Menciptakan “Credit Culture” yang sehat

Sebaik apapun manajemen suatu Bank, dan sebagus apapun sistem yang ada di Perbankan tersebut, yang sangat penting adalah menciptakan bagaimana agar para staf Perbankan yang mengelola pinjaman atau lebih dikenal dengan nama Account Officer, atau Credit Analyst, telah bekerja dengan culture perkreditan yang sehat. Budaya kredit ini akan membawa arahan akan perilaku para staf, baik dari sisi penilaian, integritas, serta pemantauan, yang telah menyatu dalam kehidupan sehari-hari, baik dilingkungan perusahaan maupun dalam perilaku sehari-hari.

Krisis moneter di Asia pada tahun 1998 telah membawa dampak sebagai berikut:

  • Lumpuhnya sistem dan infrastruktur keuangan.
  • Tingginya tingkat  kredit bermasalah yang  terpaksa menyedot perhatian (energi dan resources) para manajemen puncak Bank, untuk mengelolanya secara langsung, maupun melalui BPPN dan PPA (Perusahaan Pengelola Aset).
  • Turunnya kepercayaan antar pelaku pasar.
  • Maraknya konsolidasi perbankan: merger & acquisition, likuidasi, dan konsorsium.
  • Kembalinya kesadaran akan pentingnya manajemen risiko dan budaya kredit yang sehat.

Pengertian Kredit

Adalah penyediaan uang atau tagihan, atau yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah imbalan berupa bunga atau pembagian keuntungan. (Undang-undang Perbankan No.10 tahun 1998)

Bank sendiri berfungsi sebagai Financial Intermedary, yang menyalurkan dana dari pihak penyimpan dana kepada pihak yang memerlukan. Dengan demikian adalah tugas Bank untuk memastikan, bahwa dana yang disalurkannya akan kembali, karena Bank juga mempunyai kewajiban untuk memberikan bunga kepada para penyimpan dana. Dengan demikian disadari, fungsi Bank sangat penting, sehingga dalam menyalurkan dana kepada pihak ketiga, Bank harus didukung oleh sistem prosedur yang handal, Manajemen yang kuat serta SDM (para karyawan ) Bank yang memiliki kompetensi yang memadai.

Bagaimanapun baiknya sistem yang telah ada, perlu motivasi dan integritas dari para manajemen, pemilik Bank serta para karyawan, untuk bertindak dan berlaku dengan norma-norma yang telah menjadi satu kesatuan dalam budaya kerja. Dalam hal berkaitan dengan pemberian pinjaman atau kredit, maka perlu agar norma-norma tadi telah menjadi satu kesatuan dalam kata dan perbuatan, untuk  mengikuti aturan atau kebijakan yang telah ditentukan, dan perilaku inilah yang pada akhirnya bisa tercermin dalam  suatu budaya kredit. Bila suatu Bank telah mempunyai budaya kredit yang kuat, maka dapat diharapkan bahwa pengelolaan kredit pada Bank yang bersangkutan akan berjalan lancar, ditunjukkan dari nilai NPL (Non Performance Loan) yang rendah, serta para staf Bank yang berdedikasi.

Bagaimana ciri-ciri Budaya Kredit Yang Sehat?

Suatu budaya kredit yang sehat berkembang, bila terdapat data dan informasi kredit secara profesional di semua tingkat pengelola.  Hal ini tumbuh secara alamiah dalam hati dan pikiran seluruh pengelola, bukan hanya dalam peraturan, memo, ataupun sistem, yang tercermin pada:

  • Seluruh jajaran pengelola kredit terlibat aktif dalam proses pengajuan paket kredit.  Setiap pejabat kredit memiliki tugas dan tanggung jawab atas kualitas kredit, yang ditetapkan secara berjenjang.
  • Kuatnya sense of ownership dari para pengelola kredit, yang menganggap tandatangan mereka (pada memo kredit) sebagai tanggung jawab pribadi.
  • Keputusan kredit dibuat seefektif dan secepat mungkin, sehingga  pimpinan puncak lebih fokus pada hal yang lebih strategis.
  • Pejabat pemutus Kredit dan Pemasaran (Bisnis) bekerjasama dengan baik, konstruktif dan saling memberikan nilai tambah untuk kepentingan Bank.  Mereka berani mengatakan ”tidak” atas pengajuan kredit yang tidak memenuhi syarat.
  • Jajaran pengelola kredit sangat memahami dan menguasai kebijakan kredit yang berlaku, dan proses pemberdayaan serta check and balances memungkinkan dilakukan.
  • Jajaran pengelola kredit mengetahui bahwa Bank adalah perusahaan yang berbisnis dengan cara mengelola risiko, sehingga wajar apabila terdapat risiko yang melekat pada bisnis.  Namun dihindari kegagalan dalam proses kredit.
  • SDM pada seluruh tingkatan bangga akan kemampuan dan ketrampilan kredit mereka serta  sadar akan pengaruhnya terhadap karir.
  • Promosi dan penghargaan akan diberikan kepada para pengelola kredit yang terbukti menciptakan kinerja yang baik.
  • Terdapat dialog yang konstruktif, komunikasi yang transparan atas keputusan kredit.
  • Para pemimpin memimpin dengan teladan: mempersiapkan anggaran, strategi, dan membina SDM, yang menyiratkan bahwa pelaksanaan standar kredit yang superior adalah prioritas tertinggi.
  • Kualitas kredit memiliki prioritas lebih tinggi daripada sekedar pertumbuhan pinjaman.

