Pernahkan anda memperhatikan lingkungan kita sehari-hari, ada orang yang rasanya tak kenal lelah, ada orang yang dapat menimbulkan motivasi bagi orang disekelilingnya, namun juga ada orang yang selalu tenang, bahkan dalam kondisi panik sekalipun. Manusia memang unik, dan tak ada satupun yang mempunyai sifat sama.
Orang yang penuh energi akan selalu bergerak, dan energi orang tersebut ibarat mata air yang memancar deras. Pada tulisan ini saya ingin membahas, bagaimana agar kita tak kehabisan energi, selalu bahagia, penuh semangat juang, yang saya peroleh dari pengamatan sehari-hari, serta obrolan ringan dengan teman.
a. Bahagia harus di buat.
Sering kita merasa sendiri, tidak nyaman, dan gamang. Bahagiakah saya? Mengapa teman-teman kelihatannya lebih enak? Mengapa sih kok kamu kayaknya senang terus, dan tak pernah terlihat stres? Begitulah sering pertanyaan-pertanyaan ditujukan pada orang-orang yang terlihat selalu bahagia.
Padahal sebenarnya kebahagiaan itu ada pada diri sendiri. Jika kita hari ini baru melangkah sedikit, maka sebenarnya kita telah melakukan sesuatu. Dan bukankah setiap kali naik tangga harus diawali dari tangga terbawah? Maka sebenarnya kehidupan berjenjang, dan kadang kita harus berhenti mengatur nafas, menata kembali nafas dan langkah kita, untuk kemudian meneruskan perjalanan. Sampaikah kita di ujung tangga paling atas? Tentu jawaban ada pada diri kita sendiri. Bayangkan anda naik tangga makin tinggi, tentu angin makin kencang, dan kemungkinan anda akan lelah sebelum sampai di ujung tangga paling atas. Yang paling baik adalah nikmati setiap langkah, resapi apa yang kita temukan pada setiap langkah tersebut, nanti akan terlihat betapa menariknya apa yang telah kita lakukan.
Saya pernah mendapat pelatihan, dan diantara pelatihan tersebut antara lain mendapat ceramah dari seorang psikiater. Beliau mengatakan bahwa sebenarnya kita bisa mengetahui potensi diri, kelemahan kita, dan apa langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan, yang berbeda antara satu dan lain orang. Beliau juga mengatakan, bahwa diskusi dengan seorang psikiater, bukan karena kita sakit, tetapi seorang psikiater adalah seorang dokter yang kemudian melanjutkan keahlian di bidang kejiwaan manusia, jadi tak ada salahnya berdiskusi dengan seorang psikiater, agar dapat memahami diri sendiri, untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik.
Akhirnya saya dan seorang teman sesama wanita mengunjungi “psikiater” tersebut di tempat prakteknya, kebetulan saat itu kami lagi berada di ujung kejenuhan, maklum sebagai wanita karir, kadang kita merasa lelah, dan pada saat di ujung persimpangan bingung mau memilih ke arah mana jalan yang akan ditempuh. Saya ikut juga testnya (saya lupa alamatnya, tapi disekitar jl. Kelapa Gading). Beliau menjelaskan bahwa manusia tidak selalu mempunyai kemampuan untuk menilai diri sendiri. Test ini untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan diri kita masing-masing, kami diminta mengisi test yang kemudian dinilai.
Apa yang paling berkesan pada saya? Dokter tersebut mengatakan: “Anda sudah benar dalam melangkah, tapi coba berikan waktu untuk merenung sebelum tidur. Pusatkan pikiran apa yang telah anda lakukan hari ini, bagaimana sikap anda pada suami, anak, juga anak buah? Dengan demikian anda akan introspeksi dan tak mngulangi kesalahan yang sama keesokan harinya. Jika anda secara rutin melakukan hal ini, saya yakin anda akan dapat menyeimbangkan kehidupan berumah tangga dan karir.”
