Selama berkecimpung dalam dunia kerja selama ini, saya nyaris tak punya kegiatan sosial. Pergi pagi pulang malam, kadang mesti tidur di kantor, membuat badan ini nyaris terkapar saat akhir pekan, itupun setiap Sabtu masih digunakan untuk menyambangi tempat sekolah anak, untuk bisa mengikuti perkembangan anak di sekolah, yang berarti memakan waktu dua minggu. Lha itu anaknya hanya dua, tak terbayang jika punya anak banyak, seperti orangtua zaman dulu. Kegiatan sosial paling-paling hanya jika ada arisan RT/RW, itupun lama-lama tak aktif karena waktu arisan berbenturan dengan hari kerja, atau saat saya datang ke rumah, acara arisan sudah selesai. Ditambah kemacetan di jalan yang makin parah, kalau tak hati-hati bisa membuat stres di jalan.
Sampai akhir tahun 2010, kegiatan saya lumayan aktif (tentu saja menurut saya sendiri, juga untuk ukuran orang seusia saya), yang tak bisa dibandingkan dengan orang usia produktif dan masih aktif bekerja. Minimal tak ada hari kosong, untuk hari-hari yang tak harus keluar rumah dimanfaatkan untuk kegiatan tulis menulis, yang juga merupakan pekerjaan dan mempunyai target waktu. Pekerjaan rutin hanya dua kali seminggu ke kantor, inipun hanya untuk koordinasi, maklum pekerjaan tulis menulis, membuat proposal, laporan, bisa dikerjakan di rumah yang nantinya dikirim lewat email. Dengan demikian, mengirit waktu berdesakan di jalan raya, serta meeting juga lebih efektif karena semua sudah didiskusikan lewat email, saat pertemuan dipergunakan untuk membuat keputusan.
Suatu ketika, mantan bos yang memimpin Dana Pensiun menelpon, mengajak saya bergabung di Yayasan. Apa pula ini, pikirku. Selama ini saya nyaris tak berhubungan dengan hal-hal di luar bidang pekerjaan, selain sosialisasi di lingkungan rumah, sosialisasi dengan lingkungan kerja suami, serta untuk lebih mengenal guru dan dosen anak-anak ku. Setelah kedua anakku lulus S1, memang dunia terasa lebih ramah (maksudnya sudah nggak bikin “migren lagi), cuma kehidupan harus berlanjut dan harus diisi oleh hal-hal yang bermanfaat. Tanya sana sini, apa sih yang disebut dengan bendahara yayasan dan apa pekerjaannya? Banyak teman yang mendorongku untuk menerima, karena itu yayasan pensiunan, pekerjaannya mulia, karena kegiatannya bertujuan agar para pensiunan sejahtera, memberikan beasiswa pada anak para pensiunan yang tidak mampu, mengurusi kesehatan dan lain-lain. Dan saya bisa menyempatkan waktu seminggu sekali, karena setiap harinya ada pelaksana harian. Akhirnya saya menerima tawaran tersebut, siapa tahu keberadaan saya bisa memberikan manfaat.

Kemarin adalah rapat pertama yang saya ikuti, menyenangkan bertemu para senior yang masih aktif menjadi pembina/dewan pengawas. Saya menjadi tahu bagaimana struktur organisasi para pensiunan, yayasan apa saja yang dimiliki, dan fasilitas apa saja yang masih bisa diperoleh para pensiunan. Dan yang menyenangkan ternyata ada banyak hal yang masih bisa dikerjakan untuk meningkatkan kesejahteraan para pensiunan. Selesai rapat jam 14.30 wib, teman yang dulu mantan bosku mengajak naik busway. Dia bilang…”aku capek nyopir, macetnya bikin stress. Jadi sekarang kalau pergi kesini, di antar isteri ke Ragunan atau ke Blok M, terus naik busway. jika pulang kita bisa naik busway jurusan Harmoni dulu, baru balik lagi ke Blok M. Dari Blok M ke rumah, bisa naik taksi, bajaj atau dijemput anak.” Wahh asyik juga, pikir saya, paling tidak bisa mengirit, maklum kalau sering bepergian dan naik taksi terus, bisa-bisa saya bangkrut. Kebetulan mantan atasan yang lebih senior (hehehe…semua yang hadir kemarin mantan GM…jadi walau tetap keren, beliau mulai berpikir realisitis, apalagi kemacetan Jakarta makin parah) juga ingin mencoba seperti apa rasanya naik busway.
