Sebagai keluarga muda dengan dua anak kecil-kecil, banyak kejadian yang kalau dikenang membuatku tersenyum. Cerita ini tadi pagi diingatkan kembali oleh suami, betapa banyak kelucuan yang terjadi saat anak-anak masih kecil, karena cara pandang yang berbeda. Menjelang tahun 90 an, karena kepentingan pekerjaan, suami lebih banyak tinggal di Bandung sedang saya dan kedua anak di Jakarta. Saat itu perjalanan ke Bandung dapat ditempuh melalui Jakarta-Bogor-Puncak-Cianjur- Bandung, atau melalui Purwakarta. Biasanya suami lebih memilih jalur Puncak, walau macet pada hari akhir pekan dan terkadang bisa sampai 7 (tujuh) jam baru sampai tujuan. Sedangkan jalur Purwakarta saat itu relatif sepi, namun jika ditempuh malam hari masih menakutkan terutama jika menyetir sendirian, karena sejak Purwakarta, arah ke Bandung melalui banyak daerah pategalan (bulak yang panjang) dan hutan. Jalan Tol baru ada jalan Tol ke Cikampek dan Jagorawi.
Jika mau kembali ke Bandung juga mesti dipikirkan waktunya, karena jalur Puncak sering ditutup dari arah Jakarta. Bisa dibayangkan betapa lelahnya suami yang saat itu menyopir sendirian, dengan kendaraan Jimny, namun demi ketemu anak dan isteri, jika tak ada halangan apa-apa, suami berusaha setiap minggu menengok ke Jakarta. Jika Liburan, baru saya yang bertugas menengok ke Bandung, kedua anak selama liburan menemani ayahnya ditemani si mbak yang momong sejak mereka masih balita. Saat itu hari Sabtu masih masuk setengah hari, jam kantor dari Senin sampai Jumat, dari jam 8 s/d 16.00 wib, sehingga waktu yang tersisa untuk libur hanyalah hari Minggu. Setiap Sabtu di kantor saya diwajibkan memakai batik atau tenun, anehnya di kantor suami diwajibkan berpakaian warna hijau ala Hansip. Entah kenapa kok Gubernur Jabar saat itu memberi surat Edaran yang mewajibkan semua karyawan pemerintah berpakaian ala Hansip. Mungkin maksudnya agar kita lebih menghargai pekerjaan Hansip.
Suatu ketika, sepulang kantor suami langsung ke Jakarta, tanpa berganti pakaian. Si sulung menyambut ayahnya dengan gembira, apalagi saat ketemu ayah adalah saat mengajak jalan-jalan ke berbagai tempat. Namun, pada suatu hari Sabtu, si sulung menyambut ayahnya dengan tangisan.
“Yah….ayah bekerja yang ada kantornya dong!” kata si sulung sambil menahan tangis
“Lho, kan ayah sudah kerja di kantor,” jawab ayahnya tak mengerti.
“Kasihan ibu yah, ibu bekerja keras di kantor, kok ayah nggak kerja yang ada kantornya,” ucap si sulung
Malamnya, usut punya usut akhirnya ketahuan. Di sekolahnya, ibu Guru menanyakan dan meminta setiap anak untuk menceritakan tentang keluarganya masing-masing. Saat si sulung mendapat bagian maju ke depan, dengan bangga dia menerangkan kalau ayah bekerja sebagai Hansip…langsung seisi kelas tertawa terbahak-bahak, dan si sulung malu sekali. Aduhh….padahal Hansip kan juga pekerjaan halal, anak-anak memang suka bereaksi spontan yang terkadang membuat anak lain menjadi tersinggung.
Menjelaskan pada si sulung memang tak mudah…suatu ketika saat anak-anak liburan, waktunya mengajak mereka berlibur ke Bandung. Oleh ayahnya, si sulung diajak ikut menunggu saat mahasiswa sedang ujian….dan tahu-tahu si sulung nyeletuk…”O, ayah itu ternyata guru ya….!”
