Pertemuan di RS Masdikun, dua blogger diantaranya merupakan pekerja medis (perawat dan dokter gigi), keduanya bekerja di Puskesmas (mbak Monda di Puskesmas daerah Cideng Jakarta dan Akin di Puskesmas Samarinda), membuatku ingin menceritakan pengalaman selama berhubungan dengan Puskesmas. Saya termasuk orang yang tidak mudah untuk berganti dokter, jika seorang dokter terasa sudah cocok, saya selalu kembali ke dokter yang bersangkutan, walau tempat tinggal sudah pindah. Hal-hal ini yang suka diledek suami, apalagi saat itu alasan saya “agak konyol” soalnya jika saya ke dokter tersebut suka disuntik dan hal ini mempercepat kesembuhan. Entah sugesti atau benar, tapi itulah kenyataannya. Satu dua kali, suami masih mengantar dari Jakarta Timur (saat itu kami mengontrak di Jakarta Timur) ke daerah dekat Tanah Abang, tapi lama-lama saya berpikir ingin mencoba juga dokter yang ada di dekat rumah, kan repot sudah sakit masih harus cari dokter yang jauh.
Setelah punya anak, saya mendapat jatah rumah dinas di daerah Jakarta Selatan. Kebetulan daerah sekitar rumahku masih hijau, rumah dinas kami dikelilingi lapangan hijau yang sering dipakai untuk sepak bola warga kampung sekitar, bahkan jika ada lomba, bapak-bapak di kantor ingin segera pulang untuk menonton pertandingan. Katanya, dengan teriak-teriak, bisa mengurangi stres. Hanya selisih satu bidang tanah dari rumah dinasku terdapat Puskesmas, kemudian disampingnya ada Sekolah SDN Inpres (yang nanti menjadi sekolah kedua anakku) serta mushola. Puskesmas di dekat rumah ini sayangnya hanya buka pagi sampai siang hari (walau dulu sempat buka sore hari). Disitu ada dokter umum, dokter gigi, bidan, serta tenaga medis lain. Karena dekat, saya sering main kesana, dokter umum yang bertugas saat itu, namanya merupakan gabungan nama si sulung dan si bungsu yaitu dr. Ariani, rupanya isteri teman suami saat kuliah di Bandung. Kami menjadi akrab, dan kami sekeluarga sering memanfaatkan Puskesmas tersebut jika ada anggota keluarga yang sakit, termasuk kedua anakku. Akibatnya saya menjadi lebih tenang jika harus bertugas ke luar kota, karena paling tidak dokter dan bidan akan memberi perhatian jika anakku sakit. Jika ternyata demam agak tinggi dan saya masih kawatir, sepulang kantor, saya pergi ke dokter anak yang merawat kedua anak saya sejak bayi, dokter ini praktek sore hari sampai malam, serta bisa ditelpon atau didatangi ke rumah jika ada keadaan darurat.
Si sulung sangat suka bermain di Puskesmas ini, apalagi ada pegawai Puskesmas yang suka mengobrol dengannya. Jika sakit, tanpa disuruh, si sulung akan datang ke Puskesmas saat jam istirahat, dan teriak…”Bu dokter, tolong saya dicepetin, karena nanti ketinggalan pelajaran.” Dia sering diomelin bu Sri (?), bidan yang di situ, karena sebetulnya anakku pasti didahulukan, setelah berobat dia pulang ke rumah untuk menyimpan obat, kemudian kembali ke sekolah untuk mengikuti pelajaran. Syukurlah para pasien biasanya mengerti, dan membiarkan anakku didahulukan tanpa protes. Setelah saya pensiun dan pindah dari rumah dinas, kadang suami masih ke Puskesmas ini jika sakit pas di Jakarta (tentu saja dr Ariani sudah pindah dan diganti dokter lain), begitu juga si mbak. Lama-lama terasa jauh juga, walau sebetulnya jarak dari tempat tinggalku sekarang hanya sekitar 1 km dan bisa naik angkot sekali.
