Dalam kehidupan bermasyarakat, ataupun pertemanan, agar pola hubungan sehat maka perlu dipahami rambu-rambu untuk menghargai privacy orang lain. Demikian juga hubungan dengan pasangan (pacar atau suami/isteri), tetap harus menghargai privacy masing-masing.
Mengapa kita tetap perlu menghargai privacy masing-masing? Bukankan pacar atau pasangan adalah orang yang mengerti kita, dan sebaiknya kita harus saling percaya mempercayai? Ada beberapa alasan, mengapa kita tetap harus ada “room” untuk pasangan, agar kehidupan menjadi lebih menarik dan menyenangkan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:
1. Rahasia kantor atau pekerjaan
Ada peraturan di beberapa perusahaan bahwa siapapun yang bekerja harus diambil sumpah jabatan, dan tetap harus merahasiakan permasalahan di kantor kepada siapa saja, sampai sekian tahun setelah dia keluar dari kantor tersebut. Rahasia ini juga berlaku kepada pasangan suami atau isteri.
Hal tersebut adalah sangat wajar, karena bisa dibayangkan seandainya rahasia kantor bocor kemana-mana dan digunakan oleh orang-orang tak bertanggung jawab. Risiko ini dampaknya sangat besar, karena dapat dimanfaatkan oleh pesaing, ataupun orang-orang yang tidak berkepentingan.
2. Hati-hati dalam menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi.
Di negeri kita, sangatlah wajar jika kita bertemu dengan orang yang baru kita kenal , menanyakan latar belakang orang tersebut, seperti: kerja dimana, anaknya berapa, dan sebagainya. Kondisi saat ini, pertanyaan yang dulunya terasa wajar, sekarang menjadi hal yang sebaiknya dihindari. Karena kemajuan pendidikan, baik pria dan wanita mendapat kesempatan yang sama dalam menempuh jenjang pendidikan dan pekerjaan. Akibatnya banyak wanita yang menunda pernikahan, atau bahkan tidak ingin terganggu dengan pernikahan, karena ingin mandiri. Oleh karena itu, pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal yang sangat pribadi, sebaiknya dihindari.
Banyaknya wanita yang bekerja di luar rumah, juga mempengaruhi tingkat stres, sehingga ada kemungkinan sulit mendapatkan keturunan. Atau sengaja memperlambat jarak melahirkan, agar lebih bisa mendidik anak-anaknya, tanpa terganggu karirnya. Oleh karena itu, pertanyaan tentang anak pada orang yang baru dikenal, sebaiknya juga dihindari.
3. Jangan tanyakan nomor hp atau telepon jika belum akrab
Alamat rumah, nomor telepon rumah ataupun nomor handphone, merupakan hal yang sangat privacy. Semakin banyaknya pekerjaan di kantor, membuat orang ingin menikmati keberadaannya di rumah tanpa diganggu oleh telepon. Juga karena biaya tanah/bangunan yang mahal, orang sekarang lebih menyukai pertemuan dilakukan di luar rumah (di cafe dsb nya) dibanding datang kerumah, karena keterbatasan ruang. Tamu yang datang ke rumah adalah hanya untuk kerabat atau teman dekat pasangan. Disamping itu janji ketemu di cafe memudahkan bagi semua pihak, karena bisa dicari lokasi cafe yang jaraknya dekat dengan lokasi masing-masing pihak yang akan ketemu.
Apakah pasangan suami isteri atau pacar boleh melihat inbox hp kita? Jawabannya sangat beragam, tergantung konsensus masing-masing. Bagi seorang pencemburu, sebaiknya tak usah melihat inbox pasangan, karena bisa menimbulkan perdebatan. Saya sendiri, tak pernah melihat inbox Hp suami, kecuali kalau suami yang ingin memperlihatkan inbox nya untuk menunjukkan adanya sms dari seseorang.
Ada suatu kejadian, dulunya bapak A sahabat dari ibu X saat kuliah. Setelah lulus, mereka jarang berhubungan. Suatu ketika ibu X ingin menawarkan sesuatu kepada bapak A, dan mengirim sms, dengan gaya bahasa seperti saat masih menjadi mahasiswa. Tak diduga, rupa-rupanya isteri bapak A pencemburu dan suka melihat inbox hp suaminya. Langsung isteri bapak A mengirim sms ke ibu X dengan kata-kata yang kasar dan tidak sopan… padahal ibu X bukan perempuan biasa, beliau sudah bersuami dan mempunyai putra, serta menjadi dosen di perguruan tinggi terkenal di Bandung. Kontan masalah sms ini menjadi hal yang kurang menyenangkan, antara bapak A, ibu X dan suami (yang kebetulan juga temannya bapak A), juga teman-teman sesama dosen. Bisa dibayangkan betapa malunya bapak A, di satu sisi dia juga mencintai isterinya.
