Kapan mulai mengenal Café?

Dahulu kala, kita janji ketemu teman adalah dengan cara kita datang ke rumah teman itu, atau ketemu di depan sekolah,  atau menjemput ke kantornya, artinya jarang kita janjian ketemu di suatu Mal (lha ya jelas…saat itu Mal belum ada, yang ada Department Store). Dan pertemuan yang dilakukan di tempat tertentu, di luar rumah, terjadi jika  jarak tempat kerja dan atau rumah berjauhan. Kemudian Mal makin tumbuh di kota besar, terutama di Jakarta. Namun tetap saja jika janji dengan teman, saya tetap memilih untuk ketemu di toko buku, karena bisa asyik memilih buku, sehingga penantian yang lama (karena salah satu terjebak macet) tak terasa.

Saat kedua anak-anak masih kecil, saya mulai mengenal adanya Café. Mengapa? Sambil menunggu anakku kursus piano, saya akan menunggu di café sambil membaca buku. Dan agar bisa monitor anak yang kursus piano di lantai paling atas blok M, saya memilih menunggu di California Fried Chicken (CFC), yang letaknya persis di lantai bawahnya tempat kursus bersebelahan dengan toko buku Gunung Agung. Kedua anakku kursus bergantian, siapa yang kebagian kursus paling dulu, selesai kursus akan mampir di CFC, biasanya saya memesan jus alpukat dan apple pie. Dan yang kursus belakangan, tak mau kalah, mesti kebagian baca di toko buku. Dan mereka tak beranjak, sebelum selesai membaca berbagai bacaan komik, walau nanti yang dibeli hanya satu dua buku. Dan karena sungkan, ibunya akan pesan makanan atau minuman selama  di CFC, sampai pelayannya hafal. Kadang kami mampir di Café Oh La La, yang berada di lantai dasar, di kiri kanannya ada eskalator. Si kecil sangat suka makan disini, sambil melihat orang berlalu lalang, sehingga tak terasa kami telah lama berada di café ini. Sampai sekarang, anak-anakku masih suka mampir di Café ini, mengenang masa kecilnya, apalagi keduanya sekolah di SMA yang dekat dengan Blok M Plaza.

Setelah anak-anak besar, kebiasaan ke Café menjadi makin sering. Di kesempatan bisa berjalan-jalan bersama ibu, anak-anak akan mengajak makan di suatu café…kami makan sambil mengobrol dan bercanda. Dan saat si sulung masih kuliah di UI, saya jadi berlangganan menunggu di Zoe Café, apalagi disitu ada toko buku, dan bukunya bisa disewa untuk dibaca sambil menunggu anak. Dan urusan menunggu anak di Café ini, berlanjut sampai sekarang, terakhir saat pergi ke Bali, si sulung kursus privat bahasa Mandarin, setiap kali lokasi kursus berpindah,  dari café ke café. Dan beberapa minggu lalu, saya menikmati makanan di Batu Jimbar café, sambil menunggu  si sulung kursus.

Batu Jimbar Cafe, Sanur, Denpasar....dipenuhi wisatawan asing yang sedang bersantai

Bertemu teman-teman di Café

Kebiasaan ketemu teman di café ini bertambah setelah kantor, tempat saya bekerja pindah di daerah Semanggi. Di sebelah kantor banyak restoran dan café. Jika pikiran suntuk, saya punya gang (teman akrab), siapa yang lagi suntuk berkewajiban mentraktir teman lain untuk makan-makan. Teman yang lain hanya akan  mendengarkan curhat teman yang lagi suntuk, sebetulnya yang lain tak memberi solusi apa-apa, karena bidangnya berlainan….namun entah kenapa setelah uneg-uneg dikeluarkan, maka pikiran menjadi enteng…dan setelah  jam istirahat berakhir, kami bisa bekerja lagi, bahkan bisa sampai malam. Jadi, pergi ke Café, makan bersama teman, merupakan salah satu jalan  untuk menghilangkan kesuntukan.

