Isu karyawan dalam proses merger & akuisisi

Dari bongkar-bongkar majalah lama (maksudnya mau dirapihkan dan yang nggak terpakai mau di buang), menemukan artikel tentang merger dan akuisisi yang menarik. Artikel tersebut terdapat dalam majalah Human Capital no.15, Juni 2005), yang sebagian isinya saya kutip di bawah ini ditambah dengan pendapat beberapa penulis lain:

1. Budaya kerja sering menjadi faktor penentu keberhasilan merger dan akuisisi.

Pada kasus merger HP dan Compaq, manajemen eksekutif tidak memperkirakan bahwa pemegang saham dan para stakeholder mempunyai ikatan sentimental terhadap sejarah perusahaan, yang membuat tembok penolakan atas inisiatif merger tersebut. Salah satu Direktur adalah keturunan dari pendiri HP.

Hisckman dan Silva (1985) mengatakan bahwa budaya kerja dipengaruhi oleh pendiri dan para pemimpin perusahaan, dan dapat menjadi faktor penghambat dalam merger akibat adanya resistensi terhadap perubahan, karena budaya kerja terbentuk bertahun-tahun dari masing-masing perusahaan.

2. Perencanaan sangat penting.

Pre- Deal

Pada fase ini, masalah karyawan yang strategis dan taktis harus selesai dianalisa sebelum mengumumkan perjanjian maupun memulai proses due diligence. Masalah karyawan bukan hanya mengenai biaya dan kebijakan, tapi juga mengenai pemutusan hubungan kerja (masal) yang mungkin terjadi, pembauran budaya korporat, sosialisasi kepada serikat pekerja dari tiap perusahaan, serta masalah-masalah manusia lainnya.

Doing the Deal

Fase ini memiliki tempo, tekanan dan permintaan waktu yang luar biasa besar. Sukses dari suatu integrasi dibentuk disini. Sebuah proses yang komprehensif dan terencana dengan baik, sangat penting untuk mencapai tujuan integrasi jangka panjang.

Post-Deal

Ini adalah fase saat HR dan fungsi-fungsi lainnya menyerahkan tujuan dari merger itu sendiri. Sebuah rencana komprehensif dan terencana dengan baik sangat penting untuk menjaga fokus pada pembentukan nilai dan penyelesaian tugas.

Pada saat integrasi awal berlangsung, langkah-langkah diambil untuk membentuk dan mengikat organisasi baru, mengelola, mengintegrasikan sales force, dan menyesuaikan rencana kompensasi, demi mengarah pada tujuan bisnis terpadu dari perusahaan hasil merger ini. Pada fase integrasi berikutnya, program HR dan infrastruktur dibentuk, dikomunikasikan dan diimplementasikan menuju bentuk akhir yang diinginkan dalam suatu organisasi yang baru. Konklusi formal dari proses integrasi merupakan penilaian atas pencapaian, dibandingkan dengan target tujuan.

Semakin cepat integrasi diselesaikan, semakin besar nilai hasilnya. Dengan kata lain, semakin panjang proses integrasi, semakin besar kerusakannya.

3. Kesuksesan integrasi pasca merger

Manajemen harus mengenali bahwa katalis suatu perubahan adalah;

  • Isu karyawan sebagai kunci dari strategi bisnis
  • Penerimaan dari semua pimpinan
  • Isu karyawan bukan masalah SDM saja

Manajemen biasanya lebih sering berfokus pada aspek legal dan finansial. Padahal isu karyawan ini sama rumitnya, sensitif dan membutuhkan banyak waktu. Komunikasi harus dibangun dan difokuskan pada hal tersebut. Setelah terjadi merger atau akuisisi, komunikasi harus dilakukan sesering dan seefektif mungkin.

Rhenald, K (2007), menyatakan bahwa pada masa transisi, manusia pada institusi mengalami tekanan-tekanan, rasa takut, cemas, dan tidak percaya, yang akhirnya dapat merenggangkan ikatan (cohesiveness) suatu institusi. Manusia-manusia organisasi atau para karyawan justru akan meningkatkan ikatan emosional pada kelompoknya masing-masing . Akibat yang menonjol adalah nilai-nilai perlawanan dan ikatan yang kuat pada subkultur, bukan pada keseluruhan institusi.

