Apakah lingkungan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku?

1. Mengapa memahami perilaku sangat penting?

Untuk memahami tingkah laku manusia diperlukan bantuan berbagai macam ilmu pengetahuan. Ilmu fisiologi, mempelajari tingkah laku manusia, dengan menitik beratkan sifat-sifat yang khas dari organ-organ dan sel-sel yang ada dalam tubuh. Sedangkan sosiologi, mempelajari bentuk-bentuk tingkah laku dan perbuatan manusia dengan menitik beratkan pada masyarakat dan kelompok sosial sebagai satu kesatuan, dan melihat individu sebagai bagian dari kelompok masyarakat ( keluarga, kelompok sosial, kerabat, clan, suku, ras, bangsa). Di antara dua kelompok ilmu pengetahuan ini berdiri psikologi, yang membidangi individu dengan segala bentuk aktivitasnya, perbuatan, perilaku dan kerja selama hidupnya (Kartini, K., 1980). Selanjutnya Kartini menyatakan, bahwa fisiologi memberikan penjelasan mengenai macam-macam tingkah laku lahiriah, yang sifatnya jasmani. Sedangkan manusia merupakan satu totalitas jasmani-rohani. Psikologi mempelajari bentuk tingkah laku (perbuatan, aktivitas) individu dalam relasinya dengan lingkungannya.

Dari pemahaman diatas, terlihat bahwa betapa mempelajari sikap dan perilaku manusia sangat penting, agar tercipta hubungan yang baik dengan lingkungan sekitarnya.

2. Faktor-faktor lingkungan terhadap perkembangan emosi

Manusia mempunyai kemampuan yang besar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Keadaan mental maupun emosionil dari seorang ibu hamil dapat mempengaruhi perkembangan anak yang dikandungnya. Keadaan tegangan yang akut maupun kronis dapat merambat melalui sistem hormonal ke plasenta. Efek ini dapat bersifat sementara, tetapi mungkin juga mempunyai pengaruh yang lama (Anna, Sidharta, Brouwer, 1980).

Mengapa orang tua sering menganjurkan agar wanita hamil megusahakan ketenangan, dengan lebih banyak berdoa dan sholat, hal ini dimaksudkan agar sang bayi lahir selamat dan menjadi anak yang baik dalam kehidupan selanjutnya. Banyak juga yang mulai melatih diri dengan mendengarkan musik, dan wanita hamil harus selalu rajin membersihkan badan, yang hal-hal ini dipercaya dapat mempengaruhi sifat/karakteristik bayi nantinya.

Sampai dengan anak beranjak dewasa, orangtua tetap harus dapat memberikan pendampingan dan ketenangan pada anak, karena secara langsung anak akan belajar dari orang tua, bagaimana orangtua menyelesaikan masalah yang dihadapi. Ketenangan orangtua dalam menyelesaikan masalah akan mengesankan si anak, dan kemudian si anak akan mencoba melakukan hal yang sama jika menghadapi masalah serupa.

Dari sekeliling kita, dapat dilihat bahwa anak-anak yang dibesarkan dari ayah ibu yang penuh kasih sayang, akan menjadi anak yang lebih baik dari kematangan emosi, dibanding dengan anak yang dibesarkan dari keluarga berantakan.

Apakah pendidikan dan faktor lingkungan dapat memperbaiki tingkah laku?

Jawabannya adalah ya, karena apabila sejak anak dalam kandungan orangtua telah berperilaku baik, dilanjutkan dengan pendidikan yang sesuai, serta mempunyai pengaruh lingkungan yang baik, maka diharapkan si anak akan nyaman berada pada pengaruh faktor lingkungan yang baik ini. Faktor lingkungan apa yang baik? Hal ini bisa diperdebatkan. Dalam suatu diskusi dengan seorang teman, dia menyatakan bahwa anaknya berperilaku baik, santun, namun menurutnya anaknya terlalu steril. Mengapa demikian? Karena sejak lahir, si anak tumbuh dalam lingkungan kompleks perumahan yang dijaga satpam 24 jam, karena orangtuanya mendapatkan fasilitas rumah dinas. Hal ini berbeda dengan si ayah, yang merupakan ”anak kolong”. Si ayah berani memanjat, mendapat banyak luka di kaki dan tangan….sedang si anak kulitnya mulus, walaupun anak tersebut tidak ada celanya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sifat dan perilaku anak.