Sederhana kan? Tapi setelah dijalankan efeknya sangat besar. Saya merasa berkaca pada diri sendiri, dan terlihat betapa seringnya saya melakukan kesalahan. Dan sering niat untuk tak mengulangi kesalahan, terjadi lagi keesokan harinya, begitu berulang-ulang, dan sempat membuat saya agak stres juga. Namun kemudian saya teringat pada ucapan mantan Dirut saya, beliau mengatakan:” Sebagai muslim, kita mempunyai kewajiban untuk sholat 5 kali sehari. Sebenarnya sholat Subuh adalah sekaligus memohon agar kita dilindungi dari kesalahan kita selama bekerja. Namun karena kita manusia, kita bisa melakukan kesalahan, maka pada saat sholat Dhuhur, kita bisa bertobat untuk memohon ampunan. Jika kita mengulangi lagi kesalahan, masih ada sholat Asar dst nya. Dan sebelum tidur, kita sholat Isya, sekaligus memohon ampun apa yang telah kita lakukan hari ini…..kemudian pasrah dan tidur…..lupakan apa yang telah terjadi…maka kita akan bahagia.”
b. Bersyukur atas apa yang telah kita peroleh
Kata “syukur” adalah kata yang sangat mujarab. Karena dengan mensyukuri apa yang telah kita peroleh, kita bisa menikmati pencapaian yang telah kita lalui, dan menambah semangat untuk mencapai yang lebih baik lagi. Dengan bersyukur, maka kita tidak juga terlalu menggebu-nggebu menginginkan hal di luar kemampuan kita, hanya karena orang lain memperoleh pencapaian yang lebih dari kita.
Saya ingat waktu masih kecil, sering diajak ibu naik becak. Saat itu di kota kecil kami, kendaraan umum adalah becak dan andong. Orang yang mempunyai mobil bisa dihitung dengan jari tangan. Karena seringnya naik becak, saya hafal ongkos naik becak dari alun-alun ke rumah saya. Suatu ketika saya dan teman-teman ada acara di alun-alun dan pulangnya naik becak. Abang becak menawarkan dengan harga tinggi, dan setelah berputar-putar, tetapi tak mendapatkan harga yang lebih rendah, saya terpaksa naik becak yang menurut saya ongkosnya mahal tersebut. Sesampai di rumah saya mengeluh pada ibu. Apa jawaban ibu? “Nduk, jika kamu membayar lebih mahal, itu merupakan keuntungan bagi tukang becak, kita harus bersyukur bahwa kehidupan kita lebih baik dibanding mereka. Jika kamu membayar mahal, maka tukang becak mempunyai kelebihan uang yang dibawa pulang, dan bisa membelikan beras dan lauk pauk untuk anak isterinya. Berdoalah kita mendapat rejeki yang lebih baik, Nduk”
Begitulah ibu saya, jika saya membeli sayur terlalu mahal (dan ternyata memang saya tak bakat tawar menawar), ibu selalu mengatakan….”Nggak apa-apa, daripada menanam sendiri. Mudah-mudahan kita punya rejeki yang lebih baik besok, agar uang belanja cukup satu bulan”. Maklumlah dibesarkan dari ayah ibu seorang guru, maka kehidupan saya masa kecil sangatlah sederhana, tetapi ibu mengajari kami selalu bersyukur, dan jangan selalu memandang ke atas.
c. Harus mempunyai tujuan hidup
Kita tentunya mempunyai tujuan hidup, walaupun kemungkinan tujuan hidup kita berubah-ubah sesuai perkembangan umur. Saat kecil, mungkin kita ingin menjadi dokter, ingin punya rumah yang kebunnya luas. Atau ingin menjadi ibu guru Taman Kanak-kanak yang setiap hari bisa bergaul dengan anak kecil, mengajarkan menulis, menggambar dan menyanyi. Dengan semakin dewasa, tujuan hidup kita semakin mengerucut, apa yang ingin kita capai. Dengan tujuan hidup yang semakin mengerucut, segala kemampuan, energi, doa-doa, mimpi adalah ditujukan kepada keinginan yang akan diraih tersebut. Percayakah anda bahwa mimpi yang terus diulang, usaha yang diarahkan ke satu tujuan, merupakan energi yang membuat kita kuat, membuat tak kenal lelah untuk mencapai tujuan tersebut?
