Saya “agak terlambat” tahu mengenai Cipetevaganza kedua ini. Cipetevaganza pertama diadakan pada bulan Juli sekitar dua tahun lalu. Awalnya karena membaca FB nya teman yang kebetulan tinggal di rumah dinas dekat jalan Cipete Raya. Kemudian saat Sabtu malam, si mbak yang ijin keluar saat itu terlambat pulang, padahal biasanya kalau jalan-jalan Magrib sudah pulang, saat itu molor sampai jam 9 malam, rupanya setelah menengok temannya di kompleks rumah dinas, dia pulang mesti jalan kaki sepanjang jalan Cipete Raya sekaligus melihat Cipetevaganza yang digelar sepanjang jalan tersebut. Saya dulu juga tinggal di sana, sehingga si mbak punya ikatan antar para mbak yang membantu ibu-ibu di lingkungan kompleks rumah dinas tersebut. Sabtu itu memang si mbak ijin jalan-jalan, saya perbolehkan, karena sebelumnya sahabat lama saya berjanji ke rumah, tapi gagal karena dia terjebak di jalan Tol Bintaro yang banjir sampai setinggi satu meter. Jadi saya pikir, saya mau tinggal di rumah saja, karena badan agak meriang.
Cipetevaganza ke II, seperti yang pertama, dilaksanakan selama dua hari, yaitu hari Sabtu dan Minggu, tanggal 5-6 Juni 2010. Badan saya agak meriang, mungkin akibat kehujanan dan panas yang berganti-ganti selama saya liburan di Bali, baru terasa akibatnya sekarang saat libur akhir pekan. Pagi-pagi saya menelepon salon langganan, untuk pesan layanan body massages, maklum kalau akhir pekan sering tak dapat tempat. Mendapatkan layanan body massages di salon tersebut sungguh nyaman, karena salon tersebut memang khusus untuk wanita. Petugas yang menerima telepon memberitahu, kalau saya dijadualkan jam 9 pagi itu. Tumben, batin saya, kemudian saya teringat kalau ada Cipetevaganza, sehingga kemungkinan seluruh ruas jalan Cipete Raya ditutup, dan karena salon tersebut lokasinya di jalan tersebut, banyak pelanggan yang membatalkan pesanannya.
Saya naik bajaj dari depan pasar Mede, dan turun dipojokan jalan Fatmawati dan Cipete Raya. Situasi masih sepi, karena masih sekitar jam 8 pagi, jadi saya sempat mengambil beberapa foto. Sempat ketemu bapak yang berpakaian jas rapi dan ibu yang telah cantik bersanggul menenteng undangan sedang menanyakan jalan ke arah jalan Anggur Barat. Sayangnya jalan tersebut terletak di tengah jalan Cipete Raya, belok ke kiri dari arah Jalan Fatmawati. Si bapak kelihatannya ngotot ingin mencapai lokasi acara pernikahan dengan mobil, yang tak mungkin terjadi karena jalan Cipete Raya tertutup oleh tenda-tenda dan banyak orang lalu lalang melihat-lihat stand tersebut. Saya meninggalkan kedua suami isteri dengan petugas, entah bagaimana jalan keluarnya. Terbayang, tamu-tamu undangan yang punya gawe bakalan banyak yang telat atau membatalkan datang. Saya ingat kejadian saat salah seorang staf ku menikah, acaranya diadakan di aula Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI). Saat itu, rencana acara resepsinya sudah diundur agar tak bertabrakan dengan acara Kemang festival yang juga diadakan di jalan raya Kemang. Ternyata Kemang festivalnya diundur, pas bertepatan dengan acara resepsinya, padahal undangan sudah terlanjur menyebar. Kasihan sekali stafku, tamu yang mestinya hadir di acara resepsi banyak yang terjebak macet, tak tahu jalan untuk mencapai lokasi undangan.
Saya melanjutkan perjalanan, ketemu mbak-mbak yang berseragam Ceragam, yang senang sekali saat saya mengambil foto mereka, bahkan meneriakkan yel-yel (saya geli, lha cuma foto…kan yel nya nggak terdengar). Perhatian saya tertarik pada banyaknya makanan yang dijual, jadi menyesal karena terlanjur telah makan pagi. Ada berbagai penjual makanan seperti pecel, empek-empek dan berbagai penganan lain.
