Menyusuri sungai Yagyugawa

Minggu, 29 September 2019

Fotoapato Hiro dan Ani dari seberang sungai, terlihat pohon sakura mulai berguguran daunnya.

Di belakang apato Hiro dan Ani ada sungai yang jernih airnya. Kalau airnya lagi surut seperti sekarang, terlihat ikan berenang-renang di sungai, tidak heran ada bangau yang sering datang ke sungai.

Bagau putih

Saya menemukan bangau warna hitam dan putih, sayang saat saya mendekat, bangau warna hitam mulai mengepakkan sayapnya dan terbang. Sepanjang menyusuri sungai saya ketemu dengan empat bangau, ada yang sedang berteduh di bawah pepohonan yang tumbuh di tengah sungai. Sayang saya tak ketemu dengan kura-kura, kata Hiro kura-kura ini sering diam saja tak bergerak sehingga kita sering menyangka batu. Ani juga baru tahu bahwa itu kura-kura saat diberitahu oleh Hiro.

Di bawah pohon sakura saat berbunga. Lokasi foto ini di belakang apato (foto diambil dari FB Ani).

Pertama-tama saya ingin memotret apato dari sisi seberang sungai, gara-gara melihat foto yang dipajang di apato, kelihatan apato nya bagus sekali dengan panorama pohon sakura. Memang sepanjang sungai ditanami pohon sakura, kecuali di belakang apato Ani dan Hiro. Ada foto lagi yang menarik, saat Ani dan Hiro duduk-duduk menikmati sakura yang sedang berbunga, dan rupanya ini diambil dari lokasi pohon sakura di dekat apato tempat tinggalnya.

 

 

Anak sekolah naik sepeda.

Saya ketemu dengan anak-anak berangkat sekolah naik sepeda pakai seragam putih biru dan mengenakan topi, juga pekerja yang naik sepeda ke tempat kerjanya.

Jalan di pinggir sungai ini memang sering dilalui orang yang pergi dan pulang bekerja dengan naik sepeda, juga para pelajar yang pergi pulang sekolah. Untuk negara yang industri manufaktur nya terkenal, rasanya memang aneh bahwa para pekerja nya lebih suka naik sepeda. Apalagi perfektur Aichi ini tempatnya industri seperti Toyota dan lain-lain. Bahkan pengiriman gerbong MRT Jakarta melalui pelabuhan Toyohashi.

Pekerja berangkat kerja

Jalan di tepi sungai ini bertemu dengan  jalan besar persis di ujung kanan Valor supermarket, saya mencoba memotret apato dari seberang sungai. Tentu saja hasil foto tak seindah foto di apato Hiro karena saat saya mengambil foto, sakura sedang tidak berbunga bahkan daun-daun nya mulai rontok. Setelah mengambil beberapa foto, saya melanjutkan perjalanan menyusuri sungai Yagyugawa.

Rumah di pinggir sungai

Semakin jauh, saya mendapati jajaran rumah-rumah pribadi dengan halaman, lengkap dengan mobil pribadi. Sepertinya perumahan di sisi jalan dekat sungai ini lebih mahal dibanding saat saya jalan-jalan ke lokasi sebelumnya.

Rumah Nobita?

Walau bentuknya berbeda, rumah di sini mempunyai jendela yang hampir mirip, ada beberapa ukuran tertentu. Hal ini memudahkan jika ingin membeli gorden atau berbagai fasilitas peralatan rumah tangga lain.

Yang menarik ada tempat duduk-duduk di pinggir sungai ini, jadi saya beberapa kali duduk di bangku sambil melepaskan lelah, mengukur kekuatan sebelum melanjutkan perjalanan.

Istirahat dulu di bangku sambil menikmati sungai yang jernih.

Dan setiap kali saya harus berpikir dulu, nanti kira-kira pulangnya saya juga akan melalui perjalanan sejauh saya berangkat, dan berpikir kuatkah saya? Maklum saya hanya berjalan kaki dan sendirian, rasanya Jakarta menjadi nikmat, karena bisa order gojek kalau kecapekan jalan kaki, atau naik bajaj dan kendaraan umum lain yang jenis nya bermacam-macam.

Di satu sisi, kota ini sangat bersih, rapih, masyarakat nya ikut menjaga, bahkan air sungai jernih dan tak terlihat ada sampah mengapung di air sungai. Saya sempat bertanya ke anakku, “kok ibu nggak pernah ketemu orang menyapu jalan ya“. Mungkin karena sampahnya hanya berupa daun jatuh, yang nanti tersapu angin dan menjadi pupuk, menyapu jalan tak harus dilakukan tiap hari seperti di Jakarta. Kalau di tempat fasititas umum seperti stasiun dan airport, saya masih menemukan petugas sedang menyapu lantai.

Tangga batu di tepi sungai

Pinggir sungai ditata jalan yang mudah dilalui sepeda, pejalan kaki, dan ada tangga batu menurun sampai ke bawah sungai, sedang dari jalan ke arah jalan yang lebih bawah dan dekat sungai, tangga batu ini diberi pengaman berupa rantai dari besi. Maksudnya agar orang-orang seusia saya bisa berpegangan saat turun tangga.

 

Ujung sungai sebelum berbelok

Saya akhirnya sampai diujung perumahan, saat mau menyeberang, saya tak melihat tanda garis-garis di aspal jalan tempat menyeberang. Di depan ada mobil yang kelihatannya mau belok ke kanan. Saya berdiri menunggu, ternyata driver memberi kode agar saya menyeberang jalan duluan. Di sini, saya sebagai pejalan kaki benar-benar merasa dihormati oleh para pengemudi mobil. Setiap kali mau menyeberang di jalan yang tak ada lampu merahnya, pengemudi mobil mempersilahkan saya menyeberang duluan, jika melihat saya berdiri di tepi jalan dan terlihat mau menyeberang.

Perjalanan saya menyusuri sungai sampai ke jalan besar, sungai nya mulai berbelok. Saya membuka peta yang sudah diberi tanda bahasa Inggris oleh anakku (maklum informasi di peta huruf kanji semua), melihat perempatan jalan yang jika saya belok ke kiri, akan sampai di Apita Mall, dan di depan nya ada Taman Lalu-Lintas, serta di seberangnya Ooike (danau Oo, Ike=danau). Saya berpikir-pikir, akankah saya meneruskan perjalanan ke Apita? Ahh masih cukup pagi, pikirku setelah melihat jam…. dan saya melanjutkan langkah kaki ke arah Apita Mall.

 

 

 

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s