Jujur saja, dulunya saya tak suka dengan ilmu ekonomi. Rasanya kok pusing dan membingungkan, padahal guru yang mengajar ilmu ekonomi saat SMA orangnya keren dan masih bujangan. Walau nilai saya tidak jelek, malah lumayan bagus, saya tetap lebih memahami bidang IPA. Saat kuliah di Perguruan Tinggi, saya kembali bersinggungan dengan ilmu ekonomi, karena pendidikan saya banyak berkaitan dengan masyarakat pedesaan dan sosial ekonomi pertanian. Tetap saja saya kurang bisa memahami, akibatnya walaupun nilai saya bagus, yang terjadi adalah bingung, kenapa kok bisa bagus tanpa harus ikut ujian akhir.
Pada akhirnya saya malah masuk dunia kerja yang terus bersinggungan dengan ilmu ekonomi. Karena sudah terlanjur masuk, apa boleh buat, saya harus mencoba untuk memahami dan belajar dengan sungguh-sungguh. Dan ternyata ….. ilmu ekonomi sungguh menarik karena berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari.
Kedua anak saya merasakan hal yang sama dengan saya, tidak memahami ilmu ekonomi, karena keduanya masuk bidang yang berbeda. Si sulung ambil Computer Science, sedang si bungsu di Teknik Elektro. Setelah lulus dan bekerja, pada akhirnya si sulung harus belajar ilmu ekonomi, khususnya untuk memahami laporan keuangan. Hal ini berkaitan dengan bidang pekerjaan nya. Bagaimana dia bisa membuat sistem jika tidak tahu proses bisnis perusahaan klien nya? Jadi akhirnya, saya yang menjadi tempat bertanya. Saya akhirnya mendapatkan cara, bagaimana agar anak-anak yang dari bidang IPA dapat memahami laporan keuangan. Karena pada akhirnya, kehidupan kita sehari-hari pun mesti memahami laporan keuangan ini, terutama kondisi keuangan rumah tangga kita, agar kita bisa mengatur arus kas rumah tangga sehingga tidak defisit. Lama-lama si sulung bisa memahami dan ini sangat membantu dalam bidang pekerjaan nya sehari-hari.
Si bungsu, dari elektro akhirnya melanjutkan ke bidang informatika. Suatu ketika dia menelepon, apakah nanti saya bisa mengajari tentang membuat laporan keuangan? Ternyata dia disuruh mempelajari hal tersebut oleh senseinya, karena bagaimana pun kita bekerja, menghasilkan suatu produk, maka produk tersebut harus bisa dijual. Kita juga harus bisa menilai pada tingkat harga berapa produk tersebut akan dijual, berapa keuntungan yang diperkirakan, dan hal ini harus diperhitungkan juga dengan daya beli dari konsumen segmen pasar yang dituju. Yang sulit, si bungsu dan saya sulit ketemu karena terkendala oleh jarak dan perbedaan zona waktu, sedangkan untuk membahas ini perlu tatap muka.
Akhirnya saat si bungsu dapat tugas dan bisa pulang ke Indonesia, diantara waktu yang ada saya sempat diskusi 3 (tiga) jam dengannya. Tentu tidak cukup, saya hanya memberikan gambaran “big picture” nya, serta dasar-dasar memahami laporan keuangan. Secara garis besar kami hanya mendiskusikan apa yang dimaksud dengan neraca, laporan laba rugi dan bagaimana menilai arus kas. Si bungsu bertanya, apa hal tersebut bisa diaplikasikan di kehidupan sehari-hari? Tentu saja bisa, jawab saya. Dan ternyata dengan memberi contoh yang diaplikasikan dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari, lebih mudah untuk memahami kegunaan laporan keuangan.
Sebagai contoh, dari pendapatan yang kita peroleh sebulan, maka kita bisa membuat anggaran pengeluaran bulanan, ada yang berupa fixed cost (misalnya listrik, telepon, gaji si mbak, iuran sampah, satpam, uang sekolah anak, transport dll), ada yang berupa variabel cost (seperti: belanja untuk kebutuhan pokok, pembayaran kartu kredit dll). Setiap bulan kita akan tahu apakah bisa menabung (artinya penghasilan>pengeluaran) atau malah defisit. Kita juga bisa mengatur arus kas, misalnya pada bulan berapa kita harus memperpanjang STNK, kapan harus bayar asuransi mobil/rumah, bayar PBB (pajak tanah/bangunan) serta beberapa kewajiban yang pembayaran nya setahun sekali. Kalau pendapatan kita relatif tetap, kita harus bisa mengatur arus kas, agar pada saat dibutuhkan ada uang cadangan untuk membayar keperluan tersebut.
Untuk mengetahui berapa kekayaan kita, bisa dengan menyusun neraca. Apakah kekayaan kita, sebagian besar merupakan milik sendiri dan berapa yang dibiayai dari hutang? Misalkan rumah tinggal, kita mengangsur selama 15 tahun. Pada neraca tercatat kita mempunyai aktiva tetap berupa rumah senilai Rp. 1,5 miliar, namun karena diangsur selama 15 tahun, pada pasiva akan tercatat pada hutang, jumlah sisa utang yang belum diangsur.
Walaupun merasa belum puas, karena belum sampai membahas berbagai macam kasus, namun setidaknya si bungsu secara garis besar telah memahami apa kegunaannya membuat laporan keuangan. Hal ini sangat berguna untuk mendukung pekerjaan nya sehari-hari. Semoga lain kali bisa mendiskusikan kembali dengan lebih detail ….. Hal yang menurut saya menyenangkan adalah, betapa saya bisa bersama dengan anak dalam suasana yang bersahabat, santai, namun mendapatkan tambahan pengetahuan yang sangat berharga. Saya sendiri, menjadi lebih memahami apa yang dikerjakan oleh anak-anak saya.
Sedari kecil udah diajarin ya 🙂
Iya, masa kecil biasanya tak akan terlupakan sampai besar nanti