Jumat, 4 September 2019
Pesawat yang akan membawa saya kembali ke Jakarta, direncanakan take off jam 10 pagi hari, Sabtu tanggal 5 September 2019. Berhubung perjalanan dari Toyohashi ke bandara cukup jauh, apalagi saya harus membawa koper dan naik kereta api sendirian, maka diputuskan saya menginap di hotel dekat bandara sehari sebelumnya. Pagi hari saya puas-puaskan menggendong dan bermain dengan baby D, karena siangnya saya sudah harus berangkat naik kereta api dari Toyohashi ke Chubu int’l airport. Hari ini waktu anakku kontrol ke dokter kandungan, jadi Hiro dan anakku beserta baby D mengantar sampai stasiun Toyohashi, kemudian melanjutkan perjalanan ke Rumah Sakit Kota Toyohashi. Sebelum berpisah, kami foto dulu di depan apato Hiro dan Ani…sayang baby D tidur nyenyak.

Setelah turun dari mobil, saya naik eskalator menuju lantai dua, karena stasiun tempat kereta api menuju bandara ada di lantai dua. Sampai lantai dua, ternyata tetap harus turun tangga karena posisi lantai di pintu masuk stasiun Toyohashi lebih rendah dari tempat berakhirnya eskalator. Saya ambil nafas panjang, kemudian melangkah sambil membawa koper turun satu tangga. Istirahat…turun lagi satu tangga, begitu seterusnya sampai ke lantai tempat pintu masuk stasiun. Saya cukup pede karena sudah latihan naik KA Meitetsu Line dari stasiun Toyohashi ke Chubu int’l Airport.

Saya menuju ke loket untuk membeli tiket. Agar tidak lari-lari, karena ganti kereta hanya sekitar 10 menit padahal platform nya berbeda, saya pesan tiket non reserved agar lebih santai, walau ada risiko nggak dapat tempat duduk kalau kereta penuh. Kereta lumayan longgar, dari stasiun Toyohashi saya naik Meitetsu Limited Express tujuan Gifu, turun di Jingu Mae. Walau harga tiket sama dengan kereta yang saya naiki sebelumnya, tapi kereta api ini berhenti di 4 (empat) stasiun sebelum Jingu Mae, jadi 45 menit baru sampai Jingu Mae. Perutku terasa melilit, padahal dua hari cuma istirahat di apato dan bermain sama baby D. Ani sudah pesan agar ibu hati-hati makan nya karena mau bepergian jauh.
Sampai Jingu Mae saya turun, tanya sama petugas, dikasih tahu supaya naik lift menuju platform 3 (tiga) jika mau naik kereta ke airport. Saya melewati toilet, daripada bermasalah di perjalanan saya mampir dulu. Keluar dari toilet saya cari platform 3 (tiga), ternyata harus melalui lift lagi agar sampai di platform 3 (tiga). Jadi sebetulnya lantai nya sama, tapi karena nggak mungkin menyeberang rel…mesti naik lift, jalan memutar dan kembali turun ke lantai bawah, dengan naik lift yang berbeda.
Saya tanya petugas, kali ini dia nggak bisa bahasa Inggris, saya diajak lihat peta dan dia menunjuk nomor 48. Saat ada kereta api datang, saya dengan tenang naik kereta api, ada kursi yang maju ke depan, tapi kok nggak sebagus kereta dari Toyohashi ke Jinggu Mae? Saya tetap tenang walau hanya satu penumpang yang membawa koper kecil. Saat latihan, untuk kereta yang sama, beberapa penumpang membawa koper gede yang membuat saya yakin bahwa tujuannya benar ke airport.

