Gara-gara mengejar “Moci Sukabumi”

Moci khas Sukabumi
Moci khas Sukabumi

Tentu teman-teman sudah banyak yang mengenal makanan yang disebut moci ini, yaitu makanan yang terbuat dari tepung ketan, tepung kanji, kacang tanah, gula dan vanila. Saya mengenalnya dari teman yang masa kecil dan remajanya di Sukabumi, suatu ketika dia membawa moci saat ada reuni teman seangkatan. Saya awalnya tak terlalu antusias mencoba makanan ini, ternyata …. makanan ini sesuai dengan jenis kue kesukaanku. Kesempatan kedua mencoba moci adalah saat saya menemani teman ke Rancamaya, pulangnya melewati jalan Sukasari 2, yang terkenal dengan asinan segar Gedung Dalam. Kami mampir ke asinan segar Gedung Dalam ini (sekarang namanya Asinan Sedap), disini kami membeli pisang sale (pisang sale disini enak), asinan buah dan tentu saja kue moci yang dari Sukabumi. Ternyata sampai rumah yang diserbu kue moci ini, sehingga menantu saya nitip moci cukup banyak untuk dibawa ke kantor nya, saat mendengar  saya  akan pergi ke Bogor.

Sebetulnya yang ada acara ke Bogor adalah Ati, teman sejak kuliah di Bogor, namun karena saya sudah belasan tahun tidak menginjak Darmaga, jadi ingin ikut. Kebetulan suamiku berbaik hati meminjamkan sopir, jadilah kami bertiga pergi ke Darmaga, ikut serta reuni HPT (Hama dan Penyakit Tanaman) walau saya sebetulnya alumni Agronomi. Karena masih cukup pagi, kami berputar-putar dulu di kompleks IPB Darmaga, sayang saya tak menemukan bangunan asrama putri Kehutanan, tempat saya menginap saat penelitian.  Setelah berputar-putar, kami tak menemukan bangunan asrama putri Kehutanan ini, maklum saya dan Ati sama-sama jarang ke Bogor, kalaupun ke Bogor cuma sekadar lewat di kota nya. Justru pengalaman ini, membuat kami (para cewek A678, yang sekarang sudah jadi nini-nini semua), merencanakan Field Day ke Darmaga akhir bulan nanti. 

Acara reuni HPT asyik,  makanan nya enak, terutama memuaskan rasa penasaran kami  terhadap makanan khas Bogor, yaitu toge goreng, dan soto mie. Setelah ikut sholat di lab nya bu Nina, maklum temanku yang jadi dosen HPT malah berhalangan datang, kami segera menuju kota Bogor. Jalan yang dulu hampir tiap hari saya lalui selama satu tahun, karena penelitianku di kebun Percobaan IPB Darmaga, sekarang jauh berubah. Setelah dua kali keliru jalan, dan terpaksa memutar lagi, kami menuju arah kota Bogor yang benar, sambil mengenang masa-masa lalu, dan tentu saja banyak bangunan yang sudah diganti.

 Kami melalui daerah Panaragan yang selalu macet,  sebetulnya kemacetan ini karena angkot yang ngetem, saya lihat isi setiap angkot nyaris kosong atau hanya 2-3 orang setiap angkot. Yang membuat heran, mengapa ijin angkot di Bogor ini bisa melebihi penyerapan? Dengan susah payah, kami berhasil melalui daerah Panaragan yang macet, menuju jalan Kapten Muslihat …… dan saat menyusuri jalan di pinggir Kebun Raya menuju Pasar Bogor, kami salah ambil jalan yang kiri sehingga nggak bisa berbelok ke jalan Sukasari, terpaksa harus jalan lurus menuju kampus IPB Baranangsiang, di depan tugu baru belok kanan ….. dan disini tak bisa lurus lagi, harus belok kiri dulu ke arah Jagorawi, memutar balik, baru menuju jalan Siliwangi. Disini, mulailah terasa capek melihat berbagai jenis kendaraan roda empat, ditambah bis pariwisata memenuhi semua lajur jalan. Apa boleh buat, perjalanan dilanjutkan menuju Ekalokasari dengan tersendat, dan setiap kali terpaksa berhenti. Memutari bundaran di depan Ekalokasari, terpaksa belok kiri ke arah Batutulis karena jalan Sukasari hanya searah ….. ya ampun kota Bogor di hari Minggu benar-benar kacau. Setelah 3 (tiga) jam berkutat di jalan yang macet parah, akhirnya kami bisa memasuki jalan Sukasari dan segera mencari tempat parkir, kawatir kalau tempat parkir di depan toko Asinan Sedap telah penuh.

