Minggu pagi masih gelap, tapi kami telah bersiap-siap karena hari ini akan mengunjungi pondok Pesantren Suryalaya yang terletak di Jalan Raya Pagerageung, Ciawi, Tasikmalaya. Kami menjemput teman di Sumedang dulu, dan dari Sumedang kami melalui jalan sidatan (tembusan) ke arah Wado, melewati Rancapurut, Ganeas, Situraja, Darmaraja baru ke Wado. Perjalanan sangat menyenangkan, dikiri kanan terhampar sawah yang menghijau, ada beberapa daerah yang mulai panen. Terlihat masyarakat yang aman tenteram. Dari Wado, perjalanan diteruskan ke Malangbong, dan pada perempatan Malangbong terus lurus, menanjak berliku-liku ke arah Tasikmalaya. Begitu memasuki Kabupaten Tasikmalaya, sebagai patokan adalah Rumah Makan Gentong, terus ada pom bensin dan tak lama kemudian ada tanda ponpes Suryalaya belok kiri ke Pamoyanan. Pada pertigaan jalan, yang ada tanda Inabah XI, maka kami belok kiri menyusuri rumah pedesaan dan disamping kiri sawah luas yang ditanami padi terhampar.
Pondok Pesantren Suryalaya dibagi menjadi beberapa Inabah, yang menunjukkan tingkat keseriusan sakit pasiennya. Pasien yang sedang berobat tinggal di asrama, dengan membayar uang pondokan. Pasien di Inabah disebut dengan nama Abibah. Di Inabah XV, jika tak melihat papan nama nya, pasti kami akan melewatkan begitu saja, karena seperti rumah tinggal biasa dengan banyak bunga-bunga yang ditanam di halaman depan.

Dan saat itu, di Inabah XV terdapat sekitar 40 an pasien yang sedang di rawat, berasal dari berbagai daerah, dari Sumatra, Sulawesi, Jawa Timur dan lain-lain.

Ibu Anita, yang merupakan pengurus Inabah XV menerima kami dengan senang hati, saya banyak mengobrol dengan beliau. Ibu Anita yang mempunyai 4 (empat) anak laki-laki dan satu anak perempuan, serta cucu ini, sekarang banyak mendedikasikan waktunya untuk membantu sesama di Inabah XV. Pasien yang dirawat di sini tak hanya karena ketergantungan narkoba, namun juga ada yang karena stres, usia nya berkisar dari 10 tahun sampai S3 lulusan Amerika. Saya sedih mendengarnya, namun itulah kenyataan hidup yang harus dilalui.
Menurut ibu Anita, kesembuhan pasien sangat dipengaruhi oleh keinginan pasien sendiri, pengurus maupun keluarga hanya bisa membantu mendorong. Di sini, pasien dirawat dulu selama 3 (tiga) bulan dengan kegiatan yang ketat dan tidak boleh ditemui oleh keluarga. Pengurus akan melihat kemajuan pasien, dan setelah 3 (tiga) bulan pasien boleh ditengok keluarga, namun harus ada perjanjian terlebih dahulu. Jika ternyata ada perubahan, bisa saja keluarga batal menemui keluarganya. Kunjungan kedua dan selanjutnya juga sangat tergantung dari kemajuan pasien.
Aktifitas yang dilakukan Abibah Inabah XV sehari-hari sebagai berikut:
- Jam 02.00 pagi—- a. Bangun malam mandi taubat. b. Solat Sunat: i) Sukrul Wudlu 2 rakaat, Taubat 2 rakaat, Tasbih 4 rakaat. ii) Tahiatul masjid 2 rakaat, Tahajud 12 rakaat, dan witir 2 rakaat. ii) Dzikir 165 atau lebih (menelang Subuh)
- Jam 04.00 pagi—–a. Solat Sunat; Kobliah Subuh dan Lidap’il Bala (masing-masing 2 rakaat). b. Solat Subuh (langsung dzikir). c. Khotaman
- Jam 06.00 pagi —- a. Solat Sunat;Isrok, Istiadah, Istiharioh (masing-masing 2 rakaat). b. Sarapan pagi
- Jam 10.00 pagi —- a. Solat Sunat Duha dan Kifaratul Baol (masing-masing 2 rakaat)
- Jam 12.00 siang—-a. Solat Kobliah Dzuhur 2 rakaat. b. Solat Dzuhur (langsung dzikir). c. Solat Badiah Dzuhur 2 rakaat
- Jam 15.00 siang —-a. Solat Sunat Kobliah Asyar 2 rakaat. b. Solat Asyar (langsung dzikir dan khotaman)
- Jam 18.00 sore —–a. Solat Sunat Kobliah Magrib 2 rakaat. b. Solat Magrib (langsung dzikir). c. Solat Sunat: Badiah Magrib, Awabin, Taubat Hadil Iman, Birulwalidaim, Syukur Ni’mat (masing-masing 2 rakaat)
- Jam 19.00 malam…a. Solat Sunat Kobliah Isya 2 rakaat.b. Solat Isya (langsung dizkir). c. Solat Sunat Ba’diah Isya 2 rakaat.
