Bagaimana agar saya bisa mencapai target bisnis?

Seringkali pertanyaan tersebut muncul dari peserta pelatihan, bagaimana agar kita bisa mencapai target bisnis yang ditentukan oleh perusahaan? Dan bagaimana agar penilaian kita atas kelayakan usaha tadi tidak keliru? Apa yang harus diperhatikan?

Pada pelatihan, umumnya diawali lebih dahulu pemberian dasar-dasar penilaian, analisis keuangan, serta berbagai tipe profil usaha beserta titik risikonya. Namun yang utama adalah bagaimana praktek nantinya. Disadari, dalam hal pendidikan AO (Account Officer, atau disebut juga Analis Kredit), meskipun pada saat rekrutmen telah diadakan seleksi dengan berbagai jenis test, namun pada akhirnya keberhasilan sangat ditentukan oleh kerja keras dan motivasi dari masing-masing AO tersebut. Sebagai AO, berarti harus memasang telinga dan membuka mata lebar-lebar, untuk mendengarkan bisnis apa yang berkembang di wilayah itu, dan apakah perkembangan tersebut akan bertahan lama?

AO juga dilatih untuk lebih sensitif, bisa mendapatkan informasi, dan dapat melakukan “probing” terhadap orang yang kita bidik untuk mendapatkan informasi. Hal ini memang memerlukan latihan, dan nantinya, anda sendiri akan heran, betapa karena kebiasaan setiap hari, anda akan mempunyai feeling, dan sensitivity di bidang tersebut. Setiap ketemu hal baru, anda akan cepat sekali bereaksi, dan ada dorongan keingin tahuan yang kuat. Setiap percakapan dengan orang lain, tanpa sadar akan mengarah pada penggalian informasi.

Suatu ketika, saya ketemu dan berkenalan dengan pemilik Departemen Store, yang saat itu merajai Mal-mal di seluruh Indonesia. Bahkan para pemilik Mal bersedia antri menghadap beliau, agar Departemen Store yang dimiliki beliau, bisa menjadi anchor tenant di Mal tersebut. Dalam pembicaraan dengan pemilik Departemen Store tersebut, saya sempat bertanya, mengapa dia mempunyai dua toko yang letaknya nyaris berhadapan di daerah Blok M? Apa kedua toko tadi tak saling mematikan? Ternyata beliau mengatakan bahwa kedua toko tersebut segmennya berbeda, yang di atas pasar adalah untuk segmen remaja, sedang toko satunya untuk “kaum yang sudah matang” alias berumur. “Mbak bisa melihat bedanya, kalau kembali ke sana,” katanya. Pada saat itu saya tak komentar, karena terus terang, pemahaman saya atas Departemen Store rasanya mirip-mirip saja. Dan…suatu ketika saya berjalan-jalan dan memasuki kedua toko yang dimaksud, ternyata memang benar, ada bedanya. Saya mulai memperhatikan siapa pengunjung tokonya, memperkirakan umurnya, barang seperti apa yang dibutuhkan, dan merasakan kebenaran kata-kata pemilik Departemen Store tersebut.

Anda pernah ke toko buku? Apa yang anda lihat? Tumpukan buku yang memikat, suasana yang mendukung, atau pelayannya yang ramah tamah? Saya jujur saja ketularan suami, karena dia sering diminta oleh atasannya untuk mencari buku buat perpustakaan di kantornya. Dan jika sudah demikian, suami akan berkeliling dari satu toko, ke toko buku lainnya, dan berusaha menemui manager masing-masing toko tersebut.