Survey yang dilakukan oleh Society for Human resource Management Foundation, yang dilakukan pada lebih 440 eksekutif SDM diseluruh dunia tahun 2001, menunjukkan bahwa gegar budaya merupakan prioritas peringkat ketiga (56%), setelah kegagalan mempertahankan kinerja keuangan (63%) dan penurunan produktivitas (62%).

Perusahaan dapat belajar dari survey di atas, dengan membuat perencanaan lebih terarah, antara lain dengan :

  • Mengerti budaya yang ada dengan cepat
  • Mengartikulasikan dan membangun budaya baru untuk mendukung bisnis baru
  • Membentuk tim integrasi, yang terdiri dari: 1) Pemimpin-pemimpin senior, 2) Profesional di bidang SDM, 3) Manajemen proyek, 4) Komunikasi secara efektif dan sering

Seorang peneliti CFO dari Amerika pernah mengatakan bahwa 90% dari keputusan CFO adalah keputusan dalam hal SDM. Dan investasi yang benar dalam hal SDM akan berdampak besar pada hal-hal di bawah ini:

  • Integrasi akuisisi yang baik 71%
  • Kepuasan pelanggan 92%
  • Profit 82%
  • Inovasi & Pengembangan produk 72%

Dari tulisan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa faktor manusia sama pentingnya dengan isu bisnis lainnya, terutama apabila dua perusahaan atau lebih melebur menjadi satu sambil membawa keunikan mereka masing-masing.

Sumber data:

  1. Hisckman, Craig R. and Silva, Michael A. “Creating Excellence Managing Corporate Culture, Strategy and Change in the New Age.” New York: Nal Books, 1985
  2. Merger & Akuisisi . Isu karyawan=isu bisnis. Sumber dari Mercer Library (http://www.siliconvalley.com). Majalah Human Capital no.15 hal.44-45. Jakarta, Juni 2005
  3. Kasali, Rhenald. “Change” PT Gramedia Pustaka Utama. Cetakan ke sembilan. PT Ikrar Mandiriabadi: Jakarta, 2007
Iklan

16 pemikiran pada “Isu karyawan dalam proses merger & akuisisi

  1. Wahh… tampaknya minggu ini Bu Edratna lagi “on fire” untuk menulis 🙂

    Kalau dari statistik, boleh tau perstentase sukses versus gagalnya merger Bu? 🙂

  2. Rezayazdi,

    Kapan2 ya…sebetulnya udah punya beberapa buku…juga saya mengalami sendiri bagaimana pimpinan di perusahaanku merubah budaya kerja, dari karyawan bersifat priyayi menjadi berorientasi bisnis. Terus perusahaan sempat reorganisasi, restrukturisasi, ….kemudian pak Rhenald Kasali juga menulis, bahwa budaya kerja harus dibentuk, disesuaikan dengan kebutuhan bisnis, yang lama di buang dan harus dikomunikasikan hal-hal positif untuk meningkatkan kinerja…tapi ntar ya, ini nulisnya diantara sibuk buat laporan

    Wiku,
    Kalau lagi nulis, artinya lagi nganggur…atau jenuh karena kerjaan nggak selesai-selesai…atau beres-beres, mau membuang majalah lama..ehh ternyata isinya menarik..jadi ditulis dulu..hehehe

    Saya belum menemukan yang membuat penelitian dan menulis statistiknya. Yang jelas, karena saya dulunya bekerja dibidang di Divisi Restrukturisasi, perusahaan yang gagal untuk berkembang cukup banyak…..kadang sudah 34 tahun, udah mempunyai perwakilan diluar negeri, tapi kan memang lingkungan terus berubah, jika tak bisa menyesuaikan diri akan tergilas oleh persaingan. Coba kita perhatikan disekeliling kita, dulu ada Gelael, terus Dwima..kemudian Hero….dimanakah mereka kini? Hero masih ada…akankah Hero terus exist, 5 tahun, 10 tahun atau 20 tahun lagi?

