Banyak pimpinan perusahaan mengeluh, mengapa anak buah yang dikirim untuk mengikuti pelatihan, seminar dsb nya, hasilnya tak signifikan dengan peningkatan kinerjanya. Agak sulit memang, bagi seorang pembicara seminar selain dituntut dapat menularkan ilmunya, juga harus bisa bertindak sebagai entertainer. Apabila si pembicara tak dapat menarik minat peserta, nilai evaluasi akan rendah, namun di satu sisi seminar yang dibawakan secara menarik belum tentu sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan.
Evaluasi yang dilakukan pada umumnya masih bersifat evaluasi dari peserta pelatihan, dengan cara mengisi kuestioner apakah pelatihan dimaksud sesuai dengan bidang kerjanya, apakah penyajiannya baik, akomodasi bagus dsb nya. Sedangkan evaluasi yang dilakukan oleh staf, berupa laporan hasil seminar yang ditujukan kepada perusahaan pada umumnya bernilai “baik”, dengan harapan staf tadi dapat dikirim lagi ke seminar atau pelatihan berikutnya.
Pada dasarnya, evaluasi setiap program pelatihan dapat dilakukan, dengan memperoleh feedback dari peserta, yang dapat dibagi menjadi 4 (empat) level, sebagai berikut:
- Evaluasi pada tingkat reaksi (Reaction level). Pada evaluasi ini yang diukur dan dinilai adalah reaksi peserta. Dalam hal ini diukur tingkat kepuasan peserta terhadap program pelatihan yang diselenggarakan, sehingga dapat dilakukan perbaikan atas program tersebut.
- Evaluasi pada tingkat pembelajaran (Learning Level). Evaluasi ini dilakukan dengan tujuan utama mengukur seberapa jauh perubahan kompetensi para peserta segera setelah pelatihan berakhir, sebelum mereka kembali bekerja. Dengan kata lain, tujuan evaluasi pada tingkat ini adalah peningkatan kompetensi peserta dalam kelas dan untuk mengidentifikasikan keberhasilan komponen sistem pelatihan (metode, materi, dll).
- Evaluasi pada tingkat perilaku dalam pekerjaan (On the job behavioral Level). Evaluasi pada tingkat ini yang diukur adalah pengaruh program pelatihan terhadap penerapannya ditempat kerja. Dengan kata lain, tujuan evaluasi pada tahap ini adalah perbaikan perilaku peserta dalam pekerjaan.
- Evaluasi pada tingkat hasil (Result level). Evaluasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur seberapa jauh peningkatan produktivitas yang dicapai pekerja, serta unit kerja, setelah mengikuti program pelatihan. Atau untuk menentukan apakah manfaat pelatihan lebih tinggi dibanding dengan biaya yang telah dikeluarkan.
Pada umumnya kita baru bisa mengukur pada tahap 3, karena untuk menilai sesuai tahap 4 dibutuhkan data base yang bagus, serta keterlibatan dengan pimpinan unit kerja yang telah mengirimkan stafnya ke pelatihan tersebut. Bagi yang ditempatkan di unit kerja yang profit oriented, mereka pada umumnya telah disibukkan dengan target-target bisnis, sehingga tak memungkinkan untuk melibatkan diri secara aktif, baik melalui kuestioner ataupun melalui penilaian langsung, apakah hasil pelatihan dapat diaplikasikan di bidang pekerjaannya.
Kita menyadari, bahwa SDM merupakan aset perusahaan, dan untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas SDM, antara lain bisa diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu diperlukan campur tangan dari Manajemen perusahaan, agar proses evaluasi pendidikan dan pelatihan ini dapat berjalan lancar. Apalagi bagi perbankan, terdapat aturan Bank Indonesia, bahwa minimal setiap Bank harus mencadangkan 5% dari BTK (Biaya Tenaga Kerja) untuk mendidik para karyawannya.
Apabila kita melihat laporan keuangan publikasi Bank-bank , terlihat bahwa angka BTK cukup tinggi, oleh karena itu besarnya biaya pendidikan yang dikeluarkan harus diimbangi dengan hasil yang dapat diaplikasikan dilapangan. Disadari, ada pendidikan yang bersifat konseptual, yang hasilnya tak dapat dilihat langsung, namun akan terlihat pada beberapa tahun kedepan. Pendidikan yang bersifat aplikatif akan langsung terlihat hasilnya, minimal terjadi penurunan tingkat kesalahan, atau kinerja unit kerja tersebut meningkat.
post-training evaluation, istilah untuk evaluasi setelah training ya bu?? ada juga program coaching untuk men-train karyawan pararel dengan kerja berjalan juga kalau tidak salah.
saya tebak: ibu enny tugas&wisata karena sering mengajar di Sendik? 😀
Saya beberapa kali mengikuti seminar dan workshop di luar negeri (perusahaan yang kirim :p ) jujur efek ke pekerjaan tidak terlihat secara langsung, karena memang seminarnya bukan hal yang teknis seperti programing/networking.