Saya ingat, saat remaja dan waktu masih kuliah, saya sering sekali merasa pusing dan migrain. Begitu mulai memasuki dunia kerja, pulang kerja rasanya capai sekali. Saat itu terbayang, bagaimana ya nanti kalau menikah dan punya anak, kuatkah saya? Ternyata tambahan beban kewajiban, kebahagiaan mempunyai anak, membuat energi kita terasa tak ada habis-habisnya. Sepulang kantor, masih bisa momong anak, menyuapi, mendongeng, bahkan mempersiapkan kebutuhan untuk esok hari. Selama anak-anak balita, nyaris waktu tidur saya hanya 3-4 jam per hari, kecuali hari libur. Padahal, kalau ingat masa remaja, hal ini pasti tak terbayangkan. Bahkan di suatu pertemuan alumni, teman sekamar saya terheran-heran, kok saya bisa berubah sedemikian rupa. Tentu dia masih membayangkan saya yang gampang sakit, migrain, dan sering merasa kelelahan.
Siapa yang berperan merubah diri kita? Tentu lingkungan terdekat. Suami saya selalu memompakan semangat, bahwa …kamu pasti bisa…Entahlah ternyata memang bisa. Bahkan setelah anak-anak besar, mereka sering ikut mendorong ibunya, demikian pula sebaliknya, sehingga kami saling menguatkan.
d. Mempunyai keberanian untuk menjalankan sesuatu
Banyak orang yang seharusnya bisa berbuat lebih baik, tetapi tak berani mengambil keputusan. Bagaimanapun tak mengambil keputusan adalah suatu keputusan (keputusan untuk tak melakukan apa-apa), serta menanggung risiko untuk itu. Jadi, mengapa kita tak berani menjalankan sesuatu? Kadangkala kita harus mengambil keputusan yang sulit, seperti:merekrut orang, mempromosikan atau bahkan memecat. Kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, kadang kita terpaksa memperhentikan sopir yang telah bertahun-tahun melayani kita, karena kita akan menjalankan pensiun. Betapapun beratnya, keputusan tetap harus diambil. Atau harus berani memecat pegawai, karena pelanggaran yang telah dilakukan. Hal ini memang sering menghantui pikiran, karena orang tersebut bisa melawan, dan berbalik menyerang kita secara pribadi. Namun, jika kita seorang pimpinan maka kita harus berani melakukan keputusan tersebut.
Juga apabila anak kita melakukan kesalahan, bagaimana cara menghukum secara mendidik? Membiarkan anak berbuat kesalahan, berarti menghancurkan perkembangan anak, karena pada dasarnya anak belum tentu tahu bahwa apa yang dilakukan adalah salah.
Orang yang melakukan keputusan secara efektif, adalah yang pandai menggabungkan energi dan keberanian untuk melakukan sesuatu, kedalam suatu tindakan dan menghasilkan sesuatu yang produktif. Namun tanpa hasil yang terukur, maka hasilnya tak terlalu berarti. Oleh karena itu energi yang ada harus disalurkan ke arah yang positif, dapat diukur, dan mencapai suatu tujuan, yang diarahkan agar berguna untuk memperbaiki kualitas hidup.
wah semua nya harus dipikir ya Bu … kalo saya sih kadang let it flow aja … jadi kalo dipikir terus ya stress…:D
tapi kalo lagi berpikir jadi semakin stress dan akhirnya melarikan diri dengan jalan-jalan, olah raga dan makan …..wakakakaka…..sama sekali ngga mikir kalo duit nya dah mo abis …
semoga besok masih ada rejeki …amin…:D
mmhh kadang yang kurasakan aku capek ‘berlari’ dalam hidup tapi merasa bersalah kalau santai-santai aja, aku selalu mendorong diriku untuk melakukan lebih dan lebih tapi selalu akan sampai di titik kejenuhan, aku ingat Bu Wahyono pernah nasehatin ‘gak bisa kayak gitu karena pikiran mu pun butuh untuk refreshing’ Hidup itu ibarat melakukan perjalanan panjang dan kadang kita harus berhenti di warung kopi untuk istirahat sebentar baru setelah itu meneruskan perjalanan lagi, keasikan di warung kopi malah juga tidak benar.
