkan para wanita, tapi sejak keluar peraturan yang menyamakan jender, para wanita bisa dipindahkan sewaktu-waktu kemanapun untuk kepentingan organisasi. Risiko ini yang harus diantisipasi oleh para wanita, karena sejak saat itu banyak suami isteri yang berbeda kota tempat tinggal untuk berkarir.
Dari pengalaman saya selama ini, perbedaan tempat tinggal tidak menjadi masalah asalkan ada komunikasi yang baik. Dari para jajaran wanita yang pernah menjadi Senior Manager (ekselon 1), rasanya tidak pernah mendengar bahwa anak-anaknya berantakan. Seorang ibu, akan selalu memantau dimanapun anaknya berada, apalagi dengan era komunikasi yang makin baik saat ini, hubungan anak2 dengan orang tua menjadi semakin mudah.
Dari pemaparan di atas, saya akan mencoba merangkum hal-hal yang diperlukan bagi seorang wanita untuk berkarir di perbankan:
1. Jangan pernah berhenti belajar
Belajar disini bisa diartikan secara formal ataupun secara informal. Secara formal bisa dilakukan melalui lembaga internal di Bank itu sendiri (pendidikan dinas terkait dengan jabatan), ataupun melanjutkan jenjang kuliah ke tingkat yang lebih tinggi.
Sedangkan secara informal, adalah bagaimana belajar mengerjakan pekerjaan sehari-hari, dan bagaimana memperbaiki kelemahan sistem (bila ada), dan belajar dari orang sekitar agar hasil kinerja kita lebih baik.
2. Buat lingkungan yang mendukung
Keberhasilan karir seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang mendukung, dan apabila lingkungan belum mendukung, kita harus mencoba memperbaiki sehingga kita akan betah dilingkungan tersebut.
Lingkaran terdalam (a) adalah kondisi lingkungan rumah tangga. Keberhasilan seseorang dalam berkarir harus didukung oleh kebahagiaan dalam rumah tangga. Agar seorang wanita bisa berkarir dengan tenang, dia perlu mendelegasikan sebagian tugas-tugas dalam rumah tangganya kepada seorang asisten (pembantu), seperti: tugas memasak, membersihkan rumah, mengasuh anak pada saat jam kerja. Disini juga diperlukan manajemen waktu yang baik, serta dukungan suami yang kuat, agar penyelenggaraan rumah tangga dapat berjalan lancar.
Lingkaran luar (b) adalah lingkungan kerja. Jika kehidupan dalam rumah tangga bisa tertata dengan baik, pada saat jam kantor, wanita dapat memusatkan tenaga dan pikirannya untuk bekerja keras, mencapai target perusahaan. Kadang-kadang diperlukan untuk bekerja/tugas dinas keluar kota, apabila hal ini telah dipersiapkan dengan baik, serta kondisi lingkungan rumah tangga telah tertata, maka tidak ada hambatan lagi.
Apabila kita telah menjadi seorang manager, maka perlu memperhatikan kondisi lingkungan kerja yang merupakan tanggung jawab kita. Kita harus dapat membuat agar karyawan yang bekerja pada unit kerja di bawah kita merasa nyaman, merasa dihargai, merasa diperhatikan. Dengan kondisi anak buah yang merasa bahagia, maka mereka akan bekerja dengan sepenuh hati, dan membantu kita dalam mencapai target yang ditentukan perusahaan.
Lingkaran terluar (c) adalah lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi jalannya perusahaan. Hal ini juga harus dipelajari, dipantau karena lingkungan bisnis sangat cepat berubah. Apabila perusahaan tidak bisa mengikuti perubahan lingkungan bisnis, maka perusahaan tidak dapat bertahan hidup.
3. Selalu berpikir positif dan bersyukur
Berpikir positif akan membuat kita mengeluarkan energi yang positif pula, yang akan mendorong orang disekitar kita untuk berbuat baik. Dengan berpikir positif, kita akan jernih melihat kemampuan/kompetensi rekan2, dan anak buah di bawah kita, yang dapat dipergunakan untuk menjalin kerjasama secara efektif.
Bersyukur akan membuat kita rendah hati, karena kita menyadari bahwa keberhasilan kita adalah karena atas dukungan orang-orang disekitar kita. Dengan rendah hati, dan bersifat transparan, membuat orang disekitar kita merasa nyaman, serta terhindar dari fitnah. Bersyukur kepada sang Pencipta juga akan membuat kita selalu sadar diri, dan akan selalu mengingatkan pada diri sendiri bahwa bekerja adalah ibadah, serta jabatan adalah amanah.