Seminarnya memang seputar motivasi diri dan orang lain, etos kerja, efisiensi kerja, efektifitas kerja, cara presentasi, cara menjual, dsb. (soalnya saya kan tukang jualan… :p )
Dan memang saya akui beberapa peserta yang sudah dikirim jauh2 dan mahal kadang ada yang ngabur buat jalan2 dan tidur… Padahal nanti setelah kita selesai dan pulang, harus bisa menceritakan dan menularkan apa yang kita dapat…
Jadi evaluasi pelatihan untuk karyawan sebenarnya sangat diperlukan, tetapi harus selektif dan tepat. misalnya dijadikan reward untuk yang memiliki performance bagus, dan nanti harus bisa menularkan ke yang lain, dan seminarnya sesuai dengan job descriptionnya jadi bisa bermanfaat secara maksimal.
Trian,
Tebakanmu benar dan juga salah…saya jalan2nya saat masih di Divisi Bisnis, setelah selesai meninjau lokasi usaha debitur, yang tersebar diseluruh Indonesia. Tapi setelah pindah ke Diklat pertengahan 2004, sering melakukan pembinaan (bukan mengajar) ke Sendik (ada 6) di: Padang, Makassar, Surabaya, Yogya, Bandung dan Jakarta.
Kalau mengajar, setelah MPP saya jadi pengajar tidak tetap di LPPI (Lembaga Pendidikan Pengembangan Indonesia), dan audience nya berbeda.
Orangemood,
Evaluasi memang perlu dilakukan dengan selektif, yang benar sebetulnya yang selesai training diharuskan melakukan presentasi di unit kerjanya. Masalahnya jika unit kerja tadi sibuk, hal ini tertunda terus.
Saya juga melihat, seminar diluar negeri sering jadi ajang jalan-jalan, peserta sering ngabur sebelum waktunya, tapi kalau ini berupa seminar yang pesertanya banyak. Jika merupakan seminar yang jumlah peserta terbatas (mis Euromoney), maka ada tesnya, dan peserta seminar hanya 10 orang atau kurang, jadi kita dipaksa aktif dikelas.Bahkan saya pernah ikut seminar di Aussie, pergi pagi pulang malam…kata temenku…ini lebih gila dari kerja. Padahal dia langsung pulang ke Indonesia, jadi nggak sempat kemana-mana. Kebetulan saya terus cuti nengok anak, jadi ada waktu jalan-jalan.
di training paling enak, tapi ngasih training=> bencana!
hehehe…
pengalaman aja sih. dah di training, trus pas ngasih training ke pegawai yg lain, 50% materinya lupa!! hahaha…
lucu dan malu-maluin. supaya ga ketauan bos, review training yang dilakukan peserta pake diancem, “he, kalo ga dinilai bagus, awas lo!” hehehe
Tukang ketik,
Hahaha…tukang ketik ada-ada aja. Memang kadang kita tak bisa menyerap hasil training sepenuhnya, walau udah serius. Entah karena materi terlalu banyak, atau terlalu teoritis dll.
Tapi kan biasanya antar teman setia kawan. Untuk mengatasi hal tsb, umumnya perusahaan mengirim 2 orang peserta agar bisa saling mengcover, juga ada teman diskusi…..atau ada temannya kalau mo ngabur dan jalan-jalan….hehehe
Hm, posting yg menarik, kali ini saya akan berkomentar dari sisi bila kami (aduh, saya deh lebih tepatnya ya) yang memberikan training (belum pernah lho, jadi saya masih dalam taraf belajar juga sebetulnya), saya senang sekali kalau ada evaluasi yang mendalam sampai 4 tahap tadi itu, kalau bisa yang kasih/bikinkan evaluasi itu harus dari pihak selain saya (sebagai pemberi pelatihan) supaya fair ya, kemudian dari feedback yang ada itu saya jadi bisa memperbaiki lagi dimana saja celah-celah kurang-kurangnya supaya lain kali jadi kasih pelatihan lebih baik. ada juga mungkin yg jadi consideration saya seperti pembuatan presentasi saya pelatihan itu mungkin lebih baik dibikinkan juga kali yah, hm, # me thinking kekuatan di komunitas kami buat diorganize yg lebih baik ke arah sana => teknis + manajemen + pemodal/tukangIklan/keuangan hm, ato enaknya punya orang/teman yg bisa koordinasikan aja ya bu, jadi biar sayanya focus di saya aja, soalnya boro-boro mikir ke komunitas sampai bisa pelatihan itu padahal ide sampai ada pelatihan itu bagus sekali, urusan kantor ini saja sudah sibuk banget (i hate to say this though)
Ini menarik, karena hal yang sama dirasakan di banyak perusahaan di Amerika dimana karyawan yang sudah di kirim tidak menampakkan perkembangan yang diharapkan.