Puskesmas yang lebih dekat dengan lingkunganku sekarang lebih besar dibanding Puskesmas di Cipete, karena ada kamar perawatan pasien yang opname dan melahirkan. Dokternya juga lebih banyak, sekarang si mbak memanfaatkan Puskesmas ini untuk berobat gigi dan jika kena sakit flu. Memang hubungan dengan para personil Puskesmas tak se intens dulu, yang mengenal kami sejak si sulung masih kecil dan si bungsu belum lahir, namun para petugas medis di Puskesmas Cilandak bekerja baik dan profesional. Pasien yang berobat di Puskesmas, sekarang rata-rata sudah naik sepeda motor, naik bajaj ataupun membawa mobil. Si mbak jika ke sana naik ojek ongkosnya Rp1.000,- karena lumayan juga jika jalan, apalagi dalam kondisi sakit. Coba kalau yang bertugas di Cilandak, dokter giginya mbak Monda, pasti lebih asyik.
Sayangnya, karena waktu kerja di Puskesmas ini terbatas, dan saya pekerja kantoran yang paling cepat pulang menjelang Magrib, saya jarang memanfaatkan, saya lebih sering berobat di Klinik 24 jam, di jalan Cipete Raya ataupun di Klinik Retna yang berseberangan dengan RS Fatmawati. Jika terasa sakitnya agak parah, maka sekaligus berobat di klinik RS Fatmawati sore hari, yang dokternya juga merupakan dokter yang bekerja di RS Fatmawati, sehingga memudahkan jika kita terpaksa harus dirawat di Rumah Sakit. Bagi saya, karena obat saya berupa obat generik, tak menjadi soal berobat dimana, yang penting dokternya bisa diajak diskusi dan bisa menjelaskan kepada pasien apa kira-kira diagnosa penyakitnya, serta obat apa saja yang diberikan. Jika ketemu dokter yang sulit atau males diskusi, saya memilih tak membeli obat yang diberikan, dan pindah ke dokter lain….yang syukurlah jarang terjadi. Pada dasarnya, para dokter sekarang lebih mudah untuk berkomunikasi dengan pasien, tak seperti saat saya masih kecil. Mungkin juga tergantung pada pasiennya, jangan-jangan saya memang banyak bertanya, lengkap dengan buku tulis untuk mencatat…..
bener lho bu… dokter itu cocok2an. hehe. walaupun jauh, kalo emang cocok ya pasti dijabanin juga… 🙂
kayak dulu pas kita nyari dokter anak buat si andrew. ganti 3 kali baru nemu yang cocok. itupun dokternya adanya di prapanca! bayangin, rumah saya di sunter lho. hehehe. tapi ya tetep aja dijabanin. walaupun cuma vaksin pun ya tetep kesana (biasa perginya sabtu pagi2 biar gak macet). kalo pas sakit.. ya teteeepp kesana.. walaupun kalo hari biasa, sunter-prapanca bisa makan waktu 1 jam lebih. 😀 tapi kita bener2 sreg banget ama dokter ini. bahkan sampe kita udah disini pun kadang kalo mau tanya2 sesuatu masih bisa email2an ama beliau. 😀
kalo saya sendiri dulu pas kecil pas masih di sby juga ada dokter langganan. gak gitu inget sih. pas udah pindah ke jkt, tadinya gak ada kenalan dokter siapa2, jadi pas sakit ya nyari dokter yang paling deket aja. kebetulan cuma beda 1 blok ada dokter umum yang praktek di rumahnya. akhirnya malah kita sekeluarga cocok ama beliau, bahkan udah kayak temen aja. akhirnya si dokter ini pindah rumah, tapi untungnya masih di kawasan sunter juga, jadi kita tetep selalu berobat sama beliau. kalo udah lagi ke dokter ini ya, bisa lama banget kita. soalnya walaupun periksa nya cuma bentar, ngobrolnya yang lama! apalagi kalo datengnya bareng sama orang tua saya, wah lama banget dah ngobrolnya. hahahaha.
Arman mirip banget dengan suamiku…dokternya akhirnya merangkap menjadi penasehat, bahkan bisa cerita pekerjaan, anak dan sebagainya.
Dan kita memang merasa nyaman, dokter yang seperti ini lebih banyak mendorong pasien, tak menghakimi, mengarahkan untuk mencari jalan keluarnya.