Ternyata, walau sama-sama toko buku “D”, namun barang yang tertata di masing-masing toko buku sangat berbeda, dan ini saya perhatikan jika saya berkunjung ke Yogya, atau ke kota-kota lain, karena selain buku yang “wajib ada” juga ada tambahan buku lain yang disesuaikan dengan minat pembeli di wilayah tersebut. Di toko buku “D” di Yogya, kita akan menemukan buku-buku Filsafat yang tak dijual di toko buku “D” di cabang toko buku “D” dimanapun di Jakarta. Dan sama-sama toko buku “D” di wilayah Jakarta, ternyata barang yang disukai pembelipun berbeda. Dalam perjalanan mampir ke toko buku “D”, saya mengobrol dengan manager nya, siapa pengunjung terbanyak di toko buku ini. Yang membuat surprise, ternyata pengunjung sebagian besar berupa keluarga, ibu-bapak dan putra putrinya. “Komik disini kurang laku bu, hampir tak tersentuh,” katanya. Padahal di cabang yang lain, komik cepat sekali habis, kelihatannya di wilayah sini, orangtua berhasil mendorong anak-anak untuk membaca bacaan yang lebih serius (bukan berarti komik tak serius lho). Saya tersenyum, sambil membayangkan lingkungan di sekitar toko “D” tersebut, yang sebagian besar merupakan lingkungan rumah dinas, ada Bank, perusahaan Minyak, Depdikbud dan lain-lain. Juga ada beberapa sekolah, sejak TK sampai SMA.

Bagaimana usaha lainnya, seperti restoran? Saya melihat dimana-mana ada rawon setan, benarkah di setiap cabang rawon setan tsb pembelinya akan banyak seperti di tempat lain? Di dekat rumah saya, kelihatannya tak terlalu ramai, mungkin juga karena daerah sekitar jalan Fatmawati sudah terlalu banyak restoran, sehingga lebih banyak pilihan. Abuba steak, yang di jl. Cipete raya selalu ramai, apalagi jika malam libur, sampai membuat jalan macet, namun saya lihat di daerah Bandung sepi juga…mungkin karena di Bandung banyak persaingan, apalagi Bandung terkenal dengan wisata kulinernya. Atau terlalu mahal, karena lokasinya di daerah kost mahasiswa ITB dan Unpad, sedang harga seperti itu di Jakarta relatif memadai.

Saya sempat berkunjung ke ujung perbatasan Jayapura dan Papua New Guinea, yang ternyata pada hari-hari tertentu pasarnya sangat ramai, dan lebih banyak orang Papua New Guinea yang berbelanja ke Indonesia, daripada orang Papua yang belanja ke daerah Papua New Guinea. Dari obrolan dengan pemilik toko di sana, mereka pada umumnya juga memiliki toko di daerah Hamadi (pantai Timur Jayapura), dan rata-rata berasal dari Sulawesi Selatan.

Di kota Jayapura, ada warung tenda, menjual nasi goreng dan berbagai lauk pauk, penjual nya berasal dari Surabaya. Keuntungannya lumayan, karena memang rasanya enak. Dan penjual ini bercerita bahwa modal awalnya sangat sedikit, dan dia bisa setiap enam bulan sekali pulang ke Surabaya naik pesawat, untuk menengok anaknya.

Dari cerita di atas kita bisa belajar, bahwa di setiap kesempatan kita dapat menggali informasi. Pemilik Departemen Store yang sudah buka cabang di mana-mana tadi, mengawali usahanya dari sebuah toko kecil di daerah Pasar Baru, Jakarta, berdua dengan isterinya. Jadi, tidak ada usaha yang berkembang langsung menjadi besar, tetapi setapak demi setapak. Ada usaha yang kemudian berkembang menjadi besar, namun banyak juga yang relatif jalan di tempat. Jadi, siapapun bisa belajar, walau keberhasilan kadang ditentukan juga oleh bakat dan keberuntungan. Tapi, dengan ilmu yang telah dipelajari, kita bisa belajar, siapa tahu sebetulnya kita juga berbakat?