Ibu Saidi, penjual pecel yang mau saya foto, ternyata sehari-hari nya mangkal di daerah Kemayoran, tapi beliau sering mendatangi acara-acara seperti ini untuk melariskan dagangannya. Hari Rabu besok, dia akan menggelar dagangan pecelnya di kantor Agama (? saya agal lupa) yang mengadakan bazaar. Melihat semangatnya saya ikut senang, dia kelihatan sekali menikmati pekerjaannya, bersenang hati karena bisa kumpul dan ketemu teman baru. Betapa mudahnya seorang rakyat kecil untuk bahagia, saya menjadi malu sendiri.
Ada juga dijual mainan anak-anak, yang menarik adalah mainan naik kereta api, dengan jalur yang berputar melingkar. Pagi itu saya menemukan si kecil yang ingin naik mainan, dan dia merupakan penumpang untuk pertama kalinya.

“Penglaris,” kata si bapak yang menjalankan mainan tersebut. Dengan membayar Rp.5.000,- si anak telah menikmati mainan dengan gembira. Penjual berbagai minyak juga ada, saya sendiri malu untuk bertanya, apa itu minyak mestika, kok tak ada satupun orang yang datang ke bapak penjual berbagai minyak tersebut. Terlihat banyak bapak ibu masih berpakaian untuk jalan-jalan pagi, si bapak masih mengenakan celana pendek, ibu-ibu pakai pakaian olah raga. Rupanya jam 8 an ini, pengunjung banyak terdiri dari keluarga yang sekaligus mampir setelah jalan pagi.
Yang menarik lagi adalah Hotdog, burger dan steak merk Monster, saya baru mendengar nama ini. Dan sayang …tak sempat menikmati karena perut terlanjur kenyang. Di sebelahnya ada stan “Lekker hot dog”…waduhh kalau sudah begini, betapa senangnya jika anak-anakku masih di Jakarta, terutama si sulung yang doyan makan, acara seperti ini pasti memuaskan rasa ingin tahunya tentang berbagai makanan. Setelah selesai pijat di salon, yang ternyata saya mendapat diskon 20 persen, karena toko-toko yang berada di kiri kanan jalan Cipete Raya juga ikutan menggelar diskon serta berbagai bazar untuk menarik pengunjung. Ide yang bagus, karena saya lihat, walau telah di diskon, pelanggan salon tak sebanyak biasanya, hanya ibu-ibu yang sedang minta layanan sanggul karena ada acara pernikahan. Justru ada beberapa bule, yang mungkin kesempatan menikmati salon dengan harga murah dibanding di negaranya. Di lobby salon dan halaman salon yang biasanya penuh mobil pelanggan di gelar bazaar berbagai baju. Saya menikmati empek-empek, yang rupanya dikelola oleh Renny Jayusman, penyanyi rocker tahun 70-80 an.
Pada Festival Budaya Betawi seperti ini, sudah pasti ada banyak penjual kerak telor, serta bir pletok. Bir pletok ini (menurut ibu penjual telor) dibuat dari daun secang, jahe, gula batu yang di rebus….”Mengapa namanya pletok?”, saya bertanya pada ibu itu. Mungkin biar merasa pletok (hayoo merasa pletok nih apa maksudnya), namun minum bir ini tak akan merasa mabuk.

Sayangnya, lagi-lagi si sulung tak ada, sehingga saya tak berani beli makanan apapun, di rumah nggak ada yang makan. Di kelompok pedagang kerak telor saya mendapati satu keluarga sedang mencoba merasakan kerak telor untuk pertama kalinya. “Bagaimana bu rasanya?’ tanya saya. Ibu itu hanya menyengir..mungkin seperti perasaan saya saat pertama kali mencoba kerak telor tersebut.
Suasana diramaikan oleh Benz radio, yang merupakan radio masyarakat Betawi, dengan lagu-lagu yang menggugah semangat. Festival ini memang diadakan untuk memperingati lahirnya kota Jakarta kita tercinta, walau tidak lahir dan dibesarkan di jakarta, kedua anakku kelahiran Jakarta, dan saya telah tinggal selama 31 tahun di Jakarta. Wajar kan kalau saya boleh mengaku sebagai warga Jakarta, KTP dan SIM pun (walau tak pernah diakai) juga dari Jakarta.

