Dari Rumah Sakit ke Rumah Sakit

Saat saya masih kecil, jika sakit, ibu akan mengajakku berobat di RSU di kotaku, yang juga merupakan rumah sakit satu-satunya. Belakangan mulai muncul beberapa rumah sakit swasta. Saat masih kecil, saya ingat diajak mengunjungi ibu yang sedang terbaring sakit dan dirawat di rumah sakit ini, rambut ibu yang panjang disisir ke atas, menjuntai di atas kepalanya. Saya masih ingat komentar orang tua-tua yang ditujukan kepada ayahku..”Kasihan ya anak-anak, sering ditinggal di rumah karena ibunya sakit.” Saya mendengarnya, tapi tak terlalu paham, karena saat itu  ada nenek, juga bude dan setiap ibu sakit, di rumah banyak keluarga lain yang datang menemani, sehingga saya tak terlalu merasa kehilangan. Saat SMP,  menjelang ujian, ayah terkena stroke dan harus dirawat di rumah sakit, kebetulan rumah sakitnya berada diantara rumahku dan sekolah SMP ku. Jadi, setiap pagi, saya berangkat pagi-pagi, naik sepeda, mampir di rumah sakit, mohon doa pada ayah untuk mengikuti ujian akhir.

Lama setelah itu, kalaupun ada keluarga yang jatuh sakit, tidak harus dirawat di rumah sakit, hanya pergi ke dokter langganan yang mulai banyak di kotaku. Setelah mahasiswa, saya banyak bersinggungan dengan Rumah Sakit PMI Bogor, menengok teman yang harus operasi usus buntu, juga teman-teman lain yang jatuh sakit. Entah kenapa, mengunjungi orang yang dirawat di rumah sakit, menyusuri lorongnya yang lengang, hati terasa sendu, dan ada rasa tak nyaman. Apalagi jika terpaksa menunggu saat malam hari, terasa sepi sekali. Rasanya mengunjungi orang di rumah sakit hanya menyenangkan saat menengok orang yang habis melahirkan. Tapi ada kalanya, kunjungan juga kurang menyenangkan jika kelahirannya susah, apalagi jika sang bayi harus tinggal lebih lama di rumah sakit karena harus dirawat lebih lama.

Setelah menikah,  saya makin sering pergi ke rumah sakit, menengok dan merawat ayah atau ibu yang sedang sakit, menemani suami, anak dan lain-lain. Kondisi saat ini, kalau tidak hati-hati menjaga kesehatan, membuat orang mudah jatuh sakit. Kita banyak makan diluar, karena bekerja seharian di luar rumah,  situasi pekerjaan maupun jalan yang macet makin membuat orang mudah merasa lelah. Belakangan ini makin sering saja rasanya berurusan dengan rumah sakit, sejak adik bungsuku terserang penyakit jantung di pertengahan bulan Nopember 2010, kemudian harus operasi “Benthall Procedure” di RS Harapan Kita. Pada saat yang sama, suami sempat harus dirawat di  RSCM selama 4 (empat) hari. Anggaran rumah tangga menjadi terganggu, sehingga harus disesuaikan. Walaupun masih dicover asuransi kesehatan, tetap saja masih banyak biaya yang harus dikeluarkan.

Rumah Raden Saleh

Dua minggu yang lalu, suami kembali jatuh sakit, awalnya hanya merasa daya pandang mata makin kabur dan pusing sebelah. Saya, yang terbiasa kena migren tak terlalu menganggap serius, namun saya ingat pesan teman yang pernah terserang stroke. Bahwa bagi orang yang punya tekanan darah tinggi, keluhan apapun harus diwaspadai. Bahkan terkadang si penderita sendiri belum merasa sakit, namun jika orang di sekitarnya melihat bahwa seseorang mulai terlihat disorientasi, bingung, mengerjakan sesuatu berulang-ulang tak jelas, harus segera dibawa ke rumah sakit. Jadi, saat suami menelpon  dari Bandung hari Selasa jam 8 malam, saya hanya menyarankan segera ke dokter. Suami masih ketawa-ketawa, dan mengatakan akan segera beristirahat, malah ganti bertanya bagaimana kondisi kesehatanku. Saya menjawab, memang tak terlalu bagus, saya harus banyak istirahat.