Nahh, kembali pada masalah pencapaian target, kita harus juga berhitung risikonya. Anda dapat memilih target yang besar-besar, tapi ingat kata-kata bahwa “high risk high return,” karena untuk usaha yang lebih besar, pada ekonomi sedang going concern, keuntungannya besar, serta pada umumnya administrasi keuangan tertata lebih baik, sehingga anda mudah mendapatkan data. Sedang jika yang anda bidik usaha kecil, maka anda perlu mendapatkan jumlah yang dibidik lebih banyak, pada umumnya administrasi keuangannya belum tertata baik, sehingga anda harus mencurahkan waktu lebih banyak untuk membantu dan mengarahkan agar ybs bersedia memperbaiki administrasi keuangannya. Dalam situasi ekonomi seperti sekarang, maka risiko yang terdiversifikasi, akan membuat anda tidur lebih nyenyak, karena usaha kecil lebih bertahan terhadap goncangan karena bahan baku maupun pasarnya di dalam negeri. Apapun yang anda pilih, semua ada plus dan minusnya, dan anda telah diberi “tool” untuk melakukannya, jadi apa yang dikawatirkan? Berani maju dan mencoba, hanya itu saran saya.

Catatan:

Tulisan ini ditujukan pada teman-teman peserta pelatihan, yang maaf baru sempat saya tulis sekarang. Semoga anda semua sukses, Amien.

Iklan

27 pemikiran pada “Bagaimana agar saya bisa mencapai target bisnis?

  1. Ibu menuliskan dengan bahasa yang enak dibaca dan gamblang. Benar Bu, kebanyakan bisnis dimulai dari kecil dulu, kalau belum apa-apa sudah ingin untung banyak, ya jualan narkoba saja hehehe… High risk high return kan.

    Mengasah intuisi kelayakan proyek ini, hampir sama dengan yang dijelaskan DM waktu itu di blognya. Kalau menurut saya masih ada satu kunci lagi, yaitu immerse atau lebih tepat, dalam bahasa managementnya engage dengan pekerjaan dan goal yang akan dicapai.

    Yoga,
    Betul, memang harus dilakukan secara bertahap, demikian pula cara mendidik AO, mereka harus senang (love), passion dan harus diimbangi skill yang memadai. Karena berkaitan dengan uang, maka risiko finansialnya sangat besar.

    Sedang bagi dunia usaha, memang sebaiknya memulai usaha dari kecil, dipahami benar seluk beluk usaha yang dilakukan, mengerti risiko yang dihadapi, dan secara bertahap akan membuka peluang usaha ke arah segmen atau jenis usaha lain, yang mendukung usaha utamanya.

    Lebih mudah menjelaskan secara tatap muka dibaning dengan menuliskannya…seperti yang pernah kita diskusikan.

  2. Wah, tulisan yang sangat berguna. makasih ya bu… hehehe… walau saya ndak berkarir sebagai AO, tapi pengetahuan ini tetap penting manakala nanti mau mulai berbisnis. amien… salam dan terima kasih banyak, Bu. -japs-

    Japspress,
    Tulisan ini juga bisa digunakan oleh orang yang bergerak di dunia usaha, minimal bahwa setiap usaha akan punya segmen tertentu, mengandung risiko, walaupun jenis usaha sama, ternyata pengelolaan dan pelayanan tetap disesuaikan dengan kondisi konsumennya.

  3. Sebagai marketing export, saya juga harus menganalisa pangsa pasar yang sedang saya hadapi. Termasuk keberadaan competitor yang dominan di suatu negara serta perbandingannya dengan cost yang harus dikeluarkan.
    Nice post, bu.

    Puak,
    Betul…..analisis pasar harus dilakukan terus menerus agar tak kehilangan pangsa pasar yang telah ada.
    Dan juga analisis keuangan, pergerakannya, serta BOPO (biaya operasional dibanding dengan pendapatan operasional nya) sehingga membuat kita selalu berpikir analisis biaya dan pendapatan, agar jangan sampai biaya tak dapat di tutup oleh pendapatan.

