Itu akhirnya judul pada spanduk yang disepakati oleh teman-teman A678.

Kami berangkat naik Lion Air, ini kali kedua saya naik pesawat ini, yang pertama sekitar sepuluh tahun yang lalu. Karena diberitahu nggak dapat makanan di pesawat, sebelum berangkat sudah heboh mempersiapkan diri, agar tidak kelaparan, walau ternyata di pesawat juga dijual minuman dan kue-kue untuk pengganjal perut yang harganya Rp.10.000,- tiap pak kue atau minuman. Sayangnya tidak ada minuman panas. Pesawat mendarat di bandara KL (Low Cost Carrier), dan guide dari Malaysia sudah siap menunggu ditempat kedatangan. Kami langsung ke restoran yang berjarak sekitar 15 menit, disambut hujan rintik-rintik, begitu masuk restoran langsung hujan deras. Makanan yang ada langsung disikat habis, mungkin karena memang kelaparan, maklum rata-rata yang dari Bogor (ada 8 orang) sudah bangun jam 3 pagi dan berangkat ke Jakarta jam 4 pagi. Ada dari Lampung yang sudah berangkat sehari sebelumnya. Hujan yang awalnya rintik-rintik menjadi deras, kami mengobrol kesana-kemari sambil menunggu hujan. Ada beberapa teman yang beli makanan kecil di toko samping restoran, saya membeli payung seharga RM 11 (saat tukar uang di bandara 1 RM =Rp.3400,-).

Perjalanan ke Genting Highland berjalan lancar, sempat mampir di rest area, sekaligus kesempatan pergi ke tandas (kamar kecil atau toilet, dalam bahasa Malaysia), serta membeli makanan untuk di jalan. Jalan mulai berliuk-liuk diselingi hujan….saat mendekati Genting Highland ada pelangi di sisi kanan jalan. Kami semua langsung ber ramai-ramai menyanyikan lagu Pelangi, guide nya ikut menyanyi. Upin-Ipin (julukan cucu Prof St, teman dari Lampung), ikut menyanyi dengan suara keras. Sejak itu, lagu “Pelangi” menjadi lagu kebangsaan rombongan A678 yang berkunjung ke KL ini. Mendekati Genting Highland, guide menjelaskan, bahwa bis harus berhenti di satu titik, dan rombongan mencapai Hotel First World dengan naik cable car.
Koper tak bisa dibawa ke atas, jadi kami hanya membawa pakaian seperlunya. Begitu sampai terminal cable car, saya lihat ada rombongan lain yang sibuk membuka koper, beberapa teman mulai membuka koper. Saya dan beberapa teman mendekati guide, menanyakan apa tak ada jalan keluar lain. Akhirnya guide mencari info, ternyata hal tersebut bisa diatasi dengan membawa koper naik taksi, ada dua sukarelawan yang menemani koper dan sopir naik ke atas, ke hotel First World. Namun koper baru masuk hotel jam 10 malam, padahal saat itu baru sekitar jam 6 waktu KL. Apa boleh buat, batin saya…ternyata guide menjelaskan ada lagi cara lebih mudah, namun bayarnya cukup mahal, tiap koper dihargai RM 15, namun bisa lebih cepat. Tentu saja kami memilih cara ini, yang penting kami tak pusing memikirkan koper.