Kami berjalan kaki ke depan kantor, yang ada lampu lalu lintasnya, menyeberang jalan ke arah terminal busway menuju Harmoni. “Jangan keliru ke arah Pasar Baru,” kata temanku. “Wahh kapan-kapan kalau rapat dibikin setengah hari aja, jadi kita bisa jalan-jalan ke Pasar Baru,” kata saya. Dulu, saat kantor saya belum pindah ke Semanggi, jika belanja sering ke Pasar Baru. Kalau hari Jumat, para bapak sholat di masjid, kami jalan-jalan di Pasar Baru, lumayan istirahat dua jam. Saat itu Pasar Baru masih merupakan ikon belanja di Jakarta, karena baru ada Mal Ratu Plaza dan Aldiron di Jakarta.

Tak lama datang busway ke arah Harmoni, terlihat tempat agak kosong. Setelah masuk baru terlihat semua tempat duduk penuh, syukurlah jarak jalan Veteran ke Harmoni cukup dekat sehingga tak menjadi masalah. Begitu memasuki terminal Harmoni saya terperangah melihat antrian orang yang banyak sekali, terutama yang ke arah blok M. “Tenang…,” kata temanku. “Kita tak usah terburu-buru, karena masih belum jam 15.00 wib, kita tunggu sampai tempat agak kosong sehingga kita dapat tempat duduk. Jadi ambil antrian di pinggir supaya tak di desak orang.” Ternyata orang-orang memang tak sabaran, saya sudah pegangan tiang dekat pintu, kaki masih terinjak juga, padahal kalau mereka antri dengan baik, busway jurusan blok M sangat banyak, nyaris 5 menit sekali. Jadi seharusnya kita bisa tenang, dan memilih akan ikut busway yang penuh atau mau menunggu yang agak kosong. Melihat gejalanya, dan situasi orang yang makin mendesak, kami memutuskan untuk naik ke busway berikutnya, syukurlah dua orang dapat tempat duduk, dan yang satu terpaksa bergelantungan. Saya tersenyum, dan rasanya tak tega untuk memotret temanku (dan juga mantan bos ku) saat bergelantungan. Senang juga naik busway (dengan catatan dapat tempat duduk), karena jarak dari Harmoni ke Blok M terasa cepat.
Sampai terminal blok M kami berpisah, mantan atasanku ambil taksi ke arah Pasar Raya, mantan bos satunya ambil jalan ke arah Blok M Square, untuk menunggu dijemput kemenakannya, dan saya mengarah ke Gramedia. Saya memang niat mencari buku karangan pak Daeng, yang akan bersama saya menjadi pembicara pada workshop yang diadakan Jamkrindo. Jika bisa membaca tulisan beliau sebelumnya, paling tidak saya tahu, seperti apa beliau karena telah melihat gaya tulisannya. Apa boleh buat, ternyata buku karangan beliau tak ada di Gramed, saya membeli dua buku, kemudian langsung ambil taksi. Jalanan mulai tersendat, saya mengingatkan pak sopir taksi agar kita memasuki jalan-jalan yang ditengah, seperti jalan Brawijaya, agar nanti saat ketemu jalan Antasari sudah di tengah, antara jalan Brawijaya dan Pangeran Antasari.
Sampai rumah mendekati jam 5 sore, saya masih sempat sholat dan merebahkan badan dulu, tersenyum sendiri membayangkan kejadian di busway tadi. Sebetulnya busway bisa menjadi angkutan masal yang enak dan lumayan murah, asal pemerintah memang mau menambah bis agar penumpang tak berdesakan. Busway yang kami naiki sempat disuruh mundur saat di terminal depan Atmajaya, saya sempat kawatir kalau-kalau terjadi kecelakaan, syukurlah akhirnya busway bisa bergerak maju kembali. Penumpang busway kemarin saya amati banyak anak kuliah, anak sekolah, para ibu yang menjemput putra putrinya, maklum saat itu belum jam pulang kantor. Tak terbayangkan betapa sesaknya saat jam pulang kantor, namun menyopir sendiri saat ini bukan lagi pekerjaan yang menyenangkan. Apalagi bagi para pensiunan, yang kesibukannya tak harus ke kantor tiap hari, jika punya sopir kurang bisa dimanfaatkan. Saya sendiri mengalah pada suami, yang masih aktif bekerja (pensiun dosen minimal 65 tahun) sehingga sopir lebih diperlukan suami, yang lebih sering mondar mandir Bandung Jakarta. Kesibukan saya masih bisa di handle dengan naik taksi, bajaj, angkot….tapi belum berani naik ojeg (mudah-mudah an tak perlu terpaksa). Namun kesibukan saya yang baru, sepertinya lumayan padat juga, dan jika kosong, naik busway ternyata jauh lebih cepat dibanding naik taksi ataupun mobil pribadi.