  4. Terkadang orang banyak membuat terget yang tidak realistis yang tidak memperhatikan sumberdaya yang ada (baik modal maupun SDM), ya tentu saja pencapaian target tersebut susah dicapai, apalagi kalau bisnis tersebut baru saja berdiri, sudah cepat mengharapkan BEP yang cepat dan tingkat ROI yang kurang masuk di akal.

    Yang penting memang seperti apa yang ada di artikel di atas, jika mulai dengan sesuatu yang kecil tetap berpegangan bahwa untuk menjadi besar membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak serta merta besar begitu saja, bahkan mungkin harus perlu suntikan modal entah dari mana. Yang penting kita tetap menjaga agar pertumbuhan bisnis tetap positif dengan membuka seluruh panca indra dan daya analisa kita terhadap pasar dan perekonomian makro dan juga memelihara atmosfir yang kondusif dalam skala mikro……

    Yari NK,
    Betul….untuk membuat target bisnis memang harus memahami bisnisnya, termasuk memahami analisa mikro dan makronya, sehingga tak asal pasang angka saja.

    Saya sependapat dengan komentar kang Yari, itulah yang harus dilakukan.

  5. Saya selalu senang menikmati ilmu2 terapan yang terbagi diforum ini, Bunda. Makasih ya.. 🙂

    Nug,
    Saya senang jika tulisan saya bermanfaat bagi orang lain.

  6. Bicara high risk high return, saya jadi inget teman saya yg juga pernah berjualan makanan di Papua sana. Laris banget, sampai kemudian ada oknum masyarakat yang datang menyerbu dan merusak warungnya. Akhirnya teman saya pun balik ke jawa jadi sopir.

    Bagaimanapun, emg kudu berani maju dan mencoba. Sepakat saya dengan gagasan ini.

    Akhmad Guntar,
    Hmm sebetulnya kalau berbisnis harus memperhitungkan dari segala risiko, termasuk risiko keamanan, seperti yang dialami temanmu tadi.

  7. menentukan target dan mencapainya memang sama2 sulit ya…

    Boyin,
    Tidak sulit jika kita memahami bisnisnya, dan realistis dalam memperkirakan targetnya.

  8. Benar bunda .. seperti disini .. McDonald dan Studio21, justru dibuka di Samarinda bukan di Balikpapan. Walaupun Samarinda ibukota propinsi tapi pintu gerbang Kaltim ada di Balikpapan.

    Dan baru² ini .. Hypermart tidak buka di Samarinda tapi malah buka di Balikpapan.

    Dan ajaibnya .. rumah makan Wong Solo tetap eksis di Samarinda dan sudah tutup di Balikpapan. Memang setiap daerah ato lokasi memiliki karakter konsumen yang berbeda² bu.

    Erander,
    Sejak dulu, Balikpapan lebih dikenal sebagai kota bisnis di banding Samarinda, mungkin karena ada pendorong ekonomi di sana, seperti adanya beberapa perusahaan minyak, yang akan mendorong perkembangan ekonomi di sekitarnya.

    Tapi memang senang kok, kita mengamati kondisi sekitar dan lebih senang lagi jika kita punya kesempatan berdiskusi dengan para pebisnis nya langsung.
    Bagaimana Mas Eby, tertarik memposting perkembangan ekonomi di Balikpapan? Saya belum pernah ke sana, tapi selama ini hanya mengikuti dari data yang saya peroleh.

  9. Iya Benar Bu… Makanya saya bisa betah lama bertemu Ibu, karena dapat ilmu perbankan, jadi tahu behind scene-nya, termasuk success story beberapa perusahaan. Selalu ada added value tiap pertemuan. Terimakasih Bu.

    Yoga
    ,
    Sama-sama, syukurlah bermanfaat
    (maaf di edit…japri ya)

  10. Mau belajar, kerja keras, tidak takut gagal, mungkin itu perlu ditanamakan juga ya Bu ?
    Salam.

    Toni,
    Betul…jangan menyerah jika gagal, karena jika terjadi kegagalan merupakan hal yang harus dipelajari, mengapa gagal, dimana letak kekeliruannya?
    Jadi, betul mas Toni, mau belajar terus menerus, kerja keras, berani mencoba dan tak takut gagal.

