Cewek panggilan?

Jangan berpikir negatif dulu. Ini istilah saya dengan seorang teman, gara-gara teman saya tak bisa lepas dari hape nya. “Kenapa sih loe kok lengket banget sama itu hape?” tanya saya. “Ya begini nih kalau lagi jadi cewek panggilan,” jawabnya sambil tersenyum-senyum. “Hssh…jangan kenceng-kenceng, ntar orang nyangka beneran,” kata saya. “Ya, enggaklah, wong udah tuwek gini, “jawab temanku lagi.

Itu percakapan kami sekitar 4-5 tahun lalu. Saat itu dia baru memulai suatu usaha, setelah sebelumnya menduduki jabatan sebagai manager di sebuah Bank. Sebetulnya mulainya usaha tak disengaja, diawali oleh sebuah obrolan iseng saat dia sedang jalan-jalan di luar negeri, ternyata obrolan iseng ini berlanjut serius. Saat itu temanku sudah merasa jenuh bekerja di Bank, dengan karir yang begitu-begitu saja, apalagi anak tunggalnya sudah lulus S2 di Amerika dan mendapatkan pekerjaan di sana.

Mempunyai usaha sendiri, tentu saja harus siap melayani klien 24 jam, jadi memang hape merupakan barang yang sangat penting, yang menghubungkan dia dengan para klien nya. Dan mengobrol dengannya menjadi kurang menarik (atau saya sudah berubah ya?), dulu mengobrol dengannya bisa lepas bebas, bisa ketawa-ketawa kayak orang gila, bahkan suaminya suka cemburu, karena kalau saya sedang ada tugas ke kotanya, temanku dan putri tunggalnya pindah ikut tidur di hotel. Untungnya suaminya juga teman baikku, kakak kelasku saat kuliah. Sekarang, baru mengobrol sebentar, hape berdering, kemudian obrolan diteruskan lagi…”Ehh mbak, sampai dimana tadi?” Saya terpaksa menjawab dan kadang mengulangi cerita dari awal lagi. Begitu seterusnya, lama-lama saya agak bosen juga, Yahh, mungkin dunianya dan dunia saya sudah berbeda, dia harus lebih kreatif, dan serius memikirkan usahanya, hal yang tak pernah terbayangkan juga sebelumnya oleh dia.

Setelah pensiun, awalnya saya hanya kadang-kadang saja ada kegiatan, banyak melakukan kegiatan di rumah, apalagi saat itu sedang konsentrasi menyelesaikan pembangunan rumah di Jakarta. Maklum sebelumnya, selama 23 tahun lebih kami tinggal di rumah dinas, si bungsu pun lahir dan besar di sana. Begitu pembangunan rumah selesai, dan kami pindah, saya sibuk membereskan barang-barang terutama buku-buku suami dan anak-anak yang berantakan. Sulit juga mengaturnya, dari rumah dinas yang besar, dan sekarang tinggal di rumah yang lebih kecil, namun akhirnya beres-beres selesai. Dan mulailah saya mengatur, membuat gordijn (mana mungkin dilakukan jika saya masih aktif bekerja), mulai menanam rumput dan bunga di halaman kecil kami. Suatu ketika, hape saya berdering, ternyata dari mantan bosku….

Hallo mbak, mau nggak membantu mengajar?” tanyanya. “Jawab dulu dong, mau apa enggak?” desaknya.

Wahh jelas mau pak, pekerjaan yang saya senangi adalah mengajar, tapi materi apa?” jawab saya.

Materinya micro credit, tapi di Banda Aceh. Nggak lama kok, cuma dua hari, jadi empat hari dengan perjalanan. Kan anak-anaknya udah gede, jadi nggak masalah kan?” tanya beliau lagi.

Saya tanya suami, dan suami mendukungku untuk mengambil tawaran itu. Ternyata, baru belakangan saya tahu, bahwa sebetulnya tawaran tersebut telah ditawarkan kepada teman dari Bank lain, tapi teman yang ditawari malah pertanyaannya macam-macam, apakah Aceh sudah aman, apakah sudah tak ada perang lagi. Mengapa saya mau menerima tawaran tsb? Saat masih aktif, saya bermimpi suatu ketika bisa ke Aceh, namun karena klien yang disana, termasuk masih wewenang manager, membuat saya tak perlu kesana. Begitulah awalnya, saya mengajar Bank NAD, dan diantara waktu senggang meminjam sopir teman untuk mengantar saya jalan-jalan ke beberapa lokasi di Banda Aceh. Pengalaman saya mengunjungi Banda Aceh dapat dilihat disini.