kalo untuk jarak jauh saya senang memakai busway.. tapi kalo untuk jarak dekat, lebih senang pakai angkot.. hehe.. naik busway juga hanya kalo tidak terburu2.. karena kalo buru2, berarti terpaksa berdiri dan tersiksa berdesakan.. hiks.. wah, mungkin suatu hari bisa ga sengaja ketemu bu Enny di dalam bus nih.. hehe..
Yang penting kalau ketemu negur ya Clara.
Minggu depan kayaknya pengin nyoba lagi…tapi mungkin harus ke arah kota, biar pas balik dapat tempat duduk.
Busway itu memang enak kalau kantor berada di jalur 1 dan akses dari rumah ke Blok M mudah. Busway jalur lain tidak seenak jalur 1.
Yang agak susah dari Busway adalah, di halte sering dorong-dorongan yang sebenarnya tidak perlu.
*dukung sterilisasi jalur busway
*denda semua kendaraan non-trans-jakarta yang ada di jalur
Betul…dengan sterilisasi, orang akan suka naik busway. Tapi pemerintah juga harus menambah armada sehingga penumpang nggak berdesakan, karena lama nunggunya.
Kalau kata sesepuh-sesepuh saya dulu sih di usia senja harus tetap aktif agar stamina otak bisa tetap terjaga, gitu katanya.
😀
Busway itu malasnya mengantrenya yang kadang suka lama banget, Bu. Armadanya kurang sepertinya. Perlu ditambah lebih banyak. Pernah saya sore-sore jam pulang kerja melewati daerah Dukuh Atas lihat antrean panjang di halte Dukuh Atas 2 yang sampai ke jembatan penyeberangan. Buset dah.
Terbayang deh…kemarin, belum jam pulang kantor aja, antrenya sudah banyak.
Dan yang menyebalkan, suka nggak sabaran, dorong mendorong…ini yang bikin ngeri.
belum pernah naik busway bunda, tapi pernah naek transjogja, sama nggak sih? 😛
kalo di Sby adanya bus kota executive, wadem… 😀 soale di Sby jg nggak parah bgt si macetnya Bun 😀
Dulu, saya suka naik bis kota dari Wonocolo ke Tanjung Perak…
Yang bus kota eksekutif belum pernah…nanti deh kalau pas ke Suabaya dan ada kesempatan jalan-jalan.
Waktu kopdar dgn bu Enny, aku pakai busway juga, tp sampai blok M nyambung metromini. Terminal busway yg paling tertib yg pernah kulihat di Ragunan, di sini dibuat jalur antrian utk yg mau berdiri atau duduk, nggak ada dorong2an padahal rame jam kerja. Jadi pertama masuk bis bumil dan, orang tua dulu, kemudian yg duduk, sesudah kursi penuh, baru yg mau berdiri masuk.
Mbak Monda,
Kalau dari Harmoni, walau penumpang ke Blok M lebih banyak, tapi bisnya juga banyak…
Tapi katanya yang ke Ragunan tak sebanyak bis yang ke Blok M.
Jadi teman saya suka memilih busway jurusan Blok M, baru nanti pulang ke rumahnya di daerah Ampera.
Kalo koridor 9 sampe Cikarang ajah…….saya tiap hari naik itu….
Salam jumpa Bu, lama tidak mampir di sini….
Saya juga lama nggak bertandang ke blogmu.
