Andaikata kita menengok kebelakang, betapa banyaknya pengalaman yang membuat kita menjadi seperti sekarang. Dan banyak hal, yang membuat kita bisa mengatasi rasa takut. Pernahkah anda merasa takut? Seberapa besarkah ketakutan anda tersebut?
Saya termasuk penakut, dibesarkan dari keluarga kecil, anak sulung dari tiga bersaudara, dan saat masa kecil masih ada nenek dari ayah ibu, membuatku selalu merasa dilindungi. “Jangan memanjat, nanti jatuh,” masih kuingat kata-kata nenek. Dan banyak pesan lain yang sebetulnya menunjukkan rasa sayang.
Saat hidup di asrama IPB, yang konon katanya “bekas kuburan Belanda” banyak sekali cerita-cerita yang membuat orang semakin takut, dan jika teman-teman mulai asyik bercerita, lebih baik saya diam-diam menyingkir, daripada malah takut. Kebetulan lagi, saya punya sahabat satu angkatan, yang sama-sama penakutnya. Kamar saya, letaknya berlawanan dengan kamar sahabat saya, melalui deretan 4 kamar mandi dan WC, yang berada persis di dekat tangga lantai dua. Jadi, setiap malam, sebelum mengantuk, saya atau teman ini saling janjian, untuk pergi ke kamar mandi bersama-sama, untuk buang air kecil, kemudian sekaligus ambil air wudhu, sebelum tidur. Orang lain menyangka, betapa eratnya persahabatan kami, antara lain semakin erat karena sama-sama penakut.
Bagaimana jika saya ada kencan? Pada saat pulang kencan, sering di lantai ruang makan, yang merangkap ruang untuk menonton TV, masih banyak teman yang duduk menonton. Jadi saya mengucapkan..”Selamat malam” (aturan wajib, kalau ketemu penghuni harus saling menyapa), kemudian sekaligus ke kamar mandi bawah, wudhu sekalian….kemudian mulai pelan-pelan berjalan…dan saat mencapai tangga, saya copot sepatu dan lari ke atas. Supaya nggak ketahuan kalau penakut (kalau ketahuan malah akan di goda terus sama teman-teman)….di depan kamar, saya akan menarik nafas panjang, embuskan pelan-pelan, dan mulai masuk kamar. Maklum saya punya teman sekamar yang lebih senior dan pemberani, dia benci banget sama orang penakut…..Mengapa saya takut? Karena di tangga itu sering ada kejadian, kita disapa teman sekamar yang kita kenal, dan saat kita masuk kamar, teman kita ternyata masih ada di kamar.
Rumah saya di kampung, model rumahnya seperti rumah Belanda, pavilyun ada di sebelah kanan rumah utama, dengan deretan dua kamar, dapur, serta kamar mandi dan WC di ujung belakang. Setiap malam ibu akan mengatakan “Siapa mau ke belakang?” Dan saya beserta adik-adik, seperti rombongan bebek akan mengintil ibu dibelakangnya. Ibu saya ini sangat berani, nggak kenal takut, entah saya menurun penakut dari mana. Saat awal menikah, suami masih rajin mengantar ke kamar kecil, yang hanya jarak 5 meter dari kamar tidur dan ada di dalam rumah kontrakan. Kebangetan ya?
Kemudian saya punya bayi, yang telah ditunggu oleh kami berdua, maklum saya sempat mengalami keguguran anak pertama. Punya bayi, berarti siap tidak tidur, dan anak pertamaku ini betah melek kalau malam. Nyaris sebulan penuh pola tidurku berubah, kalau malam nemeni si sulung yang melek terus, dan siangnya baru tidur. Walau saat itu masih menyusui, sehingga tak perlu keluar kamar untuk membikin susu, tapi kalau si sulung mengompol, tetap saya harus menaruh popok yang basah di luar kamar. Nahh inilah masa-masa saya harus berjuang mengatasi ketakutan, terutama jika suami sedang ke luar kota.