@sandy
kadang juga aku kayak gitu, gak mau mikir dulu duitnya udah habis berapa, manjain diri sendiri makan di restaurant enak, mungkin beli satu baju yang disuka, atau apa lah… kita kan bukan robot yang selalu bisa konsisten dengan planning2 yang kita buat jadi kalau kadang keluar dari itu ya gapapa asal gak keterusan dan habis itu baru di tata ulang…supaya seimbang sbg gantinya harus masak dan makan dirumah untuk bbrp minggu..udah gitu aja siklusnya
tapi memang harusnya mempunyai dana khusus untuk rekreasi, karena memang itu dibutuhkan, dulu waktu diajarkan cara ngatur uang di kampus pas ada alokasi dana rekreasi aku mikir ‘ah aku gak perlu kok’ tapi ternyata salah..itu sangat diperlukan apalagi tinggal sendiri.
Sandy,
Memang harus ikut aliran air, tapi tanpa planning semua akan berantakan. Bukankah mimpi Sandy selalu menuju satu titik? Tanpa disadari, Sandy udah membuat planning bagaimana bisa meneruskan ke LN. Tapi kembali lagi kita harus bisa membuat diri kita bahagia…caranya macam2, bisa makan-makan, nonton film atau sekedar ber malas-malas an di rumah sambil baca buku….hehehe ini bagiku rekreasi yang paling murah.
Lis,
Planning tetap di buat agar tujuan tetap ke satu titik, tapi setiap saat di revisi…..nahh secara tak sadar Lis udah melaksanakan, cuma kan nggak ditulis. Apa mungkin Lis bisa seperti sekarang, jika tanpa planning…paling tidak planning nya ada di kepala, tak tercatat, bahkan baru berupa mimpi yang tak pernah berani mengungkapkan.
hohoho …betul bu …tapi setelah ke LN trus mo ngapain coba … hayooo bingung juga nih …
betul mbak lis juga… aku dari dulu megang prinsip itu juga. sekali-sekali mampir ke warung, minum teh 😀 aku ngga suka kopi soalnya. istirahat dan berhenti berlari sejenak untuk bisa mempersiapkan langkah yang lebih lebar dan pasti arahnya…
@sandy
lah kok malah jadi bingung mau ngapain di LN?
gini San ngeliatnya, aku pernah diajarin sama temen, impian pertama udah tercapai, sudah ada di LN, ibaratnya kaki kiri udah melangkah, tinggal kaki kanannya.
Gak semua orang bisa loh sampe LN.. syukuri itu dulu, setelah itu harus terus menatap ke depan.
Hahaha…. Sandy….Sandy…betapa banyak orang hanya bisa bermimpi meneruskan kuliah ke LN, kok Sandy malah bingung. Hayoo…maju…..langkahkan kakimu…pasti nanti akan tahu juga sampai kemana ujung jalan tsb.
Sssst…tahu nggak, saya sebenarnya juga dulu jalan aja kok…..kadang perasaan naik turun, kadang capek,….tapi kalau udah jenuh…ya menyemangati diri sendiri, kalau nggak gitu jalannya akan benar-benar berhenti.
Hi Lis…sakitnya udah sembuh?
biasa lah ini sindrom orang yang tujuannya tercapai. dulu pernah setelah sidang skripsi dan tinggal wisuda tiap hari bengong kayak orang gila …so what’s next ?
tapi akhirnya bisa kerja lagi dengan tenang …
kalo bersyukur ya sekarang ini lagi bersyukur.
emang mbak lis sakit apa ?
@edratna
Udah mendingan Ibu sakitnya, tiap hari harus minum obat sampe 10 butir.
@sandy
sakit karena alergi sama obat disini, padahal itu dijual bebas dan banyak dipakai sama orang amerika tapi ternyata hasil berbeda untuk setiap orang 😛
Makasih bu, nasihat2 tertulisnya, saya masih sedang ber’lari’an mengejar cita-cita dari kecil. From nothing to something (not someone).
Hehehehe…tapi tulisan diatas, sangat ‘njewer’ banget.
tulisan yang sangat bagus dan menyentuh bu Enny. mudah-mudahan bisa jadi inspirasi bagi kami-kami generasi muda yg baru saja menapak beberapa anak tangga..mudah2an bisa bertahan hingga anak tangga terakhir 🙂
Mas Marmotji,
Saya juga suka capek, lelah, jenuh…tapi setiap kali harus menyemangati diri sendiri. Bekerja kadang-kadang memang membuat jenuh, apalagi jika dikejar kerjaan yang rasanya tak ada habis-habsnya. Tapi dengan setiap kali introspeksi, dan bersyukur, dan melihat orang lain yang lebih sulit dari kita, maka muncul semangat untuk terus berjuang.