Ada juga contoh lain, staf saya (wanita) mengadu, bahwa saat dia menelepon teman sekantor (Tt), yang menerima isterinya dan menjawabnya agak kasar. Usut punya usut, sebetulnya dia kenal baik dengan Tt dan isterinya, tapi saat itu kebetulan Tt baru saja berbeda paham dengan isterinya, dan pada saat itu teman sekantornya menelepon. Kemudian Tt menerima telepon itu, bercakap-cakap sampai lama dan bercanda, di saat dia sedang marahan dengan isterinya. Apa pembelajarannya? Saya sampaikan pada staf saya, jika menelepon ke rumah teman, segera sampaikan apa masalahnya, dan tak perlu bertele-tele. Karena candaan yang terasa biasa di kantor, menjadi berbeda jika dilakukan pada saat yang tak tepat.
4.Pasword
Pasword sebaiknya tidak diberikan kepada siapapun, walaupun itu pasangan anda sendiri. Apalagi jika berurusan dengan kantor, karena penyimpangan penggunaan pasword, bisa menyebabkan kerugian finansial, dan anda bisa terkena masalah hukum. Jangan pernah percayakan pasword pada orang lain.
Case: A sedang berpacaran dengan B, oleh karena itu baik A maupun B sama-sama tahu pasword yang digunakan pasangannya dalam account yahoo. Suatu ketika, terjadi perbedaan paham antara A dan B yang menyebabkan keduanya berpisah, namun karena merasa teman baik, pasword nya tidak diubah. Sampai suatu ketika…si B tak bisa membuka account yahoo nya, padahal isinya berbagai macam hal, yang tidak di back up.
Dari berbagai cerita di atas, walaupun kita berpasangan ataupun berteman baik, tetap kita harus mempunyai batasan dan masing-masing pasangan memiliki “room” sendiri. Jika hubungan kita kuat, tak perlu ada hal yang dikawatirkan. Juga kita harus berhati-hati dalam berhubungan dengan teman yang sudah menikah, walaupun dulunya dia merupakan sahabat dekat kita, siapa tahu isteri atau suami nya cemburuan.
Simple….
Kalau gak mau isinya dilihat, yah gak usah sharing password..
Kunderemp,
Memang tak boleh sharing pasword, itu aturan bakunya.
@kunderemp
Tapi banyak pasangan yang suka sharing password emailnya dengan dalih rasa percaya dan setia 100%. Padahal ada kalanya di tengah jalan ada salah satu pihak yang mulai bosan dan memutuskan sedikit bermain api.
Si pemain api tentunya sadar betul bahwa pasangannya memegang password accountnya sehingga melakukan tindakan preventif dengan mendelete semua email berbahaya di inbox dan outbox. Namun sayang, dia lupa email yang didelete belum benar-benar terhapus, hanya berpindah ke folder trash. Sang pasangan yang mulai curiga memeriksa semua folder termasuk trash dan Ka-Boom!
@edratna
Maap jadi OOT, abis gatel sih he3x. Kejadian sungguhan tapi untungnya bukan kisah saya.
Edel,
Tulisan saya untuk mengingatkan, karena memang pernah terjadi hal-hal seperti itu (dari kisah nyata).
Atau tentang rahasia kantor, jika ybs tak bisa didekati, pendekatan bisa melalui keluarganya…jadi kalau kita dipercaya, maka kepercayaan tadi tetap harus dipegang teguh. Dan masing-masing pasangan harus saling menghargai dan menghormati privacy masing-masing.
Bu, kadang-kadang, kalau saya sedang tugas sehingga harus pergi ke RI, saya sering dapat pertanyaan seperti ini:
– “Pak, kenapa keluarganya nggak diajak?”
– “Gajinya berapa?”
Dan beragam pertanyaan-pertanyaan ajaib lainnya yang hanya ada di RI (*pengakuan: di negara lain, saya belum pernah dapat pertanyaan seperti ini*).
Yang lebih menyebalkan lagi, ketika lawan bicara mengetahui bahwa istri saya WNA (*alias bukan WNI*), umumnya langsung bertanya tanpa merasa bersalah sedikitpun juga, “Pak, enak ga’ kawin ama bule?”
Waduh, Bu. Kalau sudah ditanya begitu, saya paling hanya bisa istigfar. Saya marahin, dosa. Saya diemin, sakit hati. Serba salah. (*sebab saya yakin, si penanya juga ga bermaksud jahat*)
Kalau sudah istigfar, baru deh saya jawab “Pak/Bu… Tidak bermaksud egois, tapi biarlah jawabannya saya simpen untuk diri saya sendiri”.
