Ini hanya obrolan santai, gara-gara tiga hari di Bandung hujan terus menerus dan kedinginan, namun menjadi punya banyak waktu mengobrol bersama anak di balik selimut. Kapan lagi bisa mengobrol asyik, karena kalau anak sudah besar, pasti sibuk sendiri-sendiri.
“Kalau udah menikah, apa masih perlu punya privacy?” tanya anak
“Tentu saja, masih perlu, bukankah kita tetap menjadi manusia yang sifatnya berbeda, tapi tentunya sudah ada semacam kesepakatan apa yang boleh dan tak boleh dilakukan,” jawab ibu.
“Benar juga ya, kenapa tiang yang digunakan untuk membangun rumah mesti berjarak, agar konstruksi rumah kokoh,” jawab anak.
Sebetulnya kebebasan untuk berekspresi tetap diperlukan, agar masing-masing bisa tetap menyalurkan hobi, serta bisa mempunyai teman, saya pernah membaca hal ini saat awal-awal menikah dari majalah “Ayahbunda”. Ya, itulah bacaanku, pada awal menikah dan sampai anak-anak menjelang remaja. Melalui majalah itu, saya memahami perbedaan komunikasi antara laki-laki dan perempuan, dan bagaimana pernikahan yang terlihat “adem ayem” saja, belum tentu pernikahan yang bahagia. Di majalah Ayahbunda, ada kolom “Dapatkah pernikahan ini diselamatkan?” yang diasuh oleh bu Kar dan mas Imam. Banyak kejadian-kejadian yang sebetulnya jika dilihat awam merupakan hal biasa, tapi bisa menjadi titik lemah, yang juga bisa mendorong pertengkaran hebat. Ada cerita seorang ibu, yang justru setelah semua anak-anaknya menikah, mengajukan gugatan cerai pada suaminya, yang membuat seluruh keluarga terperangah. Ternyata ibu tadi selama masa pernikahannya selalu menjadi pihak yang dikalahkan, dan suami sangat keras dalam menerapkan disiplin, sehingga si isteri bertahan hanya agar putra putrinya tak menjadi produk keluarga “broken home” yang akan menyulitkan mencari pasangan. Setelah semua putra putrinya menikah, ibu tadi tak sanggup lagi, menggugat cerai pada suaminya. Saya lupa cerita akhirnya, apakah pernikahan dapat diselamatkan, atau tidak.
Ketakutan ibu tadi wajar, karena saya ingat teman karibku, dia anak perempuan pertama di keluarga nya. Saat dikenalkan dengan keluarga calon suami, calon ayah mertua mewawancarai dengan detail, kapan dia lahir, kapan ayah ibu menikah, bagaimana acara adatnya, dsb nya. Setelah disetujui, dan menjadi keluarga besar di keluarga mertua tersebut, temanku akhirnya tahu, maksud wawancara tadi adalah untuk menyelidiki apakah dia dilahirkan setelah sembilan bulan ayah dan ibunya menikah, apakah ayah ibunya menikah bukan karena ada kehamilan terlebih dahulu. Saya ikut kaget, begitu pentingnya hal itu bagi keluarga mertuanya, karena ternyata calon isteri dari anak lelaki keluarga itu ada yang tak disetujui, dan saat menikah ayah ibu mertuanya tidak berkenan untuk hadir.
Kemajuan teknologi saat ini membuat kita mengenal beberapa situs pertemanan, dari Friendster, Multiply, dan belakangan ini yang lagi “in” adalah face book. Namun penggunaan FB juga harus berhati-hati, karena bisa menyulut pertengkaran tak perlu. Saat ada pertemuan dengan Bangaip, kebetulan saya datang duluan, dan ketemu salah seorang blogger, yang lagi kesal gara-gara FB ini. Karena teman blogger ini terbiasa bercanda, maka dia menulis di FB nya, yang ternyata ditanggapi oleh orang lain (temannya teman, yang bukan berarti teman langsung dari pemilik FB) dengan kata-kata kurang pantas.
Apakah anda biasa membuka inbox hape pasangan? Teman saya selalu punya barang-barang yang sama dengan suaminya, bahkan kartu namapun menjadi satu. Yang sebelah kiri alamat kantor dan pekerjaan isterinya, sebelah kanan alamat kantor dan pekerjaan suaminya. Hape pun sama merk dan warnanya. Gara-gara merk dan warna sama ini terjadi kekonyolan. Suatu ketika si isteri salah ambil hape suaminya, pas ada sms masuk, dia membukanya, betapa kagetnya setelah dibuka, ternyata sms tadi bernada mesra, yang tentu saja ditujukan untuk suaminya. Dan teman saya ini memang nekad, dia menjawab sms tersebut, dan asyik lah mereka berdua saling sms dan berjanji ketemu di suatu tempat. Si cewek yang sms ke suami teman, datang ke tempat yang ditentukan dengan hati berbunga-bunga, karena selama ini atasan (suami teman tadi) jarang menanggapi sms nya kecuali masalah pekerjaan. Bisa dibayangkan betapa hebohnya pertemuan tersebut, karena yang datang ternyata isteri atasannya (temanku tadi), yang kemudian menyulut pertengkaran lanjutan antar suami isteri di rumah. Suami, yang sebetulnya secara diam-diam ingin mengelak dari rongrongan si cewek, menjelaskan permasalahannya, yang tentu saja isterinya tak percaya. Syukurlah akhirnya hubungan teman tadi membaik, akibat campur tangan teman lainnya, yang meyakinkan bahwa suaminya tak seperti yang dibayangkan.