Dua jam kemudian, suami mengirim sms kalau akan segera berangkat ke Jakarta, karena sakit pusingnya makin parah. Saya yang seharian bekerja di kantor dan baru pulang setelah Magrib, hanya mengiyakan, dan segera mulai berangkat tidur, dengan harapan sempat tertidur saat suami sampai di Jakarta. Suami sampai rumah jam 1 malam, langsung dibawa ke RS PGI Cikini, jalan Raden Saleh, karena dokter langganan nya praktek disini. Saat itu, kami hanya berpikir, mungkin sakitnya disebabkan tekanan darah tinggi. Ternyata selama perjalanan dari Bandung-Jakarta sempat muntah dua kali. Sampai Intansi Gawat Darurat (IGD) di RS PGI Cikini, segera ditangani oleh dokter jaga, diberi infus,  di CT Scan serta rontgen. Suami makin kesakitan, kepala terasa mau pecah, dan makin lama rasa sakitnya makin spesifik, gigi terasa sakit yang menjalar ke mata. Jantung saya terasa “deg”..karena suami juga punya diabetes…jangan-jangan kena glaukoma. Saya bisik-bisik ke dokter jaga, agar konsultasi ke dokter mata, sayangnya untuk mengecek sakit mata harus menggunakan alat dan itu harus di tempat praktek dokter, jadi menunggu besok pagi. Di IGD tak lama,  suami langsung dibawa ke ruang perawatan, namun siksaan tak berkurang. Setiap kali suami menjerit kesakitan, saya hanya bisa mengajak berzikir, berharap Tuhan membantu mengurangi rasa sakit. Sempat di antara membaca zikir,  suami sempat terlelap, lalu terbangun dan teriak lagi. Obat untuk mengurangi rasa sakit yang lewat infus, ditambah lagi dengan dimasukkan lewat dubur. Kami semalaman tak bisa tidur, sampai besok pagi… dan tak seorangpun sempat mandi.

Pagi hari, akhirnya suami didorong, di atas tempat tidur ke ruang pemeriksaan mata…ternyata benar, suami terkena glaukoma. Dokternya, Prof. DR.dr. J, mengambil gelar doktor di Belanda khusus tentang glaukoma, begitu selesai memeriksa mengatakan bahwa suami positif terkena glaukoma. Dokter mengatakan, pasti terasa sakit sekali, pernah ada pasien yang membentur-benturkan kepalanya karena tak tahan sakit. Glaukoma ini sering dikatakan sebagai pencuri penglihatan, karena sering tak terasa, dan tahu-tahu sudah parah. Dua puluh persen penyebab glaukoma dapat diketahui, namun 80 persen nya tak diketahui, yang paling aman adalah memeriksa kesehatan mata secara rutin. Untuk umur di atas 45 tahun, disarankan untuk setiap 6 (enam) bulan memeriksakan mata, untuk mengetahui kondisinya agar tidak terlambat.  Dokter juga berpesan, saat ini yang penting menurunkan tekanan pada mata, nanti baru diperiksa jarak pandangnya dan yang lainnya.

