Maksi dimana?

Dulu….makan siang adalah urusan yang sederhana, sejak masih kecil sampai mahasiswa. Karena kost dekat kampus, saat waktu makan siang masih sempat pulang ke tempat kost atau asrama. Hanya kadang-kadang saja terpaksa makan di luar, jika waktu jam makan sedang berada di lokasi yang jauh dari tempat kost. Sejak bekerja, pagi-pagi setiba di kantor pikiran sudah merencanakan mau makan apa dan dimana. Pilihan berbagai ragam, namun sejak pagi sudah harus diputuskan jika makan makanan tertentu, karena antri dan sering kehabisan. Pilihan itu juga didasarkan atas budget makan siang, seberapa banyaknya uang yang disisihkan untuk makan siang. Setelah pada posisi tertentu, makan siang disediakan di kantor, disini saat makan siang adalah juga ajang ketemu teman dari Divisi lain, karena sehari-hari sibuk pekerjaan, jarang ketemu teman dari Divisi lain, ketemu hanya jika ada rapat yang berkaitan dengan unit kerja teman tersebut. Sayangnya makan bersama di kantor ini tak berlangsung seterusnya, karena banyak yang bosen, dan setelah diadakan angket, sebagian besar ingin mendapat kembali uangnya dan memilih memesan makanan  sendiri.

Sejak itulah, urusan makan siang bagiku merepotkan. Sama seperti ibu rumah tangga yang bingung bikin menu masakan untuk keluarganya. Kebetulan sekretaris di kantor baik hati, dia yang setiap pagi mengedarkan jadual makan siang plus menu apa yang akan dipilih untuk makan (dibeli), kepada teman-teman satu unit kerja, kemudian  saya memilih salah satu dari jenis menu yang diedarkan. Bagaimanapun enaknya sebuah menu, tapi makan sendiri rasanya tidak enak. Tetap lebih enak makan bersama-sama yang lain. Kesulitan ini berakhir setelah saya dipindahkan untuk memimpin Diklat, makan siang plus kue pagi hari disediakan oleh kantor, tinggal saya urunan. Di Diklat berat badan saya mekar, karena setiap hari ada pelatihan sehingga selalu ada nyamikan, akibatnya di Diklat ini pula mau tak mau saya harus rajin senam agar badan lebih sehat.

Setelah tidak aktif lagi, bekerja part time, setiap kali bingung mikir mau makan siang apa. Kalau ada pertanyaan, …”Ibu pesen apa?” Susah banget deh, saya memang bawaan nya males makan, padahal perut ini sering bermasalah….akhirnya pertanyaan dikembalikan pada yang mau beli. “Yang lain makan apa? Saya ikutan deh.” Setelah kantor pindah ke GC, yang terhubung ke Mal, banyak pilihan makanan dengan harga sedang sampai mahal. Walau saya “agak sebel” dengan Mal ini, karena taksi harus memutari gedung Mal bila ingin turun persis di depan kantor, lama-lama saya bisa menikmatinya. Saya turun di ujung Mal tempat taksi boleh menurunkan penumpang, kemudian jalan kaki ke kantor lewat di dalam Mal.  Saya berangkat dari rumah sekitar jam 8-9 pagi, pekerjaan sebelumnya sudah dikirim lewat email lebih dulu. Sampai pintu Mal, masih sepi, para pegawai Mal masih mengepel, bersih-bersih kaca, dan saya menikmati perjalanan lewat dalam Mal ini ke kantor. Jika lapar, bisa mampir ke toko roti yang sudah buka, atau pesen teh tarik panas dan kaya toast (roti bakar dengan selai sarikaya) di “Ya Kun Kaya Toast” yang berada di jalan ke arah kantor, dan minta pesanan diantar ke kantor.