Pekerjaan, menuntutku sering bepergian ke luar kota. Anak-anak sudah mulai sekolah, dan kebetulan di kompleks rumah dinas banyak temannya yang sebaya, sehingga membuatku tenang meninggalkan rumah untuk tugas. Tugas ke luar kota bukan hal yang enteng, banyak orang hanya menilai bahwa turne akan senang, karena sejenak bisa meninggalkan keruwetan kantor, dan bisa sekaligus rekreasi. Pada saat anak-anak usia sekolah, saya sering berangkat dengan pesawat paling pagi (agar malamnya masih bisa menemani anak-anak belajar), dan begitu pekerjaan selesai, naik pesawat paling malam, sehingga praktis hanya menginap dua atau semalam saja. Saat kunjungan ke lokasi proyek, maka kita harus mengecek kebenaran proyeknya, apakah benar fasilitas yang diberikan telah sesuai dengan tujuan semula, apakah ada kesulitan atau hambatan dan sebagainya. Pada saat ini, juga diskusi dengan Pimpinan Cabang, sekaligus melihat apa ada proyek yang layak di daerah tersebut, dan jika malam hari, adalah waktu untuk saling sharing pengalaman, saya sering memberi pelatihan kepada AO sampai malam hari di kantor, agar setelah pembiayaan di setujui, mereka dapat me monitor dengan benar.
Pada saat itu, dalam tim, saya sering merupakan perempuan satu-satunya, dan karena jabatan saya paling tinggi dalam tim tersebut, maka tentu saja saya harus bisa menunjukkan bahwa saya juga mampu dan berani (padahal dalam hati takut). Pernah pada suatu saat, dalam suatu kunjungan untuk melihat usaha transportasi kapal laut, yang memang jenis usahanya adalah mengangkut minyak dari satu tempat ke tempat lain, mau tak mau saya juga harus berani memanjat tangga kapal yang terbuat dari tali, dan bergoyang-goyang saat diinjak.

Saat naik tangga tak begitu terasa sulitnya, walau perahu motor (yang digunakan untuk mendekati kapal besar yang akan dinaiki) bergoyang-goyang kena ombak, sehingga setiap kali perahu menjauh dari tangga kapal tadi. Ternyata menyenangkan sekali sesampai di atas kapal, disitu saya bisa melihat, bahwa setiap kali selesai mengangkut minyak, maka kapal harus dibersihkan dan di cat ulang, sekaligus pengecekan, untuk mencari apakah ada kebocoran. Kebetulan saya mempunyai teman yang jadi syahbandar, sehingga bisa bertanya, bagaimana prosedur pengawasan terhadap kapal, dan apa yang harus diperhatikan untuk menilai apakah perijinan kapal ini telah memenuhi prosedur standarnya. Hal yang paling sulit, adalah saat turun dari kapal, rasanya kaki sulit sekali mencari pegangan tangga…..huup akhirnya ketemu dan pelan-pelan saya turun.
Betapa leganya sesampai di daratan, dan saya berkata pada Arief, staf yang mendampingi…”Rief, tadi saya udah kawatir lho, karena saya tak bisa berenang, makanya saya menanyakan tadi, berapa kira-kira kedalaman airnya, agar kalau jatuh nggak pake sakit (artinya langsung “hilang”). Arief yang mendengar kata-kataku langsung pucat, dia berkata, “Aduhh bu, untung ibu ngomongnya sekarang. Saya tadi juga takut, tapi melihat ibu berani naik, saya malu dan terpaksa berani.”…hahaha…jadi sebetulnya keduanya sama-sama takut.
Malam itu kami tidur di suatu hotel, yang letaknya persis dipinggir sungai. Malam telah larut, kami mengobrol bertiga sampai nyaris jam dua malam. Dan saat saya selesai sholat, dan siap tidur, kasur terasa ada yang memberati, syukurlah saya tak melihat tapi dapat merasakan tambahan berat yang ada di atas kasur bahwa saya tidak sendiri. Terpikir mau pindah kamar, tapi tak mungkin, karena anak buahku juga cowok. Tidur di rumah Pimpinan Cabang? Lebih serem, karena umumnya rumah dinas Pimpinan Cabang kuno dan besar, yang pasti lebih banyak penghuninya. Akhirnya saya pasrah dan berdoa, semoga Allah swt melindungi saya, karena saya bekerja seperti ini adalah juga untuk kepentingan keluarga. Entah berapa lama saya komat kamit membaca ayat Kursi dan segala macam, tahu-tahu seperti ada tiupan angin kencang yang langsung menuju jendela, dan tempat tidurku kembali ringan. Ahh leganya…sejak kejadian ini maka penakutku menghilang, karena saya yakin dimanapun berada, Allah akan selalu melindungi kita.
betapa indah dan senangnya ya bu ketika sudah melewati tantangan yang membuat kita yang dulunya takut akhirnya dipaksa berani….
wah sy juga banyak kejadian seperti ini..
dan plong… rasanya….