  11. Kayaknya kiat-kiat Bu Ratna … pantas jadi buku deh.

    Ersis Marmansyah Abbas,
    Jangan sekarang…ini masih sambil mikir dan mengumpulkan ingatan, bagaimana menggabungkan antara teori dan praktek dilapangan, serta menuliskannya dengan mudah. Jika sudah banyak, baru layak dipikirkan saran bapak, makasih sarannya.

  12. wah, gak bisa komentar saya. ijinkan saya membaca dengan pelan2n postingannya. termasuk komentarnya yang juga gak kalah mencerahkannya….suwun Mbak…

    Gus,
    Nggak apa-apa mas…..saya juga masih belajar terus, untuk mencoba menuliskan ilmu manajemen, praktek dilapangan, menjadi tulisan yang mudah dibaca.

  13. Klo menurutku…d Bandung itu, Abuba kalah sama Suiz. Sedangkan utk ukuran anak kos…knp musti bayar mahal klo warung steak dan steak cilaki aj lumayan rasanya namun murah harganya 😀

    Si bulet,
    Perkiraanmu mungkin ada benarnya…

  14. Saya pernah bicara dengan pemilik KFC di Indonesia,.dia bertanya coba tebak store KFC mana di Indonesia yang paling tinggi omzetnya..
    Jawabannya KFC si Sorong , Papua.

    Iman Brotoseno,
    Mungkin kawan-kawannya Fertob yang ikutan nyerbu ke sana.
    Kalau kita ketemu sendiri pemilik usaha tsb, dan dia menganalisisnya, akan diperoleh data yang menarik. Papa Rons, yang baru dibuka di Sentani Square (45 menit dari kota Jayapura), pengunjungnya sebagian besar adalah pendatang dan kaum ekspatriat. Mungkin karena baru buka, sehingga merupakan alternatif dari makanan yang selama ini ada, yang umumnya berupa masakan ikan (yang bagi saya malah enak, karena ikannya segar).

  15. Di Yogya, Alfa Gudang Rabat tak bisa eksis kini tempatnya dipakai Carrefour. Bahkan Makro pun kewalahan dengan adanya Carrefour ini. Apalagi dari sisi letak, carrefour lebih strategis di banding Makro. Sedangkan dari sesuatu yang ditawarkan kayaknya Carrefour juga lebih punya banyak variasi. Bukan hanya sekedar sebagai tempat belanja doang. Padahal letaknya sama2 di pinggiran kota Yogyakarta. Ternyata perlu kejelian juga ya Bu dalam hal ini agar konsumen berdatangan??

    Mufti AM,
    Nahh sekarang mas Mufti bisa mencoba menganalisanya kan, kira-kira mengapa bisa begitu? Jika sudah tertarik, kemudian mencari tahu, maka setiap kali kita akan melihat sekeliling kita, mengamati perubahan-perubahan yang ada, dan menarik sekali memperkirakan kemungkinan-kemungkinannya.

  16. uhm, ini soal segmentasi dan positioning ya…
    saya ngikut aja deh. masih harus belajar banyak soalnya 😀

    untuk bisnis secara umum, bukan hanya AO, menurut saya memulai usaha juga sesuatu yang dikuasai…atau paling tidak yang disukai
    karena learning cost membuka usaha tu muahal katanya
    iya gak ya?

    Wennyaulia,
    Bukan…tapi bagaimana cara kita agar mencapai target bisnis. Untuk memahaminya, tentu kita harus menguasai seluk beluk bisnis yang bersangkutan, segmen pelanggan yang akan kita bidik, dan siapa pelanggan kita sebenarnya, barang apa yang disukai. Kekuatan dan kelemahan pada produk/jasa yang dijual, serta bagaimana pelayanan pada pelanggan.