Itulah awalnya, saya bergabung di suatu Lembaga Pendidikan. Pada saat masih aktif bekerja, saya memang sering diminta sebagai pembimbing makalah, atau kadang-kadang sebagai penguji pada kursus Sespibank. Saya bergabung sebagai profesional, yang akan dihubungi jika ada materi pelajaran yang sesuai dengan kompetensi saya. Tawaran ini menarik bagi saya, karena saya masih punya kegiatan lain, yang juga sering menyita waktu. Sebagai profesional, maka kadang saya mendapat deringan hape saat sedang meeting di tempat lain, atau malah sedang berada di Bandung.

Wahh, kamu sekarang jadi cewek panggilan ya, “kata suami. Saya tersentak, kemudian tertawa geli, ingat percakapan dengan temanku. Entah bagaimana kondisi usaha temanku saat ini, yang saya dengar semakin berkembang….mudah2an kabar tadi benar adanya. Betapa saya mengharapkan suatu hari dapat ketemu temanku tadi, dan bisa mengobrol santai seperti dulu lagi, tanpa diselingi dering hape.

Iklan

52 pemikiran pada “Cewek panggilan?

  1. hmm…, judul tulisan ibu mulai agak-agak gimana gitu.. 😕
    ahhh. ini hanya penafsiran sepihak saja dari saya sebagai pembaca…

    apakah profesionalitas selalu dikaitkan dengan “dapat dihubungi sewaktu waktu” bu..?
    mohon pencerahannya… 🙂

    gbaiquni,
    Ha?….. judulnya agak provokatif ya…tapi kan alinea pertama sudah diingatkan agar tak membayangkan yang aneh2.
    Pengajar profesional, ini adalah istilah di Lembaga Pendidikan bahwa mereka bukan pengajar tetap. Sebagai mantan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan, dulu kami membagi pengajar menjadi: ada istilah pengajar tetap (digaji bulanan dengan tugasnya mengajar), pengajar internal (dari unit kerja lain, yang membantu mengajar untuk kompetensi tertentu, dan mereka ini harus sudah lulus dan punya sertifikat Training for Trainers), dan yang terakhir pengajar profesional…ini diundang karena keahliannya. Misal, kami pernah mengundang pak Hermawan Kertajaya, mengundang bu Sir Mulyani (dulu masih belum Menteri) dsb nya.

    Bergabungnya saya di lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (milik YPPI), adalah sebagai pengajar profesional, dan saya hanya diundang jika ada pelatihan yang salah satu materinya sesuai dengan kompetensi saya. Selain saya, LPPI juga punya sederet nama pengajar profesional, yang selain mengajar di LPPI, juga mengajar di tempat lain. Saya sendiri masih ada tugas pekerjaan lain yang cukup menyita waktu selain mengajar, jadi jika saat ditelepon, materi dan waktunya cocok, baru ditindak lanjuti dengan surat tertulis….dan kemudian saya harus mengirim by email materi pengajarannya, case study dan soal ujian. Di samping itu saya juga harus membuat GBPP (Garis Besar Program Pembelajaran), beserta kedalaman materi yang akan diberikan…dan ini harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan, para partisipan yang diajarkan….apakah fresh graduate, atau sudah kelas manager dsb nya.

  2. Semboyan cewek panggilan (?) :
    Semakin banyak dering hape semakin banyak rejeki mengalir ya bu.
    🙂

    Irna1001,
    Hmm….mungkin ya…tapi nggak semua dering hape bisa dituruti, kadang kita juga harus menilai kemampuan kita…..

  3. Tergantung cara kita memaknainya ya, Bu.

    Di kantorku, dulu marketing sibuk kesana-kemari cari orderan, agar klien mau menoleh. Tidak mudah juga, karena jenis perusahaan kami tergolong tak lazim di Indonesia.