- Jam 21.00 malam—Solat Sunat Syukrul Wudlu, Mutlak, Hajat (masing-masing 2 rakaat), langsung dzikir dan khotaman.
Dengan aktifitas yang padat dan lebih banyak berdoa, diharapkan pasien bisa menenangkan diri, bertaubat dan memuji syukur kepada Allah swt dan memohon kesembuhan. Setelah puas mengobrol dengan ibu Anita, dan janji akan berkunjung lagi dilain kesempatan, kami berombongan pamit. Saya dan suami langsung pulang ke Bandung, sedang yang lain terus ke Singaparna.
Perjalanan dari Ciawi sampai melewati Gentong lancar, cuaca cerah, namun langit terlihat mulai berawan. Mendekati tikungan, kendaraan tersendat karena banyak bis dan truk yang tak bisa maju dengan pesat. Saya perhatikan banyak pengendara sepeda motor yang tanpa helm, berboncengan, bahkan ada yang sambil sibuk memencet tombol Hape untuk mengirim sms, padahal di jalan yang berliku-liku.

Saya yang melihat kawatir kalau dia terjatuh. Dan rupanya banyak yang melakukan hal yang sama. Melewati daerah jalan Raya Nagrek, saya sudah siap jika jalanan menanjak, ternyata jalan telah diperluas, sehingga jalan yang macet dan berliku-liku seperti tahun 90 an tak terasa lagi. Di pertigaan jalan, kami sempat ragu karena ada cabang dua jalan, akhirnya kami memilih jurusan Bandung tanpa melalui Cicalengka.

Tak lama kemudian awan tebal mulai menutupi sinar matahari, kemudian titik air hujan mulai jatuh. Pengendara sepeda motor entah kemana kok tak terlihat di jalan, mungkin sudah mencari tempat berteduh. Jarak hanya bisa dilihat 3 (tiga) meter dan kedua lampu kendaraan di depan mulai berkedip-kedip. Hujan deras seperti dicurahkan dari langit. Tak lama kemudian jalan kendaraan tersendat, rupanya banyak pohon patah dan menutupi jalan. Sampai di jalan Rancaekek, kendaraan berhenti total. Saya mencoba menanyakan pada sopir angkot yang keluar dari kendaraan, rupanya ada jembatan runtuh. Saya agak bingung, apa ada sungai besar yang akan dilewati, dan apa banjir kok jembatan runtuh. Setelah terhenti hampir 2 (dua) jam, dan bolak-balik mematikan mesin kendaraan (kawatir bensin yang tinggal separo habis), akhirnya mobil mulai bergerak. Mobil kecil bisa ikut antrian, namun bis dan truk terpaksa minggir….dan rupanya papan reklame yang dipasang dipagar jembatan runtuh terkena angin kencang, membawa serta sebagian pagar jembatan tersebut untuk ikut runtuh.

Perjalanan kemudian lebih lancar, setelah belok kiri memasuki Tol Cilenyi, kami mulai bernafas lega. Sampai rumah badan terasa capek sekali, sehingga rencana semula, mau terus kembali ke Jakarta, terpaksa ditunda sampai besok.
pesantrennya itu jadi kayak pusat rehab ya?
pasiennya ada yang umur 10 th? kenapa itu ya kok sampe harus masuk rehab gitu?
Itulah…memang pusat rehabilitasi.
Anak umur 10 tahun malah cuma dititipkan, anak orang tak mampu..dia disuruh-suruh orang lain untuk mencuri, terus tahu sendiri deh…kan untuk ke arah sana makin mudah lagi.
Saya sedang berpikir setelah membaca jadwal harian mereka… dalam sehari mereka tidur brapa jam yak?
Kan masih ada antara jam 9 pm sampai dengan jam 2 pm…
Bagi orang yang terbiasa sholat Tahajud, kemudian belajar pagi hari, itu biasa Don…
Saya dulu malah tidurnya kurang dari itu….
