Tulisan yang saya tulis pada tanggal 4 Juni 2007, rupa-rupanya masih sering dibaca pengunjung blog ini, pertanyaan tak ada habisnya, bahkan sempat saya tutup komentarnya. Mengapa? Karena kesibukan saya tak memungkinkan untuk menjawab pertanyaan yang disampaikan satu per satu. Namun ternyata masih banyak yang mengubungi saya lewat email, dan melalui japri lainnya. Setelah merenungkan semua ini, saya akan mencoba menjawab pertanyaan, walau saya tahu, tak mungkin bisa memuaskan semua pihak, karena pemahaman tentang AO, posisi di perusahaan, jenjang karir, semua juga tergantung pada kebijakan perusahaan tersebut. Saat awal menulis tulisan tentang AO, saya hanya ingin memberikan gambaran, terutama bagi orang awam (yang bekerja di luar bidang Perbankan), untuk lebih memahami apa yang dikerjakan oleh seorang AO, apa tugas dan tanggung jawabnya.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut secara garis besar, sebagai berikut:
I. Fungsi AO ada yang menjadi satu sebagai sales dan juga analis, tetapi ada juga bank yang memisahkan fungsi sales dan analis. Apabila AO sebagai sales dan analis, proses pengambilan keputusannya seperti apa (alur nya sampai di acc oleh pengambil keputusan tertinggi), dan jika yang nomor 2 (terpisah) alur kreditnya juga seperti apa bersama kelebihan dan kekurangan masing2 sistem yang diterapkan beserta contoh bank2 mana saja yang menggunakan sistem 1 dan bank apa saja yang menggunakan sistem 2. atau saya bisa mencari info tersebut dimana?
II. Ada juga yang menanyakan, bahwa dia diterima sebagai Analis Credit di Bank, apakah memungkinkan nantinya berpindah jalur ke bidang IT, Operasional, Audit dan lain-lain
Untuk menjawab pertanyaan pertanyaan tersebut, penting kita pahami bahwa:
1. Setiap Bank diharuskan mempunyai “Kebijakan Umum Perkreditan” (KUP) sesuai yang digariskan dalam Peraturan Bank Indonesia. Selanjutnya, in line dengan KUP tersebut, maka Bank yang bersangkutan harus membuat Standard Operating Procedures Perkreditan, atau Petunjuk Pelaksanaan Perkreditan (PPK), yang mengatur setiap langkah pejabat kredit dalam melaksanakan tahap proses kredit: sejak dari perencanaan, credit risk rating atau credit risk scoring, pre screening, analisis kredit dan putusan, pembinaan dan pengawasan, restrukturisasi dan penyelesaian kredit yang bermasalah, dokumentasi dan administrasi kredit. Langkah-langkah tersebut harus diatur dalam petunjuk yang jelas, detail, yang menjadi acuan bagi semua jajaran kredit, sejak AO yang paling bawah, sampai dengan Board of Director, serta Komisaris. Langkah yang dilakukan sesuai prosedur akan memberikan kualitas kredit yang bagus, yang pada akhirnya tercermin pada tingkat kesehatan Bank.
2. PPK disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas Bank yang bersangkutan.
3. Agar Bank melakukan manajemen risiko dengan benar, maka dalam Kebijakan putusan kredit harus mematuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Ketentuan tentang “Konsep Hubungan Total Pemohon Kredit” atau KHTPK, atau Total Relationship Concept, yaitu suatu konsep pemberian putusan kredit kepada pemohon kredit perorangan maupun badan usaha, harus didasarkan kepada analisis dan evaluasi yang menyeluruh terhadap seluruh kebutuhan kreditnya, baik yang telah diberikan atau yang akan diberikan oleh Bank yang bersangkutan.
b.Penetapan Batas Wewenang Putusan Kredit:i. Pendelegasian Wewenang Memutus Kredit. Pada prinsipnya pemegang kewenangan memprakarsai dan memutus kredit adalah Direksi, namun agar proses kredit tidak seluruhnya dilakukan oleh Direksi, perlu dilakukan pendelegasian wewenang kredit dari Direksi kepada jajaran kredit di bawah nya. ii. Dasar pemberian putusan kredit. Setiap pemberian kredit, minimal melibatkan dua pejabat kredit yang berwenang berdasarkan Four Eyes Principle, yang salah satu atau kedua-dua nya mempunyai limit kewenangan yang cukup. Pemberian putusan kredit dilakukan secara tertulis dan dibuktikan dengan membubuhkan tanda tangan pada formulir putusan kredit. iii. Proses pemberian putusan kredit. Setiap unit kerja Bank dapat melakukan prakarsa kredit atas debitur/calon debitur. Pejabat pemrakarsa melakukan pencarian informasi yang relevan dari berbagai seumber mengenai pemohon, yang akan menunjang analisis dan evaluasi terhadap aspek 5 C’s kredit pemohon (Character, Capacity, Capital, Condition, Collateral). Setiap permohonan kredit yang akan diproses harus dilakukan analisis dan evaluasi tertulis oleh Pejabat Kredit. Kedalaman suatu analisis disesuaikan dengan tingkat dan kompleksitas risiko kredit yang akan diberikan.
Setiap pilihan tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri, Bank akan mengantisipasi hal tersebut disesuaikan dengan kompleksitas bisnis yang dikelola oleh Bank tersebut. Dalam hal ini, peraturan Bank Indonesia yang menjadi panduannya, peraturan dari Bank Indonesia ini dapat diakses dari web site Bank Indonesia. Tentu saja saya tidak bisa memberikan contoh Bank mana saja yang menggunakan kedua contoh tersebut, karena data tersebut berada di Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan.
Sedangkan pertanyaan tentang jalur karir, didasarkan pada sistem penerimaan dan kebijakan HRD (Human Resources Development) di Bank masing-masing. Apabila anda masuk bekerja di Bank melalui program Management Trainee, atau Officer Development Program, atau PPS (Program Pengembangan Staf), yang mirip jalur AKABRI di TNI, maka anda bisa berpindah jalur, tentu saja setiap perpindahan jalur karir akan diuji apakah sesuai dengan kompetensi pegawai dan kebutugan organisasi.
Catatan:
Saya tak mungkin memuaskan semua pertanyaan, karena merupakan satu sesi khusus untuk bisa memahami, apa dan bagaimana tugas serta tanggung jawab Account Officer, dan bagaimana menjadi seorang Account Officer yang produktif. Dan untuk pelatihan Account Officer tahap awal, minimal diperlukan pelatihan 40 sesi khusus untuk perkreditan, belum termasuk pelatihan bidang hukum dan lain-lain nya. Dan diperlukan pelatihan yang terus menerus, agar seorang AO bisa memahami semua account yang dikelolanya.