    Kini kami malah seperti pria panggilan. Dipanggil kesana-kemari untuk presentasi. Bahkan aku sampai “nangis-nangis” karena order terus masuk. Klien tak pernah peduli apakah kondisi perusahaan kami sedang overload atau tidak. Mereka taunya mengorder pekerjaan.

    Tapi kalau kita memaknainya secara positif, tentu dapat membuat kita terus bersyukur. Buktinya Ibu tampak menikmati sekali kegiatan Ibu pascapensiun 🙂

    Daniel Mahendra
    ,
    Wahh termasuk cowok panggilan juga?
    Betul Daniel, membangun usaha tidak mudah, dan selanjutnya adalah bagaimana merawatnya, meyakinkan klien bahwa perusahaan layak dipercaya, dan punya kelebihan dibanding perusahaan lain.
    Kadang bingung kalau kelebihan order (karena staf terbatas), tapi sepi juga bingung…..karyawan kontrak dan sejenisnya bisa menolong masalah ini, tapi kan kompetensi seseorang tak begitu mudah diperoleh yang match dengan perusahaan.
    Belum masalah teknis lain……justru karena inilah, saya salut dengan orang yang berani ber wirausaha…

  4. Hihihihihihi satu lagu judul yang “menggelitik” 😀 setelah ini bisa dilihat bahwa judul yang ini paling banyak diakses oleh blogger 😀

    Wah, bu Enny hebat!! Pengajar adalah pelita dalam kehidupan 🙂 Salut, ibu…

    Darnia,
    Tahu nggak postingan tadi udah saya simpan dalam draft ber bulan-bulan (selalu kawatirnya berlebihan)…tapi baca posting Daniel, akhirnya saya punya keberanian untuk mem publish nya. Entahlah, kadang masih nggak pede juga….
    Darnia, sebetulnya saya dulu menghindari mengajar, karena merasa nggak yakin akan mampu, makanya setelah lulus nggak jadi dosen, tapi menyeberang ke lembaga keuangan. Di suatu hari, saat bos berhalangan, saya dipaksa menggantikan bekiau mengajar, karena tak ada waktu lagi untuk mencari pengganti yang lain.

    Karena bahan untuk mengajar bos yang membuat adalah saya…nahh awalnya keringat dingin, tapi kemudian saya berpikir, saya dulu rasanya tolol banget awal masuk lembaga keuangan ini, jadi saya mengajar dengan cara berbeda…yang lebih mudah dipahami untuk orang non ekonomi. Ternyata sambutannya tak di duga…dan jadilah saya pengajar internal, sejak tahun 80 an…..di sela-sela kesibukan pekerjaan rutin sebagai analis.

  5. Beruntung sekali Bunda ini, pada saat pensiun masih memiliki kesibukan, kebetulan dibidangnya dan menjadi minatnya pula. Terkadang saya juga bermimpi ingin menjadi pengajar seperti orang tua saya. thanks

    Yulism,
    Dulu saya mengajar karena dipaksa oleh keadaan (lihat komentarku pada Darnia di atas)…ternyata lama-lama senang, melihat para siswa yang begitu antusias, apalagi karena menjadi pengajar internal perusahaan disamping kesibukan inti, maka saya juga bisa melihat perkembangan karir mereka….

    Betapa senangnya melihat mereka sukses, karir mereka melesat, menjadi teman pada posisi yang sama, dan setelah mengobrol kepandaian dia sudah jauh di atas saya…jadi saya tenang meninggalkan perusahaan saat pensiun, karena adik-adik yang dulu sebagian saya ikut mendidiknya, telah mempunyai pengalaman, wawasan dan keahlian yang jauh melebihi seniornya.

  6. Saya selalu terpanggil untuk pulang ke Aceh, karena pak cik dan mak cik yang selalu kangen saya …

    *cewek panggilan juga bukan yah?* 🙂

    Rindu,
    Tentu….keponakan yang sangat di sayang.
    Pak cik sama dengan om bukan?

  7. ungkapan itu ternyata mengandung kenangan tersendiri buat bu enny, hehehe … semula saya membayangkan ada isi postingan yang nyerempet ke hal2 yang serewm. ternyata, istilah untuk ibu yang saat untuk sering mendapatkan tugas melakukan pembimbingan.

    Sawali Tuhusetya
    ,
    hehehe….mungkin gara-gara pak tua kemarin ya….?