4. Hati-hati dalam membuat kebijakan
Dalam bidang pekerjaan apapun, kita akan membuat suatu kebijakan atau harus bertanggung jawab menentukan sebuah keputusan. Hati-hati dalam membuat kebijakan, karena kesalahan akibat kebijakan ini memerlukan perbaikan dalam jangka panjang. Dan karena kita bekerja pada Perbankan, kesalahan dalam membuat kebijakan, akan berakibat pada uang, demikian pula halnya menentukan sebuah keputusan. Keputusan yang dibuat oleh seorang atasan, menyebabkan ada kemungkinan anak buah tidak berani menegur, walaupun keputusan ini salah. Dalam kondisi ini dapat mengakibatkan kerugian perusahaan, dan sesuai undang2 Perbankan kelalaian yang berakibat pada kerugian uang, dapat dikenakan unsur pidana.
5. Check dan re check
Manusia adalah tempatnya lupa, dan selalu harus di test kejujurannya setiap saat. Bekerja di Perbankan, yang segala sesuatunya dapat berakibat kerugian pada uang, segala sesuatu harus dijalankan dengan teliti, hati-hati dan sesuai prosedur.
Oleh karena itu dikenal istilah maker, checker, dan signer. Setiap keputusan yang membuat dikeluarkannya peraturan, dan uang, minimal harus melibatkan 3 (tiga) orang secara terpisah, yang selalu harus check dan re check.
6. Bekerja ekstra keras
Sebagai pekerja wanita, kita harus bekerja ekstra keras, bahkan diusahakan dua kali lipat pekerja pria, baru akan terlihat. Pada era sekarang ini, pimpinan masih cenderung memilih pria untuk menjabat sebuah pimpinan, kecuali wanita menunjukkan kelebihan yang dua kali lipat melebihi calon lainnya. Apabila hanya mempunyai kualitas yang sama dengan pekerja pria, maka pimpinan cenderung memilih pria karena dianggap lebih fleksibel.
7. Kenali dan pahami bidang tugas yang sedang diemban.
Masing-masing bidang tugas mempunyai karakteristik sendiri-sendiri, sehingga setiap kali kita harus mempelajari dengan benar, dimana titik kritisnya, serta apakah ilmu yang kita miliki telah mampu menjabat bidang tugas baru tersebut. Jangan pernah malu bertanya, terutama kepada senior yang akan kita gantikan, karena pendapat mereka akan menolong kita dalam memetakan bidang tugas baru tersebut.
Setiap menjabat bidang baru, kita harus membuat mapping, terutama dari sisi SDM karena sebaik apapun sistem dan prosedur yang telah ada, kebocoran dapat terjadi karena adanya orang dalam yang berperilaku kurang baik. Kenali orang-orang yang akan melakukan tugas tersebut, kemampuan/kompetensi nya, jenis tugasnya, dan risiko-risikonya.
Bekerja dibank adalah suatu impian buat saya tapi mungkin itu hanya sebuah mimpi saja karena dari 2003 sd 2007 perjuangan harapan dan impian saya tidak pernah tercapai,selamat untuk ibu yang gigih dalam berjuan
Chabaemma,
Berkarir tidak harus di Bank, karena masih banyak peluang karir di bidang lain.
Karir di Bank kemungkinan bagiku merupakan takdir, karena melamar di bidang-bidang lain, dari Bank lah yang merespon lamaranku pertama kali, walaupun melalui proses seleksi 7 tingkat dan makan waktu 8 bulan.
Andai diulang, saya akan lebih memilih karir lain. Di Bank memang enak, hidup, tak ada hari yang sama, tetapi stresnya tinggi, dan banyak waktu keluarga yang tak bisa dinikmati. Justru setelah pensiun, saya baru menikmati bekerja sesuai hobi.
Saya adalah salah satu mahasiswa yang mengambil studi manajmen ekonomi ( STIE-Sutaatmadja Subang )
Harapan saya adalah dapat berkarir di dunia perbankan nantinya ( Amien.. )
Besar harapan saya mba/Ibu Dapat selalu memberikan masukan-masukan buat saya,Terimakasih..