Karena suami lebih banyak bekerja di Bandung, jika dia ke Jakarta, namun tak sempat mampir ke rumah, kami janjian ketemu di Café, makan berdua sambil mengobrol, kemudian suami akan kembali meneruskan perjalanan ke Bandung. Saat itu perjalanan ke Bandung lumayan lama, alternatifnya lewat Tol Cikampek terus melewati Padalarang, atau lewat Cipanas-Puncak. Kedua alternatif jalan itu minimal ditempuh dalam waktu 4 (empat) jam jika hari biasa, dan saya pernah seharian baru mencapai Bandung pas hari libur sekolah. Akibatnya suami lebih memilih perjalanan malam yang relatif  sepi, atau berangkat pagi-pagi setelah Subuh, dari Jakarta.

Cafe Oh La La, Margo City, Depok

Setelah tidak aktif, paling sering adalah janji ketemu teman narablog, kemana lagi kalau nggak janji ketemu di Café, maklum rumahnya terpencar. Saya pernah janjian dengan teman narablog yang bekerja di Singapura di J Co café di Plangi, kemudian pernah juga janji dengan teman-teman narablog di Cafe Oh La La Margo City. Saat Imelda pulang kampung ke Indonesia, kami janji ketemu di American Grill PIM, pernah juga di Tamani Café…saat ketemu mbak Tuti Nonka, janji ketemunya di American Grill Dukuh Atas. Blogger yang sering janji ketemu di Café adalah Yoga, sayang dia sekarang super sibuk, kami pernah ketemu di Pejaten Village, di Salihara dll.

Sekarang,  ketemu di café bisa sekaligus untuk membahas pekerjaan. Karena saya bekerja tidak full time, pekerjaan banyak dilakukan di rumah. Setelah draft selesai, maka biasanya kita janji ketemu di Café, selain perut kenyang, maka membahas pekerjaan menjadi terasa tak terlalu berat. Tentu saja,  yang dibahas bukan masalah pekerjaan yang berat, yang memerlukan hitungan-hitungan rumit, namun hanya strategi dan garis besarnya saja. Dan ada teman yang memang suka mengajak jalan-jalan menikmati café dari satu café ke café lainnya. Nanti kami bergantian seperti arisan, sambil membahas berbagai hal. Yahh, kelompok ini adalah kelompok ibu-ibu pekerja, salah satu masih aktif sebagai dosen di Universitas terkenal di Jakarta, yang kedua sekarang bekerja di lembaga rating, yang satunya adalah ketua asosiasi  yang bergerak di manajemen risiko. Tentu saja, jika ibu-ibu ngrumpi, yang dibicarakan selain masalah anak, kekawatiran orangtua masa kini (khususnya terhadap narkoba), juga saling bertukar pikiran dengan ide-ide yang bisa diaplikasikan dalam pekerjaan.

Apakah anda juga sering ketemu teman, mendiskusikan pekerjaan ataupun sekedar bersantai di Cafe?

Iklan

30 pemikiran pada “Kapan mulai mengenal Café?

  1. sekarang setelah ada cafe, memang tempat ini yg cukup enak utk bertemu dgn teman2.
    yang dibicarakan, biasalah, selain nostalgia tentunya juga ttg keluarga dan anak2.
    salam

    Iya, ketemu di cafe, dari yang santai bisa sampai membahas hal serius. Sejak kerja paruh waktu, saya juga terbiasa membahas pekerjaan sambil makan di Cafe

  2. Hahaha…Nah kalau saya, selain cafe ada tempat lain juga yang jadi alternatif ketemuan bunda, yaitu dengan Nobar alias nonton Bareng.

    Acara ngerumpi/ ngobrolnya tentu saja sebelum nonton atau setelah nonton. Krn kalau nonton sambil ngobrolkan nggak asyik, hihihi….

    Sayang yach bunda Ratna lebih sering mainnya di daerah Jak Sel sedangkan saya lebih sering di Jak Ut atau bekasi. Jadi kalau mau ketemuan rada jauh yach, hehehe….

    Best regard,
    Bintang

    Sayangnya saya belum pernah nonbar..malah sering nonton sendiri…hehehe

  3. saya sebetulnya tidak begitu suka makanan di cafe, mending restoran, tapi kalau untuk berlama-lama sih ya lebih baik di cafe.

    Di Jepang memang kalau janjian lebih baik di cafe, tapi jenis cafe di Jepang lebih ke kedai kopi. Dan bermacam jenisnya. http://imelda.coutrier.com/2008/05/22/cafe-di-jepang/

    Nanti kita janjian di cafe lagi ya bu hehehe. Musti cari cafe yang enak dan recommendable loh 🙂

    EM

    Udah negok tulisanmu…serius banget ….dan pakai rating
    Jadi pengin juga ngobrol seharian di Cafe yang nyaman…ntar kita cari cafe yang enak ya….bisa ngobrol asyik tanpa di ganggu…..
    Dan ada latar belakang musiknya

  4. Wah sebagai orang ngunung aku baru-baru ini saja mengenal cafe. Secara kalau di tempatku yang ada paling warung nasi rames aja.