Mungkin sesekali perlu jalan-jalan mengelilingi Jakarta pake busway ya.
huh,dmn medan kapan ada busway ya…?>
??? tak bisa jawab juga
yupz setuju.. dengan naik angkutan umum berarti kita turut mengurangi dampak global warming
Paling tidak mengurangi kepadatan di jalan
Kapan2 kalo lagi tugas di Jakarta aku juga pingin mencoba naik bus way dari terminal satu sampai mentok terus kembali lagi ke terminal asal. toh dengan uang sepuluh ribu bisa jalan2 keliling kota 😆
Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan
Semoga suatu ketika bisa terlaksana
iya armadanya gak mencukupi banget ya. jadi suka kasian ama temen2 yang harus ngantri berjam2 buat nungguin busway…. sering lho ada yang ngeluh2 di twitter gara2 gak dapet2 busway nya. terutama pas rush hour.
Memang masalahnya, bis nya kurang banyak…
Di satu sisi, kemarin sebetulnya bis datang 5 menit sekali, tapi orang tetap berdesakan….
Mungkin saya harus coba lebih ke arah Jakarta Kota, baru balik lagi, ke arah blok M….
Yuk kita naik busway….
Yuk
Saya baru beberapa kali naik busway. Waktu masih pertama2 beroperasi dululah jadi belum sepadat sekarang. Ingin juga naik busway ke kantor tapi daerah tempat tinggal saya memang bukan jalur busway, kalau naik bajaj or ojek, jatuhnya lebih mahal dari ongkos bensin 🙂
Yang jelas, sebaiknya hindari bawa anak kecil. Yang membahayakan karena orang suka berdesakan….
Waktu masih tinggal di Jakarta, saya lumayan sering menggunakan busway. lebih nyaman daripada bus kota, lebih bersih, nggak ada pedagang asongan dan pengamen yang suka maksa.
Kalau bertanya pada petugasnya, dijawab dengan ramah dan kadang diberitahu di mana harus turun, dan diberi info juga saya harus nyambung dengan koridor busway yang mana…
Busway memang masihperlu utk terus berbenah, supaya penumpang merasan nyaman dan memilih busway daripada mobil prbadi..
Betul Nana….asal nggak berdesakan, ini yang menyebalkan.
saya termasuk pengguna busway. cukup menyenangkan di saat jam-jam yg tidak sibuk. tetapi kalau pas jam pulang kantor, busway itu antriannya parah. sebenarnya tak masalah jika antre-nya rapi. tapi desak2annya itu lo, bisa bikin tambah capek. apalagi kalau busnya tidak datang2.
tapi bagaimanapun saya tetap naik busway, jika memungkinkan. soalnya tidak ada yg merokok di dalamnya. hehe.
Setuju Kris….cuma bagi orang seusia saya, harus hati-hati, dan jangan ikut berdesakan. Jika sendiri, kemarin mungkin saya mengalah langsung naik taksi..hehehe
Tapi senang, akhirnya memutuskan untuk berani mencoba busway. Lain kali harus naik bis lebih ke arah Jakarta Kota dulu.
..
kalo banyak orang menggunakan transportasi umum daripada kendaraan pribadi, pasti deh mengurangi polusi..
semoga makin membudaya..
..
tetap jaga kesehatan ya Buk..
salam saya.. 🙂
..
Betul Ata,
Cuma bis nya diperbanyak
Juga disediakan bis lanjutan yang bagus…
Jika bis sudah banyak, khusus untuk eksekutif, biar nyaman, harga dinaikkan…pasti banyak deh yang pilih naik bis, maklum nyopir juga capek kalau macet, apalagi jika cuma pergi pulang ke dan dari kantor.
Berarti mulai sekarang ada alternatif baru ya mbak, asik dong, hehehe…
emang bener mbak, naik busway itu menyenangkan *dengan catatan gak berdesakan* hehe,,, saya dulu sering naik busway untuk bolak-balik harmoni – polda, pas daptar polwas, sayang gak lulus.. 😦
selamat menjabat bendahara yayasan pensiun mbak, moga makin menebar manfaat.. 🙂
Hehehe…iya, asal nggak berdesakan. Kemarin seneng karena ada temannya.
tapi malas juga kalau pas antri mau naik busway hhhihi..
