
Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, tentang suka dukanya mengurus persyaratan menikah dengan warga negara Jepang, setelah pernikahan telah berjalan lancar, maka ribet lagi mengurus pencatatan nya. Sebetulnya sih hebohnya karena kurang informasi dan tak tahu kemana mesti bertanya.
Akhirnya, karena sesuatu dan lain hal, si bungsu menikah di KBRI Jepang, tepatnya di mushola Sekolah Republik Indonesia Tokyo. Disini, anak saya dan suaminya mendapat buku nikah yang berwarna hijau dan merah, dengan pesan agar nanti jika pulang ke Indonesia supaya dilaporkan. Nahh di sini mulai kacau informasinya, pemahaman saya dan suami adalah dilaporkan ke KUA di Jakarta. Jadi saat sebelum diadakan acara syukuran di Jakarta, si bungsu menelepon Kepala KUA apakah bisa datang hari Senin, kepala KUA menjawab ada di tempat.
Acara syukuran diadakan hari Minggu, hari Senin paginya si bungsu dan suami, didampingi ayah ibu ke KUA. Betapa kecewanya kami, ternyata Kepala KUA nya tidak ada di tempat dan tak bisa diwakilkan. Apa boleh buat, kami hanya menyerahkan dokumen, minta tanda terima, kemudian melanjutkan acara lagi. Bagi warga negara Jepang, urusan cuti adalah hal yang paling repot, memang ada cuti untuk menikah 5 (lima) hari, tetapi hanya itu, tak ada lagi cuti untuk mengurus dokumen untuk pernikahan dan lain-lain. Ya sudah, kami lupakan sejenak urusan lapor KUA ini, tapi terus terang hati ini belum tenang karena masih ada kewajiban yang belum dituntaskan.
Saya diskusi dengan kang Anggara Suwahyu, yang saya kenal saat saya masih aktif ngeblog dan setahu saya kang Anggara ini aktif di IJCR (Institute for Criminal Justice Reform). Dari obrolan dengan kang Anggara, saya disarankan mengurus ke Kantor Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Saya mulai mencoba mendatangi kantor Dukcapil di jalan Radio 1, oleh staf di sini dijelaskan bahwa karena menikah dengan warga negara asing, maka pencatatan nya dilakukan di Dukcapil Grogol yang terletak di jl S. Parman 7, lokasinya antara gedung Universitas Tarumanegara dan Hotel Boutique. Saya sekaligus bertanya apa persyaratan nya dan yang membuat hati tenang, bahwa dapat dilakukan dengan surat Kuasa.
Dasar Hukum Pelaporan Pernikahan di Luar Negeri adalah sebagai berikut:
- Undang-Undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
- Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No.1 tahun 1994 tentang Pendaftaran Surat Bukti Perkawinan WNI yang dilangsungkan di Luar Negeri.
- Peraturan Menteri Dalam Negeri No.12 tahun 2010 tentang Pedoman Pencatatan Perkawinan dan Pelaporan Akta yang diterbitkan oleh Negara lain.
Dokumen yang harus disiapkan untuk pencatatan pernikahan yang dilaksanakan di Luar Negeri:
- Surat kuasa dari si bungsu dan suaminya untuk menguruskan pencatatan pernikahan.
- Fotocopy surat nikah.
- Fotocopy Acceptance Certificate of Marriage.
- Foto si bungsu dan suami berdampingan (ini yang mis komunikasi, seharusnya fotonya resmi, dibuat rangkap empat dan berukuran 4×6 cm).
- Syarat untuk Warga Negara Indonesia (si bungsu): a. Fotokopi akte kelahiran. b. Fotokopi KTP si bungsu. c. Kartu Keluarga. d. Paspor si bungsu.
- Syarat untuk Warga Negara Asing (suami si bungsu): Paspor.

Saya punya waktu hari ini, Jumat tanggal 7 April 2017. Pagi-pagi saya pesan taksi, karena membayangkan kalau siang pasti ramai dan macet. Di Kantor Dukcapil masih sepi, walau sudah ada petugasnya. Saya mengambil nomor antrian dan duduk menunggu giliran.
Kemudian saya menghadap petugasnya, terjadilah diskusi yang “agak lucu”….Bu, ini mengapa menikahnya dua kali? Karena si bungsu menikah dulu di Catatan Sipil di City Hall, dua minggu kemudian menikah di KUA dengan petugas dari KBRI Tokyo. Saya jawab, “Ya karena sesuai antrian pak, yang memanggil duluan di catatan Sipil, baru dapat giliran di KUA.” Mengapa mesti ke Catatan Sipil, kan agamanya sudah sama,” kata pak petugas. “ Ya, karena itu aturan di sana pak,” jawab saya.