Oleh karena itu perlu dibuat semacam benchmark sebelum dan sesudah karyawan pergi mengikuti seminar. Manager yang jeli biasanya memberikan “very specific” goals. Jangan khawatir dalam memberikan project yang sedikit challenging setelah karyawan itu kembali dari training. Bukan semata-mata ingin menjatuhkan, namun sebagai tolak ukur yang relevan dengan pekerjaan mereka.
Feedback. Jika manajer tidak tahu apa kesulitan karyawan maka perlu ada session menerima feedback dari mereka. Secara informal dan one-on-one.
Rewards. Untuk mengetahui apakah karyawan telah mencapai atau melampui target maka manajer perlu untuk membuat reward yang membangun dan jelas. Baik secara tertulis maupun lisan. Selalu dipantau kemajuan masing-masing karyawan karena setiap manusia berbeda. Namun dalam hal yang sama patikan obyektif dari manajemen diterangkan secara lisan dan tertulis.
Arie,
Saat saya menjabat Kepala Divisi Diklat, maka setiap pengajar diberikan nilai evaluasi dari siswa, dan ada rankingnya. Karena kita udah membayar mahal (tergantung level kelasnya, ada yang Rp.7,5 jt/hour), maka jika nilai evaluasi >3 maka si pengajar tadi tidak diundang lagi sebagai pengajar.
Sekarang saya juga menjadi pengajar profesional, deg2an juga karena jika nilai tak baik, malunya itu lho…bukan karena uangnya. Jadi ini tantangannya, bagaimana kita bisa menjadi trainer yang baik. Dan tak selalu yang lulus TOT (Trainer on Training) mengajarnya dinilai baik oleh siswa.
Barry,
Kesulitannya tak semua training bisa dinilai secara langsung, walaupun secara teori bisa. Kalau training leadership untuk manager, bisa dilihat dari perubahannya dalam gaya memimpin (kapan2 saya akan coba posting cara penilaian di perusahan tempatku bekerja). Atau misalnya training managerial, terlihat dari pencapaian target, training kepribadian bisa dilihat cara berpenampilan.
Tapi jika kita memimpin unit (seperti saya dulu), membawahi 250 an orang dari sopir sampai manager, dan semua minimal setahun sekali harus pernah dikirim ikut training, penilaiannya jadi sulit. Training apa yang cocok diberikan untuk sopir, untuk satpam? Jika tahun ini sudah diberikan training pelayanan, tahun depannya apa lagi?
Sesuai peraturan, setiap pegawai minimal sekali dalam setahun ikut training…dan ini harus meningkat tahun berikutnya 2x dalam setahun. Pada tahun 2005, perusahaan tempatku bekerja mengirim 66.000 orang mengikuti training, baik dalam negeri maupun luar negeri, berarti ada orang yang 2x setahun ikut training. masalahnya ternyata belum merata, karena perusahaan juga harus membuat pemerataan…..bayangkan uang yang berputar dari sini. …
Makanya makin banyak aja lembaga yang bergerak di bidang pendidikan dan pelatihan
itulah perlunya memilih provider training yg juga menyediakan konsultasi pasca-training sampai dengan jangka wkt tertentu. provider training yg hanya oke sampai pelaksanaan tapi dinilai tdk memberikan dampak yg diinginkan (ingat, diinginkan perusahaan ya jd belum tentu juga langsung keliatan, krn bisa saja yg diinginkan memang hanya sampai knowledge). he3x…agak spamming nih soalnya saya kerja di konsultan SDM :). Salam kenal Mba (ato Ibu ya?), saya tau blog Anda dari blognya Mas Anjar…
Mirna,
Thanks telah mampir. Panggilan boleh apa aja…Anjar teman anakku yang sulung.