Lha saya nih, dokternya sama, saat melahirkan pertama di RS Bunda (Menteng), hamil kedua konsultasi di RS daerah Blok M dengan dokter yang sama…rumah di Jakarta Selatan…tapi karena lama nggak lahir-lahir (lewat bulan)…ehh suami ngajak saya balik lagi ke Menteng, karena dulu anak pertama selamat…hahaha..
Kalau sakitnya biasa, saya sekarang punya langganan klinik di dekat rumah, disitu nggak pake bawa kartu (soalnya kebanyakan kartu, suka lupa dan males bawa kemana-mana), begitu menyebut nama kepala keluarga, langsung nama muncul di kompie…dan saya suka pilih hari tertentu yang dokternya lebih ramah…..hahaha…mungkin ngobrol sama dokter yang ramah, sakitnya udah sembuh 50%….
eh btw komen saya rada gak nyambung ya.. gak ada tentang puskesmas nya… hahaha… gpp ya bu? 😀
Gpp Arman..dokter dan Puskesmas kan seperti mata uang. Biar Puskesmas nya bersih, jika dokter kurang ramah, pasien nya kabur.
Dan saya kenal Puskesmas ya sejak tinggal di rumah dinas yang tetanggaan dengan Puskesmas.
Wah… tetanggaan sama puskesmas memang seru, Bu…
Apalagi biasanya petugas kesehatan juga tinggal di rumah dinas yang ada di sekitar puskesmas itu 😀
Jadi teman deh 😀
Iya, saya kenal Puskesmas ya sejak saat itu…..
Hehe… pantes aja kalo dokter bete ditanyain melulu, si ibu nih sampe2 bawa2 buku catatan segala… wow 😯
Biasanya pasien juga bisa berobat ke puskesmas yang buka 24 jam, pada bagian UGD-nya, kalo memang siang nggak ada waktu 😀
Hahaha…lha catatan nya kan riwayat penyakit…anak-anak pernah sakit apa saja, obatnya apa…dan apakah ada keluhan saat minum obat.
Kebetulan kedua anakku asma sejak kecil, tapi kayaknya setelah dewasa sembuh….ada dokter anak yang tak percaya si sulung asma…”Mosok Asma kan masih kecil?” katanya ….duhh saya bersumpah tak ke dokter itu lagi. Dan anakku diberi obat, malamnya tersengal-sengal, suami pas nggak di rumah..jam 3 malam saya jalan kaki sepanjang jalan Cipete Raya untuk cari taksi…menggedor rumah dokter di depan RS Setia Mitra nggak dibukakan..terus ingat suami saya sering ke dokter K di jalan Si Singamangaraja..untung saat ke sana dokternya baru mau berangkat ke Rumah sakit..beliau menenangkan saya, anakku langsung di infus…sejak itu saya langganan dengan dokter K, yang mengajarkan pada saya, obat apa jika keadaaan darurat, apa yang harus dilakukan, faktor apa aja penyebab asma bisa muncul..Dan dokter tak boleh memberikan obat tidur jika anak sedang kambuh asmanya…
Nahh dokter seperti dokter K inilah yang bagus pada pasien, kan pasien tidak tahu menahu…dan sejak itu, saya banyak membaca buku kedokteran, punya DOI (buku tebal daftar obat Indonesia) agar bisa mencocokkan obat yang diberikan dokter dengan bukunya, mencatat apa aja obat yang anggota keluargaku tak kuat, untuk disampaikan pada dokter.
Tapi sebagian besar dokter saat ini ramah, mungkin kalau tak ramah akan ditinggal pasien..makin banyak pasien yang seperti saya.
saya biasa berobat di poliklinik kantor Bu, ada dokter2nya sendiri.. selama ini untungnya cocok2 aja..
Kalo ke puskesmas agak kesal juga, soalnya saya pasti pakai ASKES, dan pergi ke tempat tunggu sendiri yang isinya para pemakai ASKES semua.. ngantrinya lama banget dan dokternya lama datangnya..