Osinaga,
Memang semangat harus dipupuk, kalau capek istirahat dulu, rekreasi…hehehe, makanya jika keluar kota, saya suka menambah waktu hanya sekedar menikmati situasi yang lain. Jadi selalu pesan ke anak buah…”Mau nggak kita kerja keras sampai jam 2 malam (toh keluarga di Jakarta), tapi kita punya waktu jalan-jalan dan rekreasi?” Ternyata mereka senang bukan main
kabarnya di dunia kerja, orang yang selalu semangat (punya passion) lebih ‘dipandang’ daripada yang ‘nerimo’.
tapi yang repot semuanya itu bu,bagaimana membuat passion itu ttp manyala..
Trian,
Jawabannya “So pasti”
Mengapa? Enegi mereka akan menularkan semangat ke sekelilingnya, kalau dia jadi pimpinana, maka anakbuahnya akan lebih happy punya pimpinan yang penuh semangat (dan akan terlihat gembira) daripada yang adem ayem.
Orang-orang yg bisa menularkan semangatnya pada orang lain, mudah memotivasi anak buah, mudah bergaul dengan orang di instansi lain yang memudahkan komunikasi selanjutnya….dan yang jelas…di dunia kerja, selain harus jadi pekerja keras, pintar (atau mau belajar terus) ….harus gaul.
Gaul ini jadi syarat utama, kalau kita berkecimpung di dunia marketing, bisnis (seperti AO di Bank), dan sebagai pengajar atau instruktur. ….hehehe…karena sebagai instruktur, yang harus mengajar orang dewasa, mereka menuntut instruktur pintar, suasana di kelas nyaman, gaul (agar mereka merasa tak ada gap…dan banyak pengalamannya yg dapat di share).
Belum bisa menarik atau terlalu pendiam? Ada kursus-kursus yang membuat seseorang menarik…dan di kantorku dulu, setiap staf senior harus ikut kursus ini…bahkan awal rekrutmen diajar tentang etika, berpenampilan menarik, teknik menjual dan beerapa kompetensi lain. Kalaupun seseorang tetap pendiam, dia bisa dibuat menarik juga…saya punya beberapa contoh orang seperti ini, yang setelah diajak mengobrol, ilmu pengetahuan mengalir terus dari isi kepalanya.
wah penampilan penting ya. .. 😀 kalo orang di belakang monitor emang penting penampilan ? kayaknya ngga… kalo selamanya di depan monitor yang diliat kan hasil kerjanya…
lagian kan bisa gaul di internet (yang berarti kuper di dunia nyata :D)
Sandy,
Kalaupun sekarang pekerjaanmu dibelakang layar, tapi suatu ketika kan harus berperanan membuat produkmu (bisa produk riil atau jasa) terjual. Hal ini tak bisa mengandalkan tenaga marketing aja (jika Sandy jadi bos), tapi setiap orang di perusahaanmu harus bisa menjual atau menjadi marketing produk tsb.
Yang dimaksud penampilan, jangan disalah artikan seperti model ya…tapi sesuai dengan pasar yang akan dituju oleh produk/jasa tsb. Misalkan seperti saya, jabatan saya sekarang beda dengan saat jadi GM (kalau ini mah harus pake blazer)…dengan menjadi instruktur, saya harus menyesuaikan siapa yang diajar? Para officer, calon officer atau udah jadi manajer? Cara membawakan materipun berbeda. Ini maksud saya dengan penampilan.
Bagaimanapun orang akan senang ketemu dengan orang berpenampilan menarik (pandai komunikasi, berpakaian bersih/bukan mewah lho, dan menghargai orang lain yang di ajak bicara).
Bob Sadino, di film “Ujang Pantry” bisa seenaknya pakai topi koboi dan celana pendek waktu presentasinya adik kelasku, Dinna Olivia. 😀
tapi repot juga ya kalo mau kerja aja harus ikut aturan ini dan itu. 🙂
apalagi kalo harus pake jas dan dasi… rasanya pengen dilepas aja ..