Siang hari, jika teman merangkap bosku datang, kami berdua bisa makan siang bersama, kadang beliau membawa makanan dari rumah jika si mbak sedang memasak yang menarik minat seleranya, ini yang saya tunggu, entah kenapa saya lebih suka makanan rumah. Kalau tidak, kami bisa makan di “Kedai Kaffe”” yang persis di bawah lokasi kantor, atau di “Radja Kecil” dan makanan yang di pesan hampir mirip setiap kali datang, yaitu selalu ada sup ayam, sampai pelayannya hafal.  Sesekali makan di “May Star”,  “Pepper Lunch“, atau yang lain. Yang paling sering di Eat & Eat, tapi ini kadang kurang nyaman jika pas penuh, apalagi kita mesti bolak balik pesan dan mengambil makanan sendiri. Jadi, kalau pengin mengobrol bersama  teman-teman lain, agar tak bolak-balik, lebih nyaman makan di tempat lain selain Eat & Eat.

Kemarin, sejak pagi-pagi saya sudah keluar dari rumah, urusan ke bank dulu, kemudian ke travel untuk ambil tiket yang dipesan sehari sebelumnya. Coba tebak, tiket apa? Tiket itu adalah tiket pesawat untuk mudik ke Jakarta pas Lebaran, gara-gara nya adikku yang anaknya di Balikpapan cerita, anaknya sudah pesan tiket untuk mudik ke Jakarta, bersama suami, anaknya yang masih kecil  dan si mbak, untuk bulan Agustus 2011. Iseng-iseng saya tanya, berapa harga tiket Malang-Jakarta pp, apakah bisa dibeli di Jakarta karena anakku berencana mudik saat Lebaran nanti. Kemudian saya tanya, apa bisa pesan sejak sekarang? Penasaran saya telepon sendiri ke travel langganan dekat kantor lamaku, ternyata seat yang untuk Malang-Jakarta pada tanggal tersebut tinggal bersisa 8 (delapan) orang. Betapa kagetnya saya, padahal masih 4 (empat) bulan lagi. Jadi, setelah ambil uang di Bank, saya segera meluncur ke travel, rupanya entah kenapa jaringan lagi error, jadi tiket yang seharusnya tercetak dalam satu lembar, menjadi 3 (tiga) lembar. Terpaksa saya menunggu, dan syukurlah tak lama kemudian bisa dibetulkan oleh teknisi, dan saya sekaligus pesan tiket pp beserta nomor seatnya.

Eat & Eat di hari Rabu jam 11.15 wib di hari Rabu, masih kosong

Dari travel ke kantor lumayan macet di jalan, taksi berhenti di depan pintu Mal, dan saya kaget melihat betapa penuhnya Mal hari itu. Rupanya sedang libur sekolah, jadi banyak orangtua dan anak-anak kecil jalan-jalan ke Mal. Bank pun tak kalah, ada beberapa Bank  yang mengadakan penghimpunan dana dengan menggunakan atraksi yang menarik. Saya berpikir, enaknya makan dimana ya? Saat itu menjelang jam 11.30 siang, akhirnya saya menuju Eat & Eat, setelah menambah voucher, saya mengunjungi cafe “Pecel Solo” yang menjual Selat Solo. Di situ juga dijual coffee beer, yang merupakan minuman kesukaan saya saat  masih muda. Saya pesan  sama si mbak yang melayani, untuk mencoba coffee beer (terdiri dari kopi, gula karamel, CO2), ingin mencicipi apakah rasanya masih seperti  dulu? Coffee beer ini terkenal pada  masa itu, rasanya enak diminum saat hari panas, ditambah dengan es batu.