Bank dengan budaya kredit yang kuat tidak akan  agresif melakukan ekspansi, karena memahami manajemen risiko dengan cara  mitigasinya. Dalam setiap langkah, Bank akan menghitung berapa risiko yang bisa diterimanya, dan telah melakukan perencanaan pada segmen  atau sasaran, ke mana kebijakan pinjaman akan diarahkan.

Sumber Bacaan:

  1. Angreni, dkk. “Strategi Pembiayaan UMKM”. Workshop series, Stabilitas, Lembang, 2009
  2. Ditambah dari  berbagai sumber bacaan, berasal dari bahan ajar, pada pelatihan di suatu Lembaga Perbankan.
Iklan

14 pemikiran pada “Menciptakan “Credit Culture” yang sehat

  1. nice posting bu Ed, nambah pengetahuan saya yg buta sama sekali dg urusan perbankan/financial spt ini..

    ditunggu sharing-sharing berikutnya 🙂

    Terimakasih jika bermanfaat

  2. nice posting bu…
    saya lulusan ekonomi, tp susah bgt nyambung dgn bahasa2 perbankan…hiihihi, saya ekonominya akuntansi sih 🙂

    Kalau Afdhal masuk Perbankan juga bakalan mengerti kok….karena sayapun berlatar belakang pertanian, hanya karena dilatih terus menerus sejak masuk, maka jadi memahami segala risikonya.

  3. wah ternyata banyak yang harus dimengerti semua
    makasih Bun

    Sebetulnya Culture ini bisa diterapkan di semua bidang, tinggal disesuaikan saja dengan sistem prosedur bidang tsb

  4. Salam Takzim
    Terima kasih atas kunjungan ibu ke blog saya, ada pengalaman ibu bersepeda yang tersirat lewat komentar ibu, kalau boleh usul ikutin dong ke acara berbagi pengalaman diblog saya yang baru url nya http://isro-m.com/
    Biar lebih meriah hehehe maap ya bila berkenan
    Salam Takzim Batavusqu

    Saya dulu ikutan blognya kelompok teman2 dari Madiun, caranya hanya artikel saya yang terkait ditarik masuk ke dalam agregat blognya, sehingga tak repot. Kayaknya kalau mesti menulis topik tersendiri, saya tak punya waktu, karena untuk blog yang satunya lagi sampai saat ini keteteran. Btw, makasih tawarannya

  5. waduh, teoritis ya bu. kayaknya tidak termasuk mata kuliah saya (hi hi, iyalah wong akunya kuliah dulu di sastra).

    ok, bu enny. mantap. dan maaf, lama tidak berberita

    Ada beberapa hal, seperti bagaimana membuat suatu budaya yang sarat nilai (culture) ini melekat sehari-hari pada tingkah laku orang dikelompok sastrawan…atau di kelompok wartawan…ini bisa diterapkan pak…hanya perlu disesuaikan dengan bidang ybs.

  6. kredit di jaman sekarang sepertinya sudah merajalela di mana-mana….. debt kolektor pun menjadi sales agar orang-orang pinjam uang dengan mereka…..

    Coba baca artikel saya sebelumnya pada tag dan manajemen, disitu akan lebih dipahami bagaimana sebuah Bank bekerja, bagaimana kompetensi orang yang diharapkan…jangan dicampur adukkan dengan debt collector. Dan apa fungsi kredit sebenarnya (harus jelas tujuan penggunaannya, serta ada rambu2 lainnya), jika hanya untuk pinjam yang tujuannya tak jelas, ini jelas salah. Tak semua Bank menggunakan debt collector ini….
    Dan definisi credit dalam perbankan diatur dalam undang-undang.. bisa down load aturannya, bisa juga baca artikel sebelumnya

  7. darahbiroe

    heheh dulu akutansi perbankan hanya dapat C

    berkunjung n ditunggu kunjungn baliknya makasih

    Makasih kunjungannya

  8. memang perlu kredit jaman sekarang… tapi ya seperlunya sesuai kebutuhan dan kemampuan

    Jika baca artikel saya sebelumnya (anda bisa lihat di tag manajemen atau keuangan), kredit memerlukan pra syarat…dan harus sesuai dengan tujuan penggunaanya, serta kondisi yang lain (Five C’s of Credit)

  9. postingan yg sangat bermanfat sekali ini, Bu.
    terutama utk saya yg buta sama sekali ttg perbankan.
    terima kasih Bu utk infonya.
    salam hangat utk keluarga.
    salam.

    Syukurlah kalau bermanfaat.. terimakasih kunjungannya.
    Juga salam hangat untuk keluarga bunda

  10. Hidayat

    Target ekspansi tercapai, pemimpin unit kredit dipromosikan… Ternyata 2-3 tahun kemudian portfolionya pada nyungsep… Tapi toh dia udah promosi… Gimana dong Bu..

    Kita tak bisa hanya melihat dari satu sisi, untuk promosi ada beberapa kriteria yang ditentukan….dalam hal ini karena saya tak ikut menilai, saya tak bisa memberikan pernyataan, bisa dosa kan, kalau salah?

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s