Mendorong Lembaga Keuangan Mikro yang mandiri secara finansial

Buku tulisan Marguerite S. Robinson, yang terdiri atas 3 (tiga) volume, menceritakan tentang bagaimana revolusi keuangan mikro. Dr. Robinson memasuki dunia keuangan mikro dengan latar belakang akademis dan profesional yang kuat sebagai seorang antropolog, setelah menghabiskan waktu bertahun-tahun di pedesaan di India, Indonesia dan Sri Lanka. Dia menggambarkan dirinya sebagai seorang antropolog keuangan, karena keahliannya yang unik untuk dapat mengerti dua pihak, rakyat miskin di daerah terpencil atau daerah kota yang miskin yang biasanya tidak mendapat pelayanan dari lembaga keuangan, dan pasar keuangan(Ira W. Lieberman).

Keuangan mikro telah menjadi topik pembicaraan yang luas, baik di tingkat nasional maupun global, karena perannya yang tidak terlepas dari upaya-upaya pengentasan kemiskinan. Penyediaan keuangan mikro dinilai merupakan salah satu pendekatan yang efektif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin. Keuangan mikro telah memberikan terobosan dalam memberikan akses keuangan bagi penduduk miskin dan para pengusaha mikro, yang umumnya dianggap tidak bankable jika diukur dari persyaratan teknis Bank konvensional. Tersedianya akses pembiayaan, termasuk juga jasa keuangan lainnya, seperti simpanan, transfer dana dan lain-lain, telah memungkinkan penduduk berpenghasilan rendah tersebut melakukan berbagai kegiatan ekonomi produktif dan mengembangkan kapasitas usahanya secara berkesinambungan sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidup mereka.

Kondisi tersebut menyebabkan banyak Bank ingin masuk dalam sektor pembiayaan mikro. Agar berhasil, maka Bank perlu membuat rancangan yang memasukkan fitur operasional dan manajemen sebagai berkut:

1.Manajemen yang efektif dan memiliki komitmen
2.Organisasi yang efisien, akuntabel dan padat karya
3.Sistem akuntansi dan pelaporan yang sederhana serta transparan
4.Pelatihan staf yang memadai dan pemberian insentif berdasarkan kinerja (performace based)
5.Desentralisasi wewenang dalam keputusan pemberian pinjaman
6.Pengawasan yang rutin dan teliti
7.Manajemen informasi yang sederhana dan sesuai
8.Produk dan layanan yang user friendly dengan harga yang pantas

Apapun struktur organisasinya, sebuah lembaga keuangan mikro yang berkesinambungan harus memiliki berbagai unsur tersebut.

Sumber bacaan:

  1. Ira W. Lieberman. Mantan CEO. Consultative Group to Assist the Poorest, 1995-1999. Manajer Senior. World Bank.
  2. Marguerite S. Robinson. 2003. The Micro Finance Revolution. The World Bank, Washington, D.C. Open Society Institute, New York.

Tulisan terkait:

https://edratna.wordpress.com/2007/04/21/ bagaimana-microfinance-dapat-menggerakkan-ekonomi
-masyarakat-berpenghasilan-rendah http://https://edratna.wordpress.com/2009/03/01/ edratna.wordpress.com/2009/01/14/blog-tentang-micro-banking/ https://edratna.wordpress.com/2009/03/01/ perubahan-budaya-yang-telah-berurat-berakar-mungkinkan/ https://edratna.wordpress.com/2009/03/09/ unit-pelatihan-yang-terintegrasi-mendukung-peningkatan
-kualitas-sdm-dalam-membangun-sistem-keuangan-mikro/
Iklan

16 pemikiran pada “Mendorong Lembaga Keuangan Mikro yang mandiri secara finansial

  1. Inti dari unsur-unsur yang di list Ibu adalah simplifikasi proses dan organisasi ya Bu?!

    Soalnya kalau nggak seperti itu, bahasa jawanya “nggak cucuk” karena uang yang didapat sedikit tapi operasionalnya besar…

    Bener, Bu?

    DV,
    Untuk memahami micro finance, selain harus memahami budaya masyarakat sekitarnya, juga harus mengelolanya dengan hati. Dan juga harus dibuat simple, cepat, akurat dan ada pada saat dibutuhkan. Overhead nya memang tinggi, namun risikonya lebih rendah dibanding pembiayaan pada sektor besar.

  2. saya ndak gitu ngerti mikroekonomi
    kayaknya lebih enak belajar makronya :mrgreen:

    tapi baca tulisan ibu, saya jadi mulai paham sedikit-sedikit :mrgreen:

    Wenny aulia
    ,
    Pada akhirnya kita harus memahami makro dan mikro.
    Mikro sangat berguna untuk memahami lebih detail keuangan kita…mempelajarinya mudah kok..lha saya malah bukan orang ekonomi, tapi akhirnya menyenangi ekonomi, karena selalu berubah.

  3. Tapi sayang bu kebijakan pemerintah biasanya kurang mendukung sektor yang mikro ini, mungkin kalo saya lolos di legislatip akan diperjuangkan habis-habisan, tapi sayang saya bukan caleg, he..he…
    Salam.