Menunggu teman

Saya menunggu sambil melihat sekeliling, beberapa kursi hanya diduduki oleh satu orang, mungkin sedang menunggu teman. Ada juga cowok berbaju merah yang mondar mandir dan sibuk menelepon, mungkin mencari posisi duduk teman-teman lainnya. Suasana masih sepi, saya membuka tas tangan, mengeluarkan buku bacaan, kemudian menikmati selat solo sambil membaca. Rasa coffee beer nya agak berbeda dibanding yang saya rasakan di daerah saya, yang ini ada sedikit rasa asam, namun rasa lainnya sama. Sambil menikmati pemandangan lalu lalang orang, saya menikmati makanan dan minuman. Tak lama kemudian Eat & Eat makin ramai, dan sebagian besar yang datang adalah para ibu, mungkin bapak-bapaknya masih di kantor. Cewek yang sendirian tadi masih asyik dengan laptopnya, dan sesekali sibuk memencet BB nya. Saya menikmati ketenangan, dan tak terasa saya sudah 1,5 jam duduk disitu. Hmm ternyata makan sendiri juga nyaman. Membayangkan jika nanti Imelda pulang kampung, ingin mengajaknya makan di sini, karena Mal ini sangat dekat dengan rumahnya di Jakarta, dari jalan Pakubuwono tinggal belok kanan sudah sampai.  Sayangnya saya tak bisa meneruskan merenung, masih ada pekerjaan yang harus dikerjakan, ada beberapa surat yang masih harus di cek.

Iklan

26 pemikiran pada “Maksi dimana?

  1. maksi di Radja Ketjil? waaaa…. itu saya suka banget bu! bbrp bulan lalu, sepupu saya yg lama tinggal di kanada datang. dia selama di jkt tinggal di daerah permata hijau. lalu saya ajak dia ke Radja Ketjil. dia dan suaminya sukaaaaa sekali ke sana. walaupun cuma 3 bulan di Indonesia, mereka jadi kenal baik dengan mbaknya di Radja Ketjil saking seringnya ke sana. hehehe. dan ketika postingan ibu ini menyebut Radja Ketjil, saya jadi ingat kembali saat kami sering ke sana. (saya jadi kangen dengan kakak sepupu saya…)

    btw, saya suka sekali menu di sana, rasanya semua enak deh. bingung jadinya kalau mau makan di sana hahaha. tapi saya paling suka tahu hujin dan bandrek… wah, enaaaakkk banget!!!

    Menunya memang enak-enak dan harga relatif memadai untuk ukuran kantong. Jadi, kita nanti sebaiknya ketemuan di sana?

  2. kalau saya makan siang sekarang paling banter beli nasi bungkus, karena kantor saya jauh jaraknya dari mall… kalau dulu di kantor yang lama, makan siang biasanya suka keluyuran di mall karena banyak mall yang berada di dekat kantor..
    tapi ada untungnya sih bu, pengeluaran saya untuk makan sekarang jauh lebih hemat.

    Semua ada plus dan minusnya ya Ira…
    Dengan nasi bungkus kiota tak perlu tengok kanan kiri…makan di Mal, bisa sekaligus refreshing, kalau tak hati-hati, kantong bocor dan sulit menambalnya.

  3. asyik bu. GC yah…deket bisa naik bajaj hihihi.
    Aku malah belum pernah ke stu, tapi Riku sudah krn ikut lomba anak-anak wkt kami mudik tahun lalu. Entah wkt itu GC sudah buka atau belum.

    wah musti siap-siap timbangan naik (lagi) deh hihihi

    BTW coffe beer itu mirip dengan bir jawa ngga ya? Waktu ke Bale Raja ? di Yogya pernah coba, tapi seperti temulawak pakai soda aja rasanya hihihi. Aku mending bir beneran deh 😀

    EM

    Kalau ada temulawaknya, bukan yang saya maksud di tulisan ini, Imel…
    Coffe beer yang ini sebetulnya seperti sirup mocca, tapi rasa kopinya lebih terasa. Yang di GC belum seperti Coffee beer jaman saya muda dulu….

  4. saya dulu gak bisa makan siang pergi sendirian, selalu ribut nyari temen. tapi seringnya sih udah ada gank tetap untuk makan siang. hehehe. pas kantor udah deket rumah sih jadi pulang rumah kalo makan siang.

    disini juga masih pulang rumah kalo makan siang. cuma kalo kepepet aja jadi gak pulang dan either pergi bareng temen atau kadang2 makan sendiri juga. tapi kalo makan sendiri, saya prefer beli dibungkus trus makan di kantor sambil browsing. hahaha.