Apakah anda juga sharing pasword pada email? Ada beberapa masalah yang mengenai seorang teman. Gara-gara pacaran putus, menimbulkan masalah baru, karena dia lupa mengganti pasword emailnya, yang juga diketahui mantan pacarnya. Saya sendiri termasuk orang yang menganggap privacy penting, jadi ya tak pernah membuka inbox di hape pasangan, apalagi saling sharing pasword di email. Karena email tsb juga digunakan untuk pekerjaan, sehingga rasanya kita kurang punya etika jika sharing pasword pada email, karena ada beberapa email yang sifatnya rahasia.
“Ahh, ibu….sebetulnya tak masalah, jika kita tahu paswordnya pacar” kata anakku
“Masalah, jika email tadi adalah email yang juga ada kaitan dengan kantor. Juga siapa tahu ada orang yang menaksir kita (yang sebetulnya tak ada perasaan apa-apa), dan jika mengirim sesuatu lewat email, dapat menyebabkan pertengkaran yang tak perlu,” jawabku.
Entahlah, mana yang paling tepat, tentu anda sendiri yang bisa menentukan. Seperti apakah tipe anda, apakah anda ingin berbagi semuanya dengan pasangan, atau anda ingin pasangan dan kita tetap punya privacy masing-masing. Bukankah segala sesuatu yang terlalu blak-blakan juga tak baik?
waaahhh ibu,
kami mah menghargai sekali privacy pasangan.
Komputer kami beda, apalagi password kita tidak pernah kasih tahu tapi jika kami kebetulan sedang melihat juga tidak apa-apa.
HP? beda, dan saya dan dia tidak pernah buka inbox sms/email. Bahkan kadang kalau saya suruh dia angkat HP saya yang berdering dia tidak mau. Kaget kan yang menelepon saya seandainya dia menjawab.
Untung saja selama ini belum pernah terjadi masalah. Privacy tetap diperlukan meskipun sudah menikah. Namun kebanyakan orang Indonesia (bisa dibaca PRIA Indonesia) tidak menganggap penting (dan mungkin karena itu saya tidak bisa menikah dengan orang Indonesia).
EM
Ikkyu-San,
Saya memilih suami karena dia menghargai privacy saya, dan memberikan ruang kebebasan untuk berkreasi dan berkarir.
Kalo kami tetap ada hal-hal tertentu yg jadi privasi kami masing-masing meski sudah nggak banyak lagi …
Oemar Bakrie,
Masing-masing pasangan mempunyai kesepakatan sendiri, dan memang tak bisa disamakan.
begitu ya, Bu…
masih harus belajar banyak nih. lagi habis geger gara-gara inbox HP 🙂
Utaminingtyazzzz,
Inbox hape kenapa? Semoga tak menyangkut hal-hal yang sebaiknya tak dibaca orang lain
dulu menurut saya mungkin lebih baik kalau semuanya saling terbuka, bu. dengan membiasakan saling terbuka, maka komunikasi menjadi lancar. namun belakangan saya jadi berpikir bahwa memang ada hal-hal yang dapat dianggap tidak perlu diketahui oleh pasangan kita. misalnya yang dapat menimbulkan perasaan khawatir yang berlebihan, dsb.
yah, ga tau juga sih. belum pernah punya pasangan. hwehe…
v(^_^)
Farijs van Java,
Bukankah hal-hal yang terlalu terbuka juga tak baik? Ada hal-hal tertentu yang selayaknya tetap rahasia, biar tetap menjadi mistery, tapi kita yakin bahwa pasangan kita tak menyembunyikan hal yang tak wajar.
Hm.. privacy perlu. Tanpa itu sepertinya kita seakan hidup selalu dalam pengawasan atau bahkan lebih parah kecurigaan yaa.. 🙂
Nug,
Betul mas Nug…..privacy membuat kita malah menghormati kepercayaan pasangan terhadap kita
privacy pentingdalam suatu kapasitas yang pas bu..
kalo semua open ya susah
tapi kalo tersembunyi rapat lebih pusiing saya
hahahha
Ekaria27,
Semua harus pada kapasitas yang pas…buka2an juga tak menarik, karena menjadi tak ada rahasia sama sekali, tak ada kejutan…tapi kalau sembunyi2 an juga tak bagus.
Biasanya pasangan membicarakan, mana yang paling tepat untuk mereka berdua.
Rahasia, membuat diri manusia menjadi sedikit lebih lengkap kan Bu?
Iwan Aaludin,
hehehe…betul pak, biar ada unsur rahasia nya…ada kejutannya…kalau serba terbuka udah ga seru lagi…
Dulu aku dan eks-suami tidak punya privasi, ternyata aku malah dirugikan karena dia bisa mengakses rekeningku bahkan mengambil alih klienku (dari mengakses emailku). Rupanya jauh sebelum bercerai dia sudah pasang kuda-kuda. Sehingga aku hanya dapat 0€. Ngenes deh.
Betapa naifnya aku. Bukan deng … betapa begonya … wakakakakak …
Juliach,
Semua merupakan pembelajaran kan? Walau terkadang pembelajaran tsb menimbulkan kerudgian yang cukup besar
Bunda, setuju banget dech privacy itu penting banget.
Jadi inget ajaran babe tentang privacy ini. makanya Sampai saat ini dengan status sebagai istri, aku ngga berani buka dompet suamiku kalo suamiku ngga nyuruh untuk ambil uang di dompetnya. Begitu juga hape, aku ngga berani buka – buka hapenya, kalo buka hapenya aja di depan dia.