Saya tak tahu akhir cerita bagaimana, namun si sulung terlihat happy sejak saat itu. Namun yang saya sedihkan, apa salahnya bekerja sebagai Hansip? Bukankah pekerjaan Hansip, Satpam, adalah ikut membantu keamanan?
Bu, itulah subyektifitas yang dulu juga pernah saya alami.
Di sini, pekerjaan apapun slalu tidak dipersoalkan. Mau ayahnya cuci piring ataupun CEO, sama saja…
Betul..di Indonesia orang masih melihat seseorang dari penampilan..bahkan anak kecil, yang saat itu bangga ayahnya bekerja sebagai hasip diketawakan teman-teman sekelas.
hehehe mbayangin Ari jd inget dl jg saya waktu msh SD pernah nulis kalimat ini, “Kakakku mempunyai tangan panjang”
seisi kelas lgs grrrr begitu guru saya bilang kl tangan panjang = pencuri
*malu sangat*
ooo dl sabtu sempet masuk ya bu… syukurlah skrg udah engga hehehe
Ida..apa kabar?
Itulah anak kecil, kalau memperolok teman langsung, tak memikirkan itu akan menyakitkan hati. Padahal anakku sekolah di SD Negeri (inpres), banyak temannya yang anaknya penjual bakso, pembantu di kompleks rumah dinas….dan ternyata anak-anak ini suka memperolok teman lain.
Ida beruntung Sabtu libur..dulu masuk setengah hari
Wakakaka…
Lucu juga ya… Hansip bukannya juga punya kantor, di pos ronda 🙂
Namanya anak kecil…ada-ada aja…
Anak-anak sering memiliki impian/harapan/cita-cita yang tinggi-tinggi. Dan, agaknya, itu yang memang harus ditanamkan ke benak anak-anak kita sembari menunjukkan banyak realitas yang dapat ditemukan di sekeliling kehidupan kita yang sering tak sesuai dengan yang ada dalam pikiran anak.
Meski demikian, kita tanamkan bahwa yang tidak sesuai dengan yang ada di pikirannya, juga baik-baik saja. Itulah Ibu yang mungkin menjadi tanggung jawab orangtua yang kini masih mendampingi anak-anak kecil. Salam kekerabatan.
Iya betul..syukurlah anakku langsung protes sehingga kita bisa langsung mengerti masalahnya, dan bisa menjelaskan setiap pekerjaan adalah baik sepanjang dilakukan secara halal.
…
Saya juga sempat dipandang sinis oleh ortu gebetan..
Setelah bilang pekerjaan saya petani..
😀
…
Hahaha…tapi kalau petaninya sekelas pak Bob Sadino?
Woo kereen sekali….
Prestise yg selalu saja diunggulkan di Indonesia
hihihi disini lain lagi sejak kecil anak2 sudah dididik untuk bekerja
anak tetangga saya setiap summer mbuka meja yg diisi buah2 an dari kebon rumahnya seperti plum cherry dll untuk dijual
nah anak umur 10 th itu dapat duit selama liburan
sedang anak laki2 umur 15 th an ketika libur panjang banyak yg menawarkan diri membantu motong rumput dan membersihkan halaman, atau pas musim salju mbersihin drive way nya senior2
jadi banyak anak2 disini ketika mereka berumur 17 th mampu beli mobil baru dengan tabungannya sendiri
Ini yang kurang di dorong di Indonesia…
Anak- anak mendapatkan uang sendiri setelah kuliah tahun kedua.
owalaaah…
lucu sekali ceritanya Bu, hehehe..
mungkin si sulung menjadi berpersepsi demikian karena satu kelas menertawainya ya? yang lebih lucu lagi begitu dia sadar kalau dia salah tebak begitu melihat ayahnya mengajar, hehehe… ada pelajaran yang banyak bisa diambil nih dari cerita lucu sederhana ini… 🙂
salam
Hehehe iya…betul sekali.