3. Apakah faktor genetik mempengaruhi tingkah laku?

a. Faktor genetik mempengaruhi beberapa karakteristik sifat anak.

Misalkan ayah (AaBb) menikah dengan ibu (XxYy)

A = tinggi ; a = besar ; B=berambut hitam lurus ; b = kulit kuning langsat

X = sedang; x = mungil ;Y= berambut ikal ; y = kulit sawo matang

Apabila ayah dan ibu dengan karakteristik di atas menikah, maka peluang anak yang akan dilahirkan mempunyai berbagai karakteristik/sifat, yang merupakan paduan karakteristik/sifat ayah dan ibu tersebut.

Misalkan:

Anak ke-1 : berbadan tinggi, besar, berkulit sawo matang dan berambut ikal.

Anak ke-2 : berbadan sedang, mungil, berambut hitam lurus, berkulit sawo matang.

A dan B akan menghasilkan 16 macam peluang sifat, yang merupakan perpaduan dari AaBb dan XxYy.

Dari tulisan Beben, B (2007), penelitian di bidang genetika saat ini tidak hanya tentang sejauh mana faktor genetik mempengaruhi tingkah laku tertentu, tetapi sudah sampai pada tahap identifikasi gen-gen yang mempengaruhinya. Selanjutnya Beben menjelaskan bahwa, bukan hanya masalah kecerdasan (IQ), tingkah laku atau sifat-sifat lainnya juga ternyata sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, seperti: kepribadian, kecanduan terhadap alkohol, neurotism/ketidakstabilan mental, penyakit kejiwaan (alzheimer, schizoprenia), dan lain-lain, yang hampir semuanya dipengaruhi oleh susunan DNA. Hasil penelitian terhadap tingkah laku selain dipengaruhi oleh lingkungan, juga dipengaruhi oleh faktor genetis.

Beben juga menjelaskaan, untuk mengukur sejauh mana faktor genetik mempengaruhi suatu sifat, ahli genetika menggunakan konsep heritabilitas, suatu besaran untuk menduga sejauh mana variasi/perbedaan antar individu pada suatu sifat tertentu dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor-faktor selain faktor genetik biasanya disebut faktor lingkungan. Hal ini termasuk kondisi selama dalam kandungan (pre natal, lingkungan keluarga, nutrisi, pendidikan, kelas sosial, pergaulan dan lain-lain.
Penting untuk dicamkan, bahwa konsep heritabilitas ini adalah properti suatu sifat/karakter dalam suatu populasi, bukan pada seorang individu. Jadi, heritabilitas ini tidak bisa dipakai untuk memprediksi pengaruh genetik pada seorang individu, melainkan memprediksi perbedaan antar individu pada suatu populasi.
Hasil penelitian diberbagai jurnal ilmiah, seperti American Journal of Human Genetics, Behavior Genetics dan Twin Research and Human Genetics menyimpulkan bahwa antara 30-60% variasi pada berbagai tingkah laku manusia dipengaruhi oleh faktor genetik. Hal ini menunjukkan bahwa faktor keturunan hampir sama pentingnya dengan faktor lingkungan dalam mempengaruhi berbagai karakteristik manusia (Beben, 2007).