    Kemudian adalah, kita mau menekankan pada pelanggan yang mana. Jika kita punya target besar, misalnya mendapatkan pelanggan dengan nilai Rp. 20 miliar, mana yang akan kita pilih? Pelanggan kecil-kecil yang banyak sekali, tapi risikonya terdiversifikasi…atau pelanggan sedikit, nilai masing-masing individu besar, kita lebih fokus, tapi jika terjadi risiko pembenahannya (penyelamatannya) juga lebih sulit.

  17. Saya setuju dengan tulisanmu, Bu!
    Bagaimanapun juga pasar adalah orientasi yang harus dicapai dan dipenuhi meski… tak pernah berhenti bergerak ya…

    Seingat saya di Jogja, selain buku-buku filsafat, sekarang masyarakatnya juga sama2 menggemari buku-buku agama dan manajemen praktis.

    Nyaris tak ada diferensiasi dengan kota-kota lainnya.

    Donny Verdian,
    Sebagai orang luar, kita hanya bisa mengamati, namun jika kita bisa melihat datanya, akan banyak hal yang dapat diungkapkan. Seperti manager toko buku yang cerita pada saya, segmen pelanggannya ternyata berupa keluarga (ayah ibu dan anak-anak), komik nyaris tak tersentuh, jika buku manajemen yang ringan (bagaimana memulai usaha dsb nya) juga nyaris tak tersentuh. Dan hal ini berbeda saat dia menjadi manager di tempat lain, komik baru datang cepat sekali di serbu..

    Dari pengamatan sekilas (suami hobi baca dan mencari buku2 tertentu), Gramedia di Padang, berbeda dengan di Yogya, dan masing-masing cabang Gramedia di Jakarta juga berbeda dalam hal jenis buku yang dijualnya. Jelas, belanja buku di Yogya sangat menarik, terutama buat orang kayak suami, karena banyak mendapatkan buku, yang tak dijual di Jakarta.

  18. Halo Bu Eny apa kabar, sudah lama saya absen ngeblok. Saya sdg ada kerjaan di Aceh, sampai Maret 2009 nanti. Ceritanya jadi konsultan ADB untuk menggarap BPD Aceh. Sebetulnya yg cocok ini untuk BU Enny, karena ngajari orang2 BPD ACeh bagaimana memberi kredit komersial

    Papah Doni,
    Senang mendengar kabar bapak.
    Jadi sekarang sibuk menjadi konsultan ADB ya pak?
    Saat saya ke Aceh, saya mendengar, bahwa ADB akan memberikan bantuan kepada BPD Aceh, terutama untuk pengembangan kredit mikro. Mungkin bapak bisa mengambil peranan disitu pak, dari pengamatan sekilas (lha saya cuma mengajar dua hari awal tahun 2007), maka saat ini, untuk menggerakkan perekonomian agar merata di Aceh yang paling tepat adalah pembiayaan mikro dan ritel….dan lebih berani ke arah komersial, karena disinilah awalnya usaha bisa tumbuh dan berkembang.

    Saya sempat berkeliling dan ke pasar dekat Baiturrachman, ketemu para pedagang disana. Tapi yang penting kebijakan (KUP, PPK/SOP) juga harus disesuaikan pak, dan perlu juga mendorong perbaikan budaya kerjanya, agar semuanya secara komprehensip bisa makin baik. Saya banyak mengajar Credit Risk Management, banyak Pinca maupun Pincapem dari daerah NAD ikut serta. Saya berharap perekonomian di Aceh makin tumbuh…..

    Kalau untuk mengajar saya selalu siap pak….sejak jadi Project Officer Pengelola Kredit dulu.