Padahal dia sudah bangga mengatakan..ayahku bekerja sebagai hansip…….
Padahal pekerjaan hansip juga mulia.
Setelah dia memprotes, kami menerangkan bahwa setiap pekerjaan mulia asal dilakukan secara halal.
-japs-
ngomongin tentang anak, jadi pengen cepet2….
Hmm pengin apa?
sawah sebenernya juga kantor..
Yup…betul
hahaha lucu amat… 😀
tapi emang penting sih ngasih tau anak, kerjaan papanya apa. ya supaya gak salah kaprah itu. 🙂 dulu pas kecil, kalo pas lagi ngejemput papa di kantor, saya selalu disuruh masuk. jadi bisa liat kantornya kayak apa, kenal sama temen2nya juga.
disini malah ada hari khusus lho untuk itu. biasanya di akhir april. ada hari yang namanya ‘bring your child to work’ day. dan hampir semua perusahaan ngikutin hari ini. jadi di hari itu, semua karyawan dipersilakan membawa anaknya ke kantor. biasanya kalo di kantor saya, separuh hari pertama akan ada aktivitas buat anak2nya biar gak pada bosen. ya main2, nonton film, dll. trus makan siang sama2. setelah makan siang baru anak2 disuruh ikut ortunya masing2. ya hang out aja di kantor.
saya bilang acara seperti itu bagus banget. jadi si anak jadi tau, ortunya kerja dimana. kerjanya ngapain. dan bisa kenal juga ama temen2 kerja ortunya.
Sebetulnya anak-anak suka diajak ayahnya ke kantor…cuma dia belum bisa mengerti bekerja sebagai apa…dan pakai baju hijau berarti sama dengan seragam hansip…hehehe…setelah itu baru dijelaskan..dan pekerjaan apapun tak ada yang hina, selama halal.
emang anak2 lebih sering lucunya dulu baru nyambungnya, hehehe
cerita yang menggelitik, sekaligus refleksi tentang pekerjaan yg halal meski sebagian org memandang rendah
selamat berakhir pekan bunda
Ya..itulah kelucuan anak-anak yang suka tak terbayangkan oleh orangtua
Waduh….namanya juga anak2, apa yang di lihat ya itu yang dia mengerti dan pahami walopun terkadang bukan seperti apa yang mereka lihat sebenarnya ! Gpp…hansip juga manusia, dosen juga manusia
Iya..setelah itu baru orangtua menjelaskan berbagai jenis pekarjaan dan tak ada yang hina, selama berniat baik
Hihihi…, lucu ya bunda? Kerja yang ada kantornya 😀
apapun pekerjaannya, yang penting halal, ungkapan ini seharusnya diterapkan sejak dini, biar tidak malu dgn pekerjaan orang tuanya 🙂
Hehehe…tapi usia kapan yang pas ini juga sulit…saya pernah mendongeng sepanjang pejalanan Jakarta Surabaya…ehh besoknya ditanya dia belum paham..masih terlalu kecil.
Memang orangtua harus pandai-pandai memahami anaknya.
heheh.. jadi salah presepsi gitu ya?
namanya anak kecil yah?
tapi bener tuh kata bunda, bahwa pekerjaan hansip pun juga tak mengapa. toh kerjaan halal. daripada punya kantor, tapi korupsi… hihihi
met weekend bun..
Hmm orangtua memang harus banyak berkomunikasi dengan anak…..kadang kita tak tahu apa yang ada dipikiran anak..jadi mesti rajin menggalinya.
Ya, Memang orang seringnya menilai pekerjaan lebih pada penampilan dan gedhe gajinya.
