Percakapan ringan sambil makan pagi

Sudah lama keluarga itu bisa makan pagi bersama. Pagi ini suasana makan pagi agak meriah, anak sulungnya yang baru datang semalam, yang memang suka diskusi sudah mulai mengajaknya mengobrol pagi-pagi. Perempuan itu tersenyum, dia teringat saat anak-anaknya masih kecil, suasana rumah begitu ramai, yang terkadang muncul pertengkaran anak-anaknya hanya karena berebut sesuatu yang remeh temeh.

Kenapa ya anak sekarang kok nggak mempercayai orangtuanya? Kenapa malah begitu mudah kabur dengan orang lain?” kata si anak. Perempuan itu tersenyum, betapa dia masih ingat, saat anak menjelang remaja adalah masa yang paling sulit. Bagaimana dia berusaha agar bisa tetap dekat dengan anak-anak namun anaknya tak merasa terkekang. Perlu perjuangan yang berat, terkadang penuh berurai air mata. Dia masih teringat betapa deg-deg an karena anak lelakinya belum pulang, khayalan buruknya sudah terbang kemana-mana. Dan betapa leganya, saat mendengar pintu pagar rumah dibuka dan langkah kaki anaknya melewati garasi. Sering perempuan itu sujud dua rakaat, mohon pada Tuhan, agar membuka hati anaknya, agar anaknya segera pulang ke rumah. Perempuan itu tersenyum, dia teringat betapa kawatirnya jika saat Magrib anak lelakinya belum pulang, dan saat itu belum ada handphone yang bisa dihubungi.

Setelah anak lelakinya besar dan telah menjadi mahasiswa di suatu PTN, dia berkata pada ibunya. “Saya baru sadar, kenapa dulu ibu begitu kawatir. Sekarang, kalau jam 6 sore, adik belum pulang, saya kawatir sekali,” kata si anak lelaki. ” Itulah nak, bukan kok ibu tak percaya pada kalian, tapi ibu hanya kawatir kalau terjadi apa-apa dan tak bisa menolong.. Ayah ibu percaya pada kalian, tapi hidup di Jakarta ini terkadang banyak kejadian yang tak terduga,” jawab ibunya. “Benar bu,” jawab anaknya. “Tapi sebetulnya saya dan adik lebih kawatir tentang kondisi ibu, karena ibu bekerja di kantor tepat di tengah area yang berisiko tinggi, apalagi pada saat tahun 1998 an,” kata si anak menambahkan.

Perempuan itu kembali tersenyum, pikirannya kembali ke masa kini, dan sambil memandang anak lelakinya yang sudah dewasa, dia bertanya. “Kabar anak gadis yang kabur dari rumah dengan teman face book nya ya?” tanya perempuan tadi, sambil memandang sayang ke anak lelakinya. “Iya, kan dulu biar aku berbeda pendapat sama ayah atau ibu, aku nggak berbuat nekat seperti itu,” jawab anak lelakinya. Perempuan itu kembali tersenyum, dia hanya menjawab…”Memang sulit nak, bagi orangtua untuk menjembatani percakapan dengan anak-anaknya. Kalau tidak hati-hati anak akan menjauh. Dan pada masa remaja, anak lebih dekat ke teman-temannya, jadi disini perlu diusahakan memilih teman yang tepat, agar tak dipengaruhi hal buruk,” jawab perempuan itu.

Mungkin perlu ada pelarangan facebook ya,” celetuk sang ayah tiba-tiba. “Apa-apaan sih, kok pakai dilarang. Kemajuan teknologi memang perlu dipahami secara dewasa, agar tak disalah gunakan. Lha nanti juga orang dilarang naik sepeda motor agar tak terjadi kecelakaan. Atau pelarangan lainnya,” jawab perempuan itu. Obrolan berlanjut dengan berita-berita lain yang lebih aktual. Betapa kangennya perempuan tadi akan percakapan pagi hari seperti ini, sambil makan, dan kemudian masing-masing segera berangkat, ada yang kuliah, sekolah, maupun bekerja. Sudah lama rumah tak ramai seperti ini, renung perempuan itu.

Hari ini, mereka ada keperluan yang akan dilakukan bersama-sama. Ayah sengaja cuti, demikian juga perempuan,  ibu lelaki itu. Kesempatan yang jarang, dengan seharian bersama-sama, selain semua acara terselesaikan, mereka bisa mengobrol lebih akrab. Obrolan yang semakin menunjukkan kedewasaan si anak lelaki. Betapa cepatnya tahun-tahun berlalu, tahun yang melelahkan, kekawatiran akan bahaya narkoba, juga kekawatiran akan pengaruh yang tak baik bagi anak-anaknya. Dan perempuan itu ikut mendampingi setiap ada permasalahan yang menghampiri si anak, sehingga dia tak merasa sendiri. Betapa susahnya jika keluarga tak dekat, terkadang memang kita punya sahabat dekat, namun keluarga yang dekat akan sangat berarti.

