Delman

Siapa yang belum pernah naik delman atau kereta kuda? Di daerah saya namanya dokar. Dokar ini dulu berfungsi mirip angkot, jadi kalau mau pergi ke pasar, maka kita bisa naik dokar, dan dokar akan mulai berjalan jika penumpang sudah penuh, minimal lima orang. Paling enak adalah duduk di samping pak kusir

Masih ingat lagu anak-anak ini?

Pada hari Minggu ku turut ayah ke kota…
Naik delman istimewa ku duduk di muka
Ku duduk disamping pak kusir yang sedang bekerja
Mengendara kuda supaya baik jalannya Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk…..

Delman juga merupakan kendaraan yang dapat di pesan jika ingin bepergian bersama keluarga, dan jika keluarganya banyak, maka bisa menggunakan delman lebih dari satu, sehingga ber arak-arak an menuju ke tempat tujuan. Dulu, dikampung ada tetangga yang pekerjaannya kusir delman, mempunyai delman sendiri, lengkap dengan kudanya. Tak terbayangkan jika memiliki delman lengkap dengan kuda saat ini, karena mencari rumput untuk makan kuda lebih sulit.

Awal tahun 70 an, untuk pergi ke Kota Gede di Yogya, bisa ditempuh dengan naik delman dari depan pasar Beringharjo, melewati sawah dan padi yang menguning. Perjalanan ditempuh sekitar 20-30 menit. Demikian pula saat saya mulai kuliah di Bogor, tempat kost di daerah Sempur, daerah lembah yang terletak di antara jalan raya Bogor dan jalan Oto Iskandardinata (sekarang jl. Raya Pajajaran) di samping Kebun Raya, jika pergi ke pasar maka pulangnya naik delman, naik becak akan menyulitkan karena jalanan di Bogor naik turun. Saat itu angkutan umum adalah bemo, yang jarang berlalu lalang, dan berhenti setelah jam 9 malam, sehingga naik delman memang merupakan pilihan. Namun naik delman bukannya tak berisiko, pernah ada yang naik delman, kudanya ngambeg, nggak mau bergerak, padahal di tengah jalan besar.

Sekarang delman hanya ada untuk acara anak-anak berwisata, untuk keliling lapangan Monas, atau di Ancol dan dihias. Di kota kecilku juga sudah jarang delman, mungkin karena memelihara kuda lebih sulit, tanah ladang dan sawah sudah berganti menjadi pertokoan dan perumahan. Memang dunia terus berubah, dan kita harus terus maju….tinggal kita setiap kali berpikir, apakah perubahan tersebut selamanya membawa kebaikan?

Iklan

36 pemikiran pada “Delman

  1. meski sudah mulai tergusur oleh angkutan desa yang lebih modern, dokar di kendal masih mudah ditemukan, bu. di pasar kendal, dokar beroperasi sejak pagi hingga sore. keberadaannya sangat bermanfaat utk rakyat yang kebetulan wilayahnya tak terjamah oleh angkudes. memang asyik ya bu mengenang peristiwa2 masa silam.

    Pak Sawali,
    Lagi nostalgia nih pak……karena kemarin ketemu delman

  2. Baik atau tidak baik, dunia akan selalu berubah Bu. Kita percaya setiap ada satu sisi yang diubah, sisi lain akan ikut terpengaruh.

    Baik dan buruk pun demikian, seperti permukaan uang yang sangat relatif satu sama lainnya.

    Jadi? Hidup delman!!!

    Donny Verdian,
    Memang kita harus terus maju….dan kalau hidup diibaratkan sebuah buku (kata Sidney Sheldon), maka kita harus membuka lembaran buku tersebut, jika saat ini posisi kita lagi turun, maka hidup terus harus berjalan, siapa tahu lembaran berikutnya lebih indah….

  3. Saya di depan kampus masih banyak sekali delman, tapi seumur-umur kuliah 2 tahun di ITB belum pernah naik delman di sini bu.. hahaha, lucu juga kalo bolak-balik kampus-kosan naik delman hehe..

    Dipta,
    Terbayang kalau Dipta naik delman di depan kampus Ganesha, pasti langsung dikecengi cewek-cewek yuniormu….
    Selain delman, kata anakku sering kejatuhan mutiara ya (maksudnya kotoran burung), makanya kalau jalan disarankan lewat jalan belakang.

  4. Sama Bu, di Bali juga namanya Dokar, kalau di Lombok namanya Cidomo (cikar, dokar, montor)

    Wibisono Sastrodiwiryo,
    Makasih diingatkan…benar di Lombok namanya Cidomo
    Saya waktu masih kecil pernah naik cikar…dan kaki saya masuk dalam rodanya waktu turun dari cikar….dan cikarnya jalan terus, maklum lembunya nggak mudeng…jadi deh di bawa ke dokter dan beberapa hari sulit jalan.