  8. Wah… ini termasuk bias gender ya atau bagaimana…. soalnya ‘cowok panggilan’ pasti jumlahnya lebih banyak daripada ‘cewek panggilan’. Tetapi ‘cowok panggilan’ lebih jarang dan kalau ada frase ‘cowok panggilan’ kesannya lebih nggak nakal daripada ‘cewek panggilan’.

    O iya ada lagi bu…. ‘cewek gatel’ tetapi bukan gatel karena itu tetapi karena dia memang kena eczema huehehe…….

    Yari NK,
    Iya nih, kayaknya memang bias gender, kenapa ya kayaknya cowok tak pernah salah.
    Hal negatif akan membesar jika yang melakukan cewek, jika cowok…komentar orang…”ahh biasa, kan cowok…”
    Tapi enggak kok, tulisan itu asalnya kan temenku yang nyeletuk, dan ledekan suami (maksudnya sih sayang…hehehe)

  9. saya juga termasuk cewek panggilan. tapi bidangnya beda dengan Ibu

    Easy,
    Berarti setia menunggu dering hape? Dan betapa kecewa saat ternyata hanya menawarkan tambahan kartu kredit atau jualan yang lain?

  10. hedy

    wah… saya jangan – jangan disebut cowok panggilan, karen anga tau tempat dan waktu hp selalu berdering menanyakan saham, NAB 🙂

    Hedy,
    Berarti kerjanya sebagai manager investasi, atau pialang saham? Atau di Divisi Treasury?

  11. Waduh ternyata Ibu ini…ck-ck-ck 😀
    Ibu semangat itu seperti virus yang mudah menular, dan sepertinya saya sudah kejangkitan virus semangat Ibu.

    @DM
    ck-ck-ck ternyata kamu “pria panggilan”? :mrgreen:

    Yoga,
    Coba dulu hari-hariku kalau tak mengajar atau ada rapat:
    Bangun pagi, sholat, membereskan tanaman, menyiram…..terus beres-beres….terus baca novel. Kalau bosen, menulis, atau sekedar facial totok (ini uenak lho…mau mencoba, kepala pusing langsung …hilang), ngeluyur ke Gramedia..Wahh benar-benar nggak produktif….

  12. cewek panggilan? yah, ada-ada saja ibu ini. hapenya musti banyak, tuh. hwehe…

    (^_^)v

    tukang ojek atau supir taksi layak dijuluki cowok/cewek panggilan juga kali, ya. hwehe.

    Farijs van Java,
    Hahaha…betul…semakin banyak pemakai hape…makin banyak cowok atau cewek yang pantas mendapat julukan cowok panggilan atau cewek panggilan….

  13. Cewek panggilan?? Waks! Tdnya saya pikir ibu mo cerita ttg cewek2 yg biasa nampang di pos kota (ups! ga boleh nyebut merk ya 😳 )

    Suami ternyata selera humornya lumayan juga ya bu, saya sampe senyum2 sendiri mbayangin bapak nggodain ibu dgn sebutan cewek panggilan… nice couple 🙂

    Pimbem
    ,
    Wahh …wahh…emang ada ya, ditampilkan di koran?
    Dulu katanya ada sih majalah, gambar cewek yang di situ…..tapi kan itu rumor, dan yang ngomong kenyataannya belum pernah mencoba…hehehe…

  14. Hihihi..
    Saya makin betah nih singgah di ‘rumah’ Ibu… Gaya bertuturnya semakin asyik, Bu.

    Fiksinya tentang karyawati AO itu harus segera selesai, Bu…. Harus, harus, harus.. 🙂

    Eniwei,
    Saya juga ‘Cewek Panggilan’
    Terutama kalau pagi-pagi masih melungker di kasur dan si Kakak sudah senewen karena takut terlambat berangkat ke kantor.. hihihihi

    Jeunglala,
    Saya juga suka mengunjungi blogmu, bikin ketawa dan terasa segaaar….