Arul,
Sebetulnya selalu ada tantangan yang dihadapi, dan harus dilewati…itu intinya….
Saya tidak tahu manakah yang lebih perlu untuk kita merasa berani: apakah terhadap apa yang ada di belakang ataukah apa yang akan ada di hadapan kita?
Rahmat,
Yang dibelakang kan sudah lewat…dan didepan selalu masih ada tantangan. Masih perlu dipertanyakan?
kadang saya lebih takut dengan omelan emak
dibanding ancaman Gusti yg akan membakar saya di neraka, karena gak sholat subuh ^^
sama hantu kok takut, pasrah aja sama perlindungan Gusti.
setan manapun gak bakal berani towel-towel 🙂
daripada panjang2 baca ayat, kalau sampe salah baca/tartil gak bener bisa di ketawain jin ifrit hahaha
renungan yang ok, bunda
Septarius,
Tak boleh merendahkan atau melecehkan orang yang penakut. Karena saya dulunya penakut (dan jelas sekarang tidak dong), saya tahu sekali betapa pentingnya dukungan orang lain untuk mengatasi rasa takut itu. Untungnya ibu, ayah, da kemudian suami selalu mendukungku….tanpa dukungan mereka, saya tak seperti sekarang ini.
Dan tak boleh menyepelekan, karena di dunia ini memang ada makhluk halus, dan menurut saya, kita ada di dunianya masing-masing…saya berdoa untuk tak pernah melihatnya, karena masing-masing punya jalannya sendiri. Membaca komentarmu, pernahkah Septarius dihadapkan pada situasi yang menyeramkan, bagaimana perasaanmu?
hehehe ibuuuuu seneng baca pengalaman ibu. Mungkin ibu punya sixth sense tuh sebetulnya, karena bisa ngerasain hal-hal gaib gitu. Kalau saya emang “ndableg” jadi ngga pernah liat/ngerasa apa-apa… (kecuali dengar spt yang saya tulis di postingnya mbak Tuti.. hehehhe)
EM
Ikkyu san,
Saya termasuk orang yang sebenarnya punya “feeling”. Sering banget saya ingin pulang mendadak, padahal tak libur semesteran, ternyata ayah tabrakan. Cuma saya juga tak ingin melihat “yang satu” itu….walau saya percaya bahwa manusia tak perlu takut dan kawatir, kalau percaya bahwa Tuhan melindungi kita.
Haduh Ibu kok pnjat-panjat tangga monyet? Nanti ada yang komentar “pencilakan” Hehehehe 😀
Resiko dari dunia kerja…
Cerita tentang makhluk dari dimensi yang berbeda itu tak akan ada habis, lha mereka ada dan hidup berdampingan dengan kita, beranak pinak dan tak mengenal kata mati. Sama halnya ketika mereka membicarakan bangsa manusia, ceritanya juga tak ada habisnya. 🙂
Saya sejatinya lebih takut sama bangsa sendiri, manusia yang jahat Bu…
Yoga,
Pekerjaan memang menuntutku seperti itu, memanjat tangga kapal, menyusur sungai, melawan ombak yang sedang tinggi karena udah kadung terjebak di samudra luas, bahkan pernah terdampar….jadi ingat kan perlengkapanku kemarin?
Justru karena itu dilatih “outbound” yang harus berani memanjat dinding, mengayuh dayung, bisa makan dimanapun berada (sering berkilometer tak ketemu makanan dalam suatu perjalanan).
Memang yang paling berbahaya jika penjahat tadi orang, karena makhluk halus kan punya dunia sendiri, sepanjang tak saling mengganggu.
hahahaha..ibu lucu juga yah postingnya..
saya pernah bu mungkin 5/6bulan lalu. karena AC dikamar saya rusak, jadi saya pindah sementara ke kamar abang saya yg memang kmrnya ga pernah ditempati coz abang sy dah kawin n punya rmh sendiri dicibubur..waktu siang2 saya mau nidurin anak saya, lg saya kelonin, tiba2 anak saya bilang “mama, ada setan” trus dia lgsung tutup mata gitu..laaah, saya emang penakut, tp berhubung itu siang hari n sy jg ga mau keliatan takut didepan anak sy, jadi sy bilang sm dia ” mana setannya, ga ada kok, udah jgn takut baca bismillah aja” trus dia bo2 dech..sebenarnya dlm hati takut juga bu.
trus sy juga paling takut sm anjing n orang gila….