    Ubadmarko,
    Telah ada undang-undang UMKM no.20 tahun 2008…bisa dilihat dari internet.
    Dan sejak saya berkecimpung pada lembaga keuangan, pemerintah telah mencoba berbagai usaha untuk meningkatkan usaha mikro dan kecil ini, tapi kalau anda baca komentar pak Syafri, pelaksanaan dilapangan tidak mudah, apalagi sangat lekat pada unsur budaya masyarakatnya.
    Profil usaha mikro sendiri, dapat dikategorikan pada 2 kelompok: a) The Extremely Poor, dan The Economically Active Poor. Penanganan kedua kelompok ini sangat berbeda, anda bisa membaca dari tulisan saya terkait terdahulu, untuk bisa memahami masalah micro finance. Tanpa berkecimpung secara langsung, memang sulit sekali

  4. Semoga saja dana pembiayaan mikro tidak nyelonong kepada pengusaha-pengusaha yang sebenarnya tidak menjalankan usaha mikro. 😀

    Rafki RS,
    Saya tak paham pernyataan bapak. mungkin bapak mengasumsikan dana mikro dari pemerintah.
    Jika membaca tulisanku yang paling awal, ada dua pendekatan dalam kelompok micro finance, ada yang melalui subsidi dan ada yang termasuk The Economically Active Poor. Untuk kelompok The Economically Active Poor, mereka punya potensi ekonomi secara aktif, tapi miskin…kelompok ini bisa diberikan pinjaman, dan potensinya sangat tinggi. Inilah yang menyebabkan banyak Bank melirik ke micro finance, apalagi sejak krisis beberapa tahun lalu.
    Dan tentu saja, sumber penggunaan dananya harus benar dan terarah, karena dana diperoleh dari masyarakat mikro juga…kalau penggunaan dananya salah, maka akan terjadi non performing loan, dan Banknya menanggung kerugian.

    Atau pemahaman kita berbeda?

  5. Bunda, saya ko senangya ma tulisan bunda
    Saya jadi seperti sedang kuliah lagi..hehehehe tp dah terlambat neh…

    MrPall,
    Tak ada kata terlambat untuk belajar…..

  6. soyjoy76

    Pembiayaan mikro menurut saya emang perlu didukung Mba, supaya para pengusaha-pengusaha cilik itu ndak terjebak sama rentenir.

    Masalahnya buat bank-bank konvensional adalah, peraturan perbankan yang semakin ketat yang membuat mereka susah bergerak. Lebih parah lagi kalo kredit mikronya macet, terutama buat bank-bank plat merah, rugi bank = rugi negara = diusut sama KPK…

    soyjoy76,
    Pemerintah sejak dulu telah mempunyai aturan, dan malah tahun 2008 telah keluar uu tentang usaha mikro dan kecil…dan Indonesia juga mendapatkan award tentang pelaksanaan mikro di Indonesia, yang banyak didatangi negara lain untuk belajar. Anda bisa membaca hasil penelitiannya Marguerite S. Robinson, terutama buku vol 2, tentang :Lessons from Indonesia.

    Kalau Bank tak berani bergerak, Bank akan menanggung kerugian, karena biaya overhead tinggi, dan dana dari penyimpan tak mungkin disimpan dalam SBI semuanya, karena bunganya rendah.
    Dan Bank telah mempunyai KUP (Kebijakan Umum Perkreditan), ada Risk Management…bilamana mengikuti sistem prosedur yang ada, kita tak perlu takut, karena semua terdokumentasikan, sehingga siapapun yang baca akan mempunyai persepsi yang sama, baik dari BI, BPK maupun KPK.

    Bank juga dinilai tingkat kesehatannya, sehingga Bank harus mengikuti rencana kerja yang telah dianggarkan, bahkan kumpulan portfolio pinjaman maupun jenis pendanaan termasuk yang dianalisa dan menentukan tingkat kesehatan Bank.

  7. Kalo yang CSR itu masuk keuangan mikro juga ga ya?

    Iwan Awaludin,
    Itu dua hal yang sangat berbeda pak.
    Bapak bisa membaca postingan saya tentang CSR, dan juga tulisan tentang micro finance sejak awalnya (bisa dilihat dibagian bawah tulisan ini).

  8. Saya beberapa hari yang lalu kebetulan sempat menonton acara mengenai microfinancing di Ghana (Afrika) lewat saluran TV kabel CNBC. Di sana memang dijelaskan bagaimana microfinancing memang diperlukan sebagai penggerak ekonomi di sebuah desa terpencil seperti di Ghana ini di mana masyarakatnya masih pada taraf subsisten. Kegiatan industrinyapun sangat sederhana yaitu pembuatan bubur berprotein tinggi, yang mungkin di masyarakat kita bisa dibikin di dalam dapur rumah tangga kita tanpa perlu bantuan finansial dari luar.

