Dapatkah menilai kompetensi perilaku?

Seorang calon staf, yang  IP nya bagus, dan berasal dari universitas terpandang di negeri ini, tergeragap saat ditanya oleh pewawancara, “Apa kompetensi yang anda miliki, sehingga kami harus menerima anda untuk bergabung dengan kami di perusahaan ini?” Hal tersebut wajar, karena kita tak terbiasa menilai  kemampuan kita karena kawatir dikira sombong. Bahkan orangtua yang setiap hari bergaul dengan anaknya (termasuk saya), lebih memilih mengajak anak ke ruang konsultasi psikolog, untuk mengetahui kompetensi apa yang dimiliki oleh anaknya. Padahal, sebagai orangtua, kita sebaiknya mendorong kemampuan anak-anak sejak usia dini, serta mencari tahu  apa bakat anak kita, agar mendidiknya tidak salah arah.

Saya termasuk beruntung, karena mempunyai atasan yang mengarahkan dan memahami kompetensi saya, sehingga beliau yang selama ini mendorong untuk berani mengambil langkah-langkah yang menentukan karir saya di kemudian hari. Namun bagaimana nasib bawahan yang atasan nya kurang dapat menggali kompetensi bawahannya? Jika demikian, selain pekerja yang rugi, juga perusahaan tak dapat memanfaatkan kemampuan pekerjanya secara optimal.

Syukurlah, beberapa perusahaan saat ini telah menyadari, bahwa kinerja perusahaan pada intinya merupakan gabungan dari keseluruhan kinerja individu pekerja. Seberapa besar kontribusinya, sangat tergantung dari kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing individu. Peran kompetensi pekerja dalam mencapai kinerja yang excellent, menjadi dasar pertimbangan diberlakukannya Manajemen Sumber Daya Manusia berbasis kompetensi di beberapa perusahaan. Wujud konkritnya adalah penilaian Sasaran Kompetensi dalam Sistem Manajemen Kinerja.

Hal tsb membawa konsekuensi bagi para pekerja yang memiliki anak buah. Mereka secara tidak langsung merupakan manajer SDM di masing-masing unit kerjanya, yang harus dapat memberikan penilaian obyektif terhadap kinerja bawahan. Dengan demikian, praktis dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan yang memadai dalam melakukan observasi perilaku, sehingga penilaian tersebut benar-benar mencerminkan kompetensi sebenarnya yang dimiliki. Fakta menunjukkan, bahwa mengamati kompetensi seseorang tidaklah semudah yang dibayangkan. Tidak hanya memerlukan ketrampilan dan pengetahuan khusus, penilaian kompetensi membutuhkan observasi perilaku secara kontinyu. Bukan sekedar pengamatan sambil lalu yang tak jarang dilakukan karena kurangnya pemahaman mengenai hakikat observasi perilaku dalam menilai kompetensi seseorang.

Untuk bisa melakukan observasi perilaku karyawan yang berada di bawah supervisinya, maka manajer yang bersangkutan harus memahami lebih dulu bagaimana sistem manajemen kinerja, dan peranannya dalam mengembangkan Sumber Daya Manusia.  Sistem Manajemen Kinerja  yang harus dipahami, antara lain: bagaimana membuat kompensasi yang mendorong prestasi pekerja, perencanaan suksesi, pengembangan dan pelatihan, dan perencanaan jenjang karir. Karena peran sistem manajemen kinerja ini sangat penting, para manajer di dorong untuk membuat penilaian kinerja yang akurat dan obyektif.

Untuk memudahkan, perusahaan hendaknya membuat kamus kompetensi, untuk memberikan kesamaan persepsi dalam melakukan kodifikasi suatu perilaku ke dalam kamus kompetensi secara lebih akurat. Kamus kompetensi  ini berupa jenis kompetensi yang harus dipenuhi, oleh setiap pekerja dalam jenjang jabatan tertentu,   beserta kedalamannya. Penyeragaman persepsi tentang suatu perilaku akan sangat membantu menurunkan bias penilaian kompetensi yang terjadi di dalam pekerjaan.

Dalam rangka penilaian kompetensi pekerja, maka observasi perilaku sangat penting dalam penilaian kompetensi. Oleh karena itu, sebelum menerapkan sistem manajemen kinerja berbasis kompetensi, maka para manajer yang telah mempunyai anak buah perlu mendapatkan pelatihan dan sosialisasi tentang observasi perilaku. Dengan pembekalan dan pelatihan, para manajer akan dibekali pemahaman tentang pentingnya observasi dalam penilaian kompetensi, kelemahan serta kekuatan metode observasi dan menghindari kesalahan observasi. Untuk memudahkan, perlu diberikan contoh-contoh nyata dilapangan serta praktek melakukan observasi, sehingga diharapkan membantu para manajer dalam melakukan penilaian kompetensi terhadap anak buahnya.