Karena cerita tentang anak kecil..merekapun tak tahu ukuran gaji…bahkan hansippun dikatakan dengan bangga..setelah temannya tertawa baru bingung…
woww..lumayan lama juga Mbak ppisah jarak gitu ya…dan hahaha..memang terkadang apa yang ditangkap mata oleh seorang anak kecil, biasanya akan menjadi memori tersendiri untuk jadi sebuah cerita di kemudian hari.. well takada yang salah dengan pekerjaan itu Mbak mungkin momentum dari tawaan seisi kelas yang MUNGKIN memicu anak Mbak menjadi agak minder dengan status HANSIP *padahal Papanya Bukan Hansip* 😀
salam hangat
Diketawain teman sekelas itu yang menjadikan anak bingung..padahal dia dengan bangga mengatakan ayahku bekerja sebagai hansip…hehehe
😯 maaf Mbak, komentar saya masuk kotak spam sepertinya 😳
Udah dikeluarkan…
Pekerjaan jauh lebih mulai ketika halal dan menjalankannya dengan baik.
Dari pada duduk di kantor namun koruptor 🙂
Hehehe..betul…
Tapi ini kan tentang persepsi anak, yang bisa salah..dan sulitnya persepsi salah pada teman anak.
Dan anak sendiri sudah bangga dengan mengatakan ayahku bekerja sebagai hansip
betul, betul, ga ada yang salah salah dengan pekerjaan security 🙂
Yup
wah, mungkin itulah kesan yang tertanam dalam memori si sulung, bu, saat melihat busana yang dikenakan bapak, hehe … meski demikian, saya sepakat dengan ibu, pekerjaan apa pun layak diapresiasi karena memang saling membutuhkan dan dibutuhkan.
Betul pak..dan PR nya adalah agar anak tetap bangga dan bisa mempengaruhi teman kalau bekerja sebagai hansip juga tak ada masalah…
pekerjaan apapun tak ada salahnya
bila dijalani dengan benar,
pekerjaan benar pun akan menyalah
bila dilakoni dengan keliru……
Yup…setuju
Di kita jenjang antara pegawai terendah dan tertinggi masih sangat jomplang ya Bu…
Padahal kalau di luar, jaraknya tidak terlalu jauh.
Pada sebuah blog saya jadi tahu kalau kuli yang membangun jalan di sebuah negara juga mampu minum kopi dari gerai kopi terkenal.
Btw, kebayang Jakarta-BAndung naik Jimny via Puncak selama 7 jam. Pantat bisa tepos tuh.
Hi hi….
Untunglah sekarang sudah ada tol yang bisa mempersingkat jaraka menjadi hanya dua jam saja.
Tapi ada juga lho, kuli bangunan yang berhasil punya toko bahan bangunan, akhirnya unya losmen dan menyekolahkan kelima anaknya sampai sarjana. Dan dia menjadi nasabah sejak dari ritel sampai besar.
Iya..dulu 7 (tujuh) jam..belakangan lebih suka naik kereta api, biar bisa tidur.
sebenarnya anak bisa bangga dengan kerjaan ayah nya sebagai sekuriti jika orang tuanya bisa menjelaskan bagaimana penting tugas ayahnya…
Jadi sang ayah harus bangga dulu dengan kerjaannya..Jadi ingat film “night at the museum “..
anaknya bangga kok walau bapaknya cuma hansip musium.. 🙂
Delia, cerita ini justru si anak bangga dan lantang mengatakan..”Ayahku bekerja sebagai hasip”.
Namun teman sekelas menertawakannya…sehingga dia bingung dan protes ke ayahnya
jadi inget bos aku waktu nyeritain anaknya yang susah disuruh belajar. bos aku bilangnya gini : if you don’t study, u will sell newspaper. giliran sekarang mau dipindah sekolah, anaknya kirain mo brenti sekolah, dia bilang gini : “I’m sorry mommy, I will study, I don’t wanna sell newspaper”.
Intinya sih musti ekstra hati-hati kalau ngomong sama anak, karena apapun akan terekam di otaknya dan akan terus dia ingat.
Betul..orangtua harus bisa berkomunikasi dengan bahasa yang dipahami anak.