  15. tulisannya mulai agak agak nyentillll

    judulnya aja koooo 🙂

    isinya tetap seperti dirimu…

    yang bijak..penuh kasih..informatif..ah bunda 🙂

    Yessymuchtar
    ,
    Jadi ada istilah baru ya…jangan percaya pada judul…hehehe

  16. Memang sebel ya Mbak, kalau lagi bersama seseorang, tapi orang tersebut terus menerus terima telpon dari orang lain. Lain kali kalau ketemu teman itu lagi, coba ini Mbak : telpon dia (meskipun berhadap-hadapan), dijamin obrolan nggak akan terputus oleh telpon orang lain …. 😀

    Tutinonka,
    Memang paling nggak nyaman mengobrol dengan orang sibuk…hehehe…
    Saat mengobrol, ya penginnya kita santai, dan mata kawan menatap kita….

  17. Kalau freelance memang harus siap untuk menjadi cewek panggilan bu. Saya sudah kenyang. Kalau tidak …. mau makan apa?
    Setiap Kriiiiiing, “OK, jam berapa dimana dan siapa, dan… berapa orang (hiiiii sereeeem)?”
    bahkan dalam satu hari agenda harus dibagi empat. Pagi-siang-sore-malam (tidak ada dini hari kalo profesi pengajar hheheh)

    Ikkyu_san,
    Betul…tapi kerja freelance menyenangkan kan, kita masih ada waktu luang untuk lainnya….

  18. huahahahahahaha…. kocak. saya baru mengerti arti negatif dari “cewek panggilan” saat membaca artikel ini. awalnya lurus2 saja. terima kasih bu….

    Zulfikar
    ,
    kalau masih mahasiswa memang lurus-lurus aja….hehehe….

  19. Berusaha untuk santai di dunia tanpa koma menjadikan kita tertinggal oleh orang yang ingin maju dan merubah nasib. Tapi tak ayal, orang yang mengubah hidupnya pun ingin semenit saja bersantai dalam nikmat. 😛

    Mihael “D.B.” Ellinsworth,
    Waduhh bahasamu tinggi banget….saya harus mengernyitkan dahi untuk memahaminya….

  20. Bagaimana kalau membuka blog khusus mengenai bidang ini, perbankan dsb..???
    Mungkin bisa memberikan ilmu ilmunya ??

    Iman Brotoseno,
    Sedang saya pikirkan mas Iman, tapi kawatirnya nanti tak terawat…..
    Saya lagi senang menulis hal yang ada hubungannya dengan perbankan, dengan bahasa sederhana…dan mudah2an bermanfaat….tapi ya itu tadi, terus berkutat pada definisi fiksi non fiksi. Soalnya kalau umum, lha maksud saya kan hanya pencerahan karena saya individu yang tak mewakili perbankan tertentu.

  21. ……itulah konsekuensi dari posisi seseorang yang memiliki kompetensi bisnis tertentu……dalam bukunya (saya peroleh minggu lalu dari sdr Riri Satria;mahasiswa doktor manajemen bisnis IPB),yang berjudul Relationship Economics;(2008; 244 hal.),David Nour mengungkapkan bagaimana mengubah kontak bisnis bisa menjadikan seseorang paling bernilai lewat keberhasilan personal dan profesionalnya…….intinya seseorang tidak mendapat keuntungan apapun dari setiap kegiatan bisnisnya…tanpa dia mampu membuat investasi stratejik dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain….dengan kata lain membangun jejaring hubungan bisnis yang berkelanjutan….kompetensi bu edratna agaknya termasuk seperti ini…..

    Sjafri mangkuprawira
    ,
    Wahh jadi ingin baca bukunya…
    Saya belajar banyak, yang diawali hanya dari ngeblog…ternyata dari sinilah awalnya….saya banyak mendapat tawaran lain, kenal editor dsb nya.
    Juga senang sekali ketemu bapak, mungkin terakhir kali kita ketemu sekitar tahun 1974 ya pak…saat itu saya masih menjadi mahasiswanya pak Bunasor (sekarang Komut BRI)….