  19. loh ceritanya kemana2 bu, maksudnya bu enny pasti bahwa target disusun juga berdasarkan pengalaman dan informasi yakz… 😀

    Arul,
    ceritanya kemana-mana untuk menjelaskan berbagai jenis bisnis yang pemiliknya atau managernya sempat ketemu, dan diskusi dengan saya. Ujungnya adalah, untuk mencapai target (karena ini sering ditanyakan saat pelatihan), adalah kita harus mengenal profil bisnis masing-masing usaha, mengenal titik risikonya, dan kemudian memahami, pembiayaan yang tepat seperti apa.

    Untuk mencapai target ada beberapa pilihan, jika ingin cepat, fokus, pilih atau arahkan pada bisnis besar, risiko besar tapi hasilnya juga besar, tapi kalau ekonomi gonjang ganjing, penyelamatannya makan waktu. Jika yang dipilih usaha kecil, akan lebih terdiversifikasi, risiko kecil, tapi harus membidik nasabah lebih banyak…menilai kelayakannya akan lebih berat, karena memakan waktu. Semua adalah pilihan, dan berdasar pengalaman saya….semua pilihan tadi dapat dilakukan.
    Sebetulnya hal ini lebih mudah jika diskusinya di kelas, dengan berbagai contoh.

  20. Luar biasa! nah, sekarang dari manakah seorang newbie harus memulai untuk belajar memahami situasi ini BU?

    Zulfikar,
    Untuk memulai usaha, mulailah dari kecil, bisnis yang kompetensinya benar-benar dikuasai, dan tahu persis pasar yang akan dituju. Dengan mulai dari kecil, risikonya kecil, dan pasti ada turun naiknya, bahkan ada kemungkinan terjadi kegagalan.

    Jika masuk Bank, akan mendapat pelatihan terus menerus….tapi setelah pelatihan, tetap harus bisa dilaksanakan dilapangan. Inilah yang menjadi pertanyaan, dalam situasi sekarang, bagaimana cara mendapatkan usaha yang layak untuk dibiayai? Untuk menilainya, ada berbagai tool, yang tak mungkin ditulis semua disini…tapi sebetulnya bisa dilakukan.

    Karena Zulfikar masih belajar teknik (elektro ya), tetaplah baca koran, atau baca melalui internet, betapapun Zulfikar harus memahami situasi dilapangan, agar nanti ilmumu juga bisa diterapkan dilapangan. Nggak usah kawatir, banyak alumni kampus gajah yang berhasil dalam bisnis…mulailah dari kecil dulu, dan yang kompetensinya memang kau kuasai.

  21. Betul Bu Enny, sekarang ini BPD Aceh banyak uang tapi kurang berani memberi pinjaman komersial. Portofolionya umumnya pinjaman pegawai yg langsung potong gaji, cari aman. Jadi secara makro kurang bermanfaat untuk perekonomian daerah. tentang proyek saya, masih baru introduction. Masih banyak yg harus ditindak lanjuti termasuk menyusun kebijakan, prosedur dan amnual. Biasalah kerja konsultan kan di incrit-incrit. Saya juga tahu apa nanti yang sebetulnya diperlukan BPD. Nanti kalau saya suadj selesai kita bicara lagi , siapa tahu ada proyek yg bisa kita kerjakan bersama. Saya dengar masih ngajar ya? dengan Pak Nengah? Saya di Aceh ngajak pak Prayoga, tentunya bersama team konsultan luar lainnya. Sampai ketemu lagi , sukses buat bu Eny

    Papah Doni,
    Iya pak, kadang saya mengajar bersama pak Nengah, kalau kebetulan ada kelas paralel ( 3 kelas seperti di Papua, dan 4 kelas seperti di Jatim), tapi lebih sering sendiri-sendiri jika memang hanya satu kelas.

  22. Ibu artikelnya baguuusss banget…….. pasti ibu sangat ahli dan berpengalaman di bidang itu yahhh……… salut bu!!!!!!!

    Ika,
    Syukurlah jika bermanfaat.
    Kalau sudah bekerja, tentu akan diminta membuat anggaran, diberi target dan harus dapat mencapai target yang ditetapkan tersebut. Pencapaian kinerja akan menjadi tolok ukur penilaian kinerja kita, untuk mendapatkan bonus, yang berbeda untuk masing-masing pekerja, berdasar performance kinerjanya. Jadi, mau tak mau harus dipahami, dan berjuang agar dapat mencapainya.