“Ya sudah bu, saya lapor dulu sama atasan, ini pertama kalinya bu“, kata bapak petugas tadi. “Jadi yang perlu dicatatkan yang pernikahan KUA atau pernikahan catatan Sipil,” kata bapak petugas.
“Silahkan pak,” kata saya. “Tapi menurut saya sih, sebaiknya yang di catat di Indonesia adalah pernikahan yang dilakukan di depan petugas KUA dari KBRI Tokyo,” kata saya.
Setelah lama menunggu, si bapak datang lagi bersama si mbak berjilbab, terjadi diskusi lagi. Waduhh bagaimana ini, pikir saya. Akhirnya disepakati bahwa pencatatan nya adalah pencatatan pernikahan di KUA. Bapak itu berpesan, agar jika si bungsu nanti punya anak, mesti mendaftarkan anaknya dengan dasar pernikahan secara KUA (agak bingung juga saya mendengar istilah ini).
Yang membahagiakan, semua dokumen telah lengkap kecuali foto berdua suami isteri secara berdampingan. Fotonya bisa diserahkan kemudian, sekaligus mengambil sertifikatnya, karena nanti cap dilakukan di atas foto tersebut. Saya bisa mengambil sertifikatnya hari Kamis, tanggal 23 April 2017. Hati ini rasanya legaaa sekali, terasa semua beban yang mengganjal terangkat…dan biaya gratis.
Bagaimana pencatatan di KUA? Prosesnya tetap akan dilanjutkan. Saya sekitar dua minggu lalu telah datang ke KUA di wilayah kediaman saya, Ketua KUA yang sekarang baik sekali, awalnya juga bertanya…”Bu, pernikahan di Luar Negeri ada buku nikah warna hijau dan merah seperti di Indonesia ya? Saya terus terang belum tahu bu, apa perlu dicatat.” Saya menghormati keterus terang an bapak ini, jadi saya bilang, saya akan meninggalkan nomor telepon, agar bisa dihubungi bila diperlukan.
Besoknya saya mendapat telepon dari Ketua KUA, bahwa sementara sudah dicatat di register dengan pensil, menunggu si bungsu dan suami datang. Waduhh…”Nggak bisa pakai surat kuasa ya pak?” tanya saya. “Sayangnya nggak bisa bu, mohon maaf,” kata Kepala KUA. Setelah tahu si bungsu dan suaminya tinggal di Jepang, Kepala KUA mengatakan, agar nanti saja jika si bungsu dan suaminya berlibur di Indonesia, baru datang ke KUA, sementara ini dokumen nya sudah lengkap.
Saya menulis ini untuk sharing, karena mungkin ada beberapa teman yang punya saudara atau sahabat, yang menikah dengan warga negara asing, prosesnya tetap dicatatkan di Kantor Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta. Dan saya sekaligus berterima kasih, pelayanan Kantor Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta sangat bagus, cepat dan petugasnya tanggap menyelesaikan masalah.
Oh tetep hrs dilaporkan ya? Soalnya pas kemaren kelar nikah bapak KuA NYA bilang gak perlu. Bingung hahaha
Kalau menikahnya di Luar Negeri tetap dilaporkan….ada peraturan pemerintah tentang hal tersebut (UU Perkawinan dan Peraturan Menteri Agama).
Halo mbak saya mau tanya.. Itu dokumennya yang fotokopi surat nikah dari jepang perlu dilegalisir KBRI ga ya? Dan itu diterjemahkan ke dalam bahasa inggris atw indonesia? Lalu apakah fotokopi yang lain2 juga perlu dilegalisir?
Kalau nikah di Jepang harus nikah di catatan sipil dulu di City Hall, nanti akan diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Terus dicatat n dilegalisir oleh KBRI….baru kemudian anak saya kemudian nikah secara muslim (KUA di Tokyo), sudah dapat buku nikah seperti di Indonesia.
Halo mbak, makasih udah share karena infonya bermanfaat sekali. Saya mau nanya, dulu yang jadi wali nikah anaknya di KBRI Tokyo siapa ya? Makasih sebelumnya.
Wali nikah bisa orangtuanya sendiri, tapi bisa diwakilkan pada penhulu di KBRI setempat.
Informasinya sangat membantu sekali. Yang saya mau tanyakan, setelah pernikahan di KUA Jepan dilaporkan di catatan sipil Indonesi, apakah kita nanti mendapatkan semacam surat keterangan atau akta nikah?