  22. Jadi, agenda berikut dipanggil kemana lagi nih Bu?
    Sukses dengan profesi ‘cewek panggilan’nya yah, bagi-bagi ilmunya, jadi berkat buat orang lain… 🙂

    Tantikris
    ,
    Hehehe….masih yang biasanya….
    Iya Tanti, menyenangkan jika bisa berbagi dengan orang lain…

  23. sesuatu tidak akan selamanya sama ya bu, saya juga sekarang mengalami hal yang serupa tapi tak sama. karibku sekarang tak seperti dulu lagi … tapi tak mengapa …
    btw, saya juga cowok panggilan lho bu. .. wajib dateng kalo pabrik ada masalah … hehehe

    Mascayo,
    Kalau dipikir-pikir, sejak adanya hape, kita kalau bekerja menjadi cewek atau cowok panggilan ya.
    Hape memang memudahkan, tapi sebetulnya membuat kita juga kehilangan privacy….walau tetap aa hape bisa dimatikan kalau tak mau diganggu.
    Betul, segala sesuatu bisa berubah….dan kita memang harus bisa menyesuaikan dengan perubahan lingkungan itu, termasuk perubahan yang terjadi pada teman….

  24. Menyoal HP, saya termasuk orang yang sangat disiplin 🙂 Maksud saya, kemanapun, hingga ke kamar mandi, HP selalu saya bawa.

    HP juga tak pernah benar-benar mati kecuali ketika saya sedang di Gereja. Bahkan saat tidur pun, biasa hp tetap kunyalakan.

    Itu semua semata-mata kulakukan supaya aku tetap dapat stay connected dengan teman-teman lainnya.

    So, saya juga cowok panggilan, IBu hahhaha

    Donny Verdian,
    Berarti fungsi Hape buat Donny sesuai namanya…yaitu handphone…jadi ya di tangan terus. Saya pernah diomeli bos, lha kan baju cewek ga selalu ada sakunya….karena beliau menelepon ga saya angkat (hape saya taruh dimeja dan saya ke ruangan lain)….”Namanya handphone itu ya selalu dibawa terus…”, kata beliau. Lha saya diam aja, sebetulnya menggelikan juga, mosok kalau ada panggilan harus selalu diangkat, kan kita juga ada waktu sholat, berkumur, cuci muka….dsb nya.

  25. kalo begitu bisa tidak ya diriku panggil ibu untuk bergabung di barudak blogor…
    http://blogor.org/faq/

    Hanggadamai
    ,
    Saya sudah ke TKP, nanti saya tindak lanjuti…..
    Saya malah punya KTP Baranangsiang lho, terus KTP tsb yang saya gunakan saat pindah ke Jakarta…maklum di Bogor saya cukup lama, sampai 7 tahun

  26. kalo saya biasa mengistilahkan dengan teman2 adalah On Call, itulah kesibukan setelah sudah tidak beraktivitas intens di organisasi, biasa diminta memberikan materi2 pelatihan ataupun kegiatan2 lain.
    wah emang bu yah, setelah kita beraktiviitas dengan keilmuan kita, setelah itu kewajiban kita untuk memberikan ilmu itu kepada yang lain. diturunkan dan dikembangkan.

    Arul,
    Itu istilahnya lebih modern…
    Betul, selayaknya kita yang mendapat kesempatan memperoleh ilmu sampai di perguruan tinggi, juga membagi pada orang lain….

  27. Elys Welt

    kecele deh sama judulnya 🙂

    Elys Welt,
    Saya terpengaruh mbak Ely…. yang suka juga menulis judul sexy, ternyata menggambarkan pantat binatang…hahaha….
    Tapi blog mbak Ely ngangeni, gambarnya bagus, dan anehnya jadi terkenang masa lalu, saat dimana saya masih bisa melihat kuntul dan bangau tong-tong di sawah.

  28. nah kalau panggilan yang jenis ini banyak yang suka kayaknya….karena ringan tangan untuk mberesin sesuatu…membantu bnyk orag…dst…berkah deh hidupnya org panggilan yang jenis ii.ni, hehehe

    Gus
    ,
    Betul…panggilan yang diharapkan….

  29. nah ini dia, bu enny termasuk tipe ibu ideal, mengikuti dan memanfaatkan teknologi sehingga tidak gaptek.

    judul di atas memang rada-rada negatif, tapi mengandung sesuatu yg sangat positif. terus semangat ya bu…

    Zulmasri,
    Bergaul dengan para blogger, terutama yang berjiwa muda, menjadi terpengaruh juga…..