  3. wah lagi-lagi soal merger nih 🙂 ngomong-ngomong soal resistensi karyawan pra & pasca merger kalo saya lihat resistensi berkorealasi dengan ukuran/size perusahaan. dalam arti resistensi akan makin besar apabila 2 atau lebih perusahan yg dimerger hampir sama dari sisi size/asset/jumlah karyawan (apple to apple). pengalaman saya dulu sewaktu merger permata maka 2 budaya kerja yg dominan adalah bank bali dan bank universal sementara 3 bank lainnya (primex, arthamedia dan patriot) cenderung melebur ke salah satu dari 2 budaya tsb. perlu waktu memang utk penyeragaman. atau contoh kasus merger bank mandiri dimana ke 4 bank bumn yg digabung hampir sama dominannya (budaya kerja sudah berusia puluhan tahun). penyeragamannya juga tidak gampang bahkan saya dengar sampe sekarang masih ada istilah geng mandiri ex.bbd, geng mandiri ex.bdn, dll. contoh kasus merger yg relatif mulus adalah saat danamon merger (mengakuisisi??) beberapa bank kecil dengan tetap mempertahankan danamon sebagai bank induk. disini terlihat dominasi bank danamon sebagai bank induk dan tidak terlihat resistensi yg besar dari bank-bank lain peserta merger.

  4. Osinaga,
    Mengapa saya akhir2 ini “agak” suka membahas masalah tadi? Adanya aturan SPP (Single Presence Policy), serta Arsitektur Perbankan, yang akan berlaku pada tahun 2010 (Kompas 25 Juni 2007 hal 19) akan memaksa beberapa bank kecil melakukan merger, dan mungkin juga akuisisi. Sedang rencana untuk Bank BUMN belum jelas, karena ada beberapa opsi. Tulisan ini, maksudnya agar teman2 yang selama ini melihat bekerja di Bank nyaman, sebetulnya kerja di bank penuh ketegangan, dan semakin jarang mendapatkan comfort zone. namun saya kira perubahan ini tak hanya di bank (yang jelas di BUMN), tapi juga diperusahaan-perusahaan yang lain…bahwa organisasi akan selalu berubah, menyesuaikan diri dengan keseimbangan lingkungan yang terus berubah.

    Merger memang menyakitkan bagi karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja akibat merger. Saya ingat, saat menandatangani perjanjian sindikasi, sekitar tahun 2001/2002, yang leadernya Bank Mandiri…legalnya masih tertulis Bank Mandiri ex Bank BDN, ex Bank Exim dll. Karena seperti Osinaga tahu, bahwa untuk legal tak mudah, karena jika perjanjian langsung menunjuk an Bank Mandiri, padahal dulunya dihipotikkan atas nama Bank BDN, maka semua harus diroya dan dipasang lagi yang membutuhkan biaya mahal…jadi secara legal harus dilakukan bertahap. Ini hanya sekedar contoh nyata…betapa sesudah keputusan merger, banyak hal yang masih harus di tata, disesuaikan, dibentuk budaya baru…yaitu budaya yang disepakati budaya hasil merger tsb. Bahkan menurut saudara saya, masih ada arisan2 berkelompok…an Bank BDN, an Bank Exim, dll…mudah2an sekarang hal ini sudah menyatu….sama seperti kelompok alumni, yang kalau udah masuk di perusahaan, tak boleh melihat dari alumni mana, tapi sudah menjadi satu. Dan sebaiknya gelarpun tak ditulis dalam KTPP, agar semua dilihat langsung dari hasl kinerja, bukan dari alumni mana, atau gelarnya apa…

  5. Saya kagum juga baca-baca tulisan Bu edratna. Sepertinya ibu orang yang sangat berpengalaman sekali di dunia bisnis. Saya ingin tau gimana benturan kebudayaan yang terjadi di perusahaan perbankan yang menjadi bank syari’ah. Yang saya tau, sistem perbankan syari’ah itu pola pikirnya beda dengan yang biasa. Gimana menurut ibu?

    Terima kasih

  6. Mas Syarif,
    Perbedaannya adalah menghindari apa yang tertuang dalam “MAGRIB”. Dan yang penting lagi, harus ada kesepakatan, ada offering, yang diperjanjian jelas dan ada barangnya…yang kemudian tertuang ddi dalam akad.