    Tapi kalo menurutku hanya beda penataan tempat dan jenis makanannya aja..

    Iya, Cafe memang dibuat agar pengunjung bisa santai…makanan yang disediakan biasanya yang ringan2…tapi buat perut cewek sudah cukup mengenyangkan.

  5. Wah, saya tidak pernah bu janjian dengan seseorang di cafe. Saya lebih terbiasa jika dilakukan di rumah. Maklum saya sepertinya orang rumahan. Jadi segala sesuatu sepertinya dilakukan di rumah. Bisa juga sih janjiannya di kantor, Tapi ya itu tadi, bakalan menggangu jam kerja ktr.

    Kalau hidup di Jakarta, jarak antara satu tempat dan tempat lain jauh, rumah kecil…maka pilihan satu2nya ya ketemu di tempat umum. Kalau nggak di toko buku, ya di Cafe..kalau di kantor, nggak enak, mengganggu orang lain.

  6. darahbiroe

    klo saya suka banget dengan cafe gitu
    meski hanya sebagai tempat nongkrong ama temen2
    😀

    Cafe bisa dimanfaatkan untuk berbagai tujuan, dari yang sekedar santai, sampai yang menghasilkan karya serius

  7. cafe. saya sering duduk-duduk di bangku cafe Jeysellyn cake di Bandung. biasanya hanya duduk-duduk di halaman depan. Karena kalau masuk, malu enggak punya uang untuk beli. Hihihi. Di sana juga tujuannya nunggu bus yang lewat satu jam sekali. Sambil mainin laptop, kadang sambil belajar. Enaknya belajar di cafe, sepi dan nggak diliatin. Pun kalau diliatin orang kita nggak kenal. Kalau belajar di rumah, sering ada saja hambatannya. Hihihi…

    Perlu juga tahu alamat cafe Jeysellin ini…siapa tahu pas ke Bandung bisa mampir. Tapi.apakah makanannya mahal?

  8. Cafe ?
    mmm saya jarang …
    beberapa kali datang ke Cafe itu …
    hanya untuk Reunian saja …

    salam saya Bu EDRatna

    Hehehe….saya ke cafe kalau menunggu seseorang (suami, anak, teman kerja…)
    Jarang hanya berniat nongkrong di Cafe, lebih memilih nongkrong di toko buku, atau menonton. Setuku kan?

  9. cafe…
    identik dg tempat tongkrongan…buat nyantai..
    hehe..

    salam.

    Yup…betul…namun saya ke cafe kalau memang perlu menunggu teman, daripada capek berdiri atau jalan-jalan tak jelas, kecuali kalau ada toko buku, tentu memilih menunggu di toko buku

  10. Skitar lima taon terakhir di Jogja, saya menikmati kehidupan kafe, Bu.
    Baik pembahasan bisnis, omong soal organisasi sampe omong kosong paling asik dituntaskan di kafe 🙂

    Kalau di Australia, nongkrong smakin jarang apalagi sejak Odilia lahir 🙂
    Tapi kalaupun harus, saya lebih suka nongkrong di RSL, semacam restaurant bertempat lapang di hampir setiap suburb di sini.. Tempatnya menyenangkan, cozy, murah…

    Omong kosong yang bisa menghasilkan bisnis ya Don?
    Hmm..terbayang betapa sibuknya sejak ada Odi..mana sempat mikir lainnya

  11. Bu Enny, foto Oh la la cafe yg di MargoCity itu kapan bu.. skr bangunan itu udah jadi Old House cafe yaa.. Oh la la-nya pindah ke dalam mall.. 🙂
    Hm kalo ke cafe saya ngga begitu sering, jarang malah. paling kalo lagi pingin bgt ngopi. atau karena bareng teman2.. 🙂

    Itu foto lama, awal tahun 2008……
    Mungkin sekarang udah berubah ya…..