Cutemom,
Tak selalu anak kecil ngomong seperti itu karena melihat…saat anakku masih kecil, saya pernah marah sama pembantuku, karena agar anak-anak diam, dia suka menakut-nakuti, kalau nakal akan diganggu setan. Untung kedua anakku bukan penakut, saat ditakuti di gigit kecoak…dia malah tanya..”Kecoaknya mana?”
Si sulung suka tidur di lab, demikian juga si bungsu, padahal sendirian tanpa teman…karena dia berpikir, kalau takut, tugasku tak akan selesai. Saya juga berpikir demikian, saya bekerja untuk kepentingan keluarga, jadi ya nggak boleh takut. Cerita di atas kejadian pertama dan terakhir.
Saya sebetulnya sensitif, tapi saya percaya sepanjang kita berniat tak mengganggu juga tak diganggu…..dan selama ini aman-aman aja…karena saya sering bepergian, dan selalu tidur sendirian, di daerah yang kadang situasinya sangat sepi, ditengah perkebunan dsb nya.
Bonek aja . . . hidup ini cuma sekali . . .
Akokow,
Betul…lagipula semua tetap harus dijalani, kalau takut kapan majunya?
Kadang heran ya bu, saya juga kadang suka merinding sendiri. Kata bapak saya gak usah takut, tapi kan belum pernah ada berita di Pos Kota orang mati gara2 dicekik hantu ? gitu nasihatnya. 🙂
(Nah yang ini pasti ada url-nya deh)
Toni,
Nahh kali ini saya tak perlu menambah URL nya….mas Toni ini kayak adik bungsuku, selalu nggak menulis URL nya, padahal banyak teman yang ingin kenalan sama mas Toni (pengin difoto, tentunya….)
Kalau merinding, itu sebetulnya ada, tapi saya suka mengabaikan perasaan itu, karena toh kita hidup di dunia masing-masing. Yang saya ceritakan itu adalah yang paling parah, lha tempat tidurnya jadi penuh…lha aku nanti tidur dimana?
Hehehe… senangnya manjat2 kapal, kalo saya pasti kesenangan tuh bu, hehehe… apalagi dijelasin langsung sama Syahbandarnya. huwaa….
tapi kalo urusan hantu, sama kaya mba Imelda,m saya ndableg. gak pernah ngerasa, paling kalo udah mulai taukut, baca2 ayat kursi trus ngomong
“Bro, gue kan gak ganggu lu, jadi lu juga jangan ganggu gue ya.”
Dan kalo kita udah bisa ngomong begitu artinya, kita udah bisa ngalahin satu rasa takut untuk diam ketakutan… jadi bisa lebih tenang. hehehe…. dan betul Mba, Allah selalu ada bersama kita. jadi ndak perlu takut. 🙂 salam -japs-
Japspress,
Senengnya turne memang seperti itu, memanjat kapal (walau agak keder juga, lha talinya goyang terus, maklum dari tampar), kadang mesti menyeberang jembatan goyang (karena mobil tak bisa lewat), naik sampan yang jalannya “agak miring” begitu, melalui pinggir sungai, karena air sungai lagi surut. Namun saya belum pernah sial kayak temenku, yang terpaksa menginap semalaman di perahu, ditengah-tengah sungai Barito, menunggu air sungai kembali naik, karena perahunya karam di tengah sungai. Yang penting bawa perbekalan makanan dan minuman, karena kita tak pernah tahu perjalanan memakan waktu berapa lama.
Kalau makhluk halus udah berdamai kok, karena saya sendiri kalau begitu masuk kamar hotel, kulo nuwun, dan langsung sholat…jika terasa merinding baca doa dan akhirnya tenang kok. Pernah temanku cowok ketakutan (sayangnya ga ada penerbangan malam dari Aceh, jadi dia tak berani tidur semalaman…saat itu dia masih bujangan dan ganteng lagi!), karena diganggu, tapi selama 3 malam di Aceh saya malah tidur nyenyak….karena makanannya enak-enak.
takut?
gimana ya bu menghindari takut kalau kita ditinggalkan orang tercinta
reques ya bu mohon di jabarkan cara mengatasi ketakutan diriku atas stu hal ini
Suwung,
Kita harus selalu ingat, bahwa kita sendiri saja tak bisa memiliki diri kita sendiri, dan sewaktu-waktu bisa dipanggil sang Pencipta. Jalan satu-satunya ya pasrah…..dan selalu siap setiap saat.
memang betul bu..saya juga kalo takut jadi hilang karena terpaksa. kalo nggak terpaksa ya tetep aja takut.
