Dalam perjalanan menuju perbatasan Jayapura dengan Papua New Guinea (PNG), maka kita akan melewati daerah Koya. Daerah ini terlihat berbeda, karena daerah penduduk sebelumnya, sejak dari Tanah Hitam, Nafri dll, tanaman yang ditanam penduduk berupa pohon pinang dan sirih hutan, namun pemandangan berubah jika melewati daerah Koya. sejauh mata memandang terlihat tanaman palawija, ataupun padi gogo. Padi nya berupa padi gogo karena tidak ditanam di sawah yang mempunyai irigasi bagus.
Disepanjang jalan, terlihat meja berjajar, tempat para petani meletakkan barang dagangan yang berasal dari produksi pertanian, dan para pedagang dengan truk2nya membeli barang dagangan tersebut. Rata-rata rumah penduduk lebih baik dibanding dari daerah lainnya. Konon katanya, saat transmigran datang ke wilayah ini, daerahnya masih berupa rawa-rawa dan mesti diurug lebih dulu. Sekarang, dengan taraf hidup yang lebih baik, banyak anak-anak dari Koya Timur yang bersekolah sampai ke Perguruan Tinggi terbaik di Indonesia. Beberapa diantaranya telah berhasil mendapat pekerjaan yang bagus, baik di Papua maupun di daerah lain.
Daerah Koya, terutama Koya Timur banyak terdapat areal pemancingan, yang juga sekaligus menyediakan berbagai jenis makanan.

Sepulang dari perbatasan dengan PNG, kami berempat mampir di daerah Koya Timur yang menyediakan masakan ikan.

Beras yang berasal dari Koya warnanya kurang menarik (mbluwek), tapi rasanya enak. Kami memesan masakan ayam goreng, ikan gurame hasil kolam pancing, oseng-oseng kangkung, dan lalapan. Untuk minum, berupa es cendol, yang rasanya beda dengan rasa es cendol yang biasa saya beli di Jakarta, namun rasanya cukup enak.
Kami mengobrol merintang waktu, apalagi angin bertiup yang membuat kami terkantuk-kantuk.

Untung pak HW menyemarakkan suasana dengan menceritakan pengalamannya bertugas diberbagai daerah, dengan suka dukanya, serta kelucuan yang terjadi.