Aku setuju juga sama mbak Ekaria, ngga semuanya open n ngga semuanya tersembunyi. Suamiku tahu password emailku tapi dia ngga bakalan buka emailku.
Dia juga yg bikinkan saya blog n tahu passwordnya tapii ngga pernah dia buka-buka admin areanya blog saya 🙂
Retie,
Sebetulmnya hape juga saya taruh begitu saja di meja, tapi suami juga tak ada keinginan untuk buka-buka inbox, begitu pula saya.
Sebetulnya tinggal kepercayaan kita pada pasangan
Two thumbs untuk bunda…
Menurut saya bun,…hampir gak ada, malah semua hal yang menyangkut keluarga kita berdua nyaris diketahui oleh kedua belah pihak, apalagi soal hubungan pasutri sendiri, masalah buka2 hp buat saya gak ada masalah sama sekali untuk dilihat maupun melihat.., as long as we think that we didn’t do something wrong, why should i worried and afraid?? sesuatu yang bisa kita sembunyikan adalah aib keluarga kita atau bahkan kita sendiri yang sudah terjadi sebelum kita menikah dan tidak ada hubungan sama sekali dengan keluarga yang kita bina sekarang, dengan alasan hanya akan menambah masalah…
Semoga rukun sejahtera!!
Pakde,
Tiap pasangan biasanya memang punya aturan yang berbeda dan tak bisa dibandingkan dengan pasangan yang lain. Bagaimana nyamannya perasaan tsb saja, mana yang perlu di buka, atau tak perlu dikatakan.
Kadang, jika semua dibuka, malah otak menjadi penuh, apalagi seperti saya, yang mau mikirnya sederhana saja….yang prinsip-prinsip dan tak mau dipusingkan oleh hal-hal yang remeh.
privacy? mestilah tetap ada, karena walau kita sudah disatukan, tapi kita tetap memiliki diri masing2…
privacy menurut saya lebih kepada penghargaan dan penghormatan. meski tidak banyak, tapi kami tetap menghargai privacy masing-masing… dan itu penting!
Vizon,
Yup betul…kia menghormati pasangan, sehingga memberikan ruang gerak yang cukup, untuk menyalurkan hobinya, untuk tetap bergaul dengan teman-temannya.
Apalagi jika pekerjaannya berbeda, dan seperti saya, harus menandatangani pernyataan tak boleh membocorkan rahasia perusahaan…tentu ada hal yang tak boleh saya ceritakan bahkan pada orang terdekat sekalipun. Lagipula kalau diceritakan malah menambah beban pikiran
Privacy?? Tetap harus ada. Walaupun itu suami istri. Tentu privacy di sini bukan bermaksud untuk hal-hal yang negatif tetapi justru untuk menyelamatkan ketenangan keluarga itu sendiri. Misalnya: Dapat telepon dari teman di kantor mengenai pertengkaran/perselisihan kita dengan seorang teman di kantor, tentu pembicaraan tersebut adalah privacy kita walaupun bisa juga kalau kita ingin membuatnya menjadi tidak bersifat pribadi. Atau hal-hal lain yang bisa membuat pasangan hidup kita cemas, tentu itu juga harus ada privacy-nya tentu dengan maksud2 positif.
Hal tersebut juga berlaku di dunia maya, dan harus saling menghormati. Banyak orang yang tidak terlalu nyaman mengekspos dirinya dan keluarganya di dunia maya, ada juga yang jor-joran membuka dirinya dan keluarganya di dunia maya walaupun banyak juga yang bohong (terutama lewat FB atau FS). Apapun itu yang penting hormatilah privacy setiap orang yang kita kenal seketat atau selonggar apapun privacynya……..
Yari NK,
Betul kang Yari…privacy bukan untuk menyembunyikan sesuatu, hanya agar tak menambah beban pikiran tak perlu…
suami istri itu tetap saja individu yang berbeda, jadi sah-sah saja kalau punya privasi sendiri-sendiri…
*itu menurut saya lho!
Cahsoleh,
Yup setuju….saya juga melihat panutan ayah ibuku sendiri, yang saling menghormati privacy masing-masing, bahkan privacy anak-anaknya.
wah, saya nikah belum ada setahun, privasi individu ngga ada masalah..
Muhamaze,
Hmm iya…tergantung kesepakatan dari pasangan masing-masing
Postingan yang bagus dan cukup mengena sebagai pengetahuan untuk suami istri seperti saya…
salam kenal ya Bu’…?
Mas Her,
Hmm…sekedar cerita, semuanya terserah pada kesepakatan pasangan masing-masing
dan menambahi kemesraan dengan spontanitas
….
terima kasih pembelajarannya Bunda
….
doa kan aku agar cepat menikah 🙂
Ilyas Asia,
Semoga doamu segera terkabul….
Saya dan istri sangat menghargai privacy masing-masing. Soal hp misalnya, saya tak pernah berani membuka inbox pesannya tanpa ijin atau sepengetahuannya, begitu pula sebaliknya.
Tapi, saya dan istri sepertinya juga tak marah walapun dibuka tanpa ijin. Sudah haknya pula untuk tau.
Suhadinet,
Sebetulnya kita juga tak pernah menyembunyikan sesuatu kan pak? Justru karena itu, kita juga malas membuka hape pasangan.