Boyin,
Saya ga ngerti maksudnya…jadi hilang itu bagaimana? Memangnya Boyin bisa menghilang? Wahh keren doang….
Waktu saya kueciiil dan tinggal di rumah yang buesaaar memang sering dihinggapi rasa takut terutama kalau ke kamar mandi yang ada di bagian rumah paling belakang (plus fakta, rumah jaman dahulu listriknya cuman 150 Watt, jadi setiap bohlam itu cahayanya cuman temaram seperti pelita saja…)…
Waktu kecil kalau di luar rumah..ajaib..rasa takut saya sama sekali hilang, kecuali bila lewat di kuburan atau lewat di bekas kecelakaan kereta tebu (ada mbak-mbak yang keseret roknya waktu mau ngambil tebu)…
Waktu sudah besar dan tua dan di rumah sendiri, kalau rasa takut menghinggap…biasanya ketika badan sudah lemas dan kantuk sudah datang,,,sekitar jam 12 malam, saya akan ngomong sendiri dengan keras “Hey…jangan ada yang ganggu aku ya di rumah ini…aku adalah Tuan di rumah ini, kalau ada yang main ganggu..nanti saya pindahin lu !” begitu kata saya membahana dan setelah itu rasa takut itu benar-benar hilang. Kuncinya, memang harus ngomong !
Takut yang lain, takut kalau mimpi buruk…nah untuk ini cara ngilanginnya baca Al Fatihah dan ayat kursi berkali-kali sampai rasa takut hilang…
Tapi sebenarnya selain takut akan “penghuni” rumah yang lain, saya juga takut jika ada penjahat masuk rumah dengan golok, terutama waktu tinggal kost di Bogor soalnya kiri-kanan rumah pernah ada kejadian, terutama sejak dibukanya tol Jagorawi tahun 1976 dulu…akibatnya jika dengar bunyi-bunyi aneh, saya akan tidur tapi mata tak terpejam dan di bawah kasur ada pisau belati peninggalan ayah (eh…dimana ya sekarang kabar pisau belati itu ?),,,
Tridjoko,
Mungkin kita dulu takut karena rumahnya besar, atapnya tinggi, dan gara-gara nguping saat ada tamu, jadi tahu kalau rumah kita dikampung ada penghuninya.
Sebetulnya yang bahaya malah manusia itu sendiri, yang bisa membunuh…..
Ibu, ‘rasa takut itu untuk dihadapi,bukan dihindari’, dulu aku takut sekali, sejak kecil sering melihat hal2 aneh, tapi karena sudah sering lihat sekarang dah bisa menguasai diri, paling aku akan pejamkan mata.
Wah, beda dengan aku, yg terbilang tomboy, suka sekali naek pohon, maen bola, pokoknya apa yang dilakukan cowok aku bisa, tapi sekarang belajar jadi feminim..
Ibu wanita tangguh ya, senang bisa kenal ibu
Redesya,
Adik-adikku lebih tomboy….karena anak kedua, dan tak ketemu nenek lagi. Tapi pada akhirnya saya juga bisa kok menghadapi, bukankah disitu tantangannya? Kalau tak berani, ya karirku udah berhenti sejak dulu kala.
Sebetulnya ketakutan itu ada berbagai macam, yang paling bahaya adalah menghadapi manusia yang jahat.
setuju banget bun..
terkadang dengan menghilangkan rasa takut itu adalah dengan menjadi berani secara terpaksa 🙂
Yessy Muchtar,
Dan pada akhirnya memang jadi benar-benar berani, tak pernah takut lagi….
ketakutan terbesar saya adalah takut gagal.
mau ndak mau saya musti berani gagal, karena kalau ndak berani gagal berarti ndak berani maju juga.
dan peran Allah benar2 besar bagi saya dalam menangkan hati
Wennyaulia,
Wahh bahaya nih kalau takut gagal, karena buatku kegagalan adalah hal yang wajar. Karena kadang kita gagal meraih sesuatu, dan ternyata Tuhan menunjukkan jalan yang lain.
Saya selalu bilang sama anak-anak, harus berani mencoba, jangan takut gagal…jika gagal, usahakan lagi, dan coba lagi dari berbagai alternatif.