    Itu yang asyik..makan di depan kompie sambil browsing...
    Tapi kalau saya, jadi lupa makannya…..hehehe

  5. Maksi di Australia, kebanyakan pegawai di sini dari yang paling bawah sampe bos, kami bawa bekal dari rumah, Bu.

    Beda ya dengan teman-teman di Indo yang konon kabarnya selalu makan keluar (kalo ibu kan ke mall) … kami menyebut itu pemborosan hehehe…

    Makan luar paling seminggu sekali itupun kalo Jumat bareng temen-temen kerja sekalian sebagai penutup minggu.

    Jadi, Ibu mau makan apa siang ini? Saya, karena ini Jumat, sedang mikir enaknya makan apa di mall nanti… mau jadi anak mall ah! 🙂

    Hahaha…hari ini saya kerjanya secara remote..alias dari rumah.
    Bawa bekal sebenarnya enak, yang repot menyiapkannya, apalagi jika jam 6 pagi harus berangkat, berarti jam 4 pagi sudah memasak. Belum mengurus anak yang ke kanan ke kiri….hehehe. Setelah mereka besar dan keluar dari rumah, kangen juga….
    Jadi, Donny mau makan apa di Mal hari ini?

    Dulu..setelah kantorku pindah dekat Semanggi, kalau Jumat juga suka jalan-jalan, makan bareng dengan teman Divisi lain, mengobrol..dan umumnya obrolan tak jauh-jauh dari anak, maklum emak-emak…

  6. Bun….nanti kalau kopdar dgn mbak Imelda….ajak2 yah…hehehehe….

    Wah boleh juga berkeliling kota Jakarta Selatan….maklum bun..jarang main ke derah selatan….abis jauh sich…hahaha….

    Nanti kalau mbak Imelda pulkam…rencanain kopdar ramai2 yach bun, qiqiqiqi

    “Mbak Imel”…siap2 jadi bandar, hahaha…… 🙂

    Seeyou bun, mbak Imelda….met beraktivitas 🙂

    Best regard,
    Bintang

    Iya…dicatat.
    Biasanya ada kok panitianya…hehehe…dan saya kebagian sebagai pengikut aja.
    Kita juga belum pernah ketemu ya Linda….malah mbak Tuti yang jauh-jauh dari Yogya udah ketemu.

  7. maksi? sampai sekarang pun masih jadi ‘masalah ‘ buat saya dan suami 😀
    kami yang sama2 bekerja di rumah, jadi seringnya bosan dengan masakan di rumah malah
    beda selera, soalnya sekali masak sama2 sekalian buat yang kerja juga.
    anak2 yang kerja sukanya ayam goreng, tanpa bosan, mau itu terus 😀
    suami juga tidak susah sih, dia hayu aja klo pun harus ayam goreng terus.
    nah saya? 1x ketemu ayam goreng rasanya sudah cukup.
    mau yang lebih bervariasi.
    jadi deh kluyuran keluar klo udah dekat maksi.
    tapi seringnya maksinya jadi molor karena dipasin ke sore2 hahaha
    parah yaaaa …

    waktu ngantor dulu sih, sering bawa dari rumah, soalnya masih ada mamak yang rajin masakin, rugi aja klo harus keluar duit sendiri padahal bisa bawa hahaha …

    Kalau boleh memilih, sebetulnya enakan bawa makanan dari rumah. Tapi si mbak juga lelah, apalagi sering kita tahu-tahu pengin makan yang lain. Saya dulu, agar tak bosen, seminggu sekali diusahakan seminggu sekali ke luar rumah, atau jika hanya di rumah, makan pesan dari luar, jadi ibu juga beristirahat tidak mengurusi dapur.