Setelah itu suami lebih tenang, obatnya membuat tidur terus….yang menunggu bisa bergantian menggosok gigi, karena untuk mandipun belum  membawa baju ganti, sementara Agus (driver, yang telah lama ikut keluarga kami) pulang untuk mengambil baju, serta membawa thermos berisi susu hangat dan teh panas…yang penting, selain pasien, penunggu pasien juga harus sehat. Saya keluar RS mencari makanan dan minuman, baru saya bisa melihat pemandangan di lingkungan rumah sakit ini. Lokasi RS ini dulunya merupakan rumah Raden Saleh, rumah aslinya masih dipertahankan, sayang tak boleh difoto, harus seijin humas dulu, jadi saya memotret menggunakan hape. Suami makin tenang, apalagi setelah bisa mengobrol dengan kedua anaknya, si sulung Kamis malam berangkat dari Bali untuk mengunjungi ayahnya, sedang si bungsu hanya bisa mendoakan dari Jepang, tak mungkin untuk pulang ke Indonesia, karena dia juga sedang dikejar target riset. Yang agak mengkawatirkan, suami tidak bisa makan banyak, akhirnya setelah konsultasi dengan ahli gizi, bisa diberikan diabetasol sehari dua kali  jika sulit makan, karena obat yang diberikan bisa mengakibatkan lambung kena dampaknya. Obat ini nantinya akan dihentikan jika kondisi mata sudah membaik.

Paviliun tempat suami dirawat, seperti rumah biasa

Disini saya jadi teringat adik bungsuku, yang setelah operasi jantung mengalami halusinasi. Sabtu sore, suami ingin turun dari tempat tidur, matanya terasa makin nyaman walau masih sulit membuka sepenuhnya. Dibantu si sulung, dan si mbak yang memegang infus, suami keluar ke teras kamar, jalannya cepat sekali, sampai saya teriak….”Nak, bapak jangan cepat-cepat jalannya“. Di ujung teras tiba-tiba suami berhenti, dan bertanya…”Ini dimana?” Si sulung menjawab, “di rumah sakit, pak“. Ayahnya kembali bertanya, “Rumah kita mana, saya mau buang air kecil.” Suami, dengan dibimbing dua orang diajak ke kamar kecil…bertanya lagi..”Lha kamar kita mana?” Waduhh…jadi rupanya karena tidur terus, diberi obat tidur, daya ingatnya agak kacau, terasa masih di Bandung. Kemudian berkata lagi..”Saya harus mengoreksi ujian.” Akhirnya saya memberi tanda pada si mbak,  yang hanya menjawab…“Iya…sabar dulu” sambil mengajak suami kembali ke tempat tidur..tak lama suami tertidur lagi. Saya agak kawatir, sampai dua hari kemudian, kadang pertanyaan muncul tiba-tiba yang tak ada hubungannya,  kembali ke masa lalu, menanyakan orang -orang yang pernah ikut dengan keluarga kami.

Taman di halaman Rumah Sakit, bisa untuk duduk-duduk pasien yang lelah berjalan-jalan

Minggu pagi, perawat menyarankan suami diajak jalan-jalan ke taman, didorong pakai kursi roda, biar kena hawa segar….setelah itu kondisi suami membaik dengan lebih cepat. Saya sendiri kemudian bisa ikut menikmati situasi lingkungan rumah sakit ini, paviliun tempat suami dirawat yang langsung terhubung di taman yang luas, ada jogging track nya. Saya perhatikan, jika pagi-pagi datang dari rumah ke RS ini, saya menemukan bapak-bapak asyik berlari mengelilingi taman….atau telah siap berangkat kerja dengan berdasi,  terlihat segar, mungkin sudah mandi di rumah sakit. Betapapun menyenangkan situasi rumah sakit ini, pasien tetap ingin pulang ke rumah.

Jalan-jalan masih pakai infus, agar mendapat udara segar dan sinar matahari

Senin pagi, suami didorong ke tempat praktek Prof.DR.dr.J….syukurlah hasil pemeriksaan membaik. Memang suami didiagnosa terkena glaukoma, jarak pandang mulai menyempit, tapi suami masih bisa melihat dan membaca. Yang harus dijaga, mata kanan jangan sampai terkena. Dokter memberikan obat, yang hanya diminum jika terpaksa karena ada pengaruhnya dengan lambung, serta disarankan untuk cek ulang lagi setiap minggu, setelah membaik baru setiap tiga bulan, kemudian baru enam bulan sekali. Jika kondisi menurun, dan kesakitan, maka jalan satu-satu nya untuk mengurangi sakit hanya operasi, untuk membuka syaraf mata yang menekan, namun ini hanya untuk mengurangi sakit, bukan untuk mempertajam penglihatan,  yang bisa dijaga adalah kondisi mata tak semakin menurun.