Padahal tak ada yang tak antri…bahkan naik pesawatpun kita antri check in kan?
naik busway di Jakarta emang relatif lebih aman bagi saya yang sangat buta ibukota bu. tinggal naek insyaallah nyampe deh.
salam kenal dari saya bu,
mohon do’a jg atas kabar duka di http://kakmila.wordpress.com/2011/01/04/semangat-sembuh-untuk-sausan/
Salam kenal juga, makasih kunjungannya
mampir malam dulu Mbak…. belum bisa baca postingannya, karena jam warnetnya mau abis…
besok sambung lagi ya… 😀
Silahkan
Hati hati selalu ya Bunda ketika naik Busway… 🙂
Salam hangat dan salam semangat selalu
Salam juga untuk Joe….memang harus hati-hati karena suka didesak dari belakang
dengan naik buswas kan lumayan bisa mengurangi macet ketimbang bawa mobil atau motor sendiri. 🙂
Betul…asal pemerintah memikirkan transportasi ini, dengan menambah armada, sehingga makin banyak yang mau beralih naik busway dibanding bawa mobil sendiri.
waah pengin naik busway secara dbali ga ada busway….
tapi yang ga bedesakan ada ga mba? ngeri ngebanyangin hrs berdesakan dan dorong2 nya….
Selama armada busway tak memenuhi kebutuhan, selalu ada risiko antri..sebetulnya bisa antri tanpa berdesakan…
Rute yang paling nyaman memang baru yang Blok M – Kota, selain busnya lebih banyak juga lalu lintasnya nggak sepadat yang lain.. Tapi angkutan umum Jakarta rata-rata nggak bersahabat, padahal ibu kota ya Bu 😦
Betul…rute itupun masih berdesakan saat jam sibuk.
Saya merindukan awal 80 an, naik bis kota masih terasa nikmat
Selamat malam bu … wah menarik sekali jika bisa menaiki bus way … sayang sayang tinggal di Dusun Kalimantan Tengah … jadi nggak bisa nyobain ..
Nanti, kalau ada kesempatan ke Jakarta, bisa jalan-jalan keliling Jakarta naik busway
jika ada kesempatan lagi main kejakarta saya ingin mencoba untuk naik busway .. juga nih bu ..
Semoga suatu ketika bisa sampai Jakarta
kalau utk bepergian dgn jarak yg lumayan jauh, saya lebih suka dgn busway, namun kalau dekat saja, lebih nyaman naik angkot Bu.
salam
Betul…
Naik busway jika jaraknya cukup jauh, kalau dekat bisa memilih yang lain.
Namun menyopir sendiri saat ini bukan lagi pekerjaan yang menyenangkan. => SETUJU bun :(( nguras energi banget.
Kalo TJ lebih banyak sih emang enak bun, bisa lbh longgar. Tp kalo pas jam pulang kantor…. sedih.. banyak yg dempet2an
Betul Eka…lha naik taksi aja juga ikutan stres, padahal mestinya yang stres sopirnya ya.
Masalahnya, busway terbatas, dan orang suka nggak sabar antri..dorong sana sini.
Nah, kalau semua pekerja naik busway, maka jakarta tak akan macet begitu ya bu…
Harapannya begitu, asalkan armada busway juga banyak…
naik transjakarta memang enak, Bun. Apalagi kalau macet.
Sejak berhenti kerja, kalau bepergian, saya lebih senang naik kereta atau busway 😀
Apa kabar Bu Enny, semoga sehat selalu ya.
Betuuul..asalkan dapat tempat duduk.
Kalau nggak dikejar waktu, memang enak naik busway. Kabar baik Indah, terimakasih doanya
Wah … saya belum pernah naik busway, baik di Jakarta maupun di Yogya. Setelah punya pengalaman naik KRL ke UI kemarin, kayaknya kapan-kapan perlu juga mencoba naik busway 🙂
Nyaman sebetulnya, impian saya naik busway keliling Jakarta juga belum tercapai. Pernah sama si sulung, naik busway dari blok M ke Jakarta Kota, lihat Museum, jalan-jalan, makan..ehh akhirnya dia bilang…”Bu, capek..pulangnya naik taksi aja ya…”…hahaha….padahal baru satu jalur.
Tapi mbak, mesti siap mental dan bukan hari kerja..kalau hari kerja, jam nya tak bersamaan dengan orang berangkat dan pulang kantor, atau berangkat dan pulang sekolah..alias tiap hari kerja akan penuh terus.
Saya pernah naik busway sekitar taon 2007 an dan it was good, Bu…
Tapi saya ngga habis pikir kenapa sekarang ini orang2 bisa dengan seenaknya mengendarai mobil/motornya di jalur busway ya?
Menyedihkan!
Yahh itulah Don…kedisiplinan sangat diperlukan..bahkan saat antri tak perlu dorong mendorong.