Kami beramai-ramai naik cable car, sampai terminal di atas hotel First World kami masih harus menyusuri eskalator berkali-kali…dalam hati saya bersyukur, untunglah tak perlu bawa barang, tak terbayangkan betapa beratnya, apalagi badan sudah lelah. Rupanya teman yang menemani koper malah lebih duluan sampai, katanya pak sopir ngebut sekali, agar mobil tak kehilangan momentum saat jalan menanjak dan berliuk-liuk. Setelah check in, kami masuk kamar masing-masing, kemudian langsung turun di cafe hotel First World untuk makan malam yang sudah terlambat, syukurlah makanan nya enak, sehingga kami sangat menikmati.
Hawa terasa dingin sekali, terutama bagi saya yang terbiasa di hawa Jakarta yang selalu panas. Akibatnya sulit tidur karena mesti bolak balik ke kamar kecil. Pagi harinya, saya membayangkan suasana Cafe seperti malam sebelumnya, ternyata ada ratusan orang yang makan pada saat yang sama, dan ramai seperti pasar malam. Di setiap tempat orang antri, bahkan untuk ambil telor dadar mesti menunggu dimasak, dengan antrian yang mengular. Tentu saja koki terpaksa bekerja cepat……akhirnya setelah mengambil telor dadar, saya dan teman memilih ambil roti tawar yang tak terlalu berdesakan. dan selama perjalanan di KL ini, menu kebangsaan rombongan A678 adalah telur dadar, karena tiada hari tanpa telur dadar.
Turun dari Genting Highland, kami makan siang di Strawberry restoran, menunya enak, dan seperti biasa, semua menikmati makan siang dengan santai. Kami kemudian pergi ke tempat industri coklat, membeli berbagai macam coklat di sana. Kemudian pergi ke menara kembar, saat mau berfoto di depan menara kembar, tak bisa menikmati karena cuaca mendung dan terlalu banyak orang. Jadi diputuskan, besok akan diulang lagi, kami selanjutnya terus mengelilingi KL dengan bis, dan turun di KLCC. Teman-teman banyak yang memborong oleh-oleh disini, bros dan kalung lucu-lucu dengan harga lumayan, memborong tas dan sepatu Vinci. Namun ada juga yang hanya menikmati duduk-duduk di Coffe Bean. Dari KLCC rombongan langsung ke Sungei Wang, yang mirip Blok M atau Lucky Plaza di Singapura. Saya hanya membeli adaptor, ternyata setelah masuk hotel Furama, di kamar hotel telah disediakan socket berbagai bentuk, sehingga model HP apapun bisa men charge baterei disini, berbeda dengan kondisi kamar hotel di Genting Highland. Dari Sungei Wang, rombongan menuju restoran “Warisan Keluarga” yang terletak di pinggir Taman Merdeka. Disini kami ketemu makanan Indonesia yang telah disesuaikan dengan rasa Malaysia…dan betapa senangnya saat ketemu dengan ikan asin.

Kamar di Hotel Furama yang berlokasi di Bukit Bintang sangat luas, senang sekali bahwa di kamar disediakan tempat setrikaan, apalagi baju saya kusut semua, maklum saya membayangkan cuaca di KL panas, sehingga membawa blouse katun yang nyaman dipakai namun mudah kusut. Makan pagi di Furama enak, juga suasana nyaman, tak berebut. Hari ketiga di KL, rombongan kami akan menghadiri undangan Azmi untuk makan siang di rumahnya, yang merupakan tujuan utama kami ke KL.
Sebelumnya rombongan meninjau istana negara, berfoto disana. Istana negara ini merupakan kediaman resmi Yang Dipertuan Agung Malaysia, saat ini yang menjadi Dipertuan Agung Malaysia adalah Sultan Negeri Kedah. Setelah berfoto di depan istana, rombongan kembali untuk mencoba berfoto di depan menara kembar. Sedang rombongan pak S bersama cucunya sejak pagi ingin menaiki menara kembar KL, yang lain tidak berminat. Dari depan menara kembar, rombongan ke menara KL, disini banyak dijual souvenir, saya ikut teman-teman yang lain membeli kaos untuk para mbak yang telah ikut di keluarga saya. Juga membeli souvenir kecil-kecil yang lain. Disini juga ada rumah-rumah contoh dari Negeri Sembilan. Disamping menara KL ada pohon jelutung yang telah berumur 95 tahun dan diberi pagar.
Dari menara KL kami kembali ke hotel untuk berganti baju, untuk selanjutnya menuju rumah Azmi, untuk ketemu dengan teman-teman lain seperti Dato Rachman, dan Zaenuri. Dalam perjalanan menuju Taman Harmonis di Gombak, kami mencoba menyanyikan lagu hymne IPB (tentu saja pakai catatan), tak terasa beberapa teman meneteskan air mata, suasana di bis hening….betapa waktu berlalu begitu cepat. Bagi teman-teman yang setelah lulus dari IPB tidak menjadi dosen IPB, seperti saya, lagu itu terakhir kali saya dengar lebih dari 30 tahun lalu, dan mengingatkan masa-masa semasa menjadi mahasiswa. Tiba di rumah Azmi, teman-teman Malaysia sudah menunggu, kami langsung berpelukan, bercerita layaknya teman yang lama tak ketemu, akibatnya sulit untuk memulai acara. Tentu saja acara diawali oleh salah satu teman kami sebagai MC, menyatakan terimakasih karena telah berkenan mengundang kami. Kami juga menyerahkan kado untuk putri Azmi, yang akan diberikan saat pesta pernikahannya nanti, kemudian masing-masing dari teman Malaysia mendapatkan hadiah selendang hijau A678. Kami kemudian mulai menyanyikan lagu Hymne IPB…semua merasa terharu.