Di perusahaanku, provider training harus memberikan presentasi, kemudian dinilai…dan kita telah mengarahkan tik/tiu nya seperti apa, kedalamannya seperti apa..dan yang nggak memuaskan tak diundang lagi. Juga mesti dipesan bahwa pngajar tak boleh diganti, karena komplain nya langsung.
di tempat aku, training nilainya 10 persen dari nilai performance kerja. Dan kita harus training minimal sekali selama 2 hari kerja untuk satu semester. Dan setelah training ngga disuruh buat paper atau dievaluasi, akhirnya duit jutaan abis cuman buat memenuhi target SDM. Kasihan ya perusahaan aku ….
Pendekar,
Kemungkinan itu karena menjadi bagian target dari SDM, bahwa minimal setahun ada 2 kali training. Namun agar training efektif seharusnya dievaluasi, sehingga memang bermanfaat bagi perusahaan.
Bagaimana mengevaluasi para Dosen/Instrukturnya point-point apakah yang harus dievaluaasi
Trim
Bagaimana cara melakukan review assesment terhadap efektivitas pelaksanaan teknis training?? agar pelaksanaa n training terukur implementasi di lingkungan pekerjaan karyawan… mohon bantuan nya untuk design konsep penilaian assesment training sehingga implementasi training material dilapangan terukur dalam pemenuhan kompetensi dan kinerja karyawan.. Atas perhatian dan informasi yang diberikan diucapkan terima kasih…
Diana,
Desain konsep penilaian assessment? Mestinya Diana sendiri yang mendesain, dan untuk bisa melakukan ini harus melakukan penelitian pada perusahaan yang ingin di desain trainingnya, karena masing-masing perusahaan berbeda proses bisnisnya, strateginya, juga Visi/misinya.
Dan ini memerlukan waktu yang cukup, harus banyak diskusi dengan manajemen…..saya sih mau aja dapat proyek seperti ini, asalkan ada waktu dan tentu sepadan dengan biayanya.
menarik ulasan anda mbak, nah kesulitannya biasanya ya disitu…, saat mengevaluasi karyawan. Boro-boro evaluasi, kadang-kadang ngerjain laporan pelatihan aja nunggu ditagih sama bagian diklat apalagi saat pulang pekerjaan rutin udah nunggu. kira-kira ada gak ya, cara evaluasi yang lebih ringkas, cepat dan akurat. Kalau boleh dengan caranya juga. Thanks banget ya….
Saya setuju bahwa seringkali perusahaan sampai pada evaluasi level 3, karena ketika saya mencoba membuat laporan untuk modal insani (human capital) yang salah satu komponennya adalah pelatihan dan pengembangan, Level 4 tingkat kesulitan dan hubungan yang sangat kompleks antar data benar-benar sangat memeras otak. Mungkin juga karena pelatihan lebih pada tangible benefit yang berbeda dengan bahasa management yaitu money
makasih banyak ibu…
pngetahuan saya jadi brtambah.
saya mau tanya masalah evaluasi training level 3,
-apakah pelaksanaan evaluasi itu hanya bisa dilakukan sekurang2nya 3 bulan stlh pelaksanaan training?
– apakah pertanyaan kuesioner untuk evaluasi level 3 harus berdasarkan kursil pelatihan itu sendiri atau bisa menggunakan pertanyaan yg bersifat general?
– saya jg mau minta contoh kuesioner untuk evaluasi diklat tahap 3, untuk tugas telaah staf saya..
terima kasih bu ^^
Justru ibu harus buat sendiri karena disesuaikan dengan kedalaman yang diinginkan oleh instansi ibu….lha kalau yang buat orang lain kan berbeda.
Misal kedalaman training account officer..istilah ini ada di perbankan, ada di bisnis periklanan…tapi beda kan kedalamannya?
Saya masih merasakan kesulitan bila harus mengevaluasi yang level 4 apalagi hubungan dengan ROI, karena naiknya produktivitas atau laba dan sebagainya bukan hanya semata hasil pelatihan, berarti di sini ada banyak asumsi jika A, B, C adalah tetap. Pertanyaan saya bagaimana kita mengukur berapa prosen hasil pelatihan berdampak terhadap hal tersebut dan mitigasi kalau asumsi kita yang dipakai adalah benar?
Overall, sangat menarik membahas ini bu
4 level evaluasi dari kirkpatrick memang cocok untuk evaluasi training pada perusahaan yang memang profit oriented. tapi apakah bisa diterapkan juga untuk perusahaan yang non profit oriented seperti institusi misalnya?
kira-kira seperti apa penerapannya?