  8. Lah Ibu kantornya di situ sekarang? Padahal Joey dulu kantornya di situ juga, tapi sekarang sudah pindah sih..

    Padahal lagi, saya dan Chika sering makan siang di situ Buuuuuu…. 😆 ayo kapan-kapan kita maksi bareng :mrgreen:

    Wahh ajak-ajak dong..siapa tahu pas saya ngantor di GC…
    Ssst…saya ngantornya cuma dua kali seminggu…..
    Chic kita udah jadi teman di FB ya….ntar kirim message nomor hape mu ya, biar mudah kalau janjian…bisa juga lewat email.
    Saya juga lama tak mengikuti kegiatan di langsat, dulu saat si sulung masih di jakarta kan sering ikut acara di Langsat, juga ke Salihara.

  9. Kawan saya malah sudah memesan tiket pesawat ke Jogja untuk mudik lebaran dari awal tahun, Bu. Dan memang harus begitu, agar dapat tiket dan harganya tidak terlalu tinggi.

    Tidak bawa bekal makan siang dari rumah saja, Bu?

    Kalau saya makan siang hampir selalu di kantin kantor. Menunya ganti-ganti, tapi ya lama-lama hafal juga. Sempat bosan juga sih, tapi mau bagaimana lagi. Saya suka yang praktis. Tinggal datang ke kantin, ambil makan, makan.
    Yang merepotkan itu kalau kantinnya tidak buka. Kelimpungan saya. Akhirnya titip kawan yang mau beli makan di luar.

    Dan makanan kantin lebih terjamin kebersihannya kan…walau kadang bosan, karena hafap dengan menunya.
    Pesan tiket jauh sebelumnya sangat menguntungkan.

  10. hihihi..
    engg di mana ya Bu?
    *clingak clinguk Ragunan*

    Ga bisa ikutan makan di Diklat ya?
    Dulu..justru para instrulktur bosan makanan yang disediakan, mereka pilih keluar kantor, lebih bebas

  11. ya dinikmati ae mbak………bersyukurlah

    saya nggak pernah menikmati makan pagi, makan siang, bahkan makan malam….paling pol makan nasi!

    lama nggak mampir sini je!

    Selamat mampir

  12. saya jarang makan di luar bu…habis hotel sudah menyediakannya…wah saya jadi terinspirasi untuk membuat postingan yang sama…

    Enaknya kerja di hotel, tak perlu mikir mau makan siang apa dan dimana?

  13. Jaman SMP suka jajan minum bir temulawak dan bir kopi, sempat dimarahin papaku dikira bir beneran. Makan siang di kantor seringnya sih bawa dari rumah, ntar saling tukar dgn teman lain

    Hehehe…padahal yang namanya kopi bis ini sebetulnya seperti mocca ya rasanya

  14. bener bu makanan rumah itu lebih bersih dan sehat karena kita tahu akan selera dan standard yang kita punya dan makan enak2 rame2 akan timbul ke akraban dan selera makan kita akan bertambah apalagi kalo makan makanan dikit orang nya banyak disitu kenikmatan kebersamaan…

    Makanan rumah memang lebih terjaga kebersihannya, dan tak pakai bumbu penyedap, jadi lebih aman bagi kesehatan

  15. hehe, emang maksi buat bingung kadang2, soalnya rutinitas ya bu makan gak makan tetep aja aktifitas jalan terus. biasanya sih tergantung selera, kalau lagi gak mood juga kadang telat makan aja. telat 1-2 jam. tapi tetep dimasuki makanan. hehe.

    Hmm..ikutan bingung jawabnya

  16. haha repot juga ya bunda edratna, apalagi saya masih single ups, mau masak males ya gitu deh jadinya harus makan di pinggiran mau makan di restoran di daerah tempat saya berdomisili sekarang tidak ada restoran, jadi ya harus pilih pilih sendiri makanan yang sehat dan menyehatkan, paling makan di tempat2 makan biasa, ^_^

    salam bunda edra ^_^

    Bagi yang masih single memang males ya masak sendiri, justru karena itu dulu oleh orangtua disarankan kost yang termasuk makan, agar perutnya tak masalah. Kalau jajan terus juga berisiko.