Beben B., juga menyatakan bahwa, untuk perkembangan ilmu pengetahuan, tujuan utama dari penelitian genetika tingkah laku adalah identifikasi gen-gen yang membuat berbagai karakteristik/sifat manusia. Apabila gen-gen yang mempengaruhi berbagai kelainan tingkah laku seperti penyakit alzheimer dan autisme berhasil diidentifikasi, maka diagnosis dini berdasarkan DNA akan sangat memudahkan pengobatan dikemudian hari. Selain itu, dengan memahami mekanisme fisiologi dan biokimia suatu kelainan tingkah laku, maka diharapkan pencarian obat-obatan dan terapi untuk kelainan-kelainan tsb bisa dilakukan dengan mudah dan cepat.

4. Bagaimana cara menilai sikap dan perilaku anak buah

Tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan juga sangat berkepentingan, dan aspek sikap dan perilaku merupakan kriteria yang harus dimiliki oleh calon karyawan/pimpinannya. Bahkan di beberapa perusahaan, telah dibentuk assessment center, yang bertugas antara lain untuk melakukan penilaian kompetensi melalui observasi perilaku. Kemampuan untuk menilai kompetensi ini juga harus dimiliki oleh para officer, untuk melakukan penilaian para anak buahnya.

Kompetensi dapat digambarkan seperti gunung es, yaitu: a) Kompetensi Teknis (ketampilan & pengetahuan), atau disebut hard skill, yang lebih mudah dilihat. b) Kompetensi perilaku atau disebut soft skill, yang lebih sulit dilihat. Umumnya kompetensi perilaku menjadi lebih penting daripada kompetensi teknis, untuk melakukan pekerjaan yang lebih kompleks. Hal ini disebabkan, dengan personal karakteristik (intensi yang baik), maka akan ditunjukkan oleh perilakunya, dan akan menghasilkan job performance yang lebih baik.

Prinsip dalam menilai perilaku, bahwa observasi perilaku adalah hanya pada perilaku yang sudah ditunjukkan anak buah dalam bekerja, dan bukan perilaku yang akan ditunjukkan, serta bukan ketrampilan/pengetahuan/prestasi kerja.

Perilaku anak buah bisa berupa: pemikiran, perkataan, atau tindakan yang dilakukan. Di dalam melakukan observasi perilaku bawahan, harus ada komitmen bahwa: a) Melakukan observasi secara obyektif. B) Mencatat perilaku dari hasil observasi secara akurat.c) Melakukan observasi selama periode penilaian secara kontinyu (bukan diakhir periode penilaian saja).

Apa yang dicatat?

Perilaku yang dicatat hanya yang terdapat pada bukti perilaku yang bersifat codable, yaitu bukti yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

· Pelakunya adalah anak buah yang akan dinilai

· Perilaku tersebut sudah ditunjukkan atau sudah terjadi (peristiwa masa lalu)

· Pada situasi yang spesifik (bukan generalisasi)

· Perilaku tersebut detil/terinci (tindakan, pemikiran, perkataan)

·Jelas intensi atau niat dari anak buah tersebut dalam melakukan perilaku dimaksud.

Dengan dilakukan observasi perilaku, diharapkan para karyawan melakukan tugasnya dengan lebih baik, sehingga akan memperoleh job performance yang lebih baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan produkstivitas kerja. Penilaian ini harus dilakukan secara transparan, sehingga baik atasan maupun anak buah mempunyai pemahaman yang sama, serta didasarkan atas bukti perilaku yang ada.

Sumber data:

a) Kartini Kratono, Dra. Psikologi umum. Yayasan Penerbit Kosgoro. Jakarta, 1980.

b) Anna Alisyahbana, M.Sidharta dan M.A.W. Brouwer. Menuju Kesejahteraan Jiwa. Penerbit PT Gramedia. Jakarta, 1980.

c) Beben Benyamin. Apakah karakter kita tercatat diuntaian DNA? Peneliti post doctoral di Queensland Institute of Medical Research, Australia. Makalah ini dibawakan pada seminar akademik University of Queensland Indonesian Student Association (UQISA), Brisbane, 30 Maret 2007

d) Pelatihan Penilaian Kompetensi melalui observasi Perilaku. Implement, People Management Consultant. Jakarta, 2005.