Namun terkadang, anak berhubungan dengan teman yang tak mendapat arahan yang sama. Jadi, dalam kasus cerita di atas, si anak justru bangga pada pekerjaan ayahnya, namun teman sekelas menertawakannya
Anak yang baik..
rasanya ingin sllau mengajak ngobrol dengan sang anak.. untuk menjelaskan bagaimana sistem hidup itu berjalan.. dan bagaimana pekerjaan itu penting buat keluarga.
Ahh… pengen cepet2 bisa sharing dengan anak di rumah =)
Wahh…semoga obrolannya dengan anak memberi manfaat…
Karena latar belakang yang hampir seragam, saya tidak mengalami kejadian seperti itu. Tapi yang sering diminta guru waktu sekolah dasar adalah menceritakan pengalaman waktu liburan sekolah.
Hmm mungkin memang risiko sekolah heterogen seperti ini ya
di tempat saya kalau hansip atau securitynya ngilang pada bingung semua..
tapi kalau direkturnya ilang malah pada seneng smua…
nunut mampir … thx
Hehehe..jadi kalau kucing pergi…. tikuspun berpesta
Ibu, supir taksi di Jepang bisa punya rumah pribadi loh…sedangkan pegawai kantor belum tentu.
Saya punya pengalaman juga ttg kantor. Waktu itu papa sedang sering training ke luar negeri, jadi jarang di rumah. Waktu mendengar teman-teman TK berkata, “Bapakku pulang dari kantor bawa ini dong”… kantor? apa itu? Kok papa saya tidak ke kantor ya?
Sekarang malah saya yang bekerja tidak berkantor hehehe
Ya..itulah..persepsi anak kecil terkadang di luar dugaan kita.
Dan susahnya itu adalah persepsi temannya…jadi yang bisa dilakukan adalah agar anak tidak ikutan mentertawakan orang lain.
EM
justru miris dengan kejadian ditertawakannya si sulungnya bu enny oleh teman-temannya, bu. dan ternyata hal yang kayak gini juga masih terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia. hmm, padahal rasa empati harus ditanamkan melalui institusi pendidikan yah, bu?
Padahal anakku sekolah di SD Negeri (inpres)..bisa membayangkan sendiri seperti apa…anak-anak dari latar belakang orang tua yang heterogen baik dari pekerjaan maupun latar belakang pendidikannya.
Saya tersenyum membaca cerita ini …
Bagaimana bisa si Sulung berkata … Ayah saya kerjanya hansip !!!
Apa karena seragam itu ya BU …
eniwei
a very nice story
Hehehe..iya, karena seragamnya..
Dan dia lantang berseru dengan bangga..lha kok diketawain teman-teman..sedih deh.
kerja apapun yg penting halal bukan hasil mencuri ataupun menjual yg haram
komen saya yg tadi ketangkep aki ismet huhuhu
salam kenal ya bu enny 😉
Betul..yang penting halal.
Salam kenal juga, makasih telah berkunjung….
sy jg pakai baju hansip tiap senin, jadi waktu penyuluhan ke murid kelas 2 SD ada murid yang langsung nangis, “ibu polisi ya?”
(anak2 kan biasanya suka ditakut2in .. kalau nakal ditangkap polisi)
Hahaha….anak saya tak takut dengan dokter, karena sejak TK kecil, ada dokter dari Puskesmas yang setiap kali mengunjungi TK…awalnya mengajak nyanyi bersama, mendongeng…kemudian sambil mulut anak dibuka, dokter tetap cerita, sehingga si anak terpesona dan tak takut.
Tapi, pas adik ipar ke rumah pagi2 sebelum ke kantor, anak pembantu meraung-raung ketakutan, karena adik iparku (cewek) pake seragam loreng…hahaha
jadi inget saya dulu waktu kecill. karena bapak rajin mencuci baju di hari minggu, waktu ada pertanyaan di ulangan umum “apakah tugas seorang ayah sebagai kepala keluarga?”
dengan polos saya menjawab.. “mencuci”…
hahahh… ada ada aja…
Hahaha…lucu sekali, itulah anak-anak….