Kemajuan teknologi, tuntutan jaman, terkadang membuat langkah terseok-seok. Segalanya berjalan cepat, dan kalau tak hati-hati dalam menyesuaikan langkah dengan kemajuan itu, membuat kita terpeleset…betapa banyaknya contoh, sulitnya mengejar dan menyesuaikan langkah dengan kemajuan zaman. Hanya kedekatan dengan keluarga, yang membuat kita bisa setiap kali melepas lelah, bersantai tanpa merasa was-was, yang bisa menjadi sebuah dorongan kekuatan untuk melangkah ke depan lagi.

Iklan

21 pemikiran pada “Percakapan ringan sambil makan pagi

  1. Menjalin komunikasi dengan remaja itu memang susah sekali. Saya juga dulu susah berkomunikasi dengan orangtua, tapi saya tidak pernah ada niat kabur dengan orang hahahaa…. rugilah. Biarpun saya masih abege tp saya tahu bahwa itu semua hanya emosi sesaat, dan untunglah saya jg sadar bahwa orangtua memang sayang sama saya biarpun mungkin caranya ga bisa saya terima… 🙂

    Iya, namun tetap harus diusahakan..orangtualah yang harus melakukan pendekatan tanpa henti dan berusaha agar bisa berkomunikasi secara baik dengan anak.

  2. abughalib

    obrolan singkat saat santai tapi bobot dan manfaatnya luar biasa. alangkah indahnya jika dalam setiap keluarga tercipta suasana seperti itu..

    Ya, setiap moment sebaiknya dimanfaatkan untuk bisa mengobrol santai dengan keluarga

  3. jangankan ke anak kandung, ke anak menantu saja mertua saya pernah juga mengkhawatirkan diri saya. hal ini karena pernah saya kecelakaan pas saat maghrib jatuh dari motor, lain hari karen saya pulang telat mertua buru-buru menyuruh anaknya (istri saya) untuk menelpon menanyakan kalau-kalau terjadi sesuatu, setelah kejadian itu saya berusaha untuk memberikan kabar lewat SMS jika pulang tak seperti biasanya

    Betul pak, anak sebaiknya diberi tahu, bahwa orangtua bukannya tak percaya, hanya ingin tahu apakah kondisi anak aman-aman saja. Namun orangtua juga tak boleh rewel ntuk setiap kali mengecek keberadaan anaknya

  4. wah bermanfaat sekali waktu2 senggang bersama untuk saling memberikan perhatian..

    juga walaupun di kondisi sibuk, sms atau telpon kepada keluarga/teman sekedar berkomunikasi menjadi semangat bagi kita 🙂

    Betul Arul, kebiasaan yang baik patut untuk dibudayakan dalam keluarga, untuk saling memahami sehingga anggota keluarga tak merasa terasing

  5. komunikasi adalah hal sepele yang terkadang dilupakan, daripada diam dalam keegoisan, lebih baik bicara, sambil minum teh? hehe

    Sebetulnya komunikasi merupakan kata kunci di bidang apapun, dalam keluarga, dalam kemasyarakatan, pertemanan bahkan di kantor, komunikasi yang baik sangat menentukan dalam perkembangan karir kita

  6. hehehe jadi inget pas masa2 mulai suka clubbing dulu. awal2nya tuh papa saya dari jam 10 udah nelpon mulu. bisa tiap jam nelpon nanya kapan pulang. huahahahhaa….

    awal2 kesel banget lho ditelponin mulu. tapi lama2 karena udah terbiasa kali ya, akhirnya gak pernah ditelponin lagi dan baru berasa kok rasanya jadi kangen ditelponin ya? huahaha. 😀

    yang penting sih emang komunikasi harus jalan terus ya antara ortu dan anak. biar bisa saling percaya.

    Betul, orangtua juga tak boleh terlalu sering mengecek…namun jika dirasa sudah waktunya ada di rumah belum datang, ngecek hanya untuk mengetahui apakan semuanya aman.