 

 

Artikel ini mengalami perubahan sesuai dengan korespondensi dengan Beben Benyamin dan Kunderemp untuk menghindari plagiarisme.

Iklan

23 pemikiran pada “Apakah lingkungan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku?

  1. Ide tulisan dari diskusi dengan psikolog ,ibu kan selalu ingin berbuat baik dengan anaknya, apakah lingkungan bisa mempengaruhi sikap dan perilaku anak? Ternyata dari diskusi dengan psikolog, psikiater dan dokter…….lingkungan bisa mempengaruhi, tetapi karakter hanya dapat dibentuk sampai umur 20 tahun, selanjutnya masih dipengaruhi oleh lingkungan walau prosesnya lebih lambat. Diskusi ini saat si sulung masih di kelas 1 SMP.

    Karena saya pernah memimpin Diklat di BUMN 2 tahun, maka selalu jadi bahan perdebatan, bagaimana membawa adik2 sarjana yg baru masuk bisa berperilaku baik, dan tetap demikian seterusnya (karena lingkungan bisa merubah sifat seseorang).

    Kebetulan saya ikut milis Uqisa (karena anak saya sempat kuliah di UQ,) dari artikel mas Beben, yang sedang ambil doctoral di Bne (udah saya tulis sumber datanya), dapat saya ketahui bahwa perkembangan saat ini ,telah berhasil dipetakan gen yang mempengaruhi kecerdasan. Hal ini telah ditulis di American Journal of Human Genetics, edisi bulan Juli 2005, oleh Dr.Posthuma dan koleganya dari Vrije Universiteit, Belanda.

    Kesimpulan: Tulisan tak sepenuhnya asli , tapi saya ingin sharing pada teman2 yang lagi baca blog saya, bahwa memang ada gen yang membawa karakteristik sifat manusia, termasuk penyakit-penyakit. Ini berguna untuk mendeteksi secara lebih dini sehingga berguna untuk rancangan program pendidikan, pengobatan dll.

  2. Yang berbahaya dari penelitian seperti ini adalah bila disalahgunakan oleh orang-orang reduksionis yang mengambilnya keluar dari konteks dan kemudian dipergunakan untuk kepentingan politik atau golongan, seperti yang terjadi pada Eugenics yang kemudian dijadikan pembenaran kebijakan diskriminasi di masa Hitler dan Mussolini.

    Di beberapa negara maju yang memiliki penduduk kulit berwarna yang tidak bisa diabaikan seperti Australia dengan penduduk aslinya atau Amerika dengan penduduk asli dan orang-orang Afro-Amerika, publikasi yang berkaitan dengan gen suatu bangsa seperti ini biasanya langsung ditanggapi dengan was-was.

    Bangsa yang cukup dewasa tanpa paranoid berlebihan (bahkan mendukung) penelitian genetik seperti ini adalah Yahudi Ashkenazi seperti yang tertulis di wiki (di akses 6 Mei 2007): “Komunitas Yahudi (Ashkenazi) umumnya sangat mengetahui tentang penelitian genetis dan sangat suportif terhadap usaha untuk mempelajari dan mencegah penyakit genetis”

    Ups.. sedikit OOT yah?

  3. Kunderemp,
    Segala sesuatu ada risikonya, bahkan tidak melakukan sesuatu pun ada risiko. Yang penting adalah mengupayakan, agar hasil penelitian digunakan untuk tujuan positif.