Soal takut makhluk halus, mungkin karena bawaan saat kecil rumahnya besar sekali, dan yang momong suka nakut-nakuti…tapi dalam perjalanan hal tsb dapat diatasi, karena setiap masalah selalu harus bisa diselesaikan.
Takut. Suka merinding di tempatyg gelap, mbak.
yah,seperti di kuburan itu,hehe….( malam,mbak Ratna)
Langitjiwa,
Memang situasi gelap membuat nggak nyaman, yang jelas tak kelihatan apa-apa. Makanya kenapa orang lebih sering takut pada malam hari, dibanding siang hari yang terang benderang….Padahal nantinya, kita juga akan sendiri….
wah, sebuah pengalaman yang menarik, bu enny. rasa takut memang selalu ada pada setiap orang, termasuk saya, bu, hehehe …. tapi seringkali rasa takut itu akan hilang dengan sendirinya ketika keadaan memaksa kita harus tampil berani dan percaya diri. keberanian dan kepercayaan diri. selain itu, bersandar dan berserah diri kepada Allah merupakan dorongan spirit yang luar biasa utk menghilangkan rasa takut.
Sawali Tuhusetya,
Betul pak Sawali, ketakutan itu harus diatasi, kalau tidak makin berlarut-larut. Cerita tadi pengalaman masa lalu, yang akhirnya semakin membuatku berani…..lha kemana-mana sering sendirian, juga sering jadi cewek satu-satu nya, jadi tak mungkin kan ada temannya. Dan memang lebih enak tidur sendiri karena lebih bebas.
Takut itu manusiawi kok Bu, semua orang pasti mempunyai ketakutan sendiri-sendiri akan sesuatu hal. Tapi jika pasrah dan berserah diri dengan ikhlas… saya percaya ketakutan itu akan berkurang.
Kalo saya takut pada ketinggian bu Enny…
Prameswari,
Saya takut ketinggian, dan ini jadi parah saat outbound. Pas lagi meniti satu tali, temenku berteriak, lha saya melihat ke bawah…wahh serem..langsung aja tergelincir, untung nggak apa-apa…hahaha.
Di tempat kerjaku, setiap mau menjadi pimpinan harus melalui seleksi dan outbound, karena Pimpinan tak boleh kenal takut, harus berani pasang badan di depan. Jadi, selain dilatih memanjat, arung jeram, meniti berbagai tali jauh di atas pohon, memanjat tebing…sampai tidur sendiri di dekat kuburan….hahaha…akhirnya karena pasrah malah tidur nyenyak, sampai paginya dibangunkan instruktur karena udah waktunya sholat Subuh.
saya salut sama bunda, walau takut tapi tidak pernah menampakkan ketakutannya.. dan yang terpenting lagi bunda yakin betul bahwa Yang Maha Kuasa selalu melindungi kita..
Inos,
Takut memang harus diatasi…kalau masih penakut, saya ga jadi apa-apa..hehehe
Bener Bu, biasanya krn udah denger duluan kl tempat A ato B agak angker saya yg dasarnya ga penakut jd penakut, bawaannya kok ada yg merhatiin pdhl blm tentu ya hihihi..
btw itu di foto sepertinya waktu ibu masih di tim restrukturisasi ya?
Idawy,
Foto itu sebelum memimpin Desk Penyehatan Korporasi, masih sebagai manager di Commercial Business……udah jadul banget ya, kemarin korek-korek album menemukan ini, terus jadi bahan tulisan.
Tentu saja aku punya dan pernah merasa takut, Bu. Tapi satu-satunya cara untuk mengibaskan rasa takut memang dengan melakukannya.
Pengalaman Ibu yang memang menjadikan Ibu seperti sekarang. Bukankah kita ini merupakan hasil dari kita sebelumnya?
Daniel Mahendra,
Benar, rasa takut harus dihadapi, pengalamanku juga memberikan pemahaman bahwa kita jangan melarang anak-anak memanjat, karena pada akhirnya keahlian itu diperlukan.
Tapi saat anak-anak kecil, tinggal di kompleks rumah dinas, tak membuat anak-anak bebas memanjat, lha tanamannya supplier…hehehe….makanya si bungsu malah latihan memanjat setelah masuk Fakultas…hahaha…
Dulu kalau takut sama atau melakukan sesuatu saya beneran gak melakukan nya. Comfort zone.
Tapi sekarang, usia bertambah dan demi mendongrak motivasi, mau gak mau saya harus.