  5. Benar Bunda, di desa ku juga sudah tidak ada lagi Dokar karena sudah ada AngDes (Angkutan Desa) jadi ngak tau ya nasipnya Pak kusir. Tetapi untuk hal ini memang perubahan harus dilakukan disesuaikan dengan mobilitas penduduk desa yang semakin meningkat. terimakasih

    Yulism,
    Memang sih apalagi sulit mencari makanan untuk kuda…..
    Tapi cari BBM kadang juga sulit dan antre….

  6. Perubahan itu memang tidak selamanya bagus. Seandainya pun bagus, perubahan akan merusak kenangan indah yang kita miliki. Karena itu sebaiknya yang jadul pun penting dilestarikan, meskipun akhirnya nanti akan menjadi obytek wisata belaka.

    Ikkyu_san,
    Perubahan zaman yang membutuhkan kecepatan dan ketepatan, tak memungkinkan untuk melestarikan delman sebagai alat transportasi.
    Membaca Kompas, tentang jalan Daendels dari Anyer sampai Panarukan, yang zaman dulu ditempuh beberapa hari dengan kereta pos, serta setiap kali kudanya harus diganti di pos-pos tertentu…tentu hal ini tak sesuai lagi sekarang….

  7. di garut masih banyak bu mengalahkan angkot yang jarang-jarang ada, yang khas kuda delman di garut ga sebesar kuda andong di jogja yang gagah-gagah 😀

    Iway,
    Saat praktek Sosiologi Pedesaan dan harus tinggal di pegunungan, beberapa km dari kawah Gunung Galunggung, saya dan teman naik delman dari kota kecamatan Wanaraja ke Sindangratu. Kalau dari desa mesti berangkat pagi-pagi jalan kaki….karena waktu itu tak ada kendaraan.

  8. akoe maoe naik delman ah………:)

    Walaoepoen terkesan djadoel, alternatif boeat bike2work yg pro global warming. Moengkin ini joega meroepakan kendaraan pd zaman kenabian (nabi musa), dgn gerobak dan sapi/koeda yg tetep lestari sampai sekarang. **berasoemsi nih

    Denagus,
    Bukannya waktu zaman Nabi, kendaraannya unta?

  9. di Semarang selain buat wisata atau alternatif mainan bagi anak2 *delman keliling kampung* masih ditemukan juga untuk angkutan barang seperti di pasar Gayam 😀

    Tomy,
    Di beberapa kota kecil, masih ditemukan di depan pasar tradisional…..

  10. Mengingatkan masa kecil saya dulu, naik delman hanya karena orang tua ingin mengenalkan rasanya pada kami. Pengalaman yang manis. 🙂

    Mengingatkan pada artikel fratertelo, tentang kuda penarik delman di Yogya yang sekarat lantas mati di tengah jalan karena masih dikaryakan saat hamil tua (tidak tega menggunakan kata “bunting”), pilihan yang cukup sulit antara sais yang tidak bisa menghidupi keluarga jika kuda betinanya “cuti hamil” atau mengorbankan kudanya.

    Yoga,
    Memang sekarang situasinya sulit…kalau dulu, pemilik delman beserta kusirnya juga punya sawah ladang, sehingga ada rumput untuk makanan kudanya. Lha sekarang kan sawahnya udah makin ke pinggir….jadi ya kudanya kurang makanan dan tak terawat, sama seperti pemiliknya.

  11. Kalau di Ganesha masih bisa dirasakan kok naik Delman di “wisata kuda”.
    Pernah tuh….. dulu waktu berwisata kuda naik delman ternyata kuda jantannya lagi beger, rupanya di dekatnya ada kuda betina yang habis pipis **halaah**, rupa2nya si kuda jantan mencium urine si kuda betina, jadinya si kuda jantannya nggak mau diam dan berontak.

    Untung kita sekeluarga udah cepat keluar dari itu delman…… coba kalau telat……

    Yari NK,
    Saya juga pernah naik delman yang kudanya mogok, pas jalan menurun dan hampir melewati jembatan…sereeem…syukurlah akhirnya sang kuda bisa dijinakkan….

  12. Aku paling gak tega naik delman/dokar/bendi atau andong yang kudanya kecil dan kurus… Mulutnya sampai berbusa, nafasnya menderu… Ah lebih tepat rasanya sang kusir yang menarik delman tsb dengan kuda yang nangkring di atasnya. he…he…he…

    Tapi kalau kuda2 yang tinggi besar baru ok…

    Coretanpinggir
    ,
    Kalau kudanya kecil dan kurus memang jadi nggak tega…makanya dulu saat menawar delman memilih yang delmannya bagus dan kudanya gagah….