Sebetulnya semakin diberikan privacy, kita akan menjaga privacy itu untuk menjaga kehormatan keluarga…bukan untuk hal lain.
meski saia belum membina rumah tangga, tapi saia juga menjunjung banget privasi. Terkadang ada yang mesti dibagi, tapi juga ada yang gak harus dibagi–tapi dengan catatan hal yang gak dibagi bukanlah hal yang diluar norma…
Ian,
Betul..bahkan saat masih menjadi anak, kita pun menginginkan privacy kan? Agar orangtua juga menghargai kita sebagai anaknya, tak membuka surat yang ditujukan untuk kita?
mungkin ada perlunya privacy pada hal2 tertentu tetep dijaga pada setiap pasangan, terutama yang berkaitan dengan hobi atau pekerjaan. tapi kalau soal rumah tangga, agaknya perlu lebih terbuka utk menjaga kesalahpahaman. duh, ini hanya pendapat pribadi saya, bu.
Sawali Tuhusetya,
Sebetulnya apa yang boleh dan yang tak boleh, didiskusikan oleh pasangan masing-masing. Dan umumnya privacy adalah yang menyangkut dengan hubungan pekerjaan (seperti saya, harus menandatangani pernyataan untuk tak membuka rahasia kantor), atau urusan hobi. Lag pula, kita juga pusing kalau semua ingin diurusi.
Perlu ada memang.. Tp seiring bjalanx waktu, saya sama suami jd makin belajar sisi mana yg butuh privacy dan mana yg bs sharing bsama2…
nA,
Pada akhirnya kita akan mengetahui mana yang pas untuk diceritakan, mana yang tak perlu diceritakan.
saya kebetulan semua open bu,
ngga pake rahasia.
belajar dari case orangtua.
dan rasanya itu lebih nyaman buat saya
Mascayo,
Sebetulnya tergantung dari komitmen antara pasangan. Wahh lha kalau pekerjaan saya ceritakan pada suami, selain melanggar aturan, juga malah bikin pusing. Suamipun jika cerita urusan kantornya, nanti malah jadi kepikiran. Kalau soal rumah tangga sih bisa terbuka, urusan anak dsb nya, Kalau anak sudah besar, kita juga menghargai privacy mereka, tak membuka surat-surat yang ditujukan pada anak dsb nya. Dan terus terang saya juga ga ingin tahu apa isi inbox hape suami, atau isi dompet suami, walau kadang-kadang suami minta tolong diambilkan sesuatu dari dompetnya.
Mmm… kalau ada privacy, tidakkah nati ada kecurigaan? 😀 *Maaf blm berkeluarga sih… jadinya ga tahu*
Mathematicse,
Biasanya memang ada kesepakatan..lihat jawabanku pada Mascayo.
Ada hal-hal yang juga tak boleh dibicarakan pada semabarang orang, mis menyangkut pekerjaan, apalagi jika bekerja pada lembaga tertentu yang harus menjaga rahasia klien (ada undang-undang nya).
ngeri juga ya kalo keliru ambil hape gitu. pakabar bu? lama tak kunjung kemari nih saya. sukses selalu ya
Antown,
Hehehe….memang lucu dan seru…saat diceritakan, saya malah geli setengah mati, dan temanku marah….hahaha…Ada2 aja.
Alhamdulillah suami saya, tetap menghargai privacy saya, begitu juga saya. habis kami mbeda jalur, saya senang tehnologi, suami seniman, jadi sering ndak nyambung. Saya senang di rumah, suami suka kumpul-kumpul sesama seniman, bahkan rumahku sering jadi sarang seniman, sarang gamer dan sebentar lagi jadi sarang bloger.
Saya sangat mendukung suami dan suami juga mendukung kegiatan saya. Karena kedua anak saya lebih suka tehnologi juga, jadi saya lebih banyak sama anak-anak.
Jika suami ada kegiatan saya sering ikut tapi lebih suka menyendiri mojok baca buku, atau bagian mengerjakan promosi, dokumentasi dan semua yang berbau tehnologi.
Saya sangat bangga pada suami saya.
Saat ini suami gencar melestarikan budaya, saya beda jalur, sedang gencar menyemangati siswa-siswa dan teman serta lingkungan di bidang IT. kami saling mendukung.
Saya sangat percaya sama suami. Bahkan saya jarang menyimpan / minta penghasilan suami, takutnya habis karena saya boros. Kalau dipegang suami jadi simpanan kalau saya yang pegang, berapapun cepat habis. Makanya saya takut pegang uang. Alhamdulillah suami saya sampai hari ini bisa dipercaya, semoga sampai kami matipun masih bisa dipercaya. Amin!.
Puspita,
Saya kalau buka2an juga malah pusing, walau suami juga terbuka, dia nggak apa2 saya buka inbox maupun dompet, Lha kalau ikutan urusan kantor, lha saya dunianya berbeda, ntar malah bingung.
Memang kalau urusan rumah tangga dan anak terbuka, kan kita memang menjadi manajer nya…
Owalah.. ya privacy itu penting bu. Apapun. Mau nikah baru sebulan, ataupun ketika sudah merayakan pernikahan emas. CUman sulitnya itu memang mengerem rasa penasaran kita sebagai wanita,.. Hehe.. padahal, kadang2 tidak tahu malah lebih bikin “adem” daripada tahu sesuatu..
Titiw,
Kalau saya jarang penasaran, tapi termasuk cuek karena yang dipikir sudah banyak sekali.
Kalau mesti yang lain-lain juga dipikirin, ntar malah pusing.
Jadi, memang terbuka, namun tetap ada privacy…bukan karena tak mau terbuka, tapi lebih karena berbagi tugas dan kewenangan
Bu, kadang-kadang memang ada hal-hal tertentu yang sebaiknya tidak diketahui orang lain. Karena kalo orang itu tau, malah akan jadi mudharat bagi orang tersebut. Kadang-kadang ketidaktahuan adalah berkah.