Saya ikut periksa mata, maklum sudah termasuk usia yang rawan, syukurlah mata saya masih baik, hanya saat cek untuk pakai kaca mata, mata kiri dan kanan telah ada silinder, padahal terakhir kali cek mata belum ada silindernya. Dokter mengatakan, bahwa saya juga harus banyak istirahat, tak terlalu memaksakan untuk terus bekerja dan membaca, karena mata saya juga menunjukkan gejala lelah, dan saya diberi vitamin untuk mata. Kini suami telah kembali melanjutkan pekerjaan di Bandung, saya sendiri harus mempersiapkan workshop yang akan diadakan dua hari kemudian.

Saat mulai menulis blog ini, badan masih terasa capek, tapi hidup harus berjalan terus…dan yang penting adalah mengelola kesehatan, apalagi situasi lingkungan juga membuat badan semakin mudah lelah. Bayangkan, bolak balik rumah-Cikini, yang dulu cukup ditempuh dalam 30 menit, sekarang rata-rata menjadi 2 (dua) jam atau 120 menit….empat kali lipat, itupun naik taksi. Apapun, saya masih bersyukur, suami cepat tertolong dan diketahui masalahnya, sehingga dapat segera diatasi dan diberikan obat yang tepat. Kesehatan memang mahal harganya.

Iklan

30 pemikiran pada “Dari Rumah Sakit ke Rumah Sakit

  1. Alhamdulillah, bapak sudah sehat ya bu……,

    saya juga sudah harus rutin periksa mata ini bu…, suka lalai ya…, padahal umur juga makin bertambah, terima kasih mengingatkan

    Rumah sakit ini senangnya halaman masih sangat luas, kijangnya masih ada bu?
    dan rumah Raden Saleh itu masih terpelihara ya, saya pernah juga masuk ke sana…, ada gedung tua kalau ada ijin pasti tak terlewatkan didatangi..

    Alhamdulillah mbak…
    Kijangnya sudah tak ada, mungkin sudah terlalu panas ya….

  2. saya ikut khawatir dengan keadaan bapak, tapi untung bisa monitor lewat narpen. Saya kasihan kalau sms ke ibu dan ibu musti balas menjelaskan macam-macam padahal sedang sibuk. Senang waktu mendengar berita bapak bisa keluar RS.
    Sebetulnya tengah malam sebelum ibu sms itu, telepon di rumahku berdering 1 kali, dan aku punya perasaan tidak enak. Tahu-tahu paginya dapat sms dari ibu.
    Ibu …meskipun sulit, banyak-banyak istirahat ya. Saya sekarang juga sering down kesehatannya dan berusaha untuk tidak forsir diri.

    EM

    Makasih Imel…memang kalau ada keluarga yang sakit, yang sehat ikutan lelah dan kalau tak hati-hati bisa jatuh sakit.
    Alahamdulillah suami sudah membaik, memang harus rajin kontrol, tidak stres (ini yang sulit…mana ada orang sekarang tak stes?)…..dan tidak kelelahan.

  3. alhamdulillah, semoga kembali sedia kala bu.
    Istirahat dan tenang menjadi kunci semoga sehat2 ya.

    Betul Arul..kata dokter harus ikhlas, tidak stres, hati senang dan cukup istirahat.
    Mudah dikatakan, sulit dilaksanakan….apalagi untuk orang yang masih aktif bekerja.

  4. Ibu tegar sekali ya, mungkin sudah terbiasa dengan suasana dan berurusan dengan rumah sakit. Saya doakan agar ibu sehat selalu, agar dapat mendampingin Bapak sampai beraktivitas kembali seperti kala sehat.