  4. ii bons's

    pEriLaku tiMbuL kaRenA aDanYa karAktEr
    karAkter tImbuL di kaRenAkaN adAnya poLa pikIr
    untUk meNimbuLkan kArakteR yanG baIk mAka muLai sekaraNg ruBahLah pOla pikIr andA menJadI pOsitiF…
    “BERSEMANGAT”
    ii lUv bOna

  5. ii bons’s,

    Betul, kita harus selalu berpikir positif. Kalaupun ada gen yang kurang, dengan lingkungan yang baik, yang mendorong dan mendukung terhadap pola pikir dan berperilaku positif minimal bisa mengurangi kelemahan tersebut.

    Dilingkungan pekerjaan, harus didorong budaya kerja yang mendukung perilaku positif, sehingga orang yang tidak melakukan hal tersebut akan merasa tidak nyaman.

  6. Sifat alami manusia tuh beradaptasi dengan lingkungan.
    Kalo dia terbiasa dengan hal-hal baik, maka baiklah dia.

    Kalo orang tinggal deket tempat sampah, pada awalnya pasti merasa risih. Tapi lama kelamaan pasti rasa risih hilang dan udah terbiasa dengan bau.

  7. Sagung,
    Justru itulah, kalangan pendidik harus memahami hal ini agar bisa memperbaiki tingkah laku anak-anak hasil didikannya.

    Jika mengingat kebelakang, hasil yang saya peroleh banyak dipengaruhi oleh lingkungan, teman dekat, pacar, ibu kost dan lingkungan pekerjaan. Memang orangtua memberikan dasar pendidikan, tapi setelah anak besar, banyak bergaul dilingkungan rumah.

    Juga perilaku di kantor, sangat dipengaruhi oleh lingkungan, oleh karena itu bagi para pekerja yang baru masuk, dikenalkan dengan budaya kerja baru…biasanya ada training 1 minggu, disini dididik dan dilatih “apa yang boleh dan apa yang tak boleh dilakukan”….nantinya sehari-hari ada “change agent” yang memantau agar budaya kerja positif dilaksanakan terus menerus.

  8. betul sekali bu,..
    Itu yang saya maksud.
    Kalo di kampus kan namanya OSPEK.

    Sama juga yang terjadi di politik…..
    Ada orang baik masuk perpolitikan akhirnya dia juga ikut-ikutan jadi licik, karena terbiasa dengan lingkungan yang nogatif.

    Intinya, jangan sampe pas training/orientasi dikenalkan sama budaya negatif. Biar yang putih nggak jadi hitam.

  9. makasih tulisannya bu… bagus & rapi, enak dibaca

    btw, perilaku/akhlak ada kaitannya dengan agama kan, bu ?, sayang sekali pembahasan dari sisi ini terlewatkan

    *atau sy yg malah kurang teliti membaca tulisan ibu

  10. Quote….

    …..Mengapa orang tua sering menganjurkan agar wanita hamil mengusahakan ketenangan, dengan lebih banyak berdoa dan sholat, hal ini dimaksudkan agar sang bayi lahir selamat dan menjadi anak yang baik dalam kehidupan selanjutnya…..

    Adit, saya memang tak membahas dari sudut agama secara langsung, tapi dari quote di atas, sebetulnya pada dasarnya pendidikan agama sangat berperan, bahkan sejak mulai berhubungan dan terus hamil, orangtua wajib selalu berdoa dan berperilaku baik, agar anaknya menjadi anak yang sholeh.

  11. Ping-balik: DNA, rasisme, dan perlunya kehati-hatian seorang ilmuwan « Dari dusun Ngrowo ke ibu kota

  12. tridjoko

    Sebenarnya rumusnya simpel aja. Perilaku = fungsi dari “nature” dan “nurture”.

    “Nature” adalah masalah gen,keturunan siapa, bapaknya siapa, ibunya siapa, akan menentukan anaknya gimana, pada hari kelahiran (hari ke-1). Nah, di sini berlaku rumus genetika yang disebutkan di tulisan..