  12. kalo aku lebih seneng ke starbuck bunda…aku suka sama moccacinno dan green tea nya 😀 biasanya kali aku sama temen2 udah terdampar disana alamat bakalan betah berjam-jam 😀 hihihihi

    kalo olala aku suka yang di sarinah!

    Starbuck memang menyenangkan….asal yang bagian no smoking area.
    Sarinah Thamrin? Yang sebelah mana ya?

  13. Saya malah beberapa kali ngerjain kerjaan kantor di Starbucks. Tinggal pesen kopi, nyalain laptop dan mulai bekerja. lebih nyaman kalau lagi jenuh dengan suasana di kantor…

    Yup…Starbuck memang tempat menyenangkan untuk bekerja sambil santai

  14. cafe alias restoran emang tempat paling enak buat ketemuan orang ya… atau buat nunggu juga.. apalagi sekarang banyak yang udah free wifi pula ya…

    selain biasa tempatnya nyaman, bisa sambil ngemil/minum, sekalian cuci mata pula. huahahaha… 😀

    kalo dulu pas masih di jakarta, rasanya gak punya cafe tetap untuk ketemuan. tapi kalo pas ngumpul ama sodara2 rasanya paling sering nongkrong di bakerz inn plaza indonesia.

    Iya, dulu memang jarang…dan tak bisa lama banget karena sungkan..terpaksa minumnya nambah terus…
    Tapi sekarang, banyak cafe yang memang menyediakan tempat untuk bersantai dan waktu tak terbatas

  15. dulu saya juga sering ketemuan di cafe,tapi kalau benar2 mau ngobrol sebenernya kurang enak ya kalau ketemuannya di kafe? pertama biayanya cukup tinggi,kedua banyak gangguan hehehehe 😛

    kalau ngobrol dengan silaturahmi di rumah kan jauh lebih murah dan juga lebih homy suasananya lebih santai.

    lagian setau saya kita disuruh silaturahminya kerumah saudara dan teman deh,gak tau ya apa saya yg kurang info ,tapi yg jelas kalau memang sama2 sibuk atau rumahnya terlalu jauh,ini bisa jadi alternatif,asal gak ketemu di bar aja hahaha 😀

  16. ..
    Postingan khusus, saya kirain hanya membahas Batu Jimbar saja.. 🙂
    ..
    Menyenangkan ya Buk, road cafe to cafe..
    Apalagi kalo tempatnya cozy..
    Tambah gayeng deh ngobrolnya..
    ..
    Kalo saya lebih senang road resto ke resto..
    Supaya nambah pengetahuan menu2 baru.. 🙂
    ..
    Salam hormat..
    ..

  17. pernah ke kafe walau ga sering, tempatnya asyik buat nongkrong, sekedar ngbrol2 dan baca2 majalah. Di jogja juga semakin menjamur kafe2, padahal cuma warung kopi plus free wifi ajah. Hehe..Janjian di angkringan juga oke bu..asal ada wifinya juga

  18. Kafe istilah baratnya, mungkin bentuk dan istilah tradisional Indonesia-nya adalah “Warung Kopi’ dimana dalam banyak seting lenong dan sinetron pun digambarkan sebagai tempat dimana orang bisa nyaman ngobrol sembari menikmati secangkir kopi tubruk 😀

    Sayapun penggemar kopi dan penikmat rehat sejenak sembari bertengger di kafe, baik itu saat menunggu seseorang, duduk untuk ngobrol atau sekedar mengamati sekitar.. sembari menyeruput si kopi tadi.. mengenal kafe dan menikmatinya, termasuk sajian yang ditawarkan sebuah kafe memang sudah bagian dari gaya hidup.. isinya sama hanya beda di bungkus dan mungkin banderol harga yang mesti dibayar 😀

  19. Hingga seusia ini, saya tak pernah ke cafe sebagai media untuk berjumpa teman, atau siapa saja.

    Ya, mungkin kondisi di daerah saya, yang lebih mendekati alam desa ini, orang tak terbiasa janjian di cafe. Budaya bertemu cukup di rumah, di tempat kerja dan janjian terlebih dahulu.

    Salam kekerabatan.