    Tegar itu terpaksa oleh keadaan….dan memang harus dilalui.
    Terimakasih doanya NiQue…..

  5. Alhamdulillah… syukurlah suami ibu udah sembuh. 😥
    Hiks… jujur, saya ngeri melihat deskripsi ibu tentang glaukoma di atas… saya aja, ketika sakit kepala, menurut saya rasa sakitnya udah sakiiiit sekali. Bagaimana sakit kepala penderita glaukoma? 😦
    Kesehatan memang priceless…. 😦

    Kesehatan memang mahal ya…

  6. Ikut deg-degan bacanya Bu.
    Jadi ingat dengan orang tua saya di san yg cuma berdua, mudah2an saja kalau sakit nanti ada yang bisa segera menemani mereka ke rumah sakit.
    Syukurlah sudah baikan ya Bu. Semoga Bapak semakin rutin menjaga kesehatan ya…

    Itu pola kehidupan manusia…saat anak-anak kecil, kita sibuk membesarkan mereka, kesehatan masih terjamin karena masih muda.
    Makin tua, metabolisme sudah tak sempurna, gampang sakit….jadi ya harus dilalui dan ikhlas menjalaninya.
    Orangtua Zizy ada yang menemani, atau hanya berdua saja?

  7. bunda hebat, tangguh dan perkasa.. dan alhamdulillah suami bunda sudah mendingan, saya yang masih muda sepertinya harus menjaga kesehatan sejak dini. terima kasih sudah mengingatkan lewat tulisan bunda ini..

    salam persohiblogan ^_^

    Bukan hebat Auraman…tapi mau tak mau harus dijalani.
    Alhamdulillah suami sudah membaik…saya juga langsung istirahat sepuasnya, biar badan kembali semula

  8. Salam Takzim
    Alhamdulillah bisa hadir lagi ke rumah bunda Edratna, Semoga tetap sehat ya bund. juga suami bunda. Dan keluarga besar bunda semoga tetap diberikan kesehatan yang sempurna
    Salam Takzim batavusqu

    Terimakasih atas doanya.

  9. Yang sabar ya Bu. Mudah-mudahan Bapak cepat membaik. Agaknya faktor usia memang tak bisa dilawan. Kian tua kita harus bisa berdamai dengan kegiatan dan tidak bisa lagi memaksakan diri.

    Semoga semua bisa lebih baik

    Betul Uda…harus hati-hati, menjaga kesehatan, makanan juga kegiatan….tak boleh terlalu lelah.

  10. AsepSaiba

    Allah sedang menunjukkan kasih sayangnya ya.. Dengan memberikan ujian kepada keluarga ibu,. Niscaya dgn kesabaran dan keikhlasan, semuanya pasti akan dilalui dengan baik..

    Salam hangat,

    Betul Asep…..hanya kepada Nya lah kita memohon kekuatan.

  11. Syukurlah Bapak sudah bisa pulang ke Bandung dan kembali bekerja seperti sediakala. Yah jauh lebih penting memang kesehatan Ibu. Karena ibu yang secara disiplin bisa memantau kondisi bapak dan anak-anak. Kondisi Ibu jauh lebih dibutuhkan. Aku tau Ibu senang sekali bekerja. Apalagi sampai sibuk hingga sore hari. Tapi kesehatannya lho, Bu… Jangan terlalu letih ya.

    Iya Daniel, makasih perhatiannya….
    Hmm …kalau terbiasa bekerja, memang tak bisa diam. Yang penting harus menjaga antara kesehatan, tak terlalu lelah…juga makanan dan tdiur yang cukup.

  12. Kesehatan memang mahal, Bu. Maka kita memang harus banyak-banyak bersyukur. 😀

    Rumah sakit memang menyeramkan. 😀

    Kalau bisa agak dikurangi bepergian. Kalau memungkinkan bekerja dari rumah, lebih baik begitu saja. Bapak masih aktif bekerja juga ya, Bu? Lebih banyak beristirahat tentunya lebih baik.