@Bang Arif
Maap, saya orangnya gak ngertian. Kok saya gak nangkep sesuatu yang aneh pada pertanyaan “Pak, enak gak kawin sama WNA” yhaa.
Kalau anehnya di masalah ‘enak’-nya mungkin yang dimaksud itu masalah perbedaan kultur. Karena orang bule punya kultur yang sedikit berbeda dengan asia mungkin perlu penyesuaian/toleransi yang agak berbeda dibanding menikah dengan sesama WNI, mungkin loh yaa..
~belonPernahNikahSamaBule
~bahkanBelonPernahNikahSamaSekaliHe3x
Kalau contoh ibu, adalah pasangan pacar..
Kalau suami istri, ada privacy nya ga bu?
Misal spt tabungan masing2 atau contoh ibu spt sharing password??
memang bu, kadang sayapun sering ditanyain hal2 itu… tapi karena mengikuti budaya kampung yaa saya jawab.. misalnya ditanya:
berapa gajinya? yaa cukup buat makan setahun
berapa umure? yaa baru lebih dari 21 th.
Tapi saya yakin sih, orang2 yang berpandangan luas gak tertarik pada privacy seeprti ibu katakan… š
Bangaiptop,
Memang orang Indonesia ramah, tapi ya itu tadi, membikin kita bingung jawabnya. Harus banyak ngelus dada…
Edel,
Ehh saya juga nggak tahu, …mungkin bangaip bisa menjawabnya….
Sakuralady,
Pasangan suami isteri, tergantung konsensus. Saya termasuk jaga privacy, jadi kalau saya pergi dan suami ada perlu untuk buka lemari saya (karena yang simpan dokumen saya), dia akan telepon dulu. Bagi saya privacy sangat penting, karena kita sendiri udah banyak pikiran, sehingga dengan privacy lebih sederhana, yang penting saling percaya. Tabungan, masing2 punya tabungan, tetapi untuk hal-hal besar (beli rumah, mobil) dibicarakan dulu. Sharing pasword? No way….
Mas Kurt,
Benar….”Enak ya dua2nya kerja, gajinya gede dong!”…ya terpaksa senyum2 aja…paling2 jawabnya…lumayan….
@Edel: “Kalau anehnya di masalah āenakā-nya mungkin yang dimaksud itu masalah perbedaan kultur”
Yang aneh, pertanyaan ini menurut saya terdengar tidak lazim. Ok, biar gampangnya ini saya kasih contoh ketika kata ganti ‘bule’ diganti oleh:
A. Agama
contoh kalimat:
“Pak, enak ga kawin ama orang Islam?”
B. Ras
contoh kalimat:
“Pak, enak ga kawin ama Keturunan Cina?”
C. Suku Daerah
contoh kalimat:
“Pak, enak ga kawin ama orang Ngrowo?”
(*maap Bu enny, ga ada maksud apa-apa bawa nama Ngrowo*)
Menurut pendapat pribadi saya, contoh kalimat A,B dan C tetap saja terdengar tidak lazim. Walaupun (mungkin intinya) sama-sama menanyakan kultur.
Sebab enak atau tidak enak, apa urusan si penanya terhadap rumah tangga orang lain?
Sebab berdasarkan pengalaman saya (subjektif loh), rumah tangga itu bukan infoteinment yang layak umbar di depan publik.
Kecuali, jika si penanya ataupun yang ditanya doyan ngomongin diri sendiri dan orang lain. Lain itu ceritanya.
Tapi sekali lagi, kalau, jawaban āPak/Bu⦠Tidak bermaksud egois, tapi biarlah jawabannya saya simpen untuk diri saya sendiriā ternyata tidak mencukupi. Saya biasanya ikutan tipsnya Mr Kurt. Jawab saja pakai humor.
Sebab (mengutip Mr Kurt), “orang2 yang berpandangan luas gak tertarik pada privacy seperti contoh diatas”.
(*Halah, kok jadi ngeblog disini. Maap Bu Enny. Hehe*)
Edel,
Saya rasa jawaban Bangaip cukup jelas ya, thanks Bangaip atas jawabannya yang mencerahkan.