Karena tempat parkir cukup jauh dari lokasi yang dituju, kami berjalan kaki melalui trotoran yang dipadati penjual berbagai macam buah-buah an dan makanan, ke ruang yang agak lapang di depan toko Asinan Gedung Dalam yang lama. Setelah bertanya-tanya, ternyata nggak ada moci yang saya cari. Saya malas beli asinan, karena nanti di rumah nggak ada yang suka, kecuali saya sendiri. Namun di depan toko kue, di sebelah Asinan Gedung Dalam, ada penjual moci, tapi saya ragu-ragu. Si penjual bilang “Boleh dicicipi dulu neng…..” saya bilang, mau belanja dulu, jadi kami berjalan lagi menuju toko Asinan Sedap ….  sampai disana, moci yang saya inginkan tinggal satu, dan pisang sale tinggal lima buah. Langsung lemes deh, jadi akhirnya kami duduk-duduk dulu pesan bandrek panas …syukurlah wedang bandrek yang panas ini membuat kami punya tambahan energi baru. Saya lihat banyak pengunjung yang memesan bakso, bandrek panas, asinan untuk dimakan di toko ini … mungkin sekaligus melepaskan lelah dan ketegangan menyusuri jalanan yang macet ini.

Setelah istirahat, pergi ke kamar kecil, kami kembali menyusuri jalan …. dan mencoba moci yang di jual di depan toko di sebelah asinan Gedung Dalam. Rasanya lumayan, malah kacangnya terasa kremus..kremus kalau di gigit. Harganya juga lebih murah, empat buah dus harganya Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah), jika di asinan sedap harga per dus nya Rp.8.000,- . Kemudian kami masuk ke toko kue, saya membeli pisang sale ukuran besar harganya Rp.17.500,- per bungkus…. lebih murah, tapi jika dibandingkan pisang sale di Asinan Sedap, bagi lidah saya masih enak pisang sale di Asinan Sedap, begitu juga kue moci nya.

Dari sini kami memutuskan langsung pulang ke Jakarta, padahal sebelumnya sudah janji mau ditraktir Tinoek ….. maaf Noek, kami sudah kewalahan dengan macet nya, energi rasanya tersedot habis. Syukurlah perjalanan ke Jakarta lumayan lancar, jarak Bogor-Jakarta ditempuh dalam waktu 1 (satu) jam … bayangkan dengan jarak dari patung di depan IPB Baranangsiang sampai Asinan Sedap di Sukasari yang ditempuh sekitar 3 (tiga) jam. Pembelajarannya, kata teman-teman ku di Bogor: “Jangan ke Bogor di hari Jumat, Sabtu dan Minggu“. Kapokkah saya ke Bogor? Jawaban nya …”tidak”….karena kami bahkan berencana menghabiskan waktu sehari di Bogor untuk napak tilas ke tempat praktek kami (kebun percobaan), ke ruang kualiah, lab, ke Darmaga …. dan kalau lelah, kami bisa menginap di Bogor semalam.

Iklan

3 pemikiran pada “Gara-gara mengejar “Moci Sukabumi”

  1. saya gak terlalu suka makan moci. tapi kalo moci yang dalemnya ada es krim baru lumayan lah… hehe

    Moci pakai es cream? Saya belum pernah coba..membayangkan pasti enak.

  2. irawati

    Wah ceritanya menjadi seperti ikut di perjalanan Enny, kasian kelamaan di jalan karena tidak ada yg memandu ya. Heran juga kalau sampai kehabisan kue moci, rasanya di mana2 kue moci yg pakai keranjang bambu aada di mana2. Makasih tulisannya yg menarik.

    Tapi moci yang di asinan sedaap rasanya tetap beda Wati….walau harganya juga lebih mahal.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s