  17. sama bu. saya juga suka menu rumahan. dulu waktu masih ngantor sering bawa bekal soalnya gak ada penjual makanan. jadi lebih hemat soalnya gak pernah jajan, tapi sedikit merepotkan karena saya harus bangun lebih pagi untuk memasak 😀 tp bagaimanapun juga masakan rumah tetap nomer 1, kalo jajan di luar biasanya kalo wikend 😀

    Yup…setuju Vivink…makanan rumah tetap yang terbaik

  18. Makan sendiri sebenarnya nyaman juga ya Bu, karena bisa sambil merenung dan mikirin ide2 kreatif barangkali. Cuma kalau sekelilingnya full ya tidak bisa enak juga makan sendiri, karena berisik sehingga kurang nyaman. Jadi kalau harus makan siang sendiri, saya milih cari tempat yang relatif tidak terlalu ramai, tapi juga tidak lama mempersiapkan makanannya.

    Sepertinya hidup di Jakarta lebih nyaman, jika ingin merenung sendiri, makan sendiri, ke restoran sendiri, orang sudah tak heran….
    Tapi mesti dicari yang suasana nya tenang, sehingga kita tak terburu-buru

  19. Sebenarnya yang paling aman itu maksi di rumah. Bahan-bahan serta kebersihannya terjamin karena akan dimakan sendiri. Tapi berhubung jarak kantor dengan rumah jauh, jadinya maksi ya harus dimana-mana.

    Betul pak…makanan rumah tetap paling nyaman
    Namun keadaan kadang tak memungkinkan

  20. ehm… jaman masih kerja dulu suka pusing milih menu makan siang…e
    eeeh…setelah jadi ibu ibu yang nongkrong dirumah ternyata masih bingung juga mikirin menu makan…hihihi…*benar benar tidak ada peningkatan*

    Tapi dulu pas jaman kerja kalo awal bulan sering keluyuran sendirian di mall dan makan siang sendiri aja sambil ngeliatin orang orang, persis kayak mba….hihihi…

    Hehehe..ternyata kita sama ya.
    Memilih menu makan siang memang merupakan kepusingan sendiri, tapi seneng jika melihat anak-anak makannya banyak.
    Sekarang si mbak yang suka pusing karena saya males makan, suami lebih banyak di Bandung, anak-anak keduanya di luar rumah…..hehehe

  21. Dulu waktu masih kerja, di kantin studio, nasi putihnya disediain gratis, jadi saya suka bawa lauknya dari rumah, atau kalau pulang ke rumah mama (yang kebetulan dekat kantor saya) untuk minta lauk 😀

    Kalau yang begini benar-benar asyik, apalagi jika masakan Mama memang enak…

  22. Kalau saya suka nasi pecel bungkus daun jati, di Jakarta pasti tidak ada. Enak mBak, sepet-sepet sedep atau sego thiwul iwak kali. makanan rakyat, sudah langka namun nikmat harga merakyat. He he he … maklum orang desa.

    Hahaha..kalau itu saya juga pasti suka, cuma di Jakarta susah mencarinya.

  23. AKu paling tidak disiplin soal maksi. Karena kebiasaan brunch. Menggabungkan makan pagi dan siang di antara waktu keduanya. Tetapi kalo teman-teman ngajak makan siang ramai-ramai, baru tertarik.

    Paling enak kalau sekitar kantor ada begitu banyak tempat makan untuk orang kantoran atau mahasiswa. Karena lebih beragam pilihan. Kalau bekal dari rumah nyaris tidak pernah. Apa yang mau dibawa untuk bekal 😀

    Hehehe..ini khas seniman ya…makan pagi dan siang digabung.
    Bagaimana jika kita maksi bareng ?

  24. Wah, kalau saya makan siangnya di rumah bu. Soalnya jarak antara kantor dan rumah dekat sih. Tapi kadang-kadang kalau di ruangan lagi nyediakan makan siang, ya makannya di kantor gitu 🙂

    Makan siang bisa di rumah, sungguh sebuah karunia, karena lebih sehat

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s