Dalam penyusunan sistem manajemen kinerja, faktor yang penting diperhatikan adalah: 1) Tahapan proses penilaian kinerja, 2)  Penetapan bidang kinerja kunci, 3) Penetapan kompetensi yang dievaluasi dan dikembangkan. Selain itu, perlu juga diberikan pemahaman tentang kompetensi yang diperlukan, agar diperoleh: a) Efektivitas mencapai hasil, b) Efektivitas pribadi, c) Efektivitas berpikir, d) Efektivitas Manajerial, e) Efectivitas berhubungan dengan orang lain. Sedangkan untuk melakukan observasi perilaku, para manajer harus memahami prinsip-prinsip dalam melakukan metode observasi perilaku, terutama untuk melakukan penulisan atau pencatatan bukti kompetensi yang akurat. Dengan pencatatan, maka pada saat penilaian, tak terjadi debat kusir, baik manajer dan anak buahnya telah sama-sama memahami mengapa mendapatkan penilaian tertentu, karena semua telah didasarkan atas bukti kompetensi yang dilakukan, dan dicatat pada periode penilaian, dengan sasaran kompetensi yang telah disetujui kedua belah pihak di awal periode penilaian.

Penilaian kinerja yang didasarkan atas kompetensi pekerja ini, memerlukan seorang manajer yang juga bisa berperan sebagai assessor, dan telah mendapatkan pelatihan dalam observasi perilaku.

Catatan:

Tulisan ini didasarkan pengalaman penulis memimpin beberapa unit kerja, menjadi assessor, serta berbagai pelatihan kompetensi.

Iklan

12 pemikiran pada “Dapatkah menilai kompetensi perilaku?

  1. Bu, jadi mana yang lebih benar, pendeteksian kompetensi oleh psikolog, orang tua, manajer tempat kita bekerja atau diri sendiri? 🙂

    Kompetensi ini memang ada beberapa jenisnya, namun orangtua wajib mengamati apa kira-kira kebiasaan atau kesukaan anak-anaknya sejak kecil. Dan nantinya hal ini memang bisa dikonsultasikan pada psikolog…saat anak-anak SMP/SMA saya mengajak mereka ke psikolog untuk test bakat…namun tetap ada diskusinya. Malah saya kayaknya hobi deh datang ke psikolog untuk diskusi apa saja. Dan kebetulan, disetiap jenjang jabatan, di perusahaan ada tesnya….saat itu kesempatan saya diskusi dengan psikolog, apa kelemahan saya dalam memimpin dan apa sarannya untuk perbaikan. Menyenangkan sekali, dan setelah diterapkan, memang hasilnya benar-benar di luar perkiraan.
    Manager, dibekali pelatihan untuk penilaian kompetensi anak buahnya…dan mencatatnya dalam bukti kompetensi…yang sejak awal disepakati. Baik anak buah atau atasan, sudah mengerti kompetensi apa yang diperlukan untuk jabatannya, dan berapa kedalamannya. Untuk ini, manager memang mendapat pelatihan terus menerus agar bisa berfungsi sebagai assessor..karena manager tsb juga sebagai mentor…untuk menilai siapa anak buahnya yang cemerlang, agar nantinya dapat dipromosikan sesuai dengan kompetensinya.

  2. karena seringnya menginterview calon pekerja, biasanya kita sudah mempunyai intuisi yang bisa dibilang lumayan akuratlah untuk menentukan calon pegawai yang baik. anyway khan masih ada 3 bulan probation yang bisa dinilai secara objektif lagi.

    Biasanya pewawancara diberi pelatihan sebagai assessor untuk menilai kemampuan, sesuai kompetensi yang dibutuhkan perusahaan.

  3. kadang kompetensi kita justru bisa diketahui oleh orang lain daripada diri sendiri… kok bisa gitu ya…

    Mungkin karena orang lain bisa mengamati hal yang tidak kita lihat….namun jika kita mau setiap hari introspeksi, sebelum tidur, apa yang kita lakukan hari ini, apa sesuai dengan kompetensi pekerjaan yang kita lakukan, lama kelamaan kita juga memahami apa kelebihan dan kekurangan kita.