  7. Sekarang sih sepertinya sudah enak, ada hp. Anak2 seharusnya dibiasakan untuk melapor orang tuanya kalau ada acara mendadak lewat hp, minimal via sms. Katakan, hal tersebut wajib, bukan ‘sunnah’. Hal tersebut tentu untuk kebaikan bersama. Minimal kabarkanlah sesuatu via SMS: “Dad… I’m OK” atau “Mom… I’m OK” sudah cukup. Anak2 memang tidak pernah merasakan kekhawatiran orang tua, sementara kitapun sebagai orang tua juga tahu kadang2 anak2 kita seringkali kesel kalau “diganggu” sama orang tuanya apalagi pada momen2 tertentu. Namun, insya Allah, jika pendidikan di rumah sudah baik, maka di luarpun kemungkinan anak kita akan mampu menjaga dirinya.

    Bagaimana dengan FB? Kalau anak2 dilarang FB, tentu bukan hal yang tepat. Satu2nya cara yang saya lakukan saat ini adalah terhadap keponakan2 saya (ada yang udah SMA) adalah dengan “menghina” dan mengecilkan arti facebookan jika hanya buat obral status dan ngeceng di FB. Pasti kalau lagi FB-an atau ngomong soal FB untuk hal2 yang “nggak jelas” akan saya ledek begini:
    “Ya… bisanya cuma FB-an nggak mutu banget…..”
    “Cari duit dong di FB… jangan cuma buat ngeceng aja….”
    “Ngeblog yang bermutu dong…. jangan cuma FB-an nggak jelas kayak orang o’on gitu….” dsb….
    Bahkan anak saya yang belum mainan FB, sudah mulai saya “cuci” otaknya kalau FB tujuannya cuma hanya untuk ngeceng dan narsis doang… apalagi narsisnya cuma modal orang tuanya saja… adalah nggak bermutu… dan biasanya adalah justru orang2 yang “nggak laku” dan orang kesepian di dunia nyatanya… sehingga ia ingin merebut perhatian di dunia maya…. huehehehe…

    Betul kang Yari….
    Jika anak memahami kekawatiran orangtua, dan tahu bahwa orangtua menyayanginya, maka anak akan mengerti.
    Dan masalah pemahaman tentang hukum atau etika yang harus dipahami, juga perlu disosialisasikan ke anak-anak, tentu saja dengan gaya bahasa mereka.

  8. Postingan yang bagus bunda Ratna. Obrolan ringan terkadang sangat dibutuhkan untuk mengahangatkan & mengakrabkan satu sama lain. meski terkadang berkesan ringan tapi itu adalah satu bentuk perhatian kita terhadap anggota keluarga kita. Semoga kita senantiasa dikelilingi rasa kebahagian & kehangatan.

    best regard,
    Bintang

    Betul, obrolan ringanpun bisa membuat anak dan orangtua akrab..dan terkadang muncul celetukan yang merupakan pengetahuan baru bagi orangtua. Orangtua juga perlu meng up date diri, sehingga anak mau mengobrol dan diskusi dengan orangtua

  9. komunikasi dua arah yg sangat efektif mungkin sudah agak terlupakan, krn dianggap selama tdk ada masalah atau komplain berarti semua baik2 saja.
    padahal justru dgn komunikasilah kita baru tau, baik2 saja tau tidak?
    Terima kasih Bu, sudah mengingatkan.
    salam.

    Kondisi tenang kadang memang melenakan, jadi sebagai orangtua kita tetap harus memperhatikan perubahan gesture anak-anak…apakah ada yang berubah walau tak terlalu nyata?

  10. sebelumnya salam kenal 🙂
    saya jadi inget, gimana saya dulu pas masih remaja. pengen nyoba segala hal yang ‘menarik’.

    tapi untungnya ibu saya ‘pinter’ berkomunikasi dengan saya. jadinya saya cepet luluh dengan beliau.

    tapi terus terang saya belum bisa ngerasain.. soalnya belum punya anak sih ..

    Salam kenal juga, makasih telah berkunjung.
    Menjadi ibu memang harus berusaha dengan berbagai cara agar bisa terus dekat dengan anak-anaknya tanpa si anak merasa terkekang. Dan setiap anak mempunyai karakter yang unik, berbeda satu sama lain..sehingga pendekatannya pun berbeda.

    semoga suatu saat, kalo udah masanya datang… kebijaksanaan sebagai seorang ibu udah saya miliki yaa.. 🙂

  11. masa-masa SMA memang merupakan masa yang rawan bagi perkembangan anak..
    dulu orang tua saya juga khawatir klo saya pulang rumah malam-malam..
    saat ini saya sudah menyadari apa yang dikhawatirkan oleh orang tua..
    pelarangan kepada sesuatu tidak akan menyelesaikan masalah, sehingga dibutuhkan pendampingan orangtua terhadap perkembangan anak agar tidak terjadi penyimpangan pada si anak

    Masa SMA sungguh menyenangkan, namun juga masa yang rawan karena masa anak mencari jati dirinya. Orangtua harus hati-hati menjaga anaknya tanpa si anak merasa gerah, agar anaknya selamat sampai pada tahap dewasa.