  23. Assalamualaikum ww, bu Enny saya ikut nimbrung nih kebetulan minggu ini lumayan banyak break untuk browsing macem-2 dan akhirnya ketemu dengan blog ibu. Sebelum mengomentari tulisan tentang mencapai target, saya jadi inget salah satu sms ke ex-customer service yang mengundurkan diri karena merasa kecewa dengan aturan yang berubah-2 secara sepihak oleh “employer”. Kira-2 pesan saya begini “Jutaan orang berusaha untuk berlayar mencapai tepi pelabuhan keberhasilan, namun hanya sedikit yang berhasil bersandar melepas sauh… yakni orang-2 yang meyakini cita-2nya sendiri dan mendayung untuk mencapai cita2 tsb.”. Inti dari pesan saya adalah untuk memberikan keyakinan kepada ybs bahwa memiliki cita2 itu sangat penting untuk mencapai kesuksesan..meskipun cita-2 tersebut mungkin aneh atau berbeda dari kebanyakan orang atau dengan kata lain “menjadi lain sendiri”.

    Kembali ke tulisan ibu bagaimana mencapai target bisnis? Di internet atau media lain banyak sekali tulisan yang memberikan kita-2, strategi, taktik dll untuk berhasil dalam berbisnis dan bekerja, namun rasanya banyak orang yang “gagal” walaupun sudah melakoni semua anjuran dari artikel, buku mentor & coach. Kalau boleh berbagai pengalaman, saya hanya ingin memberikan “clue” yang berbau filosofis bagaimana merintis jalan untuk mencapai keberhasilan (dalam arti sempit mencapai target bisnis).

    Awali dengan suatu cita-2 dan keingingan untuk keluar dari “general mainstream”, namun sebaliknya berusaha untuk “thinking out the box” karena dengan cara ini kita akan mendapatkan banyak ide dan gagasan melalui proses befikir kreatif (lateral thinking) yang memungkinkan kita untuk mencapai suatu keberhasilan “beyond expectation”. Thinking out the box atau lateral thinking merupakan suatu breakthrough untuk mengatasi kemapanan metal kita yang selalu berada dalam situasi comfort zone, malas untuk melakukan hal-2 baru atau merombak sistem yang telah berjalan bertahun2 dan semua orang merasa nyaman. Cara ini juga akan memberikan wawasan baru untuk menciptakan model bisnis dan segmen market baru yang bisa menjadi “blue ocean” bagi bisnis anda.

    Tentu ini suatu tantangan karena fikiran, ide atau gagasan akan menjadi common enemy, melawan arus dan lain sendiri… namun seperti apa yang saya sampaikan dimuka… jangan takut untuk mengambil sikap, menjalani dan membuktikan bahwa gagasan tersebut feasible untuk dilaksanakan… No doubt at all.

    Selamat Tahun Baru dan salam dari Melbounre

    Iwan Nazirwan
    ,
    Senang sekali mendengar berita Iwan, sekarang menetap di Melbourne?
    Selamat Tahun Baru, semoga Iwan semakin sukses ya..

    Saya sependapat Iwan, saya ngeblog selain mengisi waktu juga menyampaikan ide-ide, tapi karena segmen pembaca blog ini sangat bervariasi, maka yang dibahas memang masih mendasar dan sangat sederhana. Dalam prakteknya memang untuk mencapai target tertentu diperlukan dorongan atau motivasi yang kuat pada diri orang tsb, karena teori apapun tanpa praktek tak ada gunanya. Benar, harus berani berbeda.

    Dan blog ku ini isinya lebih banyak yang remeh temeh dibanding yang serius…..hehehe…namanya juga untuk mengisi waktu luang, biar nggak stres.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s