Sandy,
Justru itulah keunikannya, mengapa orang berminat untuk bekerja di bidang yang berbeda-beda. Untuk lembaga keuangan/financial (termasuk Bank, asuransi dll),karena merupakan lembaga di mana orang menaruh uang di lembaga/perusahaan tsb, maka orang-orangnya harus layak di percaya, konservatif, berkualitas. Dan gambaran ini harus terlihat baik dari sisi content dan context. Bagaimana kita percaya untuk menempatkan uang kita di Bank, jika orang-orangnya tak disiplin dan berpakaian seenaknya? Walaupun penampilan tak menggambarkan sisi terdalam manusia, namun hal ini tetap menjadi acuan.
Tapi kalau bekerja di unit Bank, yang letaknya dipelosok, dan berpakaian rapi, maka nasabah yang rata-rata petani tak akan mau datang…atau akan copot sandal saat masuk kantor. Di sini bangunan kantornya tak ber AC, sederhana….dan cara berpakaian harus disesuaikan juga… tentu tak pakai blazer atau jas yang bikin kegerahan.
Atau seperti guru, yang selain mengajar juga harus mendidik murid…tentu harus berpenampilan menarik (pakaian bersih, banyak senyum, tak boleh pake assosoris yang menyolok…..sederhana dan bersih). Hal ini akan berbeda dengan orang yang bergerak di bidang lain, yang harus berpakaian warna warni, agar kreativitasnya terus muncul.
Nahh…sekarang kita tinggal memilih, mau bekerja di bidang apa…dan cara berpakaian tentu harus disesuaikan dengan target pasar (konsumen) yang di bidik. Kalau kerja di pabrik makanan, kan rambutnya ditutup pakai topi, pakai sarung tangan….di sini penampilannya beda lagi.
wah kalo peneliti bajunya gimana ya ? bukan peneliti di lab kimia ato biologi .. kalo mereka sih pasti pake jas lab. kalo peneliti di IT ? paling slengekan 😀 ngga keruan, ngga pernah mandi dan bajunya norak.
nanti rambut nya dicat ah…
Sandy,
Komentarmu lucu…ehh kapan berangkatnya? Ntar jangan lupa ceritanya ya.
Yang jelas, harus banyak-banyak belajar dari yang sudah makan asam garam. Contohnya dari ibu cantik kita satu ini.
Anjar,
Yang jelas harus menyemangati diri sendiri…kadang lelah terasa…dan harus berhenti lagi. Tapi habis itu kita tetap harus belajar, dan mau membuka diri
makasih bu!
ANDA TELAH MERUBAH HIDUP ORANG ORANG YANG PENAKUT,PESIMIS,GAK BERANI NGOMONG,…………
Yaitu saya…….
Semoga tulisan ibu bisa menjadi inspirasi semua orang…….
Yudhi,
Syukurlah jika tulisanku dapat menyemangati orang lain.
Tak perlu kawatir, karena perubahan selalu bisa dibuat asalkan kita sendiri mau berubah. Terbayangkan Yudhi, kira-kira 30 an tahun yang lalu, saya adalah gadis pemalu, “agak cengeng”, …..tapi syukurlah saya dikelilingi orang-orang yang menularkan semangat untuk mencapai hasil yang lebih baik, serta selalu berprinsip bahwa “kita bisa”….yang penting….kerja keras, usaha keras, kemudian berdoa, serahkan Allah swt yang akan menentukan pilihan terbaik bagi kita.
Makasi Ibu…
Kebetulan baru membaca blog bu ratna hari ini, stlh dpt link dari tmn kantor (boleh ya bu dipanggil Bu ratna ? 🙂 )
Kl yg sy rasakan slm ini, memang kadang berhasil bu menyemangati diri sendiri, “work for a while”, tp terkadang semangat itu perlahan pudar dan menghilang lagi, jadi harus “start over again”.
Perlu Nyoba tips2nya Ibu nih 😉
Btw, kl sy kadang ngerasa lemes ga ada energi bu. Plus gampang tidur hehe
padahal kl bc tulisan2 pengalaman ibu, sempet tidur 3-4 jam sehari.. (ga kebayang) sy msi suka ngantuk kalo malem lembur, trus tidur cm 4-5 jam.
Dipastiin siangnya bs merem didepan monitor, kalo bablas bisa bikin pulau tuh 😀
Gimana cara atasinnya bu ? Perlu meningkatkan stamina kaya nya.