Untungnya saya jarang sakit, jadi ga perlu sering juga pergi ke puskesmas ato piliklinik.. 🙂
Di kantor yang karyawanya banyak memang biasa disediakan poliklinik. Saat suami kerja di Dikti, saya juga terbiasa membawa anak-anak berobat ke poliklinik sana. Di kantorku juga ada, namun kesibukan kantor membuat jarang punya waktu ke dokter poliklinik ini, atau malah sakit bisa tak terasa karena dead line kerjaan yang terus menerus terjadi, kalau terlanjur sakit dan sulit bangun baru berobat di dokter dekat rumah….
Puskesmas kelemahannya waktunya pagi hari (walau menurut Akin sekarang ada yang 24 jam), sehingga yang menikmati fasilitas ini jarang yang pegawai kantoran….
Tapi di klinik 24 jam atau rumah sakit yang dokternya terkenal, kita antri juga kan?
puskesmas di sini melayani untuk vaksin reguler anak-anak, dan pemeriksaan berkala untuk mereka yang sudah mendapat panggilan dari kantor kesehatan pemda. Kalau sakit biasa lebih cepat ke RS atau klinik terdekat. Toh semua sama bayarannya, karena pakai asuransi nasional.
Tapi kalau RS besar harus rela ngantri.
Waktu di jkt belum pernah ke puskesmas, soalnya dapat pengobatan gratis di RSPP terus, sampai ke Jepang deh.
EM
Kayaknya awal mula, Puskesmas dibuat seperti cerita EM (saya perlu mempelajari latar belakangnya)..lha kan singkatannya Pusat Kesehatan Masyarakat.
Dan di Indonesia kalau ke rumah sakit antri, walaupun ke praktek dokter sore atau malam hari, yang bayarnya lebih mahal karena dokternya dokter spesialis.
Di Jakarta semakin banyak pilihan, klinik 24 jam ada dimana-mana sehingga masyarakat bisa memilih mana yang paling sesuai (dari sisi waktu dan biaya).
saya dulu lebih suka ke puskesmas kalo buat imusinasi, selain lebih murah, tempatnya rindang banyak pohonnya dan susternya sangat berpengalaman lebih dari dokter2 muda
Ini juga yang membuat saya nyaman dengan Puskesmas tetangga rumah…seperti teman sendiri.
deket kontrakan saya yg sekarang juga ada puskesmas Bu, tapi kok sepi yha? apa karena saya lewatnya hanya pas ke pasar pas wikend 😀 (/*eh puskesmas wikend libur gak sih?) tapi saya tidak pernah ke puskesmas, saya seringnya ke klinik 24 jam.
eh Bu, tapi pernah jg saya baca blog teman, katanya pelayanan di puskesmas tidak memuaskan, petugasnya galak lah, mo imunisasi anak aja, suruh ngambil suntikan sendiri lah, suruh baca timbangan sendiri lah, yg katanya mo imunisasi campak gak bisa kl gak ada barengannya lah, banyak sih cerita2 negatif seperti itu, dan akhirnya banyak yg beralih ke DSA daripada puskesmas, padahal cuman buat imunisasi anak, termasuk saya 🙂
Pelayanan memang sangat tergantung dari budaya kerja dari unit pelayanan tsb, ada dokter yang baik, ada yang pendiam, ada juga yang tak bisa ditanya macam-macam. Kebetulan Puskesmas, atau pun klinik 24 jam di dekat tempat tinggalku pelayanannya bagus, jadi ya seneng aja pergi kesana. Dan dokternyapun ramah-ramah, petugas penerima tamunya juga baik
Jaman saya kecil klo saya sakit selalu periksa ke klinik dekat pasar, nah biasanya yg ga gitu serius sakitnya, pak mantri yg ngasih obat dengan dikonsulkan ke dokter, tapi saya selalu mantep klo yg ngasih obat pak mantri karena saya takut dengan yg namanya dokter
Hihihihi klinik itu sudah ganti Nama jadi puskesmas
Aneh ya sampai saat ini saya paling ga merasa nyaman klo harus ke dokter …..
Hahaha…Wieda, pengalamanmu kok mirip saya waktu kecil ..dulu ada pak mantri yang kliniknya depan SMA. Dan juga ada pak Mantri langganan ibu alm, yang orangnya ramah, dan mau dipanggil ke rumah. Dulu, dokter kesannya serem, dan jarang yang mau ngobrol ya..atau mungkin orangtua saya juga tak cerewet kayak saya ya.