Gpp kok ngeblog disini, tulisan saya memang untuk sharing pendapat….karena kondisi saat ini udah beda. Duluuuu…waktu masih kecil s/d remaja dan tinggal di dusun Ngrowo, pertanyaan2 yang sensitif udah cukup mengganggu, seperti: “Kenapa kok nggak minta dibelikan sepeda baru? Mana pacarnya, udah punya belum? Jadi perempuan jangan sekolah tinggi2 (maklum saat itu belum banyak yang keluar dari dusunku untuk kuliah di tempat yang cukup jauh)…nanti berat jodoh dll…
Ternyata saat ini masih ada orang yang suka ingin tahu masalah pribadi orang lain seperti itu, padahal sebetulnya, bahkan pada anak sendiri, kita sebaiknya tetap menjaga privacy ini. Biarkan mereka yang cerita sendiri, jika dirasa memang harus diceritakan.
untuk nomer 3 saya sringkali bermasalah ibu, saya termasuk orang yg tdk gampang memberikan nomer HP thdp seseorang demikian juga dikantor, masalahnya akhir2 ini saya sring mendapat sms dan telepon dan ketika saya tnya mereka mendapatkan nomer saya dr sopir saya dikantor, bagaimana yah cara enaknya menegur sopir untuk tdk sembarangan membagikan nomer HP saya tsb, soalnya saya tkut dia tersinggung klo saya tegur, terima kasih
Aprikot,
Saya termasuk tegas dalam memberikan rambu2 apa yang saya inginkan, baik di rumah, di kantor (terhadap staf, sekretaris, termasuk sopir), bahwa tak boleh memberikan no telepon rumah dan hp tanpa ijin pemiliknya.
Di rumahpun, penghuni diajarkan untuk menanyakan dulu jika menerima telepon, telepon itu dari siapa, karena saya berhak menolak telepon yang tak jelas, terutama dari klien bisnis yang terkait dengan kantor, hal ini untuk menjaga privacy dan agar tak terjadi kesalahpahaman.
Bos saya pun memahami, sehingga jika beliau telepon ke rumah, pasti memberitahu pada si penerima, bahwa telepon tsb dari beliau.
Saran saya sopir diberitahu saja secara baik-baik, karena no hp bisa disalah gunakan orang. Hmm…saya juga tak mau menjawab telepon ke hp, kalau tak ada nomernya atau tak kenal nomernya…aturannya, jika kita mau menghubungi hp untuk telepon, maka ybs harus sms dulu, apakah kita bersedia menerima teleponya. Karena kadang-kadang yang ditelepon sedang menyetir, atau bahkan sedang rapat/memimpin rapat, sedang mengajar dan hp di silent.
(Atau saya yang berlebihan ya, tapi kayaknya semua teman yang saya kenal seperti itu).
Tapi case tadi tentu berbeda, jika pekerjaan kita sebagai wirausaha, dimana kita harus selalu menerima telepon dari siapapun, siapa tahu dia mau memesan barang atau jasa pada kita.
kalo saya dah punya kesepakatan dengan misua bahwa ada hal2 tertentu yg tidak perlu kita sharing. termasuk saat suami ada acara kumpul2 dengan temen2 kuliah, meski dia ngajak, tapi saya menolak dan minta suami datang sendiri, alasannya biar dia lebih nyaman ngobrol dg temen2 nya.
Nel,
Benar, kita mesti menghargai privacy… kalau kita ikut datang, suami juga ga keberatan, tapi kita kan nggak bisa ketawa-ketiwi ngikuti obrolannya.
*halah* mana ada bu gaji cukup buat makan setahun… maksudnya cukup buat makan setahun buat burung saya.
karena masalahnya privacy, kita kadang bingung menjawabnya, ya sudah asal njeplak saja.. š
Biasanya sih FORM menjadi perbendaharaan umum dalam percakapan kl disini. Family, Occupation, Recreation dan Money. Namun kembali lagi, dalam menanyakan lihat situasi kondisi dan kepada siapa anda berbicara. Thanks
Mas Kurt,
Jadi ingat saat mau wawancara cari kerja belasan tahun lalu. Kalau ditanya mengapa mau kerja disini? Disarankan jawabnya, …”Mencari gaji yang layak untuk hidup.” Mengapa? Karena layak itu relatif.
Javaneska,
Betul, sebaiknya pembicaraan hal yang umum saja…tapi karena kebiasaan disini, maka akan muncul2 pertanyaan yang bersifat pribadi..yang penting dijawab aja secara bercanda…agar tak saling menyinggung.
kalo sy sih ndak masalah kalo istri ngeliat inbox hape saya… la wong apa yg mau dilihat, wong displaynya aja rusak he he
Adit,
Semua memang tergantung konsensus. Bahkan sami atau saya, tak pernah mencoba melihat inbox nya anak-anak.
Siapapun Anda dan dimanapun Anda berada.mau bisnis jual pulsa elektronik.hub:08565029947 atau 085252647476.