Sekali lagi makasi bu, semoga tulisan2 ibu bermanfaat dan berkah bagi semua yg membaca. Aamiin.
Jazakillah .. (semoga Allah membalas kebaikan Ibu)
Bayu,
Wajar kalau kita mempunyai perasaan yang naik turun, kadang semangat naik dan kadang menurun. Saya dulu kalau habis libur panjang, dan mulai kuliah lagi, perlu waktu 2 minggu untuk bisa mulai tancap gas. Karena mengenal perasaan seperti ini, saya mencoba dan melatih diri sendiri agar selalu ada semangat yang menyala. Kalau bukan diri sendiri mau siapa lagi? Orang lain hanya bisa mendorong dan memotivasi, yang bisa menyebabkan kita berbeda adalah diri kita sendiri.
Semasa mahasiswa saya juga kawatir, apakah saat telah menikah saya masih bisa seperti ini, bukankah ada anak-anak yang menyita perhatian kita? Disini kita harus mau mendelegasikan sebagian tugas pada pengurus rumah tangga (istilah saya si mbak), seperti bersih-bersih rumah, sehingga ibu masih punya energi untuk memperhatikan suami dan anak-anak nya, juga pekerjaan kantornya. Dan karena bos saya baik, saat anak-anak kecil saya boleh pulang tepat waktu (dengan catt.pekerjaan tetap selesai besok pagi jam 7 di meja beliau). Alhasil, setelah anak-anak tidur (saya menerapkan jam 9 lampu kamar tidur mati/nyala kecil, anak-anak didongengi jadi cepat tidur) saya sempat ngobrol dengan suami, baru meneruskan pekerjaan kantor yang harus selesai. Karena sudah komitmen sebelum menikah, suami justru menemani saya dengan ikut bekerja, jadi sama-sama melek. Dan ternyata hal ini bisa dilakukan sampai saat ini.
Intinya, harus ada semangat dari diri sendiri, kalau capek berhenti dulu, jalan-jalan ke Mall/cari buku bacaan, rekreasi bersama keluarga, setelah segar kembali lagi bersemangat. Juga dukungan keluarga (suami/isteri/anak-anak) sangat diperlukan. Ini yang saya sampaikan di depan kelas, bahwa memilih suami isteri sangat menentukan karir kita dikemudian hari…..
saya kalau “jalan” ya jalan aja.. capek brenti.. kalo gak tercapai kita belok sedikit… siapa tau ada suasana yang memberi semangat… eh jalan kembali lagi ketempat tadi sambil catat apa yang akan dikerjakan… selama dalam perjalanan itulah hidup yang sebenarnya. sebab kalau kita sudah sampai ke tujuan.. ia hanya satu moment saja.. dan kita harus berjalan lagi meneruskan kehidupan.. Capek ?? ya itulah hidup.. dan yang lebih penting selama perjalanan isi dengan semangat spritual yang dalam dan makin dalam…. disana kita peroleh kedalaman hidup yang sebenarnya sampai kita mati.. dan disaat hendak mati kita bisa tersenyum.. senyum yang sejati… senyum dari hati yang abadi
Rizky 255uy,
Masing-masing orang mempunyai cara untuk memotivasi diri sendiri, agar tak kehabisan energi…
Ibu benar-benar ibu blogger Indonesia. Nasehatnya menyejukkan hati saya. Setelah merasa stagnan, saya mencoba mengenali tujuan-tujuan saya kembali. Mencoba menata hati dan memahami diri sendiri. Bertemu dengan teman-teman dengan keunikannya sendiri dan mencoba memahami jalan pikiran mereka ternyata malah memberikan ide yang tidak terduga. Saya pikir ada kalanya sekali-sekali saya perlu belajar “memakai sepatu orang lain” untuk mencapai tujuan-tujuan agar lebih kreatif, dinamis dan tidak monoton. Saya sadar Bu, “sepatu” yang sekarang saya pakai sangat berat “mengisinya”. Saya belum menghasilkan sesuatu yang luar biasa dan masih belum jadi siapa-siapa. Dengan adanya momentum kemarin itu…dzziigh rasanya seperti terbangun dan teringat dengan jalan panjang yang menanti di depan. Sekali lagi terima kasih Bu.