  20. Iya bu, saya juga sering begitu, ktemu kawan lama yang sudah mapan biasanya kalau tidak di hotel ya di kafe tapi lebih sering ketemuan di emperan masjid dengan kawan2 yang lama heheh ngirit dan sesuai dengan komunitas saya…

    Apa kabar bu, rupanya tetap semangat menulis ya bu…

    Wahh ketemu teman lama..
    Kabar baik mas Kurt, sekarang sibuk banget ya…saya sesekali masih ke sana…

  21. Saya mulai kenal cafe waktu kuliah di Jogja. Mulai ditraktir temen biasa, sampai temen yang bertujuan untuk nembak hehe..

    Lalu waktu di Jakarta, saya kadang nongkrong di cafe yang punya nama beken…
    Sekarang, hampir setiap minggu saya nongkrong di cafe untuk cari koneksi Wifi yang lebih lancar. lumayan, dengan modal scangkir coklat atau light coffee bisa on line sepuasnya.. 🙂

    Hehehe…justru larisnya cafe karena menyediakan wifi itu…sambil kerja, bisa pesen makan minum sepuasnya…

  22. wah kalo di kafe mah jarang kali saya,
    seingat saya semasa kuliah.. tmpat nongkrong kami di warung2 kopi… maklum mahsiswa rantau.
    tapi pada dasarrnya sama, nongkrong di kafe bagian dari membangun komunitas. Di tengah peradaban kota2 besar yang kian mahal dgn kebiasaan silaturohmi2 konvensional……trims

    Sebetulnya cafe menjadi pilihan, karena jarak antara tempat di Jakarta jauh dan rumahnya sempit…lha kalau ke rumah saya, tamu lebih dai dua orang sudah sesak..jadi pasti saya ajak ke Citos…yang dekat dengan rumah. Kalau rumah besar sih, ya enakan ngobrol di rumah

  23. kalo janjian sy nunggunya nggak di cafe, tapi di kursi pijit elektrik itu he..he.. atau di toko buku..

    Kursi pijit elektrik? Saya belum pernah mencoba.
    Kalau di toko buku sih sering

  24. belum pernah ibu, tapi di saat di sini beberapa kali janjian sama suami makan di luar, yang menyediakan drink bar (minum sepuasnya) lumayanlah bisa ngobrol puas hi..hi..

    Kalau di jepang, janjian dengan teman dimana?

  25. saya termasuk orang yg kurang gemar nongkrong di cafe. daripada duduk-duduk doank, saya lebih suka jalan keliling-keliling, atau ndeprok di toko buku.

    dan cafe sekarang selain jadi tempat nongkrong, juga kerap jadi tempat utk menjalin hubungan bisnis, bahkan beberapa teman merasa lebih nyaman bekerja di cafe. 😀

    Waduhh kalau janjian mesti jalan terus, bisa gempor kakinya..kalau di toko buku oke lah.
    Tapi di cafe kan tak harus makan…paling pesan minum, sambil baca buku

  26. kalo saya termasuk jarang Bunda..
    beberapa kali saja untuk acara reuni.

    pernah juga hanya sekadar makan berdua dengan suami.

    terakhir ke cafe sepertinya hampir setahun yang lalu bunda.. pas reuni sekaligus syawalan dengan temen SMA.

    tapi memang, kalo liat cerita bunda, fungsi kafe semakin beragam. bisa untuk sekedar nongkrong, santai, pertemuan, juga untuk keperluan kerja.

    Saya mengenal cafe sejak menunggu anak-anak kursus piano, berkembang ketemu teman..akhirnya temu bisnis….

  27. Ya bun.. kalo nunggu Adrian pulang kantor aku sering nongkrong di cafe, gerai donat ato tempat jual es krim hehehe

    btw soal baca buku itu.. hemmm eka punya kenangan tersendiri dengan membaca buku di toko buku 😀
    hahaha senneg numpang baca 😛 hihihi

    Sama Eka..dan anakku kebangetan..banyak buku yang dibaca pas di toko buku, tanpa di beli..bayangkan jika di toko bukunya 5 jam, dan cuma beli satu buku…hahaha

  28. hehehehe, buat saya cafe itu kependekan dari cafetaria? warung yg menyajikan makanan ringan dan minuman?
    sebelumnya saya pikir cafe = pub
    laah klo club2 malam yg ada dancing nya itu termasuk cafe ga??

    Hahaha…kayaknya istilah cafe di Indonesia kacau deh..bisa cafetaria..ada juga yang seperti Pub….
    apa aja deh, asal tempatnya enak, menyenangkan, dan makanannya mengasyikkan (dari harga dan rasanya)….hehehe

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s