Mengunjungi Wisata Budaya Pampang-desa adat suku Dayak Kenyah di Kaltim

Be3rsama perempuan Dayak berkuping panjang
Bersama perempuan Dayak berkuping panjang

Saya mendapat kesempatan lebih dari lima kali mengunjungi Kaltim, namun karena kunjungan ini dalam rangka tugas, saya hanya mendapat kesempatan mencoba berbagai kuliner di daerah Balikpapan dan Samarinda  setelah jam kerja selesai, atau saat dalam perjalanan dari Jakarta ke Samarinda pp. Kali ini, saya dan seorang teman bertekad untuk melihat dan mengunjungi desa budaya Pampang, yaitu tempat para suku Dayak Kenyah yang tinggal dalam satu desa di Pampang. Sungguh sayang kalau kunjungan ini tak dituliskan, karena saya baru mendengar tentang desa budaya Pampang ini dari sopir yang mengantar kami saat pulang dari Samarinda ke Balikpapan. Syukurlah, minggu berikutnya kami mendapat kesempatan mengunjungi Samarinda lagi, sehingga kami bisa menyelipkan jadual untuk mengunjungi Desa Budaya Pampang. Letak desa Pampang tidak jauh dari kota Samarinda menuju Bontang, pulang pergi dapat dicapai dengan kendaraan sekitar 90 menit. Bahkan setelah sampai disana, saya melihat angkot warna kuning memasuki jalan masuk ke arah desa Pampang.

Ada angkot yang melayani trayek Samarinda-Desa Budaya pampang
Ada angkot yang melayani trayek Samarinda-Desa Budaya pampang

Saya bersama teman dari kota Samarinda, diantar oleh sopir menuju ke arah kota Bontang, pemandangan sungguh indah. Jalannya kecil dan meliuk-liuk, menyegarkan mata memandang. Perjalanan melewati wihara yang kata pak sopir merupakan wihara terbesar di Kaltim, dengan patung yang besar berada di depan wihara.

Wihara terbesar di Samarinda, dengan patung yang besar dan tinggi di depannya
Wihara terbesar di Samarinda, dengan patung yang besar dan tinggi di depannya
Pintu gerbang Kebun Raya Samarinda
Pintu gerbang Kebun Raya Samarinda

Perjalanan dilanjutkan, ada lapangan golf di kiri jalan, di daerah Tanah Merah, kemudian melalui Kebun Binatang Samarinda, masih terus…. tak lama kemudian di sebelah kanan jalan ada papan petunjuk dan spanduk ucapan “Selamat datang di Desa Budaya Pampang”.

Kendaraan membelok ke kanan sekitar 4 (empat) km, kemudian di pertigaan ada petunjuk untuk belok ke kanan menuju Desa Budaya Pampang.

Kami telah diberitahu, bahwa yang paling menarik adalah bisa menarik minat para tetua adat untuk berfoto, terutama dengan perempuan yang berkuping panjang.

Kuping perempuan suku Dayak ini menjadi panjang, kemungkinan karena  telah bertahun-tahun kupingnya diberati dengan anting-anting panjang, yang terdiri lebih dari 10 anting bulat besar. Untuk mendapatkan foto dengan mereka, pak sopir telah berpesan agar membawa cukup uang, karena sekali foto Rp. 50.000,- (Limapuluh ribu rupiah).

Kami memasuki halaman Desa Budaya Pampang. Saat kami sibuk berfoto di depan gapura yang ada logo Bank BNI (jadi sebetulnya suku Dayak ini tak terisolir), terdengar tepuk tangan dari arah rumah adat Dayak. Saya belum berani mengambil foto rumah adat Dayak, karena belum tawar menawar tentang berapa biaya untuk mengambil foto.