Wahh kalau berobat saya banyak tanya, kalau dokter jawabnya tak memuaskan bakal di black list, tak mau kesana lagi, resepnya pun dicuekin…hehehe
memang puskesmas itu disediakan untuk seluruh masyarakat, tapi seringnya orang di kota tuh gengsi ke puskesmas, padahal dokter dan tenaga medis disana juga bagus-bagus lho, udah gitu biayanya murah lagi, saya pun senengnya ke puskesmas, lebih santai, gak banyak prosedur yg mesti diikuti, hehehe… salam kenal bu.. 🙂
Ahh siapa bilang gengsi kalau ke Puskesmas…Kalau orang kantoran memang agak sulit, karena hidup di Jakarta pulang sudah malam, yang masih buka ya dokter praktek bersama, klinik 24 jam ataupun rumah sakit yang dokternya praktek sore.
Apapun, sekarang itu kembali pada pilihan masyarakat, karena mereka sebagai pembeli kan?
Salam kenal juga
Kapan ya aku terakhir ke Puskesmas..
hmm kayaknya sih 10 thn lalu bun..
sama deh sama bunda alasannya…
waktunya gak pas ama jam bukanya
bunda apa kbr?
Hai Eka..kabar baik…
Hmm kadang kita ke tempat perawatan medis memang tergantung cocok-cocok an (cocok waktunya, cocok dokternya, cocok obatnya dan cocok biayanya)…hehehe
Berobat ke puskesmas, kini, lebih baik ketimbang yang dulu, karena sekarang tenaga medisnya lebih lengkap. Puskesmas srkasrang telah maju, ada yang buka 24 jam di daerah kami.
Dengan demikian, kapan pun sakit (tapi tentu tak ada yang mau mengharap kedatangan “sakit”) mudah menemukan pelayanan, apalagi kini, bidan telah begitu banyak tempatnya menyebar di mana-mana. Kalau dulu satu desa satu bidan, kini, satu desa bisa berpuluh bidan.
Puskesmas memang tempat berobat yang lebih dapat terengkuh oleh semua lapisan masyarakat.
Puskesmas sekarang memang makin maju, pelayanannya juga makin ramah…..
Dan yang penting obat-obatnya tak mahal dan generik, sesuai kekuatan badan saya (saya tak kuat obat paten…hahaha), juga kantong saya
wah, ibu ceritanya memancing saya nih,
he.he..ntar deh kapan2 cerita hubungan dengan pasien, padahal tadinya mau dikeep sendiri aja, ntar dibilang narsis he..he…
ada pasien yang suka bawain oleh2, ada pula yang pelecehan
Ayoo..mbak Monda saya dulu suka ceritanya Marga T, yang banyak berkisah tentang hubungan pasien dan dokter…
Cerita kan bisa dibuat fiksi mbak….jadi nggak bisa di gugat…hehehe
kami biasanya menggunakan poliklinik kantor Bu Ratna, jadi ya cocok2 saja kalau berobat.
untungnya kami jarang2 sakit, jadi gak perlu sering2 ke dokter.
dulu juga sih, waktu anak2 masih kecil, vaksinasi ke poliklinik kantor juga, krn memang disediakan .
salam
Iya, kalau kantor ada polikliniknya memang lebih mudah…
Tapi kalau di kantor, jauh dari rumah saya….juga karena sangat sibuk, maka mencari yang dekat rumah, yang sewaktu-waktu ada masalah anak-anak sudah kenal.
terkadang kalau saya sakit kalau ke dokter spesialis malah ga sembuh2 bu.. justru ke puskesmas yang cuma 3000an bisa sembuh.. 🙂
Bukankah sebaiknya memang ke dokter umum dulu? Jika nanti ternyata harus ke spesialis harus ke dokter spesialis yang tepat.
senang membaca artikel ini
meski blue kalau ke puskesmas hanya tuk melihat perawat nya saja……hehehhe
salam hangat dari blue
Berati perawatnya masih muda dan cantik ya Blue?
bu, saya klo sakit lebih suka berobat ke klinik yg cukup murah biayanya. soalnya klo ke RS atau ke klinik yg mahal, saya malah nggak sembuh. untung di Jkt ada juga klinik spt itu… hehe.