  12. Ping-balik: Komunikasi orangtua dan anak diperlukan untuk mengurangi “bahaya dunia maya” «

  13. putilaksmi

    suka sekali dengan tulisan ibu…
    keluarga dekat memang sangat berarti..

    Betul Puti….dan bersahabat dengan anak sangat menyenangkan, lelah dari kantor menjadi hilang.

  14. Saya jadi semakin mengerti kekuatiran orang tua saya dulu dalam membesarkan 4 anak gadis…. sekali memutuskan menjadi orang tua sepertinya tak akan berhenti mengkuatirkan anak-anaknya ya Bu?
    dulu kami berempat pernah hidup di asrama, hal ini mungkin hanya sedikit meringankan kekuatiran orang tua saya. Saat kami pulang itu (sebulan sekali), mama saya selalu menyediakan masakan istimewa… lalu biasanya ya ngobrol-ngobrol. Saat itu terasa biasa dan wajar. Sekarang, jadi semakin terasa bahwa kesempatan dan waktu ngobrol dengan orang tua itu ternyata demikian berharga dan tak bisa diputar ulang, bahkan tak tergantikan meskipun sekarang sudah ada HP.

    salam hangat, Bu..

    Tulisan saya memang untuk mengingatkan bahwa dalam era modern ini tetap ada kebutuhan kehangatan dari keluarga. Mendengarkan suara di telepon, sekedar mencium pipi saat anak atau suami/isteri berangkat kerja, merupakan hal sederhana namun menghangatkan hati.
    Dan dengan mengobrol, tak terasa apa yang mengganjal di hati bisa keluar berupa letupan-letupan kecil….sehingga tak menimbulkan risiko yang mengagetkan, karena orangtua atau anak yang sudah dekat, akan merasa bahwa yang terlihat baik sebetulnya tak baik-baik saja. Dengan percakapan, lama-lama katub itu akan membuka….

  15. komunikasi yang hangat seperti ini memang harus senantiasa dipelihara di dalam keluarga ya, bu. banyak hal yang dapat diantisipasi dengannya, terutama kejadian-kejadian yang paling ditakuti menimpa anak-anak saat ini. dengan komunikasi yang terjalin baik, nasihat pun jadi tak terasa menggurui.

    salut, ibu!

    Betul Marsmallow, saya sendiri juga mengalami hubungan pasang surut dengan anak, namun kembali, bahwa orangtualah yang harus mendekat, dan belajar memahami anak. Jadi jangan berpikir karena kita orangtua, mereka harus hormat..anak sekarang beda, harus didekati, dipahami….hasilnya memang anak menjadi sahabat kita, bahkan saya banyak belajar dari mereka, dan mau menerima kritikannya, dan kritikan mereka sangat pedas…hehehe

  16. sepakat bu, kita yang harus dewasa menyikapi kemajuan teknologi. jadi kalau masih punya anak kecil, berarti tugas orang tuanya yang menjadikan dirinya sebagai teman bagi anak dalam mengarungi kemajuan teknologi. betul gak, bu?:)

    Ya, menjadi orangtua sekarang harus mengikuti perkembangan anaknya, dan kalau perlu belajar perkembangan teknologi dari anaknya…..dan anak biasanya bangga dengan orangtua yang memahami dia.

  17. wah baca anak2 yg bisa “kabur” gitu jadi ngeriii…..
    Yup..komonikasi yg sehat…kayanya itu yg dibutuhkan bagi anak2…diakui identitasnya dan ortu mengarahkan ke tujuan yg benar dan baik
    bukannya di cerca perbuatannya….

    mbak Eny hebat sudah berhasil mengantar anak2 hingga dewasa….dan mandiri
    (saya seh tidak punya anak, jadi ga bisa membayangkan rasanya gimana seorang “ibu” itu)

    Wieda, memang mempunyai anak sama juga dengan belajar untuk memahami secara terus menerus.
    Dan sangat menyenangkan jika kita bisa akrab dengan anak-anak, karena pada dasarnya justru mereka yang banyak mengajari orangtuanya

  18. yuliust

    Keluarga sehat …. sebenarnya yang dibutuhkan adalah meluangkan waktu yang lebih banyak untuk keluarga dan memperlakukan anak sebagai seorang teman / individu dewasa yang beda selisih waktu lahirnya saja…

    Yup…anak juga membutuhkan perhatian, seperti kita juga

  19. Ping-balik: Tiger Mom’s | Cerita Cita Cinta

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s