Lama-lama penumpang makin sedikit, dan akhirnya tinggal saya sendiri. Petugas kebersihan mulai masuk gerbong, dia ngasih kode saya harus turun….saya lihat memang jalur kereta sudah mentok. Wahh bagaimana ini, saya menyeret koper dan memanggul ransel. Sampai kantor petugas, saya lihat petugas lagi ngobrol. Saya gedor pintunya, dia tanya … saya bilang, saya salah kereta, sambil menunjukkan tiket kereta. Si bapak teriak ke masinis yg sedang berjalan menuju kereta …masinis nya masih muda …syukurlah bisa bahasa Inggris sedikit dan kami selanjutnya mengobrol dibantu dengan/melalui google translate.
Ternyata saya turun di stasiun Kowa…yang jelas jauh dan arahnya ke semenanjung yang berbeda. Oleh masinis saya diperlihatkan peta, bahwa saya harus kembali naik kereta dan turun di Otagawa, kemudian ganti kereta yang menuju airport. Masinis mengajak saya duduk dibangku yang dekat dengan tempat kerja nya, jadi setiap kali kereta baru berangkat dari stasiun, masinis menghampiri saya dan kami mengobrol melalui tablet nya yang dilengkapi google translate. Lucu juga kalau dipikir sekarang ini. Mas masinis ngomong ke tablet nya pakai bahasa Jepang …diterjemahkan oleh google translate ke bahasa Inggris. Kemudian saya menjawab dalam bahasa Ingris melalui tabletnya, yang diterjemahkan kemudian ke bahasa Jepang.
Kereta yang saya naiki dari Kowa ini kereta api lokal, tempat duduknya memanjang menempel dinding, dan setiap stasiun berhenti. Entah kenapa saya merasa tenang, mungkin karena masinisnya baik. Masinis selalu mengajak komunikasi, kadang saya kawatir kalau keretanya menabrak…walau kereta api ini dilengkapi dengan sistem komputer, sehingga masinis tak harus terus berada di ruangan nya. Setiap kali mendekati stasiun yang akan berhenti, atau perjalanan dimulai ke stasiun berikutnya, masinis meninggalkan saya untuk membuat pengumuman. Jadi saya tahu kalau pengumumannya bukan direkam, tapi langsung diumumkan oleh masinisnya. Masinis memberi tahu, bahwa setelah sampai Otagawa, maka kereta ekspres yang menuju airport datang dengan jarak kira-kira 17 menit lagi dari kereta api yang saya tumpangi. Mulai deh perutku mules, apa saya mampu pindah jalur mencari kereta api yang menuju airport ya.
Yang membuat saya terharu, begitu mendekati stasiun Otagawa, mas masinis mendekati saya, bahwa kereta api akan segera berhenti di Otagawa. Dan yang bikin surprised, saya dijemput oleh Mr Suzuki yang juga masinis, diserahterimakan oleh masinis yang dari Kowa tadi. Mr Suzuki memandu saya berjalan menuju platform kereta api yang ke arah airport, bahkan ikut membantu mendorong koperku. Mr Suzuki menemani saya sampai kereta ekspres yang menuju airport datang dan menyilahkan saya naik. Saya membungkuk, mengucapkan “arigato gozaimaze” dan naik ke kereta api. Rupanya mas Suzuki menunggu sampai kereta api yang saya tumpangi menuju airport berangkat.

Rasanya lega sekali, saya menikmati perjalanan dari Otagawa ke bandara Chubu int’l airport. Sampai bandara jam 16.30 pm, saya langsung menuju hallway ke arah hotel Comfort untuk check in. Saya mendapat kamar di North Wing…wahh sayang nggak menghadap laut, tapi menghadap ke arah bandara. Untuk masuk ke lift, kunci dimasukkan dulu pada lubang di lift, baru lift nya terbuka. Setelah masuk lift, baru kita memencet lantai tempat kamar yang kita tempati. Ini pertama kalinya saya masuk lift dengan model kunci seperti ini, biasanya langsung masuk lift, pas di dalam lift baru kartu kamar dimasukkan dalam lubang, kemudian memencet nomor lantai yang kita tuju.

Begitu masuk kamar, saya ambil wudu dan langsung sholat, kemudian keluar lagi karena ingin melihat laut yang letaknya persis di belakang hotel Comfort. Suasana sepi, angin nya kencang, terasa dingin karena memang sudah memasuki musim gugur. Jadi setelah ambil beberapa foto, saya segera kembali naik lift menuju hallway ke arah bandara, sekalian cari makan. Saya duduk-duduk di bandara melihat orang lalu lalang, dan kembali pesan makan dan minum di Starbucks, agar tak pusing memilihnya.
Sempat mampir ke toko yang saya kira supermarket, rupanya toko khusus oleh-oleh, dan oleh-olehnya orang Jepang berupa makanan. Walau terlihat enak, saya males bawanya karena memenuhi tempat dan koperku sudah penuh sesak. Saya mencari toko yang jual air mineral, muter-muter nggak ketemu, akhirnya tanya ke information center…. Setelah nggak ada lagi yang mau saya cari, saya kembali ke hotel, untuk mandi, sholat dan mulai merebahkan badan.

Di pintu kamar mandi ada pengumuman, bahwa jika sedang mandi pintu harus ditutup karena bisa mengacaukan alarm. Agak heran juga, apa ada ya yang mandi pintunya dibuka? Atau karena tidur di kamar hotel sendirian, sehingga pintu dibuka tanpa kawatir dilihat orang.
Ternyata saya baru merasakan capek, selama ini karena semangat untuk melihat-lihat badan capek tak terlalu dirasakan. Kamar yang saya tempati tempat tidurnya ada dua dan lebar, jadi sebetulnya bisa untuk 4 (empat) orang. Hmm…kapan-kapan jika baby D sudah besar, bisa diajak menemani yangti tidur di hotel ini.
Kagum dengan ketenangan Ibu Enny walau tersesat. Plus apresiasi tuk kebaikan dan dedikasi Mas Masinis yg mengarahkan menjemput Ibu hingga kereta yg benar. Jadi promosi positif tuk perkeretapian Jepang nggih Ibu. Salam hangat.
Karena tahu orang Jepang suka menolong, saya nggak kawatir ….syukurlah memang benar sesuai perkiraanku. Mereka menolongnya sampai memastikan bahwa saya tak tersesat lagi.