Ahh, saya merindukan tahun 80 an…antri bis kota, tapi penumpang santun…..
klo fasilitas dan kenyamanan busway dipertahankan, kedepannya busway akan menjadi solusi untuk mengurangi kemacetan di jakarta, bu 🙂 smg ttp begitu. Rasanya mmg tidak enak klo akan tua di jalan hi..hi..
Menurut saya, busway bisa jadi alternatif, tapi tentu ditambah peremajaan Kopaja, Metromini dan lainnya…sehingga nantinya saling mendukung.
Faktor penentu lain, adalah masalah keamanan, agar orangtua berani melepas anaknya naik angkutan umum.
Zamanku dulu, anak jendral, anak menteri, senang naik bis kota..karena aman dan terjamin.
Kalau orang cerita tentang busway saya cuman bisa mesam mesem, bu. Sejak 2006 saya lebih banyak kerja di Jakarta namun terus terang sampai sekarang belum pernah sekalipun naik busway. *memalukan* 🙂 Hanya taksi dan ojeg/bajaj saja kendaraan umum yang saya tumpangi kalau lagi ada kerjaan di Jakarta. Insiden kehilangan laptop yang dialami teman saat menumpang busway membuat saya berpikir ulang untuk naik bis yang satu itu. harus berubah memang, mudah2an esok lusa saya mau naik busway 🙂
Naik busway menyenangkan, asal:
1. Naiknya dari terminal awal, karena kemungkinan dapat tempat duduk, sangat besar.
2. Bawa barang secukupnya
3. Dan saya perhatikan…banyak cewek cantik lho…
Kalau di Jakarta, saya lebih sering naik busway ketimbang kendaraan umum lainnya. Lebih pasti dan lebih nyaman.
Meski masih sedikit ribet, tapi saya rasa, busway adalah solusi yang baik untuk Jakarta 🙂
Busway menarik, tapi masih perlu diperbaiki terus menerus, disamping armada yang lain juga dibenahi. Baru setelah itu penertiban jalur yang dilalui busway, serta penertiban sepeda motor.
kalau liat film2 barat, lebih asyik gitu kalau naik kendaraan umum, masalahnya disana kendaraan umumnya oke banget…
Siapa tahu, suatu hari nanti berserobok dengan Ibu Enny dalam Bus Transjakarta 😀
Jangan lupa negur dulu ya……
betul skali kalo’ ibu bilang naik bus Trans itu lbh cepat,.. *tp terkadang juga harus liat jalurnya bu..*
dan yg lbh penting itu, membudayakan utk antri dan tertib bagi masyarakat Jakarta ini. Kita kan pngen sperti di negara2 maju lainnya ya bu,.. yg setiap org spertinya lbh memilih utk naik transportasi umum dibanding susah2 bawa kendaraan sndri. krn mrk memang bisa menemukan kenyamanan dgn menggunakan public transport. Lha kalo’ kita rakyat Jakarta ini terkadang msh agak was2 jg lho bu..*apalagi kaum perempuan* yg kadang ketemu org iseng bahkan org jahat di dlm public transport 😦
jujur, sy salut sama ibu yg msh mau naik bus Trans, coba kalo smua org yg naik bus Trans itu sperti ibu.. mau sabar menunggu sampai bus berikutnya, toh bus selanjutnya jg pasti akan dtg kok. sy paling males kalo ketemu org yg maksain bgt bs masuk ke bus pdhl udh jelas2 bus penuh sesak. kan malah jd bahaya yg qta temui, bkn kenyamanan……
sukses untuk bu Enny, smoga qta bs ketemuan di bus Trans yaaaa…
Mbak Ambar,
Zaman tahun 70 an, orang suka naik biskota, baik anak jendral, anak Menteri, juga rakyat jelata kayak saya. Saya terkaget-kaget saat diajak ke rumah temanku, yang kaya raya tapi sehari-hari nya sangat sederhana. Tempat kost nya juga sangat sederhana, kemana-mana naik bemo (angkot) dan bis kota.
Dan…saat itu yang dikawatirkan hanya copet…bukan menculik atau merampok.
Sekarang…jika niat naik busway, saya hanya sekedar membawa uang cukup, tanpa kartu ATM dan Kartu Kredit..risikonya, pulannya ya tak bisa mampir mana-mana….hahaha