    Tapi kesulitan tidak berhenti sampai di situ. Selain menghadapi kualitas SDM yang (maaf) kualitasnya sangat rendah, masyarakat di Afrika terutama di Ghana ini punya ‘kultur’ yang agak aneh. Para laki-lakinya ogah bekerja maunya ongkang2 kaki saja. Pekerjaan membuat bubur dianggap pekerjaan wanita dan tidak bergengsi, mereka hanya ingin bekerja di kantoran saja yang memakai dasi (nggak pernah ngaca kualitas mereka seperti apa rendahnya!!). Walhasil, yang bekerja adalah yang wanita saja. Tentu saja ini memberatkan perekonomian karena ternyata akhirnya banyak sekali laki2nya yang mengganggur.

    Wah pokoknya seru deh. Sayang saya tidak melihatnya dari awal. Pokoknya di sana digambarkan betapa rumitnya memajukan perekonomian suatu masyarakat yang masih subsisten. Microfinancing, yang kebanyakan dilakukan oleh ‘lembaga2 keuangan’ asing dari Inggris dan Perancis bekerjasama dengan otoritas setempat, memang sangat membantu, namun toh kalau sudah berbenturan dengan kultur seperti kasus di Ghana ini sepertinya runyam juga ya………

    Yari NK,
    Micro finance memang unik, dan agar berhasil, kita harus memahami budaya lingkungan sekitarnya. Dan itu semua harus dipelajari dan diterapkan, tak bisa sekedar hanya dari balik meja saja.

  9. mbak edratna….karena segmen lembaga keuangan mikro umumnya usaha mikro sampai sangat mikro….maka disamping ada studi kelayakan tentang bankable yang relatif tidak begitu ketat…maka dibutuhkan bimbingan dan supervisi bisnis…karena sdm mereka relatif masih rendah…khususnya managerial skill dan akses jejearing bisnis….pengalaman saya sebagai Kom-Ut BPRS di Bogor pemberian pembiayaan bagi para pebisnis mikro membutuhkan supervisi intensif…dan pemberdayaan yang bersinambung….kalau tidak maka siap-siaplah mengalami nonperforming financing yang di atas standar normal…

    Syafri Mangkuprawira,
    Betul pak…Bank yang bergerak dibidang mikro, agar berhasil, para stafnya juga diberikan pelatihan untuk juga sebagai konsultan bagi para debiturnya. Tanpa supervisi, maka kemungkinan berhasilnya kecil. Saya paham penjelasan bapak, apalagi kegiatan micro finance, sangat erat kaitannya dengan budaya setempat. Kadang pemberian pinjaman mikro di tempat yang satu lebih berhasil dibanding tempat lainnya, walau panduan umumnya sama, karena perbedaan pola pikir dan budaya masyarakat setempat.

  10. Mo tanya mbak…
    Bagaimana atau apa yang terjadi apabila salah satu atau beberapa fitur operasional dan management tersebut tidak dapat dilakukan oleh suatu lembaga keuangan mikro..

    Atmoko,
    Tentu ada pengaruhnya…tapi seberapa besar pengaruh itu, tentu tergantung struktur organisasi Banknya, kualitas SDM, dsb nya. Untuk menilai hal tsb perlu suatu metoda pengukuran atau penilaian dan dilakukan stress test…tentu saja tak mungkin didiskusikan disini, karena masing-masing Bank mempunyai plus dan minus sendiri.

  11. Asww. bu saya baru upload tulisan ttg Islamic community-based microfinance di blog, versi lengkapnya ada di microfinance insight http://mikrobanker.wordpress.com

    Tulisan berikutnya ttg untold story – Dirut BRI pidato di PBB pada the International Year of Microcredit 2005

    Salam
    Iwan

    Iwan Nazirwan,
    Makasih Iwan…nanti saya tengok. Kalau ke Indonesia, kabar-kabari ya, siapa tahu kita sempat ketemu dan saya bisa ikut seminar micro banking nya

  12. @ubadbmarko

    gak harus jadi aleg untuk mengembangkan lembaga keuangan micro…

    karena di wilayah-wilayah jawa tengah dan jogja lembaga keuangan micro sangat berkembang dengan baik.
    sebagai contoh lembaga keuangan micro syariah beringharjo yang terletak di dekat pasar bringharjo (jogja) memiliki asset yang besar yaitu sekitar 24Milyar

    FYI beberapa tahun terakhir pemerintah jg memberikan stimulus berupa dana bergulir baik yg konvensional maupun syariah. Dana tersebut digulirkan melalui bank-bank yang memang ditunjuk oleh departemen koperasi. sifat dana tersebut bukan hibah, melainkan harus dikembalikan dalam waktu sekitar 10 tahun dari perguliran awal. agar uang itu dapat di gulirkan kembali bagi lembaga keuangan micro

    @ibu Edratna
    mohon dijelaskan ttg desentralisasi wewenang keputusan pemberian pinjaman, karena bagian ini (penyaluran dana) merupakan salah satu bagian penting dari keberlangsungan lembaga keuangan micro.

  13. mulyadih

    makasih ya bu, ternyata masih ada orang yang peduli untuk berbagi informasi microfinance

    Mulyadih,
    Sama-sama
    Sebetulnya banyak sekali kok yang perduli, tapi bekerja langsung dilapangan, dan tak gembar gembor

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s