Tak terasa hari beranjak sore, kami masih ingin melihat kota Jayapura dari bukit Menara (lupa namanya), bukit yang dipenuhi berbagai menara dari provider telepon seluler, pemancar TV, dan terbentang tulisan Jayapura City yang akan terlihat dari arah laut. Dengan berat hati, kami beranjak pulang, masih ada satu hari lagi untuk melihat kota Jayapura dari dekat.
(maaf) izin mengamankan PERTAMA dulu. Boleh kan?!
Ternyata indah juga.
Nyam-nyam!
Ayam goreng, nasi panas, ikan.. o mai godddd :))
Hmm…memang enak, makan diiringi semilir angin, kecipak air….rasanya sedaap dan lupa waktu
Bloghicking pagi-pagi.
Mengunjungi para sahabat,
siapa tahu ada suguhan hangat.
Maklum datangnya telat.
jangan didamprat.
Yang penting semangat!
Ok, sobat?
jangan lupa; GO GREEN
…
Kalo daerah transmigran berarti banyak orang jawa dong buk..?
Yang saya denger makanan di papua mahal, apa benar buk..
…
Betul…..tapi di Jayapura ini, sudah banyak campuran. Jadi yang namanya asli Jayapura adalah orang yang lahir dan tinggal di Jayapura dalam jangka lama….sudah susah mencari yang asli
Makanan di Papua memang relatif lebih mahal…..
Mana fotonya mbak Endratna?
Lha kan saya yang jadi tukang fotonya
nasi yg warnanya bluwek itu enak bunda…di kampungku juga enak…
di daerah sumatra juga ada beberapa daerah yang dulu jadi daerah transmigrasi juga…mmmm lebih berkembang dibanding daerah lain. kebanyakan mereka berkebun sawit.
Entah kenapa, para pendatang biasanya memang lebih berhasil, karena mereka harus bekerja tanah mengolah ttanah rawa hingga menjadi tanah produktif. Tanpa kerja keras mereka tak bisa makan…mungkin ini sebabnya kaum pendatang relatif lebih tahan banting
Ikannya goreng2 ya bun?
Gak ada metode cara masak yang lain?
Sebetulnya juga ada ikan bakar, cuma nunggu nya lebih lama….jadi akhirnya pilihan goreng aja, biar cepet dan masih ada tempat lain yang mau dilihat
di sana indah ya bundo
moga bumi Papua tetap dami hingga ke ujug timurnya
Kata temanku (yang dari Jawa Tengah)..
Jawa Barat indah sekali…tapi begitu tahu Sumatra Barat, ternyata Sumatra Barat lebih indah.
Ternyata setelah tahu Jayapura, Jayapura lebih indah lagi…padahal masih banyak lagi daerah Papua yang belum dikunjungi
wah jadi pengen ngerasain makanan khas sana… apa bedanya ya…
tapi itu makanan jawa yah bu?
Makanan di Koya ini kebetulan pemiliknya orang Jawa.
Makanan khas Papua adalah Papede, yang dimakan dengan kuah ikan ……
Saya pernah posting “Papeda” sebelumnya. Yang khas lagi oseng-oseng kankung dan bunga pepaya, karena daerah lain yang dimakan adalah daun pepaya dan buahnya. Di Papua, bunga pepaya digunakan untuk berbagai jenis masakan, selain untuk menangkal malaria
pasti sebuah perjalanan yang melelahkan, bu eny. tapi, pasti juga memberikan banyak pengalaman yang eksotis dan menyenangkan. kawasan timur indonesia agaknya akan selalu menarik utk dikunjungi. kapan saya bisa jalan2 ke sana, yak?
Melelahkan, tapi lebih banyak menyenangkan pak.
Apalagi jika mengajar, ketemu murid baru, memberi motivasi dan banyak dapat teman baru
harga-harga itu loh yang katanya gak tahan kalo di papua…
Di Papua harga2 memang mahal sekali, karena transportasinya memang banyak yang hanya bisa menggunakan udara, seperti daerah Wamena, Mulia dsb nya
senangnya aku kalo bisa berjalan jalan sampai irian pula…selain jauh, tiketnya juga mahal
Tiketnya memang mahal…tiket ke Jayapura pp lebih mahal dibanding Jakarta-Nagoya (saat promosi)….
kapan ya bisa ke Papua juga… jadi pengen liat posting ini…
Siapa tahu suatu ketika itik kecil bisa sampai sana. Lha saya pengin dapat kesempatan mengajar di Palembang, malah dapatnya di bagian timur terus
Sebuah perjalanan yang menyenangkan, ternyata di daerah tersebut indah ya?Nggak kebayang….Ada pancingannya pula….hmmmm
Memang indah…
hwaa…tradisional, tapi keknya suasana mendukung bgt 😀
Memang situasinya tenang, nyaman, dengan semilir angin….khas pedesaan
waduh indah sekali indonesia ku, harus dijaga kelestariannya. Ingin sekali berkunjung ke papua, cuma penginnya yang gratisan… hehehhe
Semoga suatu ketika Ario sampai kesana
sebelum berangkat ke papua, apakah sudah minum obat anti malaria ?
.
cerita yang menarik
Wahh…itu tak boleh lupa.Dua hari sebelum berangkat minum obat kina…dan dua hari lagi setelah sampai di Papua, untuk berjaga-jaga
Harga makanan di Papua mahal sekali ya Bu? trus ikannya itu digoreng pakai bumbu ala jawa, atau resep bumbu khas Papua? tampaknya enak banget deh..
salam,
nana
Masakan khas sana, ikannya dimasak kuah, atau dibakar.
Kalau di Koya Timur ini kebetulan yang punya asalnya dari transmigran Jawa, tapi karena udah bertahun-tahun lalu, anak2nya hanya bisa bahasa Papua
OMG, Jayapura…
tanah kelahiran…
terakhir “dinas” kejayapura memang gak sempet main2 kesana..
tp ingat dulu waktu dijayapura, pernah punya “rewang” orang jawa yang diambil dari koya.
wah kunjungan balik setelah lama gak main kesini bu 😛
Ternyata Afdhal lahirnya di Jayapura ya….kalau ke Jayapura saya udah lebih dari lima kali, ke Sorong sekali, dan ke Wamena sekali. Sebetulnya setiap kali mau mampir lagi ke Wamena, saya punya kenangan yang indah di sana….sayang setiap kali, karena mengajarnya sampai 10 hari di Jayapura, bawaannya kangen pulang ke Jakarta.