Hari Minggu, adalah hari terakhir liburan saya setelah tugas ke Denpasar, mau kemana-mana serba tanggung. Minggu sore saya akan kembali ke Jakarta dengan pesawat Garuda jam 17.30 wita, sebelumnya oleh teman sudah diingatkan agar paling lambat 90 menit sudah ada di bandara Ngurah Rai, karena saat liburan panjang antrian penumpang akan penuh, walau tiket sudah saya serahkan ke protokol kantor dua hari sebelumnya.
Mengapa serba tanggung? Anakku ada kursus bahasa Mandarin antara jam 10.00 s/d 11.30 wita, kursusnya diadakan di suatu cafe.
Kursus ini privat, jadi setiap kali anakku dan gurunya akan memilih cafe yang memungkinkan mereka bisa melakukan kegiatan kursus tanpa terganggu. Kali ini cafe yang dipilih adalah Batu Jimbar Cafe di daerah Sanur.

Pagi itu pak sopir datang menjemput jam 9.30 wita, saya sekaligus memasukkan koper agar nanti tak balik lagi. Jalanan masih tak terlalu ramai, dan Mal (Hardy’s) yang terletak di seberang Batu Jimbar Cafe juga baru saja dibuka. Saya ngedrop anak di Batu Jimbar cafe, kemudian sopir memarkir mobil di depan Hardy’s.

Saya tergerak untuk memasuki Mal ini, yang barang-barangnya lumayan bagus dengan harga pas. Di paling depan ada toko Periplus, kebetulan saya ingin mencari peta Jepang dan sekaligus membeli peta Bali. Tak lama kemudian saya menuju Batu Jimbar Cafe, yang pagi itu rame dengan pengunjung karena sedang ada acara “Sunday Market“. Di pelataran cafe, terdapat meja yang digelar, menjual berbagai makanan Meksiko, makanan tradisional (klepon, cenil, gado-gado), juga makanan Eropa. Juga dijual berbagai bunga yang cantik, kain batik tulis (yang setelah saya tanya ternyata di produksi di daerah Jakarta). Turis lalu lalang disini, rasanya selain meja anakku dan mejaku, pengunjung yang lain merupakan turis asing.
Saya ingin mencoba Quesadilla, makanan khas Meksiko yang rasanya mirip crepe tapi asin dan sedang pedasnya, padahal biasanya makanan Meksiko terasa pedas untuk lidahku. Saya pesan hot lemon tea, dan saya lihat anakku sibuk belajar bersama gurunya di meja dekat dinding cafe. Suasana cafe ini sangat menyenangkan, saya melihat para turis bersantai, mengobrol dengan teman, membaca buku. Saya mulai membuka tas untuk mengeluarkan buku, kemudian asyik membaca. Tak terasa anakku menghampiri saya bersama J (gurunya), kami mengobrol sebentar, namun J menolak saat diajak makan sama-sama, karena ditunggu suami dan anaknya. Guru anakku ini, baru bisa mengendarai sepeda motor di Bali, tangannya menggenggam helm dan kunci motor saat berbincang dengan kami.
Interior dalam cafe ini sangat menarik, dan membuat betah untuk duduk-duduk disini…
Anakku ikut memesan quesadilla, dan kami meneruskan mengobrol…rasanya nikmat sekali. Cafe ini sangat nyaman untuk bersantai, walau ada yang merokok, namun asap rokok tak tercium karena langsung terbawa angin sepoi-sepoi disebabkan banyaknya pohon yang menaungi halaman depan dan halaman samping Cafe ini. Mungkin karena terlalu asyik, kami melupakan pak sopir yang menunggu di parkiran Hardys …pak sopir mengirim sms, mengatakan kalau dia mau cari makan siang dan mobilnya di parkir depan Hardys.

Anakku merasa lapar lagi…dan akhirnya kami pesan teh poci bersama “Snapper Chips and garlic potato wages” yang yummy….Belakangan pak sopir mengira kami jalan-jalan ke pantai Sanur, yang memang dekat dengan lokasi cafe ini.
Tak terasa waktu berjalan terus, saya berdiri untuk membayar makanan yang telah dipesan, tak terasa saya telah 5,5 jam bersantai di Cafe ini. Anakku ikut mengantarku ke bandara, di bandara telah ada mas Endra yang langsung membantu membawakan koper. Syukurlah ada mas Endra, kalau tidak mungkin saya udah kewalahan menerobos antrian ini.