Mudah-mudahan kita dan kekasih masing-masing bisa menjaga privacy pribadi sekaligus komunikasi antar personal dengan baik.
Vicky Laurentina,
Iya, tiap pasangan akan bisa memahami, mana sebaiknya yang pake privacy, mana yang tidak.
Dan semakin masing-masing sibuk, biasanya juga tak mau mengurusi hal-hal yang remeh temeh….
Privacy sangat perlu, tapi kejujuran dan keterbukaan menurut saya jauh lebih penting.
Bacaannya Ayah Bunda ya Bu? Sama dg saya/istri.
Zulmasri,
Iya…Ayah Bunda benar-benar menolongku, karena di Jakarta benar-benar sendiri, jauh dari siapapun. Dan saat saya punya anak, ibu sudah sakit2an, dan ibu mertua sudah almarhum. Pulang dari rumah sakitpun, kami menggendong bayi, hanya berdua
Saya tipe yang harus tetap memiliki wilayah privat Bu, dan saya juga sangat menghargai wilayah privat isteri saya. Bagi saya itu keharusan. Paling sederhana (namun prinsip bagi saya), saya sangat tak suka buka hape dan dompet isteri saya, tak perlu bertanya dia terima telp atau sms dari siapa. Kecuali sudah lewat jam 12 malam. Nah, itu baru wajib di tanya.
Pakacil,
Iya, memang ada hal-hal tertentu yang perlu terbuka, ada yang cukup diketahui. Wahh..kalau saya terima sms di waktu malam, sering banget..isi nya besok harus datang lebih pagi, untuk menyiapkan bahan rapat dadakan. Dan jam 2 malampun terkadang masih ada telepon. Dan bos juga sering telepon suami, pinjam isterinya karena harus nglembur, padahal akhir pekan…tapi suami saya tak masalah, karena memang tahu persis apa yang saya kerjakan.
Kadang suami mengajak anak-anak ke kantor jika isteri terpaksa nglembur, supaya anak-anak juga tahu mengapa ibu tak ada di rumah saat libur, demikian juga isteri anak buahku…jadi kami semua saling mengenal.
Privacy memang penting, tapi tak perlu jadi tameng untuk melindungi ketidakjujuran dan pengkhianatan. Repot juga kalau privasi terlalu berlebihan sehingga menggerus kejujuran dan keterbukaan. Ntar seperti Sleeping with Enemy-nya Julia Roberts
Racheedus,
Biasanya suami isteri telah memahami, apa yang perlu dan tak perlu dibicarakan. Mungkin kalau semua dibicarakan juga jenuh, apalagi jika masalah kantor, salah-salah malah menyuruh isteri keluar aja…hehehe
Dan privacy ini ada aturannya, kalau pekerjaan kan memang tak boleh dibicarakan pada orang lain, seperti bidang tugasku, ada undang-undang nya tak boleh membocorkan rahasia klien.
saya baru baca yang seperti ini…
Salam, dah lama gak kesini…
Randualamsyah,
Hmmm…..
Privacy memang perlu dan perlu juga disesuaikan dengan batasan tertentu
Wahyu,
Yup…betul
kalo menurut saya perlu itu bun
Reallylife,
Bahkan privacy seorang anak tetap harus dihormati oleh orangtua nya kan?
Kami (aku dan suami) juga menjaga privasi itu kok, Bun. Kecuali ada hal yang harus kami bagi berdua, untuk tidak merasa ‘jalan sendiri’
Puak,
Memang apa saja yang dianggap sebagai privacy harus dibicarakan dulu antara pasangan
waaah…harus itu mbak…
kalau gak ada privacy…trus gak bisa mikir…kalau tiba tiba salah satu dari kita membaca hal yang kurang nyaman..
biarlah masing masing menyelesaikan hal hal kecil sendiri2..kecuali hal yang prinsip..memang harus di bicarakan…
Btw…tulisannya bagus mbak…mengingatkan seorang teman…kalau PADU/ cek cok…pakai Handphone…SMS an.katanya irit tenaga….he.he.he..Ada ada saja…
Dyahsuminar,
Waduhh ..lha kalau padu lewat sms, bisa2 jempol tangannya sakit, kebanyakan nutul hape….
Wah kalo aku harus bener2 membahasnya di awal
Sehingga ketika rumah tangga, bisa dijalani full cinta 🙂
Achoey,
Memang harus dibahas, karena biar tak menimbulkan polemik yang tak perlu. Menurut isteri masalah X sudah termasuk privacy, padahal menurut suami, harus terbuka.
Sejak pacaran dengan siapapun dulu yang menjadi pacar, saya ndak pernah ‘masuk’ terlalu dalam ke ranah privacy mereka, Bu.
Bagi saya, mereka adalah makhluk yang personal juga lengkap dengan segala personality dan privacy mereka.
Setelah menikah, pun saya demikian.
Saya ndak pernah mbuka sms ataupun email istri kecuali diminta. Password email memang ia share, tapi saya ndak pernah berusaha mengingat dan ketika ia minta saya buka inboxnya, saya slalu bilang “Pass mu apa aku lupa?” (Dan terkadang malah bikin ia jengkel karena kesannya aku nggak memerhatikan).
Hanya sesekali ketika saya ingin bertanya tentang SMS yang barusan ia terima, saya cukup tanya “SMS dari siapa?”