Saat memulai sambutannya, Azmi bercerita bagaimana awal masuk IPB, dia datang terlambat, dan masuk rombongan pioner yang kuliah di Indonesia. Tapi teman-teman seangkatan sangat mensupport Azmi, meminjamkan catatan. Azmi ini pada akhirnya kembali bekerja di Indonesia, jadi jika ditambah kuliah di IPB, Azmi telah hidup di Indonesia selama 16,5 tahun. Bahkan Azmi dan Zaenuri mempersunting gadis dari Indonesia. Dato Rachman tak kalah pula, bercerita bahwa walaupun keluarga dia bukan Malindo (isterinya orang Malaysia), namun putranya menikah dengan orang Indonesia, masih keluarga dengan isteri Azmi. Teman-teman Malaysia mengatakan, walau hubungan negara kita mengalami pasang surut, namun hati kita tetap berteman, sebagaimana pertemanan kami selama di Bogor…..sungguh terharu mendapatkan teman-teman lama masih bersikap dan punya pandangan yang seperti dulu.

Kami menyerbu masakan Datin Etty (isteri Azmi), Datin Rachman dan Datin Zaenuri…..benar-benar sangat mewah, dan sedap. Semua bersantai, berfoto-foto….apalagi saat durian Musang King dikeluarkan ……. wahh semua berebut, ada yang habis banyak tapi takut ketahuan, jadi setiap kali makan ponggenya (biji durian) disembunyikan di bawah meja). Kami berfoto bersama di pinggir kolam renang rumah Azmi, dan tentu saja para ibu mengacak-acak dengan melakukan berbagai foto di semua tempat di rumah Azmi. Rupanya hal tersebut tak lepas dari perhatian Dato Rachman yang rumahnya hanya selisih satu rumah dari rumah Azmi. Dato Rachman menginginkan kami berkunjung ke rumah nya dan ber foto-foto an disana. Tentu saja tawaran ini kami sambut dengan gembira. Akhirnya waktu jua yang membuat kami harus berpisah. Dengan pelukan dan salam hangat, kami diantar teman-teman Malaysia naik bis yang telah menunggu rombongan kami.
wah seru banget bu pergi rombongan gitu…
dan EO nya patut diacungi jempol banget karena gak gampang pasti ngurusinnya… 🙂
Seru banget ya trip ke KL ini. Udah pada sepuh tapi masih akrab. Semoga saya juga bisa mengalami masa seperti ini bersama teman2.
senang kalau di kamar hotel disediakan setrika lengkap dengan papannya. *lho malah komentar setrikaan *
salut, Bu.. masih akrab dengan teman lama.
asyiik baca laporan perjalanan lengkap dari datang hingga pulang. yang lain2 kan banyak tambahan di BB. Selamat ya dengan tetap menjalin persahabatan dengan kawan2 Mly. Juga bravo ke EOnya, serta kagum dengan saling tenggang rasa nya. pokoknya siip deh.
untuk koper kebayang repotnya kalo harus nunggu sampai jam 10 malem Bu. bayar 15 ringgit pun rasanya sepadan asalkan koper cepet nyampe. Hehehe. dan untunglah ada setrikaan. Seru banget Bu jalan-jalannya. panitianya hebat deh..
salut Bu, sama temen kuliah masih segitu kompaknya, pake reunian di KL pula…
apa rutin Bu ketemuannya?
Sempat liat foto-fotonya di FB ibu, sekarang tahu ceritanya. Pasti asyik, Bu 🙂
sungguh, saya selalu menikmati tulisan2 ibu tentang perjalanan2. rasanya ikutan dalam perjalanan tsb. salam dari belanda, kapan mau dolan ke sini?
Ketemuan dengan teman lama, menjadikan serasa masih muda terus Bu, eh Eyang Putri.
wah….keren….asyik….menyenangkan yah bunda ratna 🙂 apalagi ketemu sobat2 lama….
inilah indahnya persahabatan 🙂
Best regard,
Bintang