  7. pijoh

    hallo bu Edratna,
    saya lagi cari2 bahan buat skripsi saya yang judul nya “analisa kinerja operasional perusahan pasca merger”.ke dua perusahan yang merger bergerak di bidang logistik transpotasi.ga sengaja saya buka blog ibu dan liat2,spontan saya langsung berpikir kalau2 saya bisa mendapat masukan yang berguna dari ibu.yang ingin saya tanyakan :
    1. dengan judul skripsi saya di atas apa saja aspek yang perlu saya teliti dan cermati?
    2. referensi buku2 (pengantar nya bhs indo) yang mendukung. thx’s b4

  8. Pijoh,
    Jika perusahaan akan merger, berarti akan terjadi restrukturisasi (perubahan struktur organisasi) secara operasional, yang akan mempengaruhi: Manajemen, Sumber Daya Manusia, Organisasi, Operasional (proses bisnisnya), IT dan lain-lain.

    Jika ingin melihat apakah setelah merger, perusahaan akan lebih baik…ada buku tulisan Brammantyo Djohanputro, MBA, PhD, “Restrukturisasi Perusahaan berbasis nilai, Strategi menuju keunggulan bersaing” . Buku ini banyak dijual di Gramedia, juga mungkin banyak buku-buku lainnya.

    Jangan dilupakan bahwa merger juga akan mempengaruhi pergeseran budaya perusahaan, dan ini justru harus disikapi dengan hati-hati.

    Selamat menulis

  9. laily

    bu Edratna,
    kalau saya ingin memiliki buku hazel johnson, Bank Mergers, Acquisition & strategic alliances. dimana saya bisa mendapatkannya ya? karena saya tertarik dg blog ibu mengenai merger (18 Juni)
    oh ya, kapan ibu akan membahas mengenai reaksi investor terhadap kebijakan merger/ akuisisi yang diambil perusahaan, terutama bagi perusahaan yang go public yg sangat bergantung terhadap investor?
    bolehkah saya minta referensi buku berbahasa indonesia yg sejenis?
    makasih ya bu

  10. Pendekar

    merger…dulu denger satu kata itu menimbulkan rasa ingin tahu, penasaran, bertanya-tanya, sibuk gosip sana sini, setelah terjadi hasilnya sama aja ternyata….SDM yang mumpuni dan terlatihlah yang kan tetap membuat perusahaan eksis…karena yg senior dan lama belum tentu mampu mengikuti speed kerja karena merger….merger artinya siap berubah….change kata reinald kasali…..

  11. Laily,
    Aduh maaf…kok saya bisa lupa. Seingatku udah saya jawab ternyata belum. Saya dulu pinjam buku dari perpustakaan LPPI, Kemang. Buku2 tentang merger dsb nya lebih banyak dalam bahasa Inggris, saya belum tahu yang bahasa Indonesianya.

    Untuk perusahaan go public, biasanya minimal satu triwulan sekali ada investor meeting, disini para investor bebas menanyakan apa saja. termasuk rencana perusahaan kedepan. Bahkan ada isu flu burungpun (jika perusahaannya Bank), maka investor ingin ada conference meeting (lewat elektronik), apakah ada nasabah2 bank yang terkena flu burung, dan bagaimana pengamanan Indonesia dsb nya. Jadi, jika perusahaan go public, terutama jika sebagian besar investornya dari LN, harus setiap saat menjelaskan isu terbaru tentang perusahaan, makro Ekonomi, bahkan peubahan kebijakan pemerintah.

    Pendekar,
    Kedepan kita memang harus selalu siap…merger akuisisi, konsolidasi adalah hal yang wajar bagi perusahaan, agar perusahaan makin efisien dan tetap eksis dalam peta persaingan.