Sebetulnya kalau udah kenal Jakarta, semuanya ada….dari yang murah sampai yang mahal….
Dan kalau bisa cocok yang sederhana, kenapa harus ke yang mahal?
Iyaa saya juga gitu … 😀
walau dokter gigi dikantor gratis … saya tetap milih dokter dekat rumah … sudah cocok dan tarif biaya sudah dapat diskons khusus … jadinya ogah pindah kelain dokter gigi … 😛
Kadang memang ga sempat ke dokter kantor, karena pekerjaan yang banyak
Seharusnya puskesmas ditingkatkan ya bu pelayanannya… Sehingga fasilitas kesehatan murah atau syukur2 gratis bisa didapat dengan baik oleh warga Indonesia…
Sekarang Puskesmas banyak yang bagus kok, malah ada yang 24 jam…sayangnya yang dekat rumah belum 24 jam….tapi ada klinik 24 jam.
dulu waktu masih kecil, saya tahu istilah Puskesmas ini dari serial si Unyil hehehe…
Kami jarang sakit, tapi begitu sakit agak serius, mama saya akan bawa kami ke dokter yang praktek di rumahnya sore hari… jadi mama saya juga nggak harus bolos kerja untuk nganterin kami ke dokter. selama ini saya nggak pernah berobat ke Puskesmas… 🙂
Hehehe…justru itulah Nana, Puskesmas kurang dikkenal oleh ibu pekerja, karena para ibu tak mungkin bolos ..bahkan kadang sakitpun tetap kerja.Jadi dokternya adalah dokter yang praktek sore sampai malam hari..
Saya kenal Puskesman awalnya karena tetanggaan….
Jadi kalau anak sakit, dan saya di luar kota, si mbak ngajak ke Puskesmas..kalau iobu datang dan belum sembuh, dibawa ke dokter anak langganan yang praktek sore sampai malam.
Bu, saya pernah lihat juga puskesmas di Kebon Jeruk, Jakbar, bagus banget, malah ngalah2in kebanyakan klinik swasta. Kalau di dekat rumah saya di Bogor, puskesmasnya biasa aja.. Tapi, dengar2 dari pasien yang pernah ke sana, dokternya cukup informatif dan obatnya manjur 😀
Kalau tak pernah ke Puskesmas, memang orang “agak meremehkan”..padahal dokternya banyak yang bagus, dan ramah. Ada Puskesmas yang telah ada dokter spesialisnya….Paisen nya..?Udah banyak yang bawa mobil
memang sih ya bu dokter itu macem2 banget. sejak teman-teman saya udah jadi dokter, terus terang saya jadi irit dalam pengeluaran konsultasi ke dokter hehehe…
saya sendiri gak masalah dengan puskesmas, apalagi untuk anak-anak. karena saya dan suami rada emoh memberi obat keras ke anak. dan puskesmas biasanya kasih obat yang standar aja, dan bisa dibeli bebas di apotik. syukurlah hingga kini sehat-sehat saja.
Benar Fekhi..apalagi dokter sekarang mau diajak diskusi, keluarga saya juga cocok dengan dokter Puskesmas
Ya, kenapa ya kita jarang sekali memanfaatkan fasilitas tersebut. Malah lebih memilih langsung ke klinik atau RS. Padahal pengobatan di Puskesmas juga tetap bagus kok.
Mungkin karena kerja pagi dan baru pulang malam, saat itu yang jelas hanya Klinik dan RS yang buka
tapi emang puskesmas sekarang juga udah bagus2 kok bund..
selain gedungnya yang bagus, fasilitas, dan pelayanannya sudah tambah baik.
misalnya, udah ada yang bisa rawat inap. dengan dokter yang mumpuni juga.
bisa check up untuk darah dan urin, yaa sebatas untuk tau kadar gula darah, kolesterol, asam urat dsb.
jadi syukur lah..
terutama untuk sodara2 kita yang memiliki keterbatasan biaya.. mereka masih bisa mendapatkan layanan yang bagus dengan harga yang murah 🙂