Foto bersama para tetua adat Desa Budaya Pampang
Foto bersama para tetua adat Desa Budaya Pampang

Teman saya mengajak menaiki tangga untuk masuk ke rumah adat, kami mengucapkan salam perkenalan yang ditanggapi dengan ramah. Karena hari Rabu, pengunjung hanya kami bertiga dengan sopir. Syukurlah ibu berkuping panjang muncul, saat teman saya mau mengajak berfoto, kami disodori peraturan, bahwa setiap orang harus membayar Rp.15.000,- dan untuk bisa berfoto dengan ibu berkuping panjang, harus foto dulu dengan para tetua yang saat itu berjumlah 4 (empat) orang. Mereka sepakat setiap foto membayar Rp.25.000,- (bukan Rp.50.000,- mungkin karena bukan akhir pekan). Para tetua menyiapkan diri dengan berpakaian adat, mereka ingin difoto satu-satu, tapi teman saya bilang, kita fotonya bersama-sama saja,  tapi diambilnya empat kali.

Tahu-tahu ada satu orangtua muncul yang ingin ikut difoto, teman-teman nya marah karena masih pakai celana panjang biasa, bukan pakaian adat. Tapi bapak tua yang satu ini ngotot, dan kayaknya sudah setengah pikun, sehingga kami menengahi agar bapak tua yang hanya berpaian setengah adat tersebut dapat berfoto bersama kami semua. Akhirnya semua sepakat, bahkan saat kami berdua foto dengan ibu berkuping panjang, ibu itu melepaskan topinya, dan ditaruh di atas kepala teman, kemudian bergantian diberikan kepada saya…sungguh kami merasa terhormat.

Menari "Tarian Selamat datang"
Menari “Tarian Selamat datang”

Kemudian kami menanyakan apakah kami bisa melihat tarian? Ada dua gadis yang siap menari, dengan bayaran Rp.20.000,- per orang….mereka menarikan tarian “Selamat Datang” yang sungguh ceria. Dan rupanya dunia modern telah menyatu pula dengan mereka, karena tarian tersebut diringi dengan suara musik dari Handphone.

Foto bersama para penari
Foto bersama para penari

Kami berfoto dengan dua penari ini, yang umurnya 15 tahun dan 14 tahun…..Sebetulnya saya ingin mendapatkan buku tentang suku Dayak Kenyah ini, yang sungguh sayang tak kami peroleh. Saat kami mau pulang, kami berpamitan pada para tetua semua, ibu berkuping panjang mendekati saya dan teman saya, menciumi pipi kami, sambil mengucapkan…”Semoga Tuhan memberkati”….. Kami terharu, kemudian menuruni tangga rumah adat tersebut, sebelum pulang berfoto sekali lagi di depan rumah adat suku Dayak yang indah dengan ukiran kayunya.

Rumah adat suku Dayak di desa Budaya pampang
Rumah adat suku Dayak di desa Budaya pampang

Saya berpikir, betapa sebetulnya alam Kaltim sungguh kaya, selain kekayaan alamnya, juga budayanya. Sayang semua belum dikembangkan secara terpadu. Teman saya kebetulan sudah sempat melihat Kesultanan Kutai di Tenggarong ….. andaikata wisata budaya ini dikemas, dipromosikan, saya lihat infrastruktur jalannya sudah cukup bagus, tentu makin banyak kunjungan wisatawan baik domestik maupun internasional ke wilayah Kaltim ini. Semoga Pemda dapat segera mengembangkan wisata budaya Kaltim yang sungguh indah ini.

Iklan

5 pemikiran pada “Mengunjungi Wisata Budaya Pampang-desa adat suku Dayak Kenyah di Kaltim

  1. hehee kupingnya serem banget ya bu panjang gitu… gak putus ya lama2?

    Ibu berkuping panjang itu memang terkenal…. kayaknya memang satu-satu nya.

  2. ternyata sudah ada desa budaya yg nggak terlalu jauh jalannya, jadi lebih gampang buat kita yg nggak cukup waktu dam keberanian sampai ke pedalaman

    mengesankan ya bu

    Iya mbak Monda, dan mereka ramah-ramah kok…

  3. Senada dengan mbak Monda, bersyukur desa budaya yang relatif mudah dijangkau bisa dinikmati. Terima kasih bu En berbagi kekayaan budaya Kalimantan ini. Jadi referensi bila mendapat kesempatan mengunjungi Kaltim.

    Iya mbak Prih, saya berusaha menulis jika mengunjungi daerah tertentu di Indonesia, kekayaan budaya kita sungguh luar biasa.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s