  12. jinta

    isue merger terus santer terdengar, tapi gak usah jauh jauh bank mandiri kenapa selalu buat janji janji palsu terus kepada karyawannya yah ibarat managemen dengan pelaksana itu tak ubahnya anak kecil dengan org tua. Gimana anak bisa menjadi dewasa kalau janji janji terus yang diberikan contohnya managemen resah dengan demo maka sebagai wujud perhatian mereka memberi kesempatan kepada karyawan dengan istilah ‘Carier Pad” tapi itu cuma janji maniz saja kami dijanjikan naik grade naik pangkat promosi dan apapun istilahnya. ODP direcruit dg standard tinggi its ok karena mereka belum tau seluk beluk perbankan makanya mereka harus pintar Tapi pak dirut kitapun clerk tidak bodoh loh dibanding mereka dengan loyalitas dan kinerja kita yg sdh mati matian di cabang demi sebuah bank besar yg ingin maju dan demi kemajuan kita sdr kita belajar dan berusaha. Tapi kita di test dengan standard consultan Baik bahasa inggris, Aptitude dari sebuah lembaga consultant terkenal pun mengetest kita semua telah kami ikuti bahkan lulus tapi tahapan terus di syaratkan buat kelulusan kita tapi apalah hasilnya CUMA JANJI MANIZ BANK MANDIRI yang ada kita cuma dijanjikan akan diangkat dari clerk jadi officer tapi kok susah banget yah tinggal masa pendidikan saja kita harus digantung menaikan gaji dari clerk ke officer saja kan gak ada 1/3 nya gaji Bapak kan ??? tapi semua diulur ulur kita cuma disenang senangi saja dengan janji test ini dan itu sudah diikutkan buat karyawan saja masih sayang padahal Bank ini besar bukan hanya dari tangan dan otak management kan kita 24 jam harus standby utk pelayanan hp harus aktif untuk pelayanan, dirumahpun kita masih harus berfikir soal operasional cabang offline gak atm nya inilah itulah tapi tidaklah ini menjadi perhatian bapak bapak untuk kinerja kita dan tanggung jawab kita. KAMI CUMA INGIN BUKTI JANJI MENJADI OFFICER YG TERGANTUNG apa karena gak niat sih

    Jinta,
    Makasih udah berkunjung, mudah2an bos yang dimaksud membaca blog ini.
    Tapi sebetulnya tulisan di atas untuk sharing, apa risiko pada merger perusahaan (tidak hanya Bank), selain dimaksudkan untuk membuat perusahaan lebih ramping sehingga tujuan lebih fokus. Sebetulnya jika curhat, lebih tepat dialamatkan langsung kepada pimpinan Bank yang bersangkutan.

  13. Rizka

    Dear Bu Edratna,
    kebetulan saya sedang menyusun sebuah skrispi mengenai peran Corporate Communication dalam proses merger, saya baru baca tulisan ibu ini waktu saya search di google..kebetulan saya saat ini bekerja di Bank hasil merger juga (yang baru ahir tahun kemarin merger) saya memang agak kesulitan dalam menyikapi benturan-benturan budaya dalam bank hasil merger ini…nah saya ingin melihat bagaimana peran corporate communication dalam proses harmonisasi bank merger terutama bagi para karyawan, kira-kira bagaimana menurut Ibu dan adakah referensi buku untuk saya baca terkait peran Corp.Comm dalam kondisi perusahaan yang merger ini..demikian mohon infonya ya Bu..terima kasih

    Rizka,
    Tentu saja tak mungkin menjawab pertanyaan disini, karena kasus atau kondisi perusahaan yang merger berbeda-beda. Kalau buku sih banyak…tapi biasanya perusahaan yang merger, meng hire konsultan agar bisa menumbuhkan budaya kerja baru, untuk mengakrabkan semua karyawan, dan membuat visi misi yang baru dipahami oleh semua karyawan.

  14. Selamat siang Bu, saya diam2 membaca 1 per 1 tulisan ibu dlm blog.
    Mengenai tulisan ini, saya mau bertanya. Apa perbedaan merger akuisis dan konsolidasi jika menurut ibu, karena byk orang menganggap ketiga itu memiliki arti sama sehingga rancu untuk memilih kata mana yg pas u/ digunakan dlm suatu keg/aksi korporasi

    Artinya jelas berbeda…kalau ingin jelas sekarang ada buku di Gramedia yang bagus…..bahasa Indonesia pula, namun harganya memang mahal, diatas Rp.100.000,-

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s