Tapi itupun hanya bertanya, bukan curiga..:)
Keterbukaan memang baik tapi tetap menjaga dan memelihara pasangan kita agar tetap menjadi manusia 🙂
DV,
Pada dasarnya kita harus saling menghargai antara pasangan. Ada hal yang perlu didiskusikan, ada juga hal yang perlu dipikir sendiri.
Dan kita juga males kan ngurusi inbox…rasanya urusan yang dibawah tanggung jawabku aja, mesti akrobat untuk memastikan semuanya baik-baik aja….hahaha
Setuju sekali dengan privacy, asal jangan main curang, kita sdh memberikan privacy eh.. dianya malah mau menang sendiri, (dia boleh buka2 HP kita, sementara pas HPnya mau dipinjam.. ngga dibolehin.
Fery79,
Curang? Hmm ini mesti dikomunikasikan…berarti komunikasi belum lancar.
Setuju bunda Ratna, meski kita sudah menikah terkadang suatu tempo, kita juga membutuhkan waktu2 privasi, dan hal2 yang masih kita anggap sebagai privasi.
Saya juga merasakan hal demikian, karena justru diwaktu2 itulah kita terkadang dapat merefresh kembali apa2 yang perlu kita kerjakan atau saya benahi, agar kedepannya hidup kita tidak monoton.
Terima ksh atas ulasan bunda yang unik ini, see you bunda Ratna 🙂 🙂 🙂
best regard,
Bintang
Elindasari,
Iya, privacy bukan untuk hal buruk…hanya agar kita tak memikirkan semuanya, apalagi jika keduanya bekerja, dan bidang pekerjaannya berbeda.
password… ya itu susahnya untuk suami istri yang beda profesi, dimana istri saya tak begitu paham tentang komputer. tapi karena tren skarang hampir semua bersentuhan dengan internet mau tak mau saya harus terlibat membantunya. membantunya disini diantaranya adalah membuatkan email, yg mana otomatis password saya ketahui juga :).
untuk masalah lain. saya dan istri sudah memahami akan keprivasian masing2, sehingga benda HP, Diari, dan Dompet adalah barang yang ‘haram’ disentuh tanpa ijin pasangan.
Novi,
Hmm iya…kadang karena dibuatkan pasword jadi tahu. Kalau saya kan ada email kantor untuk pekerjaan, dan ada email yang umum.
sekali lagi. informasi yang berharga.. 😀
Zam,
Syukurlah, jika bermanfaat
Setiap orang tentu memiliki privacynya masing-masing. Dalam keluarga, privacy pun diperlukan tentunya dalam batas yang wajar.
Bahkan saya sendiri belum pernah tahu bagaimana ayah dan ibu saya ketika lagi ribut2. Tapi ada tetangga yang kalau lagi ribut suaranya sampai terdengar hingga ke luar rumah.
Mufti AM,
Ya, setiap rumahtangga memang mempunyai ciri khas masing-masing yang tak dapat diperbandingkan antara satu dan lainnya
Buat aku privacy itu penting bunda, tapi lebih penting lagi komunikasi dan keterbukaan. jangan mentang atas nama privacy kita menyembunyikan sesuatu yg layak pasangan ketahui…
Ria,
Privacy tentunya dilakukan dengan penuh tanggung jawab, demi kenyamanan dan keamanan keluarga, bukan untuk main sembunyian.
Karena jika semua dibuka, juga pusing, apalagi jika bidang kerjaan berbeda…lha malah repot sendiri.
Aku tau ada privacy yang kelewatan, Bunda .. antara suami dan istri …
Mereka sama-sama berpenghasilan, uang dipisahkan dengan jelas uangmu uangmu, uangku uangku, sampai anak pun bingung mau minta duit sama siapa ..
Untungnya masih kecil-kecil, kalau sudah besar bingung juga uang sekolah dan kuliah gimana, tapi kudengar mereka, suami istri ini patungan untuk semua keperluan dalam jumlah yang sama …
Hhhh …
Muzda,
Ahh kok ribet banget, teman-temanku tak seribet itu kok mengatur keuangannya, walau keduanya bekerja. Saya juga santai, walau diatur terpisah, lha bagaimana kan suami lebih banyak di Bandung, dan saya di Jakarta.
Kalau kita saking percaya, dan memberikan kewenangan dan kelonggaran dalam batas yang disepakati, maka hati juga menjadi ringan.
yup..privasi memang penting…saya juga sangat menjunjung tinggi privasi masing2…, kami punya “kebebasan” yg berdasar kepercayaan.
tapi dalam keuangan kami ngga punya privasi..hehehe apa2 sharing account, dan saling percaya.
sebagai contoh, saya pulang kampung dan duit yg saya pakai banyak, pasti saya cerita untuk apa duit itu semua saya kluarkan, juga hubby, setiap dia beli sesuatu selalu dia tunjukin make card yg mana, jadi ngga kaget klo ada tagihan yg lumayan banyak.
Wieda,
Kami punya kewenangan masing-masing (ceile….kayak di kantor aja), dimana ada batas wewenang suami, wewenang isteri, dan apa yang harus didiskusikan oleh suami isteri sebelum memutuskan sesuatu.
Hal ini untuk memudahkan memanage….dan tentu saja saya punya catatan pengeluaran, yang terbuka, dan setiap saat suami bisa mengakses.
sejauh ini semuanya okay, dan saya harap selalu begitu
Saya memilih agar tiap orang dlm pasangan punya privasi. Tp ini justru harus dibangun dr sikap percaya. Istri saya sendiri, ndak tau PIN ATM saya, password email saya bahkan jg tak pernah melihat inbox HP. Dia tahu bhw saya akan memberi tahu dia apa2 yg perlu dia tahu pd waktu yg saya tahu tepat buat dia.