Saat saya meng up load foto-foto kunjungan ke Bali di FB dan cerita tentang Batu Jimbar cafe ini, temanku memberi komentar, saat dia menjabat wakil pemimpin wilayah di Denpasar, dia sering nongkrong di Cafe ini sambil mendengarkan musik. Memang suasana cafe ini sangat menyenangkan, makanannya pun cukup sesuai dengan kantong, serta enak. Jika nanti kembali ke Denpasar, saya tahu kemana tujuan saya untuk datang.
Catatan:
Tulisan ini sudah lama ada di draft dan nyaris terlupakan. Setelah dipikir-pikir (awalnya berpikir sudah basi jika dimuat sekarang)….namun siapa tahu ingin mencari cafe yang menyenangkan jika sedang berlibur di Bali, jadi tak ada salahnya di posting sekarang.
Wah pengalaman yang menyenangkan sekali…
kapan yaaa aku bisa ke sana…
Siapa tahu kapan-kapan bisa kesana..
Hmm alternatif tujuan refreshing yang menarik nih…
Yup…betul
dicatat bu, mana tau ada rejeki jalan2 ke bali ya,
doakan dong bu…he..he..
Saya doakan bu…bisa sampai ke sana
cafenya kayak nya asik banget buat nongkrong dan ngobrol2 santai ya…
Iya, memang asyik banget
aku suka Sanur bun 🙂
suasananya jauh dari hiruk pikuk manusia
ya ramenya gak kayak Kuta hehehe
Tapi belum sempat explore Sanur lbh banyak.. palingan ke sanur Paradise kmrn itu..
Anw apa kabaranya bunda? 🙂
Ma kasih ya rekomendasinya…
salam,
Eka
Sanur memang lebih tenang…
Setahun yang lalu, saya juga nginep di Sanur Paradise, yang dipojokan jalan itu
Wah asik, jadi pengin ke rumah om ku di Bali,
Hmm…memang asyik
tugas sekalian wisata…
wah asiik banget…
hehe..
Iya..asyik dan menyenangkan..
tulisan lama ya bu enny? berarti anaknya sekarang udah mahir bahasa mandarin dong?? 😛
Maksudnya lama tuh..sekitar sebulan…hehehe
waaa…tempate manis bgt ya Bun..
Tempatnya memang mengasyikkan
Mana yang lebih menarik, kafe nya atau Bali nya Bu?
Meenurutku kok Bali nya ya.. jadi apapun itu asal di Bali kayaknnya lebih asyik ketimbang tempat lain 🙂
Jelas, nomor satu…Bali. Kemudian cafenya….
Betul, Bali memang mengasyikkan dan tak pernah membosankan..mungkin sama seperti Yogya ya Don
Menarik ya, Bu, ada jual makanan secara kolaborasi, dalam dan luar negeri.
Salam kekerabatan.
Betul pak, dan pengunjung akrab
siiip bu, masuk catatan.
Aku dulu juga sering mengajar di cafe. Di sini ada cafe bernama Takizawa, dan punya cabang dimana-mana. asal pesan satu minuman+cake (yang harganya memang mahal, 1000 yen) bisa pakai tempat itu berjam-jam. Selain Takizawa, ada juga Cafe Re Noir. (Info buat yang mau ke Tokyo 😉 )
EM
Perlu dicatat si bungsu nih kalau main ke Tokyo…..dia lagi adem ayem….
looh..jadi di cafe kita bisa nongkrong ber jam2..walau hanya pesen secangkir teh dan makanan kecil?
Klo seandainya ada pengunjung lagi trus yg di cafe itu hanya nongkrong2 saja trus dimana pengunjung ini mau duduk?
tapi klo liat interior cafe yg mbak Eny capture kayanya memang di buat untuk supaya pengunjung betah….
trus apa ga rugi cafe2 itu??
hihihi saya ndesit banget ttg hal ini
buat saya kaya starbuck , kopi luwak dll ya cuma warung kopi …hehehe pernah saya ngobrol sama teman…tapi saya pesen makanan terus2 an…soalnya ga enak duduk disitu koq cuma ngadepin segelas kopi yg dalam sekejab telah menjadi dingin…pulangnya aduhai….semalaman saya ga bisa tidur….gara2 minum kopi ber mug2
Kayaknya kok santai aja ya Wieda..saat masih pagi, bazaar rame banget, para bule itu banyak makan sambil berdiri dan mengobrol…
Makin siang yang datang untuk ketemu teman dan mengobrol..ada juga yang datang lebih pagi dan saat saya pulang, mereka belum beranjak, padahal saya udah 5,5 jam di sana. Yang jelas tempatnya luas….
..
Hi..hi..
Akhirnya di publish juga..
Saya sudah nunggu ulasannya, pas di postingan cafe to cafe di bahas dikit sih..