  4. Gimana kalo justru proses pendidikannya yang memang tidak mengarah kpd metode kompetensi ?

    Saya menulis untuk mengenalkan bagaimana seorang atasan menilai perilaku anak buahnya. Dan hal ini telah banyak dilakukan di beberapa perusahaan di Indonesia.
    Pertanyaan anda, bukan wewenang saya untuk menjawabnya

  5. Bisa aja mbak sauskecap 🙂 kalo kita sendiri kan kadang terpengaruh ama lingkungan, pergaulan, dll… Jadi kita sendiri gak sadar akan potensi itu

    Kompetensi yang saya maksud pada tulisan bukan seperti itu

  6. Ibu Eny, boleh dong share tips-tips utk menilaian kompetensi seseorang dan juga kompetensi diri sendiri 🙂

    Bro, sebetulnya ada pelatihannya.
    Mungkin sebetulnya pelatihan di perusahaan bro Neo dan om NH (seperti yang ditulis di punggung teman), juga dimaksudkan untuk mengenali kompetensi diri, namun dilihat dari persepsi teman.
    Dan ini bisa diperdalam lagi, jika perusahaan (mungkin sudah ada), mempunyai kamus kompetensi, untuk setiap jabatan…kompetensi apa yang diperlukan, dan sampai berapa kedalamannya.. Dengan begitu, mau tak mau kita dipaksa mengenal kompetensi kita, teman, dan anak buah kita.

  7. Kompetensi adalah kunci apalagi dalam dunia persaingan kerja dewasa ini yang makin sengit bukan hanya sesama WNI namun warga regional dan seterusnya warga global.

    Salam satu tantangan ini adalah menjadi sangat krusial dikala kita terujun masuk pasar tenaga kerja internasional.

    Perlu disadari bahwa masing2 individu adalah seorang ‘salesman/lady’ atas dirinya saat dia diwawancarai dalam sebuah tes penerimaan pegawai..

    Memang membangun kompetensi diri dan anak mesti mulai dari awal dan ini benar2 menginigatkan saya agar untuk bisa segera mengarahkan mereka dari sekarang.. nuhun pisan atas ulasan yang satu ini..

    Saya setuju kang…memang seperti itulah yang saya maksud. Tulisan saya dimaksudkan agar kita sebagai atasan, bisa menilai perilaku bawahan, serta memperbaikinya agar tercapai visi/misi perusahaan, namun dalam skala keluarga, kita sebagai orangtua wajib mengenali kompetensi anak-anak kita dan mengarahkannya.
    Persaingan yang makin ketat dalam pekerjaan, memaksa kita untuk terus meningkatkan kompetensi di berbagai bidang, agar mampu bersaing.
    Dan kita, memang harus bisa “personal marketing“..mengapa kok kita memang layak untuk diterima, apa kelebihan kita….

  8. Penilaian kinerja yang didasarkan atas kompetensi pekerja ini, memerlukan seorang manajer yang juga bisa berperan sebagai assessor, dan telah mendapatkan pelatihan dalam observasi perilaku.

    Hm.. ini betul sekali Bunda. Manager/Atasan, harus bisa melakukan penilaian berdasarkan “observasi”nya dan bukan indikator2 lain (yg walaupun dapat menjadi masukan) tidak langsung diobservasinya. Hal ini juga harus didukung oleh goal setting awal yg jelas dan terukur. Semua itu akan menghasilkan penilaian yang objektif (tidak subjektif) dan memudahkan semua pihak untuk dapat memaksimalkan kinerja karyawan dan team secara keseluruhan.. 🙂

    Thx for sharing Bunda.. Nice posting.. 🙂

    Betul mas Nug, managernya memang harus melalui pelatihan untuk bisa mengobservasi perilaku bawahan. Dan ternyata hasilnya bagus sekali, bisa mendorong kinerja, serta bawahan mengerti mengapa penilaian kinerjanya seperti itu…dan karena semua bisa dikuantitatifkan, maka akan membuat bawahan mau berjuang agar kinerjanya baik.

  9. tikno

    apakah kompetensi perilaku ini dapat di nilai dalam satu hari oleh sebuah lembaga yang kompeten dalam bidang. Seberapakah keakuratannya

  10. desy

    Wah artikelnya bagus sekali
    saya mau tanya,
    sekarang ini sangat marak tdiadakan kompetisi bisnis plan dimana dananya akan diperutukkan bagi pemenang agar dapat langsung memulai suatu usaha,bahkan DIKTI setiap tahunnya mengucurkan dana 1 M untuk pembinaan wirausaha di dunia mahasiswa, apa perlu para calon penerima dana tersebut dinilai kompetensi awal yang mereka miliki,agar dikemudian hari dana yg di berikan tidak jatuh ke tangan yg salah dan dapat benar-benar menciptakan lapangan pekerjaan di Indonesia dengan bermunculannya para wirausaha muda yg kompeten tersebut? menurut anda bagaiman?mohon balasannya dan nomer telponnya karena saya sangat kagum dengan tulisan anda
    Desy Puspitasari
    Mahasiswi jurusan Teknik Industri ITS
    Surabaya
    08563412788

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s