Ada Tuhan yang selalu memberikan kekuatan. 🙂
Puak,
Justru kita tak boleh berada di area “Comfort Zone” karena akan membahayakan, tahu-tahu situasi lingkungan telah berubah tanpa kita tahu. Kita justru harus bisa menilai perubahan yang ada di sekitar kita, mengantisipasinya, agar kita bisa siap jika terjadi sesuatu…istilahnya sedia payung.
Saya dulu juga takut gelap. Pindah dari ruang keluarga ke kamar yang harus melewati ruang keluarga yang gelap saja, saya sudah takut. Apalagi kalau harus berjalan sendiri ke tempat yang gelap. Terpaksa harus berani karena jadi anak kost, yang ternyata dapat kamar yang agak jauh karena pingin dapat yang murah. Selain itu pernah juga ikut jurit malam yang harus berjalan kaki tanpa penerangan mengikuti petunjuk arah. Setelah menikah, terpaksa deh harus berani. Habis, siapa lagi yang akan melindungi keluarga kalo bukan saya?
Iwan Awaludin,
Kenapa ya kalau keluarga bule kayaknya ga kenal takut?
Hmm kadang memang harus dipaksa untuk menjadi berani…padahal sebetulnya tak ada yang perlu dikawatirkan….
Alam kadang melatih kita menjadi pemberani, tapi tak semua orang dapat menjadi pemberani, butuh persiapan dan kebiasaan dulu memang bun. Pelatihan juga iya.
Kebiasaan ini, kerap saya temukan, untuk membalik kondisi masa lalu saya yang kerap di takut-takuti orang tua. Nggak boleh ini itu nanti ada ini itu…banyakkkkkkkkk banget pokoke.
Lepas dari keluarga. Sebulanm dua bulanm dst…rasa takut terus saja berdatangan. Karena kebiasaan alam mengajarkan untuk tidak takut. Kebiasaan itu mau nggak mau mengalahkan sugesti takut itu ternyata.
thekry™,
Ketakutan itu sebenarnya berasal dari diri sendiri, mungkin kadang juga karena nggak pede (misalnya saat mau peresentasi, dan belum siap).
Dan memang harus dilawan, begitu kita berani melawan, dan berhasil, selanjutnya semua berjalan lancar…dan tak takut lagi…
hiks ibuuu, suamiku sedang dinas ke jakarta nih, aku jadi takut tidur sendirian nanti malam.
kalau saya paling takut ketemu orang gila di jalan. orang mabuk mah kalah cepat kalau lomba lari. nah kalau orang gila sedang ngamuk, waaah ngeriiii.
salam
Ami,
Halah…lha saya dari dulu lebih banyak di Jakarta, dan suami kerja di Bandung….
Itu udah risiko kan, lha kalau suami menunggu kita terus, berarti karirnya nggak maju dong….tinggal bagaimana kita mengatasinya.
Terima kasih elah berbagi pengalamannya Bunda..
Bunda benar sekali, kalau kita rada penakut, sering kali keberanian itu datang dari faktor eksternal. Tapi kadang ada orang yang gak kenal takut. Dan orang2 seperti ini justru sebaliknya mesti sering di rem, agar gak kebablasan.. 🙂
Paling enak kalo bisa berada ditengah-tengah kali ya Bunda. Punya keberanian2 penting yang diperlukan dalam hidup dan punya ketakutan2 tertentu yang membuat langkah kita akan selalu diambil dengan perhitungan yang matang dan berhati-hati..
Btw menurut aku sih Bunda berani (+setengah nekat) juga tuh orangnya. Naik tanggak kayu kekapal gitu bukannya pakai sepatu olahraga atau apalah yang rata dan gak licin gitu tapaknya, eh.. ini malah pake sepatu kulit dengan hak (pendek sih) yang cilin gituh.. Hahaha 🙂
Nug,
Sebetulnya memang harus nekat, lha nanti Laporan Kunjungannya nggak bunyi kalau nggak melaporkan seperti apa kapalnya, ukurannya, isinya dsb nya. Apalagi semuanya laki-laki, dan saya pimpinan tim nya, kalau pimpinannya takut, yang dibawah akan melecehkan….jadi risiko menjadi Pimpinan antara lain harus berani mengatasi ketakutan, dan memberi contoh nyata (kata CEO).
Iya sih, harusnya pakai sepatu olah raga, dan baju kasual, maklum mondar mandirnya ke kantor, kalau pake baju kasual menjad kurang nyaman.
