Ziarah ke Raudah

Halaman Masjid Nabawi

Banyak tempat yang digunakan untuk berdoa oleh jemaah umroh dan haji, antara lain Raudah. Dari masjid Nabawi,  bagi para perempuan, masuknya adalah dari pintu 25. Letak Raudah ini di antara makam Rasulullah saw dan mimbar. Panjang Raudah dari barat ke timur adalah 22 meter dan dari utara ke selatan 15 meter. Raudah ini dibagi dua, untuk kaum laki-laki bisa langsung sholat di sebelah makam Rasulullah saw, namun untuk perempuan Raudah ini hanya dibatasi empat tiang,  karpetnya berwarna hijau (karpet lainnya berwarna merah). Raudah adalah tempat yang makbul untuk berdoa.

Berdasar pengalaman saat ke masjid Nabawi beberapa tahun lalu, sulit untuk mencapai Raudah karena bagi perempuan waktu buka nya dibatasi, sedang peminatnya membeludag. Saat kunjungan sebelumnya saya memerlukan waktu dua kali ke Raudah, baru bisa berdoa secara khusuk. Dan tanpa disadari, kami berniat ke Raudah pada malam Jumat, sehingga antrian penuh sesak karena hari Jumat adalah hari libur, sehingga warga lokal juga banyak berdatangan dan berdoa di Raudah.

Kami dibagi beberapa kelompok, namun menurut muthawif yang mengantar tetap terlalu banyak, karena mestinya satu rombongan maksimal 10 orang. Setelah selesai sholat Isya, rombongan saya segera memasuki pintu 25, berjalan lurus menuju ke arah pintu yang tertutup. Kami duduk menunggu dengan tenang. Salah seorang muthowif mengatakan, bahwa kami akan sulit mencapai Raudah, apalagi Raudah akan ditutup jam 11 malam (saat itu sudah jam 9.10 malam, pengunjung masih padat mengantri. Mbak X (namanya lupa), menyarankan agar beberapa dari kami lari ikut orang yang telah dibolehkan berdiri.

Begitu ada kesempatan sebagian dari kami lari kencang ke depan, namun ada yang ragu-ragu…hasilnya,  dibentak-bentak oleh Askar. Kami semua duduk diam dimarahi Askar. Saat Askar tak memperhatikan, salah satu teman nyeletuk (dia bersama teman-teman nya alumni ITB)…“Wahh mapram di ITB aja nggak segalak ini.” Saya hanya tersenyum. Tak lama kemudian si mbak X datang…”ayoo sebagian ikut saya,” katanya

Saya ikut mbak X, yang rupanya menuju ke arah rombongan dari Jazirah Arab. Kami berdesakan menuju pintu Raudah yang belum dibuka juga. Tak lama kemudian ada teriakan, disertai kepanikan di antrian depan, rupanya ada yang pingsan. Saya bertiga dengan Minah dan bu Agus, tergencet di lautan orang yang tinggi besar dan ramai bercakap-cakap, entah apa arti nya. Bu Agus ngajak mengobrol, langsung dipelototi orang tinggi besar di sebelah kanan saya. “You are not Arabic. You are not Arabic,” dia menunjuk bu Agus sambil mengatakan itu berulang-ulang. Saya mengedipkan mata pada bu Agus, agar kita pura-pura bego dan tak mengerti.

Tak lama kemudian ada pergerakan….rupanya kami salah jalan…pintu yang terbuka di sebelah kanan dari antrian kami. Kembali kami bertiga menuju antrian sebelah kanan. Orang makin berdesakan. “Ya Allah, kuatkanlah kami,” doa saya. Kemudian saya menunjuk tulisan dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris yang terpampang di depan, bisik-bisik pada Minah, jika kita sudah berusaha namun tak bisa mencapai Raudah, kita tak boleh menyesal, karena hanya atas perkenan Nya kita bisa sampai di Raudah dan bersujud di sana. Minah mengangguk. Antrian makin mengetat, saya dan Minah terdesak…dan tahu-tahu masuk ke pintu Raudah. Orang masih dorong-dorongan….saya mengedipkan mata, apakah mata saya salah karena saat melihat ke bawah, karpetnya berwarna hijau. Mengapa orang masih mendorong-dorong terus, bukannya berdoa dan sujud disitu? Minah rupanya juga memperhatikan..langsung memegang erat tangan saya dan bilang…”Bu, ini Raudah, karpetnya berwarna hijau,” katanya.

Saya mengajak Minah ke depan untuk sholat sambil berdoa…orang di sebelah kiri saya masih mendorong terus, malah saya dan Minah diusir oleh Askar. “Ya, Allah, susah sekali untuk sujud kepada Mu, perkenankan lah ya Allah,” doa saya. Saya terlempar keluar Raudah, namun masih di dalam ruangan yang sama….saya dan Minah mencoba melipir lagi ke kiri, ke arah belakang, yang nggak ada Askarnya. Rupanya saya terdorong keluar lagi…dan ketemu mbak Yenni. “Mbak, saya belum bisa sholat,” kata saya pada mbak Yenni. “Ayoo bu, saya bantu,” kata mbak Yenni. Kami melipir lagi ke kiri….mbak Yenni berdiri di depan saya….dan saya mulai takbir. Terdengar jeritan Minah sayup-sayup….”Mbak Yenni, ibuku, tolong mbak Yenni,” teriak Minah. Saya mencoba memfokuskan diri, akhirnya tak terdengar suara apa-apa, dan bisa sholat sunnah serta berdoa….”Ya Allah, ampuni dosa hamba,” sambil meneteskan air mata. 

Setelah selesai, kami diantar keluar sama mbak Yenni…”Ibu bisa keluar sendiri berdua ya, saya akan jagain teman-teman Khalifah yang belum masuk ke Raudah. Jangan lupa keluarnya pintu 25, bukan 31, ” kata mbak Yenni. Saya keluar bersama Minah, rupanya Minah tadi melihat, saya dilangkahi orang dan dia takut saya terinjak. Syukurlah saya tak merasakan apa-apa, Alhamdulillah akhirnya bisa sujud di Raudah, semoga doa saya diijabah oleh Allah swt. Aamiin.

Di luar, saya ketemu Ustadzah Anita yang lagi menunggu teman-teman dari Khalifah yang terpencar, saya pamit untuk pulang duluan karena waktu sudah menunjukkan pukul 00.02 waktu Madinah. Kami tak terlalu memperhatikan karena saking leganya…dan rupanya salah pintu. “Ya, udah anggap saja jalan-jalan tengah malam ya,” kata saya pada Minah. Di halaman masjid Nabawi orang masih penuh, toko-toko juga masih buka. Rupanya, karena malam Jumat dan  hari Jumat libur, banyak warga lokal yang juga ingin sujud ke Raudah, itu yang membuat suasana penuh sesak. Kami segera menuju hotel Movenpick, berharap bisa tidur sejenak, agar bisa sholat Tahajud di masjid Nabawi lagi.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s