Akhmad Guntar,
Sebelum menanggapi…kok blogmu sulit di akses ya??
Hmm ya, privacy sebetulnya untuk memudahkan, agar tak setiap kali harus lapor dulu, atau bilang dulu….apalagi jika keduanya sama sibuk.
Ini kan mirip perusahaan, setiap posisi punya tanggung jawab masing-masing, ada batasan kewenangan. Dan jika kewenangan digunakan sesuai etika yang disepakati, maka semuanya menjadi lebih mudah. Apalagi jika email untuk urusan pekerjaan, mosok dikasih tahu pada orang lain….kan banyak hal-hal rahasia perusahaan, mis draft perjanjian….tentu tak boleh dibaca orang yang bukan wewenangnya kan?
Ibu …
Ini pertanyaan klasik …
Sangat menggelitik …
Tapi terus terang saya tidak tau jawabnya …
Saling percaya adalah kunci utama tiap pasangan …
Dan jika sudah saling percaya tanpa syarat … masih perlukah privacy ???
Privacy adalah Hak individual … tapi sering disalah gunakan …
Sebaliknya … tanpa privasi … ada kecenderungan satu sama lain akan saling intervensi wilayah pribadi …
NH18,
Masing-masing pasangan punya pola tersendiri, disesuaikan dengan kondisi pasangan masing-masing, sehingga tak ada rumus yang pas untuk semuanya.
Bukankah kita sendiri memberikan privacy pada anak kita? Tak membuka buku hariannya, tak membaca inbox nya, dan juga setiap kali mendiskusikan beberapa hari sebelumnya jika menginginkan anak terlibat dalam acara keluarga, agar mereka tak terlanjur janji sama teman, yang nantinya menjadi repot, karena tentu tak enak membatalkan janji tsb.
guuud posting…aku setuju yang masi pake privasi…byar lebih nyaman hehehe…
salam kenal..newbloger
Saifulnalyoom,
Salam kenal juga….
Kalimat Ani (?) di awal tulisan ini : “kenapa tiang yang digunakan untuk membangun rumah mesti berjarak, agar konstruksi rumah kokoh” mengingatkan saya pada puisi Kahlil Gibran yang berbicara tentang perkawinan.
saling isilah piala minumanmu
tapi jangan minum dari satu piala
saling bagilah rotimu
jangan makan dari pinggan yang sama
bernyanyi dan menarilah bersama
dalam segala sukacita
hanya biarkanlah masing-masing menghayati ketunggalannya
tali rebana masing-masing punya hidup sendiri
walau lagu yang sama sedang menggetarkannya
tegaklah berjajar, namun jangan terlampau dekat
bukankah tiang-tiang candi tidak dibangun terlalu rapat?
dan pohon jati serta pohon cemara
tidak tumbuh dalam bayangan masing-masing
Memang betul Mbak Enny, saya setuju bahwa privacy penting bagi masing-masing pasangan. Tentunya privacy disini adalah privacy dalam arti positif, yaitu kebutuhan seseorang untuk menjadi dirinya sendiri, bukan privacy untuk menyembunyikan hal-hal yang sifatnya ketidaksetiaan atau kecurangan kepada pasangan.
Tutinonka,
Wahh saya terharu membaca komentar mbak Tuti, memang seperti itulah privacy yang dimaksud…bukan privacy untuk saling menyembunyikan sesuatu. Privacy yang memberikan pada pasangan tetap punya hobi (yang kadang berbeda), memberikan kesempatan meraih karir, bergaul dengan teman, namun pasti ada batasan yang disepakati berdua, karena bagaimanapun sudah terikat dalam janji suami isteri.
Privacy memang perlu. Bukan apa-apa. Kalau semuanya terbuka khawatir masalah kecil yang seharusnya bukan masalah bisa menjadi masalah. Jadi, masing2 harus percaya kepada pasangannya. Tetapi kalau sang pasangan terpaksa mengetahuinya, ya jangan langsung marah. Biasa aja…
Hery Azwan,
Sebetulnya privacy ini bukan untuk menyembunyikan sesuatu dari pasangan, hanya agar memudahkan kewenangan dalam pengelolaan rumah tangga. Dan kalau pasangan kebetulan ingin tahu, ya nggak apa-apa karena memang tak ada yang disembunyikan. Kecuali masalah kerjaan, karena memang ada beberapa perusahaan yang harus menjaga kerahasiaan pekerjaan, bahkan dilindungi oleh uu.
saya tidak pernah masalah jika pin diketahui suami, jika inbox hp dan email dibaca suami..bahkan kadang saya malah berharap suami mau buka inbox atau call register hp,buka email dll…tahu2 dg siapa saya sudah ngobrol,tahu apa yg sedang saya hadapi supaya tidak susah2 saya menyampaikannya…meringankan pekerjaan dan efisiensi waktu…bisa buat ngobrolin hal lain ketika jumpa dg suami yg cuma sabtu minggu (malkum di luar kota)..itu kalo saya ..tetapi… saya juga setuju juga jika suami tidak berlaku sama dg alasan privacy masing2 dihormati..toh jika memang ada apa2 dari pasangan yg tidak sehat terhadap hubungan perkawinan saya percaya pada pepatah sepandai-pandai tupai melompat akan jatuh juga ya bu….
Ari,
Privacy yang dimaksud mungkin lebih tepatnya, seperti komentar mbak Tutinonka di atas . Bukan kok ingin menyembunyikan sesuatu, tapi lebih kepada memudahkan pengelolaan rumah tangga.
