
Jika kita melakukan perjalanan dari kota Padang menuju Padangpanjang, di kiri jalan ada air terjun yang cukup besar, dengan ketinggian sekitar 35 meter, yang merupakan bagian dari aliran sungai Batang Lurah Dalam dari Gunung Singgalang yang menuju daerah patahan Anai (Wikipedia).

Tak jauh dari air terjun ini terlihat pemandangan perbukitan dan rel kereta api peninggalan Belanda, yang sekarang jalurnya akan diaktifkan lagi. Ini merupakan ketiga kalinya saya menikmati Lembah Anai. Menjelajahi Sumatra Barat, mata kita disegarkan oleh pemandangan yang masih hijau, sehingga kita benar-benar bersyukur hidup di bumi Indonesia ini.
Kami menyempatkan berfoto di sini, airnya sungguh sejuk. Tak jauh dari air terjun terdapat deretan kios kecil, di antara nya ada penjual sandal kulit, saya membeli dua buah sandal seharga Rp.50.000,-/sandal yang katanya berasal dari Padang Panjang. Dan ternyata sandalnya enak dipakai …. tahu begitu bisa memborong sandal.

Dari Lembah Anai, rombongan kami menuju Minangkabau Village, di sini diberi penjelasan tentang filosofi rumah Gadang dan adat Minang. Sungguh filosofi yang sangat bagus, pantas saja di daerah Minang ini tanahnya masih hijau, sawah ladang masih luas, kemungkinan karena merupakan tanah pusaka yang tak mudah dijual, dan hanya bisa diturunkan sebagai hak pakai untuk dikelola, bukan untuk dijual.

Tentu saja, kami mencoba berpakaian adat Minang yang indah tersebut, dan merasa cantik dan ganteng semua.


Setelah makan siang di rumah makan pak Datuk dan sholat, perjalanan dilanjutkan menuju Bukittinggi untuk melihat Ngarai Sianok dan Lobang Jepang.

Kondisi Lobang Jepang saat ini lebih terang karena di kiri kanan bawah diterangi lampu, tidak seperti sebelas tahun sebelumnya, kami harus menggunakan senter dan suasana magis sangat terasa.

Kami memasuki lorong-lorong dalam goa yang luas sekali, bahkan ada ruang amunisi, ruang rapat serta dapur. Juga ada ruang untuk memnghukum serta ruang pembuangan mayat. Tak terbayang berapa jumlah orang yang jadi korban saat membuat lobang Jepang ini, dan sampai sekarang tak diketahui dimana tanah hasil pengerukan untuk membuat lobang tersebut di buang.

Senang dan lega rasanya setelah bisa keluar dari lobang Jepang ini, bukan hanya cukup melelahkan naik turunnya terutama untuk usia kami, namun juga suasana magisnya yang masih terasa bahkan setelah sampai di luar dan menghirup udara segar.