Di ujung jalan ada bapak tua penjual es dawet yang murung, ternyata karena sempat hujan dan agak mendung, jualannya tak laku. Modalnya, yang hanya Rp.150.000,-. belum balik kembali…saya menghiburnya karena saat itu masih jam 3 sore, dan acara masih berlangsung sampai tengah malam. Di satu sisi, daerah Jakarta Selatan, terutama daerah lingkungan dekat Cipete Raya merupakan lingkungan keluarga menengah, sehingga rata-rata masyarakat nya sadar kesehatan. Saya merasa, mereka tak berani beli es dawet dari si bapak, karena kawatir kalau tak higienis (air mentah). Dan saya lihat, penjual teh panas, kopi, siomay, pecel, bakso, hotdog, serta berbagai makanan lain tetap laku keras.
Yang disesalkan, masih banyaknya pengendara motor melintas diantara warung tenda tersebut. Walau polisi berjaga di mulut jalan Cipete Raya, namun banyaknya jalan kecil yang masuk ke arah Cipete Raya, memungkinkan banyak pengendara sepeda motor yang menerobos diantara keramaian. Pada acara selanjutnya, panitia agar lebih memberi perhatian ini, sehingga pengunjung tidak merasa kawatir, apalagi yang anaknya kecil-kecil.
Selain makanan ada stand untuk sekolah selam, saya cuma mengambil brosurnya, lha renang aja nggak berani apalagi selam. Ada bapak yang melukis wajah, dan cukup banyak dikerumuni orang, mengingatkanku saya pernah membuat lukisan ini saat anak-anakku masih TK/SD. Saya teringat mesti belanja ke swalayan, karena ada beberapa barang yang telah habis. Biasanya cukup mbak Ti, namun tak ada salahnya saya mampir ke D Best, karena sekaligus lewat.
wah keliatannya seru ya… terutama karena banyak makanan. hahaha.
Yang seru memang makanannya….hahaha..
Dan sayangnya kapasitas perutku terbatas….
Wah, asik Bu, tapi namanya kenapa ‘barat’ sekali ya… Kalau aku jadi ketua penyelenggara aku bikin sesuatu yang lebih “Indonesia” ketimbang pake vaganza-vaganza-an 🙂
Pecelnya enak kayaknya…
Saya juga nggak mengerti kenapa nggak pake bahasa khas Betawi ya?
Pecelnya memang enak kayaknya…sayangnya pagi itu saya udah sarapan..dan saraannya lontong pecel, cuma belinya di Pasar Mede dekat rumah
lam kenal Mom:)
wah, banyak yang jualan ya?
Kerak telor, baru pernah makan sekali? gak gitu suka hehehe….
Es cincau mau dong!
Salam kenal juga, terimakasih telah berkunjung ke Blog ini
saya belum pernah makan kerak telor. barangkali kalau saya datang ke sana, saya termasuk orang pertama yg mencicipi kerak telor juga ya hehehe. memang rasanya spt apa sih bu?
Rasanya mirip dadar telor….
Makannya harus panas-panas (hangat), kalau nggak kurang pas
Jadi wartawan Cipete Vaganza ya.. Sebenarnya suatu kegiatan yang bagus, tapi sayang menyusahkan orang.. Semoga untuk selanjutnya ada jadwal jelas yang di publikasikan ke masyarakat sekitar tempat acara sehingga bisa mengatur acara warga yang perlu akses jalan
Hehehe…kenapa pas kita masih tinggal disana belum ada acara ini ya…
Di satu sisi, kasihan orang yang mempunyai kegiatan di sekitar jalan tersebut, karena ada beberapa jalan yang jalan keluarnya hanya melalui Cipete Raya
duh kapan yah bisa mengunjungi acara2 seperti ini…
Hmm..kadang acara seperti ini tahunya juga dari mulut ke mulut
Salam Kenal 🙂
Salam kenal juga, makasih telah berkunjung
Hua hua…sedihnya ko saya nda diajakin acara festival ini ya…:-(
Hmm
wahh bun, ini kok ada ya, padahal aku lama loh kerja di daerah cipete sekitar 2 thn, jln abdul majid raya! kok aku ndak pernah tau ada festival begini. baru mungkin ya? 😀
seru banget banyak makanannya! pengen nyobain bir pletok! enak gak bun?