  13. perubahan memang pasti terjadi, dan mau tdk mau kita harus menyesuaikan diri dgn perubahan tsb…

    dikampung halaman bapakku msh ada dokar, namun walau seneng naik dokar, terkadang aku merasa kasihan dgn kuda2 tersebut, krn terlihat tdk terurus dgn baik. perutnya kurus, tampak tulang rusuknya menyembul, lehernya menjulur ke bawah, tampak kepanasan dan kehausan…

    p.herry setyono,
    Sekarang memang makin sulit untuk memelihara kuda…mungkin juga disebabkan makin berkurangnya orang yang naik delman, sehingga penghasilan terbatas, dan pemilik tak kuat beli rumput segar….disamping ladang udah banyak beralih fungsi menjadi toko.

  14. tempat saya juga masih ada, cuma ada mulai minggir. diganti ama ojek motor.
    sebenernya asik juga ada dokar, keliatan majapahit banget. cuma sayang suka nletong di mana-mana…

    SlempitanJempolKaki
    ,
    Hehehe…iya, sulitnya nletong dimana-mana…..

  15. salam bu,
    itulah bu… implikasi dari dunia yang dinamis. Seperti yang di katakan filsuf Yunani Herakletos, ” Panta Rei ” yang artinya segala sesuatu akan selalu berubah, yah… contohnya seperti dokar tadi bu… jadi sekarang tinggal di kitanya saja untuk menyikapi perubahan itu…

    Weber,
    Dunia akan terus berubah, dan kita harus bisa menyikapi perubahan tersebut…yup…setuju…

  16. Saya jg sempat merasakan bolak-balik naek delman sewaktu kecil di Garut, sekarang …? wah susah, tapi di Garut, delman masih jadi transportasi favorit.

    Donny Reza,
    Wahh asli Garut ya….kota yang menyenangkan

  17. “Naik delman istimewa ku duduk di muka
    Ku duduk disamping pak kusir yang sedang bekerja ..”

    sumpah ga enak banget duduk di depan…

    BAU.. 😛

    Rully Patria,
    Ahh yang bener…kok kayaknya saya dulu suka ya…atau mungkin dulu saat kecil belum tahu wangi parfum ya?

  18. hufffff….
    kadang sesuatu yang sudah jarang emang sangat dirindukan..

    Odie,
    Betul…..padahal kalau disuruh memilih, tetap akan memilih sekarang ya?

  19. Tidak semuanya pakai unta lho bu… beberapa kisah menceritakan bahwa kuda juga dipergunakan sbg kendaraan. Begitu juga dgn sapi, ingat kisah Samiri tentang seekor sapi yg blm dipergunakan / dipekerjakan dst… Ini dpt disimpulkan bahwa kuda serta sapi juga ada di zaman kenabian.

  20. Seakan Delman sudah menjadi kendaraan sendiri karena sudah melekat sehingga menjadi bagian dari perjalanan hdiup kita. Budaya yang sangat baik, sayang hampir punah… 😀

    Kurt,
    Memang kita harus rela, semua ada waktunya…mungkin delman cocok untuk angkutan pedesaan, selain masih sepi juga banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan makanan kuda. Untuk kondisi pedesaan yng sudah rame dan dekat kota, menjadi tidak cocok lagi….

  21. dulu, untuk mencapai rumah nenek saya di desa juga memakai dokar. sekarang sih lebih praktis kalo naek motor saja. pernah kejadian waktu saya masih kecil, bareng om naek dokar mau ke rumah nenek, dan kudanya ngamuk entah kenapa. akhirnya dokar “ngglimpang” memuntahkan semua penumpangnya ke sawah di pinggir jalan. sejak itu, selagi ada pilihan transportasi laen, lebih baek saya gak naek dokar buat ke sana.

    Emyou,
    Untung pengalamanku naik dokar cuma kudanya ngambeg aja..pengalamanmu lebih seru ya. Kalau becak, saya pernah tengkurap gara-gara becaknya terguling menabrak batu kecil….ibu dan ketiga anak yang masih kecil (saya dan adik-adik), tengkurap semua…..wahh sakitnya….tapi jadi kenangan yang menyenangkan dan kalau ingat lagi geli….

  22. di kebon binatang Ragunan ada Bunda … tapi harus masup bonbin dulu. Terakhir saya naek delman kapan yah? duh dah gak inget … tapi saya tahu rasa naek delman.