Itu foto pas manjat kapal, menunjukkan bahwa Anda benar2 Supermom.
Setiap manusia tentu punya rasa takutnya masing2. Saya jadi ingat salah satu lagu dari KOIL band, ‘Rasa Takut Adalah Seni’
Dony Alfan,
Bukan supermom, tapi memang terpaksa oleh keadaan. Sebetulnya banyak yang lebih mengkawatirkan, sayangnya ga sempat di foto…
Wah, saya baru tahu (dari komentar-komentar di atas), ternyata yang takut sama hantu bukan cuma para wanita, tapi para bapak pun banyak juga yang takut … hehehe …
Kalau tugas ke luar kota, saya selalu harus menginap di hotel sendirian. Alhamdulillah nggak pernah muncul rasa takut terhadap makhluk halus. Takutnya justru ketika naik ke kamar pakai lift. Kalau pas sendirian, takut lift macet. Kalau bersama pria yang tidak saya kenal, takut di’apa-apain’. Tapi karena harus dijalani, ya saya jalani saja. Alhamdulillah selama ini baik-baik saja …
Alhamdulillah juga, sama seperti Mbak Imelda dan Japs, saya termasuk kelompok ‘ndableg’, nggak bisa lihat jin …. slamet … slamet …. 😀 😀
Tutinonka,
Iya…doanya ..slamet…slamet….slamet…
Sebetulnya yang lebih dikawatirkan orang jahat….
Ibu EDratna …
Betul bu … kadang kita tidak punya pilihan …
Kita “harus” melakukannya …
Mau tak mau ya akan kita lakukan juga … dan ternyata … tidak semenyeramkan yang kita duga bukan …
BTW … saya merinding … liat fotonya bu …
Salam saya
NH18,
Merinding? Sebetulnya saya takut terpeleset, habis sepatunya nggak layak untuk memanjat, mana talinya goyang-goyang terus….juga perahu kecilnya, untuk mendekat ke perahu besar lumayan lama, karena kena ombak….
ibu hebat… berani mencoba hal-hal yang dalam kondisi biasa belum tentu mau melakukannya…
Itikkecil,
Hehehe….betul juga, kalau keadaan biasa tentunya lebih suka memanjat di tempat aman ya, minimal kalau jatuh nggak langsung kecebur di sungai…
setuju dengan DM bu…untuk mengatasi takut ya…hadapi ketakutan itu…..
Imoe,
Yup…setuju…kita harus berani menghadapi rasa takut itu….
duh, seru-seru pengalamannya, terutama yang terakhir. waktu koas di sebuah RS tua, saya juga pernah menginap sendirian di dalam asrama yang sangat terkenal keangkerannya (ketauannya baru pagi saat saya dapati asrama memang kosong bablas). waktu itu shift pukul dua pagi, gak mungkin pulang lagi. walaupun perasaan gak enak, mau gak mau dilakonin daripada gak tidur, wong pagi masih harus bertugas lagi hingga sorenya.
dan sewaktu berasrama di KL, saya dan beberapa orang teman cewek pulang pagi (hehe!), pintu gerbang asrama sudah tutup. eh, saya yang biasanya gak berani manjat malah nawarin diri manjat pagar setinggi empat meter buat ngebangunin pakcik penjaga untuk membukakan pintu dari dalam.
ternyata keterpaksaan bisa membuat kita mampu ya, bu?
Marsmallow,
hehehe…betul…..
Saya ingat di asrama dulu juga suka pulang dini hari, karena tugas yang belum selesai, dan karena gerbang di depan udah ditutip, pulangnya lewat belakang…cuma manjatnya nggak setinggi yang harus dipanjat Marsmallow. Pilihannya berani mencoba, atau menunggu pagi, dan tidur di rerumputan….benar kan?
Ping-balik: Menjadi “bisa” karena kebiasaan atau karena terpaksa? «
maaf bunda. bukanya saya merendahkan apalagi sampek melecehkan orang yg penakut.
saya cuma memberi semangat supaya jangan takut sama makhluk halus.
beruntung saya di didik untuk berani,
pertama kali lihat hantu takut juga,
semakin takut semakin besar pula bentuknya
mengintimidasi saya.
anehnya saat saya mulai tidak takut tuh setan malah ngibrit.
situasi yg menyeramkan justru saat bikin salah sama emak, takut kena semprot hehehe 🙂