Dari BBm an dengan Imelda, saya disarankan untuk mencoba naik bis. Awalnya kawatir, maklum nyaris semua petunjuk dalam bahasa dan huruf Jepang. Pagi ini saya bangun pagi dan keluar bersama-sama si bungsu. Tak ada tujuan yang pasti, hanya sekedar jalan kaki, sayang hawa segar dan cuaca cerah ini jika hanya dihabiskan di kamar. Di jalan ketemu beberapa rombongan anak Sekolah Dasar yang berangkat sekolah. Betapa senangnya melihat anak-anak berjalan kaki menuju sekolah, hal yang jarang ditemui di Jakarta saat ini.

Setelah sampai perempatan ke arah TUT, si bungsu mengajak mampir ke Mini Shop, sekaligus saya membeli roti, minuman dan onigiri. Sepertinya selama di Jepang, sarapan pagiku berupa onigiri. Kebetulan Mini Shop yang berada di sisi perempatan ke arah TUT menyediakan bangku untuk duduk-duduk dan ada toilet, jadi saya mengobrol sama si bungsu sambil makan onigiri.
Dari sini, kami menuju ke arah TUT, kebetulan melewati pemberhentian bis. Iseng saya dan si bungsu membaca jadual bis yang dari Gikadai ke arah Toyohashi station. Entah kenapa, saya berani mencoba, apalagi saat itu masih jam 8.30 am, jadi si bungsu masih ada waktu menemani di shelter bis.

Tak lama bis yang dari Toyohashi station datang, penumpangnya turun. Si bungsu membuat peta sederhana, agar di station nanti saya menunggu dijalur nomor 2 (dua), dan kalau bingung jangan sungkan untuk tanya pada orang. Si bungsu mengajarkan bahwa begitu naik bis dari pintu tengah, kita mengambil tiket, kemudian memilih tempat duduk. Jika bingung bayarnya menunggu semua penumpang turun sehingga tak sungkan tanya-tanya ke sopir karena tak mengganggu orang lain.
Dari monitor di dalam bis terlihat perubahan biaya yang harus dibayar, setiap mau berhenti di pemberhentian pak sopir memberitahu penumpang, di monitor ada tulisan dalam bahasa Jepang, dan bahasa Inggris, yang memudahkan bagi saya. Biaya dari Gikadai ke stasiun Toyohashi sebesar 430 yen.

Di stasiun saya naik eskalator ke lantai atas, angin bertiup kencang, saya merapatkan baju hangat, walau saat itu matahari bersinar cerah. Saya mencoba jalan-jalan di pertokoan di depan stasiun tapi nggak kuat anginnya dan masih pagi, yang buka baru cafe. Akhirnya saya kembai ke stasiun, kemudian masuk ke pertokoan yang menjadi satu dengan stasiun dan berdampingan dengan hotel Associa Toyohashi.
Saya ingin pergi ke toilet, menelusuri gambar ke arah toilet nggak ketemu-ketemu, setiap kali tanya pada orang, terjadi miskomunikasi karena menggunakan bahasa tarzan ….. akhirnya saya dengan santai masuk ke lobby hotel Associa Toyohashi, langsung tanya pada customer service apakah saya boleh menggunakan toilet? Ternyata si mbak menjawab dengan ramah dan mempersilahkan saya menggunakan toilet di hotel. Saya bertanya dimanakan letak money changer, si mbak mengambar di peta sambil nyerocos, dan tak satupun saya mengerti. Akhirnya saya menuju toilet, keluar di lobby ada petugas pria dan wanita yang berada dekat ATM. Saya bertanya apakah ATM nya bisa dipakai? Ternyata disitu ada mesin penukar uang, dan karena tulisan dalam bahasa Jepang, lagi-lagi saya minta tolong bagaimana cara menukar uang dari dolar menjadi yen. Pria tadi mempelajari dulu, saya memberikan uang USD 500 … dan setelah ditukar menjadi 4.662 yen…. si mas tanya, apakah saya oke dengan kurs tersebut? Saya menjawab oke, dan si mas memencet tanda enter …. dan keluar uang yen. Si mas tersenyum, saya mengucapkan “arigatou” (terimakasih)…ehh si mas mengaku, ternyata dia baru pertama kalinya itu mencoba menukar uang melalui mesin tersebut.

Stasiun Toyohashi lumayan besar, diatasnya ada Mal seperti dBest, yang menjual baju, sepatu dan kue-kue. Saya memutari pertokoan tersebut, tapi pesanan temanku, berupa magnit kulkas tak ketemu juga. Lelah berjalan-jalan saya mampir ke Excelsior Cafe, memesan muffin dan hot chocolate, sambil meluruskan kaki. Hari makin siang, walau angin kencang, tak sedingin tadi pagi, saya mengelilingi taman di lantai 1 (satu) stasiun Toyohashi yang ada jembatan penyeberangan ke pertokoan di depan nya. Banyak burung dara di taman ini, saya melihat jalanan di bawah, rupanya ada trem listrik di kota Toyohashi ini. Saya melihat trem listrik melalui rute di depan stasiun Toyohashi, rasanya sudah lama tak melihat trem listrik, sejak saya usia SD dan diajak ayah ke Surabaya.


Saya memperhatikan gedung-gedung tinggi di sekitar stasiun Toyohashi, kota Toyohashi ini mirip Brisbane, banyak gedung tinggi tapi sepi.