  30. Duh, bu Enny…saya tambah salut sama Ibu 🙂 Kalau sudah panggilan hati mau gimana lagi. Tetep semangat mengajar ya, bu Enny… 😉

    Darnia,
    Kuncinya cuma selalu bersyukur dan ikhlas, melakukan kegiatan dengan hati riang….

  31. Hebat bu, tulisannya jadi top post. Kalau diperiksa di dashboard kayaknya banyak yang nyasar ke sini setelah mencari kata kunci cewek panggilan di search engine hehehe.

    Iwan Awaludin,
    Hehehe…ga ada niatan itu kok…malah tulisan ini sudah lama tersimpan di draft…ini gara-gara suami meledekku sebagai cewek panggilan atau Simatupang (Siang malam tunggu panggilan)…..

  32. kalo saya bu, bukan cewe panggilan lewat hp tp panggilan didalam rumah yang teriakannya …”heii, ini anakmu turun naik tangga”, “mama, anakmu pup ni”, trus” mama raffy, ni raffynya nakal”…saya berlari kesana-kesini ngejar anak saya

    Cutemom cantik,
    Anak kecil memang bikin capek, kayaknya dia tak kenal lelah…tapi coba dia tenang, ganti deh orangtua yang nggelitiki…benar nggak?

  33. wah, ibu enny semakin santai dalam menulis. (saya bener gak ya? soalnya belum lama juga mengikuti blog ibu)
    tapi dari yang belum lama itu saya bisa merasakan tulisan ibu semakin ringan, baik tema maupun penyajiannya.
    saya suka sekali membaca kisah-kisah yang ibu tuturkan di sini, semuanya mencerahkan.
    makasih, bu enny.

    Marshmallow
    ,
    Duhh janan dipuji dlu…tulisan ini udah berbulan-bulan dalam bentuk draft nggak berani ditayangkan…..jadi betul kata DM perlu keberanian untuk menayangkannya….

  34. kenapa kita suka sentimentil bila dengan nostalgia-nostalgia seperti itu bu ya ? apa emang hardwarenya yang didalam sana itu yang udah begitu ..

    draguscn,
    Entah ya……mungkin kebiasaan? Atau apa?

  35. bu ,,saya paling gak suka kalau berbicara dengan seseorang…disambi sambi…mengelola si HAPE..itu entah sms, atau telpon…
    pastinya dia gak konsen…apalagi kalau kemampuan multitasking nya rendah,trus gak nyambung.
    Mengajar di Aceh…??? asyik nya,sekarang sudah seperti apa ya aceh…setelah dilanda Tsunami beberapa waktu…dan punya gubernur yang asli…mestinya daerah kaya ini segera cepat maju..

    Dyah Suminar,
    Memang sih nggak enak kalau lagi mengobrol, bolak balik diganggu dering hape…tapi karena teman tadi pengusaha, ya saya harus memaklumi.
    Aceh indah sekali…..terutama pantainya…

  36. He he he istilah itu juga yang saya sering lontarkan ke suami saya… laki-laki panggilan 🙂

    Wulan,
    Hehehe…betul juga…..ada juga cowok atau lelaki panggilan…..

  37. heheheheh saya juga punya teman yang sibuuuuk terus sama henponnya bu! mending kalau untuk urusan yang rasanya akan menguntungkan buat dirinya seperti cerita di atas… yang ini agak meragukan hehehe

    ah… kalau jadi cewek panggilannya kaya teman ibu saya mau deh 😉

    Natazya,
    Iya…teman saya memang hebat, tapi saya belum tentu sanggup melakukan hal seperti dia…benar-benar nggak ada waktu luang.
    Tapi bagi orang yang berwirausaha, memang harus seperti itu…dan jika ada waktu kosong juga harus kreatif…agar bisa menemukan desain/produk baru, yang akan laku dipasaran.

  38. Ardianto

    Hehe, tulisan berjudul seperti ini nanti pasti banyak yang datang dari mesin pencari…
    dan banyak penonton yang kecewa.. 😆

    Ardianto,
    Termasuk yang kecewa bukan?

  39. Ping-balik: Kopi Darat tanpa Kopi | Twilight Express

  40. saya juga cowok panggilan lho, Bu.
    wong kalo ada masalah di kantor cabang, saya di mesti dipanggil kok, haha…

    Goenoeng,
    Hmm…jadi termasuk cowok panggilan ya….

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s