Ini juga baru diadakan untuk kedua kalinya…padahal dulu (sebelum tahun 2007), rumahku di daerah jalan Cipete Raya…..
Bir pletok? Yang pernah mencoba anakku, rasanya enak, karena ada jahe nya ditambah daun secang. Kalau Ria suka wedang jahe, atau wedang secang (sekarang sering jadi minuman kalau ada acara hajatan)..tentu akan suka dengan minuman bir pletok ini
..
dagangnya gak pake’ tenda ya Buk..?
kesihan kalo keujanan…
..
pasti enak tuh, bisa nyicipin jajanan yang udah jarang di temuin..
..
Pakai tenda kok, tapi ada juga yang tidak…..
Dan sempat hujan juga, untungnya nggak deras, sehingga acara tetap bisa berlanjut
bir yang halal ya bu 😀
belum pernah minum. tetapi karena menggunakan jahe, kemungkinan besar saya tidak doyan, hehe
Kenapa nggak suka jahe? Punya sakit maag? Padahal kalau lagi batuk..minum jahe [ake gula aren, diminum hangat2, membuat badan menjadi lebih enak.
Saya kenal wedang jahe ini gara-gara makan bakmi rebus di alun-alun Yogya, minumnya disuguhi wedang jahe..keterusan suka sampai sekarang. Tapi harus makan dulu, agar maag nya nggak kambuh.
Bu Saidi jualan pecel apa tuh?
pecel betawikah?
Wahh pecel apa ya…rasanya dimanapun pecel kan sama, hanya ada beberapa rasa yang beda. Pecel Madiun pedas dan asin, pecel Kediri ada rasa manis, demikian juga pecel Tulungagung. Ini pecel yang pernah saya rasakan.
Di Jakarta, makan pecel malah ditambah mie….tapi anakku menjadi terbiasa makan pecel yang dijual di pasar Inpres ini.
Sebenarnya kalau ingin mendengar yel-yelnya si mbak dan yel-yel tersebut ‘lucu-lucu’ dan unik yang patut di-share oleh pembaca sebenarnya bisa di-shoot dengan video mode memakai kamera digital biasa, lantas terus diupload ke You-Tube. Nggak usah lama-lama cukup 30 detik aja. Gampang kok caranya upload ke You-tube.
Saya belum pernah ke Cipetevaganza jadi nggak tahu apakah kebanyakan yang ditampilkan adalah makanan dan minuman. Tetapi menurut saya agak sayang ya, dalam reportase, fotonya kebanyakan makanan dan minuman aja, jadi sedikit agak nggak berimbang begitu. Benz Radio misalnya mungkin agak unik kalau dishoot fotonya atau kalau bisa sedikit dishoot pakai video, jadi mungkin agak ketahuan khas Betawinya. Pasti banyak juga hal-hal lainnya yang unik yang nggak melulu berhubungan dengan makanan saya rasa. Tetapi gambar yang bir pletoknya lumayan ‘informatif’ minimal bagi mereka yang belum tahu bir pletok yang sebenarnya juga bukan bir dan bebas dari etanol jadi aman bagi mereka yang teetotaller…
Mengenai es dawetnya si bapak tua, ceritanya kasihan juga. Saya dulu juga begitu hati-hati kalau jajan di pinggir jalan kurang higienis. Tetapi sejak mahasiswa, lepas dari orang tua dan banyak bergaul dengan mahasiswa2 lain, akhirnya berani juga jajan di pinggir jalan seperti itu bahkan sampai sekarang! Walaupun nggak sering juga. Sedikit mikroorganisme dalam jangka panjang sebenarnya bagus untuk melatih sistem kekebalan kita. Orang yang terlalu ‘meticulous’ dalam kehigienisan juga kurang bagus, karena sistem imunitas alamiah mereka jadi tidak pernah terlatih. Namun ada satu hal yang masih agak membuat was-was dari minuman pinggir jalan yang ‘murahan’ terutama yang warna-warni yaitu: zat pewarnanya!! Nah…. kalau ini… justru dalam jangka panjang yang bisa merugikan kesehatan…
Reportasenya memang nggak imbang kang Yari..lha wartawannya dadakan…dan yang disenangi makanan….hahaha
Padahal banyak hal lain yang bisa ditampilkan..tapi kali ini memang tertariknya pada makanan.
