Hari itu cuaca sungguh panas menyengat, saya baru saja keluar dari RS Setia Mitra, mengantar si sulung yang agak kurang enak badan. Saya sendiri mulai merasa meriang, jadi ingat kebiasaan alm ibu, jika badan merasa kurang sehat, makanlah yang sesuai kesukaanmu sehingga makan nya bisa banyak….yang akhirnya tak jadi sakit. Beberapa kali saya menerapkan resep alm ibu ini, dan lumayan berhasil, kecuali memang sakitnya sudah terlanjur parah. Sambil menunggu kendaraan umum lewat, saya menanyakan pada si sulung, “Bagaimana kalau kita makan siang bersama, mencoba restoran di jalan Cipete Raya, katanya ada masakan ikan patin bakar bambu yang enak?”

Si sulung setuju, dan karena cukup dekat jaraknya, angkutan umum yang memungkinkan hanya angkot dan bajaj. Tak lama kemudian muncul angkot merah no.11, yang akan melewati jalur Cipete Raya, menuju Pasar Minggu. Kami menyetop angkot tersebut, dan ternyata penumpangnya cuma kami berdua. Ehh begitu sampai dipojok jalan Cipete Raya, si angkot berhenti, ngetem…maklum penumpang cuma berdua. Sabaar…hanya itu yang bisa saya lakukan, harga murah mana mungkin protes. Tak lama ada ibu-ibu masuk angkot dan angkotpun berjalan lagi…tak lama kami sampai di pojokan jalan, antara jalan Cipete Raya dan jalan ke arah SMP 68 dan sekolah Al Ikhlas. Dengan membayar Rp.6.000,- (enam ribu rupiah) kami berdua turun dan langsung menuju restoran de’ Clan.


Begitu memasuki de’ Clan, langsung terasa dingin karena AC. Mbak yang melayani mendekati dengan membawa buku menu, tentu saja kami ingin mencoba ikan patin bakar bambu, ditambah tauge jambal asin, dan minumnya es kelapa sirsak.
Sambil menunggu, kami diberi otak-otak…lumayan juga karena menunggu masakan cukup lama. Sambil menunggu saya memotret restoran ini, di tengah ada ruangan terbuka untuk orang-orang yang merokok. Bagi yang ingin mengadakan pertemuan, atau kopdar, atau arisan, ada ruang di belakang yang ber AC…sayang saya tak bisa memotretnya, karena sedang ada ibu-ibu yang berkumpul. Saat saya menjenguk di pintu, ada ibu-ibu yang melambaikan tangannya meminta saya masuk…saya hanya tersenyum dan mengundurkan diri, mungkin saya di sangka temannya.
Tak lama kemudian masakan yang saya tunggu datang…. ternyata ikan patin bakar bambu ini dimasaknya menggunakan resep pepes…rasanya mak nyus…agak pedas menurut ukuran saya (memang saya tak kuat rasa pedas).
Saya meminum es kelapa sirsak, bagi saya rasanya lebih nikmat jika kelapa dicampur jeruk, karena lebih menyatu. Alhasil, kami makan pelan-pelan karena porsinya cukup besar, dan untuk makan berdua harganya cukup memadai…..
Patin salah satu kegemaran saya, Bu.. Selama ini baru merasakan patin gulai atau asam pedas, kalau dibakar belum pernah.. Kapan-kapan cobain ah.. 🙂
Saya kira rasanya sesuai dengan selera Uda Vizon
enak sepertinya buu
Iya enak, apalagi kalau sedang lapar
Penganut ajian alm Ibu Bu Enny, makan banyak saat badan ada tanda-tanda ngedrop.
Patin bakarnya sungguh mengundang selera.
Selamat berakhir pekan Ibu.
Betul mbak Prih….ternyata memang bisa meningkatkan daya tahan dan nggak jadi sakit.
Saya penasaran dg kelapa sirsaknya, Bu… meskipun saya biasanya lbh suka kelapa jeruk melon..alias es kuwut 🙂
Ternyata biasa aja Mechta….malah menurut saya lebih enak es kelapa jeruk, lebih segar.