Dan jika pekerjaan seperti saya (sebelum pensiun), urusan kantor benar2 harus terpisah, karena memang karyawan dilarang membocorkan rahasia konsumen, dan ini dilindungi uu. Sedangkan email, terutama email kantor kan banyak yang isinya berupa pekerjaan, draft agrrement dsb nya.
Jadi, semua tergantung kondisi dan situasi keluarga masing-masing
“Entahlah, mana yang paling tepat, tentu anda sendiri yang bisa menentukan. Seperti apakah tipe anda, apakah anda ingin berbagi semuanya dengan pasangan, atau anda ingin pasangan dan kita tetap punya privacy masing-masing. Bukankah segala sesuatu yang terlalu blak-blakan juga tak baik?”
Paragraf terakhir ini yang menjadi kunci/isi yang menurutku paling tepat 🙂
Coretan pinggir,
hehehe…betul….bahkan terkadang kita suka bingung sendiri….
Kalau kami setelah menikah semuanya terbuka , Bu. Password dan apapun itu semuanya saling terbuka, karena pendapat kami keterbukaan itu penting. Beruntung kami berdua sama-sama dewasa , jadi kalaupun ada kasus sms2 mesra, flirting dll, kami sama-sama berkepala dingin menghadapinya. Justru dibicarakan dengan terbuka untuk semua hal 🙂 Kami sudah tiga tahun menikah dan merasa sangat comfort dengan keterbukaan yang amat sangat ini 😉 Tapi ya tiap orang punya kasus dan caranya masing-masing 😀 gak bisa digeneralisasi, hanya ingin sharing saja kalau dalam kasus kami gak ada lagi tuh privacy sendiri-sendiri, bener-bener terbuka dan transparan dalam semua hal 🙂
Shinta,
Setiap pasangan mempunyai kesepakatan yang tak bisa disamakan antara pasangan satu dan lainnya. Apalagi sifat dan karakter pasangan juga berbeda, juga apakah kedua pasangan bekerja di luar rumah, atau hanya salah satu yang bekerja. Bidang pekerjaan juga menentukan, seperti keluarga saya, isterinya tentara, justru pada masa-masa sulit…sang isteri terjun dilapangan, disini diperlukan dukungan suami, yang malah momong anak2nya saat masih kecil. Juga ada beberapa rahasia perusahaan, menyangkut keamanan, hukum, yang tak bisa diceritakan begitu saja pada pihak lain, bahkan pada pasangan kita. Bahwa kita harus melindungi nama klien dsb nya.
salam kenal..privasi pasti ada dalam diri masing2 individu tp perlu diingat jika kita sdh mjd pasangan dg dilandasi dgn dasar terbuka dan open mind tdk ada yg perlu dimasalahkan..lain halnya jika kita ‘berlindung’ dibalik privasi untuk tujuan ‘menutupi’ sesuatu,komunikasi adalah jwbnya..hp,dompet,urusan kantor,kerjaan memang privasi ..sekali lagi jgn disalah gunakan..jika ditanya alangkah baiknya jika kita sbg pasangan memberikan jwban dengan clear agar membuat pasangan kita lbh tenang dengan komitmen dan tanggung jwb mengelola privasi..Wallahu alam..thx
betul banget tuh bu ulasannya..setiap pasangan suami istri memang harus menghargai privacy masing2 tapi bukan untuk menutupi kecurangan…kalau kasusnya sang suami selalu curigaan sama sang istri yang jelas2 tdk berbuat apa2 seperti yang dicurigai suaminya gimana tuh bu ngatasinnya..
Hai…salam kenal ya bu….boleh tanya ga? aku juga orangnya amat sangat menghormati privacy masing2. tapi klo ternyata ada telpon yang mencurigakan untuk dia dan ada sms di subuh2 buta gimana? Yang makin bikin aku aneh lagi adalah telpon yang dia terima itu sama dia di reject atau dibiarkan ga di angkat. Waktu aku nanya dia malah diem dan bilang ‘ga penting’. Waktu dia tidur, aku cek hpnya dan di Call list itu udah g ada. yang berarti di hapus sama dia. Bingung kan? Terus suka ada sms2 jam 3 pagi……….Makin bingung lagi. klo di tanya sama aku dia bilang ‘bukan kok, itu aku yang mau ngeliat jam di hp dan harus buka key locknya’. Padahal jelas2 aku tahu persis ada sms jam 3 pagi!!!! Pas aku cek besok paginya, udah g ada lagi smsnya……Aku harus gimana bu?Aku bingung. Mau masa bodoh kok susahnya minta ampun ya?
Maaf, saya menulis di blog ini untuk sharing, setiap orang atau pasangan berhak membuat kesepakatan seperti apakah yang dimaksud dengan privacy.
Dan saya bukan konsultan atau psikolog yang dapat memberikan jawaban tepat….
sebelum ada kejadian sms yg mencurigakan,kami sama sama punya privacy…tp stlh kejadian sms itu,saya jd curigaan terus sm suami dan saya meminta password FBnya dan saya jd berasumsi kl privacy antara suami istri itu tdk penting,krn kl memang tdk ada yg perlu dicurigai knp hrs disembunyikan? saya tidak tahu apa tindakan saya ini benar atau tidak,tapi saya akan terus membuka FB suami utk mengetahui ada yg perlu dicurigai atau tidak…
privacy memang penting, tapi harus bertanggung jawab akan kepercayaan yg sudah diberikan pasangannya jgn sampai disalahgunakan. karena kita sendiri juga tdk mau dikecewakan pasangan gara2 privacy itu