Bundaaaaa…..
Apa kabar bunda? Kangen baca tulisannya..^^
jalan”nya seru, banyak makanan ya, jadi penasaran sama bir pletok, baru tau,itu dibikin dr apa ya bun?
Halo Desya..kabar baik
Bir pletok? Saya juga belum mencoba, tapi kata anakku rasanya enak..ada rasa jahe
Terimakasih infonya, ……
…. Smoga budaya betawi tetap lestari
Keep Posting, Salam.
Sama-sama
kemarin liat beritanya di tipi…menyesal tidak bisa kesana 😦 padahal istri aseli betawi
Lain kali masih ada kesempatan….
Kegiatan semacam itu di kota-kota besar seperti di Jakarta ini, kok, ternyata lebih memanfaatkan area jalan umum, ya. Apa di sekitar wilayah itu tak ada area publik yang lebih memungkinkan untuk kegiatan tanpa harus “mengganggu” acara yang diadakan orang di sekitar jalan tersebut?
Ah, rupa-rupanya ruang publik yang cukup mewadahi untuk acara-acara keramaian seperti itu “tanpa mengganggu” telah tiada di kota-kota besar.
Salam kekerabatan.
Justru mungkin acara seperti ini menyatukan warga nya, terutama warga disekitar tempat tinggalnya.
Awalnya dimulai dari jalan Jaksa, yang banyak dihadiri wisatawan asing, karena dilingkungan sekitar jalan Jaksa dikenal sebagai tempat hunian para wisatawan asing dengan harga murah (backpacker), kemudian diikuti dengan festival jalan Kemang…yang juga mengambil lokasi jalan Kemang raya.
Cipetevaganza baru diadakan dua kali…entah apa nantinya akan seperti festival di tempat lain apa tidak.
jogja jg lagi ada festival kecil2an…
Iya, Yogya terkenal dengan banyaknya acara festival
ternyata di jakarta banyak festival juga yah, baru tahu Q.. ^_^
salam kenal yah, saya blogger newbie nih yang baru lahir.. 😀
Salam kenal juga, makasih telah berkunjung
hmm…acara seperti ini wajib dilestarikan ya Bun…trus sasaran utamanya dari kalangan muda agar nggak melupakan budayanya, bener gak Bun? 😛
Betul..sebetulnya yang menarik adalah saat pembukaannya, digelar acara budaya Betawi..sayangnya saya tak bisa datang
wah betawi abissss…
terus terang, saya paling penasaran ama kerak telor. belom pernah nyoba. sebenernya di jogja juga ada yang jual.. cuma kata temen2 yang udah nyoba, katanya asiiiiiin bgt. makanya saya gak beli..
tapi, apakah emang asin bun?
anyway..
bun, saya ketawa sendiri baca tulisan ttg mbak-mbak yang mo difoto aja pake yel2.. mana ada suaranya ya kalo foto.. hehe..
Hahaha..yang jelas pasti rasanya asin…lha campuran beras, telor, garam…entah apa lagi ya
seru kayanya mbak.
Yup
Wah dijadikan kalender tahunan rupanya …
dan ini ditiru juga oleh jalan lain …
Festifal Wijaya misalnya …
salam saya Bu
(saya ingat tulisan Cipetevaganza yang dulu itu saya pilih sebagai tulisan menarik dari Blog Ini …)
Iya….dan lagi-lagi saya telat mendengarnya….hehehe
Dan kali ini reportase saya lebih banyak ke penjual makanan….padahal banyak juga yang lain
Dulu, rumah dinas saya masuknya dari jalan Cipete Raya….
Saya ingat, dari beberapa tulisan, om NH memilih Cipetevaganza ini….
wah, seru banget ya Bu Ratna
sayangnya ,walau banyak tukang jual makanan yg datang, cuaca rupanya kurang mendukung si tukang cincau 😦
salam
Betul bunda…tapi mungkin juga orang kawatir kalau beli cincau di pinggir jalan, kawatir airnya mentah
sebagai anak keturunan betawi senang aja baca tulisan ini. salam kenal dari saya ya Bu 🙂
Salam kenal juga