Dia mengatakan apa yang dilihatnya
kaya jagoan ku..saya dan istri..habis pulang dr sekolah *kebetulan aktifitas kami mengajar dalam lingkup satu sekolah*jagoan langsung lari….sambil teriak…abi…umi….
heee….salam kenal bunda..
ditunggu mampirnya…izin linknya udah dipasang coba ditengok ya?
Anak memang lucu-lucu, dan ngangeni..bila kerja lelah, pulang..mendapatkan anak berlari menyambut kita…duhh semua perasaan lelah langsung hilang
Salam kenal sebelunmya..
Seperti Saya dan Istri saya waktu pulang dari tempat mengajar * kebetulan kami mengajar disatu sekolah yang sama* pulang disambut disambut teriakan..teriakan…abi…..umi…..”kaya ga pernah ketemu aja rasanya”
berharap bisa kunjungan balik…mohon izin linknya udah dipasang silahkan dicek
http://denmasfauzi3074.wordpress.com/sahabatku
Teriakan anak membuat rasa lelah hilang ya?
Silahkan pak….untuk di link
Waktu kecil, papa saya bilang papa kerja sebagai karyawan swasta. Waktu saya bisa baca sendiri, di depan kantor papa ada papan nama perusahaan, berikut lambang koperasi dan beberapa deret angka (yang menunjukkan kantor tersebut berbadan hukum sah?) kira-kira angka tahun/SBSI/No. XXX.
Saya tanya papa SBSI singkatan apa? dijawab papa: Serikat Buruh Seluruh Indonesia. saya sedih sekali. jadi papaku seorang buruh toh? hehehe…maklum pemikiran anak kecil.
Bagi saya dan teman-teman saya saat itu, buruh artinya pekerja kasar di pasar dan pabrik. padahal papa saya berseragam bagus dan pekerjaannya bukan angkut2 barang… 🙂
Saya waktu itu “nggak terima” papa saya diakui sebagai buruh hihihi…setelah saya besar baru deh saya paham…buruh tidak selalu melakukan pekerjaan kasar. buruh hanya istilah lain untuk karyawan, pegawai, atau tenaga kerja yang bekerja di bawah perintah atasan dan menerima upah karena keahlian atau pikirannya, tidak melulu karena tenaga kasar seperti kuli.
dulu waktu kecil diajar Bapak untuk menyebut pekerjaan Bapak sebagai Wiraswasta, setelah besar, dengan bangga aku menyebut pekerjaan Bapak sebagai Penjual Barang Loak 🙂
Hehehe…itulah masa kecil ya, kita dengan lugunya menjawab dengan apa yang kita lihat
lho comment ku kok gak muncul??
Sudah dimunculkan
lucu juga ya bu..si kecil itu..tapi sekarang anak ibu udah sepantaran saya malah..haaa…kalo gitu untung donk saya suami istri kebetulan kerja yang ada kantornya..haaa
Hehehe…..anak-anak memang komentarnya suka lucu, dan masih terpengaruh teman
saya sama suami malah kerjanya dari rumah bu …. terkadang saja 2-3 kali semimggu keluar mengontrol unit bisnis suami … mostly di rumah …. side job kita berdua adalah editor buku yang full dikerjakan dirumah …. suatu ketika si sulung (3tahun) bertanya …. Bunda sama Ayah kok jarang kerja sih … seringnya main game aja di laptop …. duuuh rada susah menjelaskannya …. ^_^
Hahaha…ini kan gara-gara yang terpateri di anak-anak adalah kalau kerja ya keluar rumah..hehehe
mending jadi hansip dari pada kerja kantoran tapi selalu di gunjing orang karena korupsi… hahaha
betul…!