    “Nurture” adalah bagaimana “lingkungan” membentuk kepribadian si anak, alias “mengisi” gen yang dari awalnya ada tadi (hari ke-2 sampai hari ke-n, n cenderung tak terhingga)..

    Nah, “lingkungan” ini bisa berarti lingkungan keluarga, lingkungan tetangga, lingkungan sekolah, lingkungan pergaulan si anak, lingkungan keagamaan, dsb. You name it..

    Dari “nature” dan “nurture” tadi bisa terbentuk kepribadian si anak kelak ketika ia dewasa.

    “Nature” nya baik, “nurture” nya baik, pasti si anak baik.

    “Nature”nya baik, “nurture”nya jelek, si anak bisa jadi jelek

    “Nature”nya jelek, “nurture”nya baik, si anak bisa jadi baik

    “Nature”nya jelek, “nurture”nya jelek, wah si anak pasti jelek dan ia akan menjadi penyakit masyarakat (burglar, bookie, thief, prostitute,….)

    Tapi “jelek” dan “baik” tidak bersifat binary atau digital seperti itu, tapi lebih bersifat “fuzzy” yang nilainya tidak hanya hitam putih, tapi juga termasuk abu-abu…

    Mungkin ini salah satu rahasia Tuhan pencipta Alam. Ya nggak ?

    Ciao,
    -Tri Djoko
    http://triwahjono.wordpress.com/

  13. Farel Ananda

    keluarga,sekolah,lingkungan dan pergaulan antar anak merupakan faktor yang sangat dominan dalam pembentukan perilaku dan sikap anak,maka keseimbangan faktor tersebut perlu mendapatakan sikap positif dari semua pihak

  14. reikhan Fazar AGS

    Sebagai orang tua harus memiliki sikap yang bijak dalam mengikuti perkembangan jiwa dan perilaku anak,walaupun secara naluriah jiwa dan sikap tadi telah terbentuk (genetika keduanya)bertindaklah secara wajar tanpa harus menciptakan emosional berlebihan,karena akan sangat berbahaya bagi jiwa anak sendiri

  15. ahan

    Tulisan ibu menarik banget,.. bagaimana dgn anak adopsi yg kita tidak ketahui gen nya, yg kita tahu hanya nurture saja …. sudah diusahakan yg baik,.. tapi tetapi aja yg muncul ga baik,.. dan pinter akting lagi bu,.. gimana donk .. terima kasih …..

  16. Mutiara Saridewi

    Ada apa dgn saya ya bu. selama hidup saya selalu baik, ramah dan tulus hati. Tetapi akhir2 ini saya cenderung jadi pemberontak, cepat marah walaupun saya tahan2. Apakah ini juga unsur genetik jg yg akhirnya mencuat setelah saya dewasa?

  17. Hidayat Fitri

    Proses perkembangan anak dalam lingkungan sangatlah berpengaruh besar, maka yang paling berperan untuk mendidik prilaku anak adalah keluarga.
    Ibu, izin copy-paste ya. 😉

  18. Tita Lesvidiani

    Bu, sama dengan yg disampaikan Pak Ahan, saya melihat ada beberapa anak didik yang merupakan anak adopsi, subhanallah…jadi bintang sekolah karena perilakunya yang ‘luar biasa’, sampai2 guru2 nyaris hilang akal, krn target anak ini mencari perhatian dengan memancing emosi. Apakah karena faktor kematangan emosi si ibu saat hamil yang labil ditambah pola asuh ortu angkat yg kadang inkonsistensi, wuaah..kalau ada 10 anak di kelas seperti ini, guru2nya pada stress. Sulit sekali mengejar target akademik, ketika tugas perkembangannya tidak berjalan baik, gimana ya Bu…sudah dicoba berbagai cara.

  19. Ping-balik: Apakah lingkungan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku? – Enny Dyah

  20. Ping-balik: DNA, rasisme, dan perlunya kehati-hatian seorang ilmuwan – Enny Dyah

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s