Saya kembali ke pertokoan, setelah saya pikir-pikir saya harus memutuskan untuk memberi souvenir pada teman, tidak harus magnit, daripada nanti tak ada waktu lagi untuk jalan-jalan. Setiap kali menanyakan sesuatu, kembali saya menggunakan bahasa tarzan, dan syukurlah saya bisa menggunakan kartu kredit di sini, kecuali kalau beli sesuatu di toko kecil.
Hari makin siang, sudah waktunya pulang, saya bingung mencari rute bis. Ada pria yang masih muda memakai jas sedang menuruni tangga, saya bertanya apakah dia bisa membantu saya menemukan rute bis, tak disangka pria tadi mengajak saya naik tangga lagi, mengajari saya membaca rute bis (tetap bingung karena pakai huruf Jepang), kemudian mengantar saya ke line nomor 2 (dua) tempat bis yang jurusan Gikadai akan datang. Kebetuan sudah ada bis lain, saya bertanya pada pak sopir, katanya sebentar lagi setelah bis yang dia kemudikan, akan datang bis jurusan gikadai. Hebatnya bis-bis dan kereta yang saya naiki selalu tepat waktu.
Saya naik bis, sambil memandang kiri kanan, menikmati perjalanan, sambil memperhatikan monitor di bis. Dari stasiun Toyohashi, bis melalui Ekimae Odori, Yagyubashi, Yamada, Minamiyamada, Nishinohara, Kitayama, Mizunashinagawa, Minamishobusho, Sokuten, Hamamichi, dan Mototenpaku. Pikiran saya terpecah, antara memperhatikan monitor dan jalan. Begitu melalui Mototenpaku, saya jadi ingat apato anakku di daerah Tenpaku-cho…saya memandang ke kanan, ada supermarket yang bentuknya mirip seven eleven. Saya membunyikan bel, dan tak lama kemudian bis berhenti … rupanya masih jauh. Waduhh … terpaksa deh jalan kaki, jadi saya jalan kaki lebih dari 2 (dua) km ke apato anakku. Walau panas, syukurlah angin bertiup dan sejuk, sehingga saya tak terlalu merasa panas …. betapa leganya setelah dari jauh melihat apato si bungsu.
Kalau di hitung-hitung, mungkin ada 10 km perjalanan ku hari ini. Pelajarannya, perhatikan tanda-tanda, jalan, sehingga sebetulnya asal kita hati-hati, maka naik bis tak mengkawatirkan, apalagi orang-orang yang saya temui di Toyohashi selalu berusaha membantu, walaupun pakai bahasa tarzan.
Imelda memberi komentar di FB, bagaimana kalau saya naik kereta dari Toyohashi ke Nagoya, terus ke Tokyo…. nanti di jemput di Tokyo station. Tawaran yang menggiurkan, namun saya tak ingin si bungsu kawatir, apalagi dia tak bisa menemani saya jalan-jalan karena sibuk di lab.
BRAVOOOOO ibu… senang mendengar ibu sudah mencoba naik bus. Di sini banyak tanda, banyak jam yg bisa dilihat, banyak pusat informasi untuk bertanya, jadi sebetulnya sampai Tokyo pun bisa hehehe. Tapi saya pun pedomannya, coba di sekitar-sekitar dulu, kalau sudah baru ke tempat jauh. Kalau ibu sudah berani ke Nagoya, di Nagoya ada banyaaaaak sekali museum dan tempat yang bisa dilihat!
Ditunggu terus ceritanya bu
Imeee…makasih saran dan dorongan nya….hehehe
Akhirnya memberanikan diri.
Kalau agak jauh kawatir anakku kepikiran, takut mengganggu risetnya
Jepang keren ya Bu. Saya punya teman Jepang di sini, dia suka cerita-cerita tentang rumahnya di sana. Kapan-kapan saya ingin berwisata ke Jepang
Ayo, nabung….bagus kok Jepang, walau saya cuma di sekitar Toyohashi saja…Tokyo sambil lewat, begitu juga Nagoya.
Tremnya itu lho.. Asri ya ternyata Toyohashi.
Toyohashi asri…mirip dengan Brisbane, sungai-sungai nya…dan dekat laut, kalau naik sepeda hanya 30 menit…dan samudra Pasific jadi ombaknya besar.
wah seru ya bu jalan2 sendiri…. iya tuh harusnya sekalian ke Tokyo ketemuan ama mbak Imelda.. hahaha *kompor* 😀
Pengin sih…tapi nanti anakku kepikiran…. dia nggak bisa antar jalan-jalan karena sibuk di lab
senangnya banyak yg membantu ya bu… jadi sukses kan perjalanan membedah Toyohashi
semangat eksploring lagi bu…., ngomporin ke Nagoya dulu
Iya mbak Monda…orang-orang nya sangat baik, mungkin karena di kota kecil.
Saya nggak berani jauh-jauh dulu, kawatir anakku kepikiran malah mengganggu risetnya.
Apresiasi tuk Bu En, naluri kemandirian dan mencoba yang sudah sangat terlatih. Setelah sukses perjalanan bus, betul nih tantangan mbak EM, kembali menelusuri balik jalur kereta ke Nagoya hingga Tokyo. Tetap jaga kesehatan ya bu En. salam
Kayaknya nggak cukup waktunya mbak Prih, apalagi cuaca Toyohashi ber ubah-ubah terus, kadang cerah, kadang hujan seharian….Kalau udah hujan ya cuma ngendon di apato, nulis di blog.
Tapi menyenangkan menelusuri Toyohashi, walau baru sebagian kecil saja.
Ping-balik: Twilight Express » Blog Archive » Kenali Sekitarmu