    Alhamdulillah sudah membaik, hanya perlu kontrol seminggu sekali..kemudian dua minggu sekali.
    Saya sendiri memang lebih banyak kerja di rumah, walau kadang terpaksa harus bepergian.

  13. Thanks sharingnya bu. Terasa betapa nikmatny sehat, ketika sakit datang.
    Semoga ibu sekeluarga diberikan keberlimpahan, sehat wal ‘afiat.
    Salam buat bapak.

    Terimaksih doanya…..sehat itu memang mahal ya

  14. Hadehh kalo inget gini inget almarhum Papa, Bu…
    Dijaga bu, kesehatan itu sangat mahal.. salam untuk bapak… enggal sehat!

    Makasih Don, doanya….
    Benar..menjaga kesehatan itu perlu….

  15. ikutan senang kalo bapak udah sehat. semoga selalu sehat ya bu sekeluarga…

    rumah sakit perlu banget ada taman begitu ya… jadi pasien yang gak harus di dalem kamar terus bisa jalan2 keluar menghirup udara segar.
    orang yang gak sakit, bisa jadi sakit juga kali kalo harus di kamar terus. hehehe

    Iya…walau masih pakai infus, pasien disarankan jalan-jalan dengan kursi roda biar nggak jenuh…ternyata kesehatan membaik dengan cepat.

  16. ..
    semoga bapak cepat pulih..
    kena glukoma memang menyeramkan..
    dan Bu Enny juga harus jaga kesehatan ya..
    .

    Memang menyeramkan karena risikonya bisa buta….dan penyakit ini hanya bisa dikelola, tak mungkin sembuh kalau sudah pernah kena serangan.

  17. Saya ikut mendoakan, semoga Bapak segera sehat dan bisa pulang kembali ke rumah. Semoga juga glaukomanya tidak parah dan penglihatan Bapak bisa pulih kembali.

    Ikut prihatin dan bisa merasakan kelelahan Mbak Enny selama beberapa hari menunggui Bapak di rumah sakit. Jaga kesehatan ya Mbak, jangan lupa makan dan sempatkan diri untuk beristirahat. Sampaikan juga salam saya untuk si Mbak, yang telaten merawat Bapak.

    Terimakasih mbak Tuti….syukurlah ada si mbak, jadi saya tak terlalu capek (walau tetap capek..lha mondar mandir perjalanan aja dari rumah ke RS 2,5 jam).

  18. Ibu, semoga Bapak lekas sembuh, serta Ibu dan Bapak diberikan kekuatan untuk melaluinya, amin..

    health garden-nya hijau sekali ya Bu? harusnya tiap2 RS punya health garden.. waktu adin di RS juga, suka refershing ke tamannya, lumayan biar ga sumpek di kamar terus

    Terimaksih Aldi…betul, tamannya menyenangkan, bisa untuk jalan-jalan pasien di pagi dan sore hari.

  19. mbaaaaa….
    yang sabar yaaaaa…

    Kalo suami sakit pasti kita suka ikutan panik deh,…
    Dan kita juga harus sanggup jaga kondisi supaya gak ikutan sakit pula…

    Mudah mudahan Bapak dan mba selalu diberikan kesehatan ya mbaaaa 🙂

    Terimakasih Erie, doanya

  20. semoga bapak & ibu selalu diberahi dengan kondisi sehat & sabar… jadi ingat bahwa saya hampir tak pernah peiksa mata kecuali saat rasanya minusnya nambah…. kalau periksa utk glukoma apa perlu khusus ya bu?

    Kata dokter mata (kebetulan yang memeriksa mata suami, seorang Profesor yang mendalami glaukoma), dikota besar sudah ada dokter mata yang peralatannya bisa untuk memeriksa glaukoma.

  21. Ping-balik: Makanan Sehat atau Ransum? | nicampereniqué.me

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s