Jadual ketat memang dibuat, terutama pasien baru, agar mereka konsentrasi berdoa, dan tak membayangkan hal-hal lain. Apalagi kalau sakauw, katanya suka nggak tega…jika bertahan setelah 3 bulan…dilihat perkembangannya 3 bulan lagi. Namun dilingkungan sana ada juga tempat olah raga, bermain musik dsbnya…terutama jika mereka telah melewati masa kritis.
(maaf) izin mengamankan KETIGA dulu. Boleh kan?!
Ternyata jadual di pesantrennya padat banget, ya….
Memang dibuat padat, agar mereka konsentrasi dan tak berpikir macam-macam..dengan doa diharapkan hati mereka terbuka, karena kuncinya adalah kesadaran dari dalam diri sendiri
kalo ndak salah ini rehab buat anak-anak yang bermasalah ya? soale dulu ada anak di sekolah sebelah masuk situ tapi ndak “lulus”, ndablegnya setengah mati
Yup betul…yang lulus memang yang punya dorongan semangat dari diri sendiri….tanpa itu akan kecebur lagi…
Susah ya….
wah.. foto terakhir bikin kaget..
kayaknya kacau banget mbak..
moga gak ada korban yaa. kalo ada ya moga gak parah n baek2 saja…..
Syukurlah nggak ada korban..tapi macetnya sampai 7 km…..duhh betul2 deh..hujan angin, petir…..
rumah kehangatan keluarga bluedi tasikmalaya,kawan
kapan kapan mampir atuh.heheh
salam hangat dari blue
Di kota nya?
Wahh kapan-kapan bisa mampir ke sana
Mbak, apakah untuk mendapatkan perawatan di Inabah itu ditarik biaya? Berapa besar biayanya?
Acara sehari-hari di Inabah sangat padat dengan doa, apakah pasien tidak jenuh? Apakah ada selingan acara yang lain?
Ditarik biaya mbak, sekitar Rp.3 juta sebulan…termasuk makan, cuci dan pengobatannya
Jadual memang padat, terutama dengan doa, agar mereka dibuka hatinya oleh Allah swt…dan dengan doa, diharapkan bisa bertahan jika sedang sakauw
Selingannya jika sudah lewat masa kritis, ada musik, olah raga dll.
wah ibu nyampe ke Inabah
Tasik itu resik bu 😀
Saya nggak sempat ke kota Tasiknya…karena belok ke kiri nya sebelum masuk kota Tasik.
Padahal pengin juga cari bordiran Tasik…..
Langitnya begitu gelap ya, tapi tetap aja aku kangen
Iya…saat itu jarak pandang hanya 3 meter
Tapi pemandangan Jawa Barat memang indah
..
Bagus ceritanya
Jadi berasa ikut jalan-jalan naik mobil sama Bu Enny..:-)
Yang nyetir sopir atau bapak sendiri nih..
Pasti capek banget dari pagi sampek malem duduk didalem mobil 🙂
…
Yang nyetir Minah (si mbak di rumah yang berperan dari momong anak saat kecil, menjadi perawat jika sakit, membantu membayar STNK dll)….benar-benar komplit deh keahliannya
Tentang S3 lulusan Amerika yang stres saya jadi ingat dulu ada dosen dari sebuah PTN di Bdg (saya conceal aja deh…) yang lulusan pasca di Amerika yang stres juga, karena katanya dia pulang dari Amerika tapi nggak bisa nunjukin ijazahnya. Walhasil dia jadi ‘stres’, namun anehnya di kampusnya dia masih mendapatkan ruangan dosen tersendiri walaupun nggak dipercayakan ngajar. Karena stres dia suka ngobrol agak “ngaco” gitu kalau ketemu mahasiswanya. Sebenarnya kasihan juga sih, sebab di kampusnya sepertinya dia udah nggak diaku oleh sesama dosen dan nggak pernah dianggap serius. Dulu saya sering lihat dia jalan kaki dari Cisitu ke kampusnya…
Jadi..orang stres tak tergantung latar belakang pendidikannya ya…
Memang ada orang yang berbakat mudah stres..makanya kalau rekruitmen ada tes apa bisa bekerja di bawah tekanan…apalagi saat sekarang ini.
Perjalanan lima kota yang mengasyikkan. Apalagi ada oleh-oleh yang diwartakan -yang saya turut membacanya demi mendapat pengalaman. Salam kekerabatan.
Iya pak, berbagi pengalaman, yang juga baru sekali buat saya
perjalanan sarat makna
saya juga jalan-jalan
sambil memetik pelajaran
dari fenomena yang dilalui….
Betul mas, setiap perjalanan selalu ada pelajaran yang dapat dipetik
Baru dengar aja tentang pesantren Suryalaya itu tapi belum sempet main kesana.