    Terayun ayun seperti dibuai bumi gitu … [puitis yah bahasa saya Bunda]

    Rindu,
    Wahh Rindu ini bahasanya benar-benar puitis….tapi naik delman jika di pedesaan, yang di pinggir kiri kanan jalan padi menguning atau hamparan ladang menghijau akan nyaman sekali….walau tempat duduknya keras….

  23. adipati kademangan

    untuk menikmati perjalanan, delman, dokar, cikar memang pilihan yang pantas. Selain tidak berpolusi, angkutan itu tidak pernah ada istilah kemrungsung (tergesa-gesa). Apalagi kalo kudanya melewati jalan di tengah-tengah padi yang menguning.
    *mbayangin masa lalu naik dokar di desa*

    Adipati Kademangan,
    Saya membayangkan naik delman ya seperti itu…di jalan pedesaan, yang kiri kananya menghijau…..seperti dulu jalan kerumah nenekku, yang jarang dilalui kendaraan. Kalau sekarang udah nggak nyaman lagi, malah takut diseruduk mobil atau sepeda motor.

  24. Naik delman di yogya sekarang mahal bu hehehehe.. saya sendiri punya banyak teman yang jadi sais andong/dokar di desa saya.. malah waktu kecil dulu ikutan mandiin kudanya di kali.. hehehehe..

    Gempur
    ,
    Anak-anakku udah nggak mengalami kenangan seperti masa kecilku, yang suka main ke kali, sawah dsb nya. Saat saya punya anak, sawah dan ladang di sekitar rumahku udah jadi rumah semua….:P

  25. Saya naik delman pertama kali waktu di Jogja bu .. itupun setelah maksa2 dinda yang enggan naik dokar karena ‘bau’ kuda-nya yang ga kuat hehehe … 🙂

    Erander,
    Berarti sebelumnya belum pernah? Kalau perawatan kurang baik, memang kuda menjadi bau…..

  26. Di kota Jogja masih banyak andhong Bu. Jalur dari Beringharjo ke Kotagede dan sebaliknya juga masih tetap. Kalo pas liburan banyak yang ke bonbin Gembiraloka pake andhong. Paling repot kalo kudanya ngambek atau lagi kasmaran sama kuda betina. Saya pernah lihat ada andhong nyebur selokan beserta seluruh penumpang gara2 kudanya error tak terkendali lihat kuda betina.

    Mufti AM,
    Dulu rumah adikku di dekat Gembiraloka (Gedong Kuning), jadi sering main kesana. Kalau mau kekota Yogya, naik andong (delman) dari pasar di sebelah timurnya Gembira Loka…..Tapi kalau ngantor, saya naik bis ke arah terminal, karena dulu kantorku di jl. Katamso (sempat setahun di Yogya sebelum pindah ke Jakarta). Pulangnya naik angkot, lewat Taman Siswa disambung becak.

  27. bukankah lirik lagunya “pada hari minggu kuturut ayah ke kota”, Bu?

    (^_^)v

    di Pekalongan mah msh byk tuh. jd teringat kl hendak pergi ke rumah paman sering naik dokar. tapi bnr, Bu, ga enak duduk di muka. sudah bau, jorok pula dkt2 ama //maaf// pant4t kuda.

    Farijs van Java,
    Hahaha betul sekali….saya sudah mengingat ingat lagu kanak-kanak yang dulu sering kunyanyikan, tapi lupa persisnya. Thanks….tak perbaiki ya…

  28. Saya pernah naik dokar, tapi pas naik kudaanya boker boker jadi sepanjang jalan baunya luar biasa, tapi asyik juga kok naik dokar, Salam

    Jenny Oetomo,
    Kebayang deh baunya…..hehehe
    Tapi memang asyik, kalau jalanan masih sepi….

  29. sesekali naik delman memang mengasyikkan ya bunda, untung di Malang masih dilestarikan, bahkan untuk keliling kota masih tersedia 🙂

    Inos
    ,
    Wahh saya yang kurang memperhatikan, beberapa kali ke Malang nggak sempat ketemu dokar…

  30. sekarang di bogor udah jarang bahkan tidak ada delman bu, yang masih ada juga cuma tinggal becak..
    tapi becak sekarang beradu dengan angkot bogor untuk membuat acet jalanan 😦

    Hanggadamai
    ,
    Iya dulu zaman saya, Bogor masih sepi sekali, pohon di jalan Raya Pajajaran masih menyatu kadang matahari hanya bisa melewati sela-sela pohon itu. Dan dulu kalau ke Dermaga, naik becak di mulut jalan masuk ke Fak Kehutanan…..kampus saya masih di Baranangsiang.

Komentar ditutup.