Sukses menjalani karir anda.
wah ibu emang hebat, kebetulan saya juga meniti karir dikeuangan tpi bukan perbankan, sebagai manajer di BMT di Kudus….sudah lima tahun saya mengembangkan BMT dengan aset terakhir 7 milyar dari yg awalnya cuma 100jutaan….sekarang saya pengen mengembangkan bakat saya di perbankan syariah…kira2 ibu bisa mereferensikan saya dibank mana saya harus mengajukan lamaran…atau mungkin ibu bisa mempelajari CV saya bisa saya kirimkan…sblmnya saya ucapkan trimakasih.
bangga rasanya mendengar sosok wanita yang sukses dalam karirnya,karena sedikit sekali para wanita khususnya wanita di desa saya yang punya pemikiran untuk maju. mengaktualisasikan dan mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinya.sukses selalu buat ibu…
Anaz,
Mungkin Anaz bisa mendorong kaum perempuan di wilayahmu untuk maju. Biasanya kalau ada satu yang jadi panutan, lainnya akan mengikuti…
Kerja di dunia perbankan yg salah satunya jd cita-cita dan obsesi juga dgn pendidikan yg dimiliki..
Banyak banget tantangan yg dihadapin klo mau memasuki dunia perbankan,, tp minimal kita bisa meyakinkan diri sendiri untuk berusaha memasuki dunia perbankan dgn berbagai cara..
Dunia perbankan emang “complecated” yang cukup luas bgt,, yang pasti utk kerja di dunia perbankan tidaklah mudah dan ga gmpang..
Dan salah satunya butuh proses untuk memasuki dunia tsb…
good Luck!!
Ibuu.. maaf perkenalkan nama sy sylvia..
Sylvi lulusan S1 Teknik Informatika universitas swasta di Surabaya, tapi keinginan sylvi dari dulu ingin bkerja di dunia perbankan/ perkantoran,,.apakah mungkin y bu? secara kan sylvi pastinya kalah pngetahuan bila dibandingkan dg yang memang lulusan di bidang perbankan maupun accounting dan sejenisnya.
Slama sylvi kuliah, sylvi pernah magang dan membantu di unit administrasi, marketing kampus. Hmm..
beberapa jabatan/aktif dalam kegiatan organisasi himpunan mahasiswa di kampus dan juga menjadi penulis artikel untuk event tertentu. Yaah, hanya pada hal-hal itu pengalaman kecil yang baru sylvi miliki sedangkan untuk teknik hanya faktor support yang mnurut sylvi, justru sylvi hanya sekedar bisa namun kurang bgitu mendalami..khusunya urusan coding. hehehe 😛
Kalau sylvi boleh tahu job2/ tingkatan pekerjaan apa saja sich bu yang terdapat pada suatu bank.., jadi mungkin juga sylvi bs mndapatkan sedikit masukan dari ibu..
Sebab setelah mebaca perjuangan ibu.. Sylvi salut dan Ibu salah satu Kartini kita.. 🙂 hehehe..
Sylvi pun ingin berjuang dari bawah, prioritas sylvi utk menggali pengalaman sebanyak2 nya..smpai akhirnya bertekun dan berdedikasi thd pekerjaan sylvi nantinya.. hufft.. Aminn.
Sylvi skg dlm rangka menemukan pekerjaan yang sesuai dg keinginan dan kemampuan sylvi bu..
Sekiranya sylvi mohon pengarahan, bantuan dan balasannya ya bu..
Trimakasih.
Kalau masih bingung, mendingan ke spikolog, minta test bakat, sebenarnya apa yang cocok untuk kita (kedua anakku saya ajak ke psikolog).
Kedua, latar belakang pendidikan tak menghambat berkarir di bidang manapun, dan apapun, asalkan memang sesuai dengan kemampuan kita, dan niat kita. Perbankan tak hanya dari latar belakang ekonomi atau hukum, banyak lulusan IPB, ITB….dan mereka malah banyak yang menonjol. Dari jajaran Direksi di Bank kita bisa melihat, banyak dari mereka lulusan teknik.
ingin bertanya bu.. (saya lulusan hukum)
1. kemampuan apa saja yg dibutuhkan untuk menjadi analis kredit yang baik?baik untuk kredit dalam bentuk uang maupun benda. ex:mobil, motor, rumah.
2. mohon saran dan masukan, krn saya ingin sekali menjadi analis kredit.
trima kasih
Kemampuan marketing, keuangan, hukum, ekonomi…….jika anda masuk sebagai pegawai dan diterima akan mendapatkan pelatihan. Latar belakang bisa dari mana saja, namun harus lulus saat ditest (biasanya tesnya bertahap, sistim gugur……)
selamat malam bu..
saya Meilisa, tgl 21 jan 2013 ini saya akan mengikuti pelatihan menajadi analis kredit. saya ingin bertanya bagaimana jenjang karir sebagai analis kredit? saya pernah membaca artikel klo jika pekerjaan menjadi analis kredit masih akan terus terpakai selain menjadi auditor/accounting.
apakah analis kredit dan ao itu sama? terima kasih