Sama seperti Mba Tuti, jadwalnya padat sekali dengan kegiatan kerohanian, saya berpikir apakah saya bisa bertahan dengan kegiatan sepadat itu ya? Tapi mungkin saja justru itu satu strategi pengalih yang paling efektif, atau ada kegiatan2 lain sebagai selingan biar ndak bosen. Jadi tertarik main-main kesana juga nih, Bu. Tapi semoga bukan sebagai peserta rehabilitasinya.
salam
-japs-
Justru jadual padat itu dibuat, agar pasien benar-benar hanya berdoa memohon kesembuhan…terutama pasien yang baru datang.
jadwalnya padet banget ya bun…, tapi bisa jadi lebih disiplin berada di pesantren, temannya juga banyak, gag akan kesepian…
kemaren ujan di sertai angin ya bun? itu fotonya koq seperti ada angin kencang gitu.
Jadual memang dibuat disiplin supaya tak melamun….dan lebih berdoa agar dibukakan hati oleh Allah untuk mendapat kesembuhan.
Pulangnya memang melalui hujan angin, badai dan petir…syukurlah tak ada korban saat jembatan penyeberangan runtuh
Membaca posting Ibu ini, saya jadi ingin tahu banyak hal:
1. Di pesantren itu apakah pendampingnya rohaniwan/ ustad?
2. Apakah ada tenaga profesional (psikolog/psikiater)?
3. Selain kegiatan rohani, adakah waktu khusus untuk konseling?
Wah, saya kok merinding melihat foto terakhir itu, Bu…
Nana, di ponpes itu ada ustad, kemudian ada pendamping untuk mendamping pasien, amklum bagi yang baru datang bisa berbahay kalau lagi kecanduan, bisa menyakiti diri sendiri.
Dan memang ada konselingnya…jika telah melewati masa kritis (3 bulan)…maka kegiatan juga ada tambahan seperti olah raga dsb nya.
Foto terakhir itu memang menyeramkan, syukurlah tak ada korban jiwa
Malam bu..hanya menyapa ibu, masih ingat sama saya ngga? woman issue PB 2007hahahha!
gambar pagar jembatan serem sekaliiii….:((
Hallo Kiky…udah lama tak ketemu, apa kabar?
PB tahun kemarin tak bisa datang…..
Iya, memang serem…kejadiannya lebih serem lagi..macet sampai 7 km….saya yang udah dekat jembatan aja, hampir 2 jam macet disitu, padahal biasanya nggak sampai 10 menit. Untung tak ada korban jiwa
wah perjalanan yg mengasikkan macet 7 kilo???
wow…brapa jam itu mbak??
Itu pas setelah jembatan roboh, saat itu saya perkirakan mobil saya satu kilometer dari tempat kejadian.
Hujannya benar-benar lebat, hanya 3 meter jarak pandang, dicampur angin kencang….tapi pemandangan dari mobil indah banget….mungkin karena saya jarang berkendara ditengah hujan lebat seperti itu.
Indah, mengagumkan dan menyeramkan.
Gara-gara jembatan roboh, yang seharusnya hanya makan waktu 10 menit, menjadi hampir 2 jam
dalam rangka apa bu ke pesantren..
sepakat, bu, semuanya memang tergantung kita. apalagi bekerja di bawah tekanan.
Ada teman yang mengajak ke sana, kebetulan punya kenalan pengurus di sana. Tentu saja, saya dan suami mau, apalagi sebelumnya telah sering mendengar tentang keberadaan ponpes ini
saya minggu kemaren juga ke bandung bu
Saya minggu ini juga, memang mondar-mandirnya Jakarta Bandung
wah.. paling takjub lihat orang bonceng motor masih bisa sms-an (atau fesbukan) bu.. kalau tiba2 pengendara bikin gerakan mendadak dan nggak seimbang, dia juga yang jatuh..
Hebat ya…dan ini saya lihat banyak pengendara motor tanpa helm dan ber sms ria, yang umumnya dilakukan oleh remaja, di jalan antara Garut dan Nagrek
nama saya Rendra Pahlevi asal kabupaten sumenep madura. saya pernah masuk di panti ini pada tanggal 18 Mei 1998 lalu 3 bulan kemudian saya keluar. dan hasilnya memang sangat memuaskan. ucapan terima kasih saya ucapkan kepada pengurus dan seluruh pembina di inabah ini ( Bpk Oman Abdurrahman, Ibu Anita/mami, Bpk nanak, Bpk Ujang, Bpk Ikin, Bpk Ijul, dll).