..
Menunya apa aja ya Buk..? katanya di batu jimbar banyak menu lokalnya..
..
Menunya campuran, ada lokal dan ada internasionalnya. Dan seneng aja melihat para bule itu pesan makan semacam jajan pasar, mungkin sekligus ingin mencoba.
Suasana bali memang selalu menjadi daya tarik orang2 untuk melancong kesana. Kapan ya bisa kesana. 😦
Semoga nanti bisa sampai ke sana
Bali memang mempesona mba…saya jadi teringat sewaktu saya ke bali liburan, nginepnya di hotel melasti di legian, asik bener…gada matinya itu kota bali..idup truss….dari pagi sampe pagi… 😀
Betul…Bali memang menarik.
Jika mau tenang, nginep di daerah Sanur. Jika di Kuta dan Legian, sepanjang waktu rame terus, malah makin malam makin macet.
Itu Snapper Chips dan Garlic Potato Wedges nya …
keknya Yummy banget …
So … creamy …
salam saya Bu …
Memang Yummy….hmm sedaap
Sebenarnya kalau café memang seharusnya murah, karena dari asalnya aja di Eropa sana, café sebenarnya hanya menjual kopi, beberapa minuman ringan lainnya serta makanan-makanan ringan, jadi memang seharusnya harga makanannya terjangkau. Namun, entah kenapa, di Indonesia ini café justru “salah kaprah”, jadi sedikit eksklusif dan relatif banyak harganya tidak terjangkau oleh banyak orang….
Kayak Quesadilla misalnya seperti halnya fajita, taco dan makanan2 dari tortilla (seperti ‘el panqueque’ hanya aja asin memang) sebenarnya makanan rakyat, mungkin sama aja kali kalau di sini levelnya seperti kupat tahu, kupat petis tahu, tahu gejrot dan sebagainya. Tapi mungkin, kalau makanan kita disukai di luar harganya ‘mahal’ juga kali ya?? Hehehe…
Makanan Indonesia kalau di luar negeri juga mahal kang Yari..jadi kalau di luar negeri sebaiknya mencoba makanan asli sana saja, pasti lebih murah. Masuk akal, karen bumbu makanan Indonesia yang harus didatangkan dari negara asal, terutama rempah-rempahnya.
Masakan Quesadilla di batu Jimbar kebetulan murah meriah, sama harganya dengan gado-gado..jangan2 itu yang menyebabkan cafe ini laku keras..apalagi tanpa AC, jendela dan pintu terbuka lebar…dan angin sepoi-sepoi yang dibawa oleh pohon ribndang disekitarnya membuat betah…
Wah… pakai moderasi sekarang bu??
Waduhh…maaf…terpaksa, banyak sekali spam masuk dan kata-katanya jorok…apa boleh buat terpaksa pakai moderator.
Tapi jika nama kang Yari sudah dikenal biasanya langsung masuk
Oh iya, saya tahu kenapa masuk moderasi. Itu karena mungkin saya menulis namanya “Yari N K” pakai spasi antara N dan K nya, sedangkan biasanya adalah “Yari NK” tanpa spasi, jadinya mungkin dianggap baru.
Ya… saya juga tahu sih kalo makanan kita di sana juga mahal dan rasanya juga suka agak beda dengan yang aslinya di sini. Tapi mahalnya bukan karena harga bahan2nya saja, tapi juga karena “labour” dan “overhead”-nya juga yang di sana memang lebih mahal. Rasanya juga terkadang agak berbeda mungkin karena ada ingredient yang diganti atau mungkin ada adaptasi rasa. Ya maklumlah, sama seperti quesedilla saja di sini yang kalau pakai keju cheddar rasanya jadi sedikit berbeda dari yang aslinya…
Mungkin ya kang Yari…tapi walau masuk spam, jika saya buka blog, pasti langsung dikeluarkan lagi kok.
Iya, makanan-makanan tsb beradapasi dengan tempat dimana mereka memasarkannya, disesuaikan lidah pelanggannya. Seperti makanan Minang, aslinya kan pedas dan tanpa tambahan bumbu berupa gula merah..tapi di Jakarta sudah tak pedas lagi.
Saya sempat kaget, pernah diajak Direksi meninjau Kantor Wilayah Padang, saat makan terlihat sop nya begitu menggiurkan..begitu satu sendok masuk mulut..langsung deh gaber-gaber kepedasan..malu banget…sejak itu saya selalu hati-hati jika mencoba makanan….hahaha
bagus gak cafe batu jimbar yg di sanur itu??? pelayanan gmna?? dsana?