Menjaga agar tidak muncul risiko reputasi

Kita mengenal istilah “Mulutmu harimau mu”. Dalam kehidupan sehari-hari, cara kita berbicara, cara kita berperilaku, menghasilkan persepsi dari orang lain, yang berhubungan dengan kita, menghasilkan nilai tertentu terhadap kita. Persepsi ini jika terus berulang, akan melekat pada kita. Kita sering mendengar bahwa si A tipe seperti ini, si B seperti itu, karena orang mempersepsikan A dan B dari sikap dan perilaku yang berulang, yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari.  Oleh karena itu, kita sering mendengar petuah, bahwa kita harus menjaga image, menjaga citra, karena orang akan mempersepsikan kita seperti cara kita berperilaku, cara kita berpakaian, dsb nya.

Di perusahaan, khususnya di Perbankan, telah ada aturan bahwa Bank harus menerapkan Manajemen Risiko dalam operasional sehari-hari. Demikian juga di kalangan BUMN, pada tahun 2007 Menteri Negara BUMN telah menerbitkan Ketentuan tentang Penerapan Manajemen Risiko ke seluruh perusahaan Milik Negara, yang intinya adalah agar setiap perusahaan BUMN menerapkan Manajemen Risiko dan Tata kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance atau GCG).

Manajemen Risiko perlu dilaksanakan secara komprehensif, karena penting, serta keterkaitan dengan aspek lain.  Manajemen Risiko perlu diawali dengan suatu Risk Assessment secara makro  dengan membuat kebijakan, peraturan dan perundang-undangan yang mendukung  identifikasi risiko-risiko utama dalam kondisi makro, kemudian baru menetapkan kebijakan secara jangka panjang. Dalam keseharian, kita telah banyak melihat adanya berbagai krisis karena lemahnya pemahaman tentang risiko pembangunan, yang akibatnya terjadi inkonsistensi dan terdapatnya benturan antar kebijakan.

Definisi:

Reputation risk is any risk to an organization reputation that is likely to destroy share holder value. Reputation risk leads to negative publicity, lost of revenue, litigation, loss of clients and partners, exit of key employees, share price difficulty in recruiting talent.”

Salah satu asset perusahaan yang paling bernilai adalah reputasi. Reputasi yang baik bisa mendongkrak perusahaan, namun sebaliknya, reputasi yang buruk akan mengurangi nilai perusahaan. Dalam banyak kejadian, risiko reputasi muncul, antara lain karena adanya publikasi negatif terkait kegiatan perusahaan, atau adanya persepsi negatif terhadap perusahaan. “ It takes twenty years to build a reputation and five minutes to destroy it” (W. Buffet).“If you loss dollars for the Firm, I will be understanding. Iy You loss reputation, I will be ruthless.” (W. Buffet).“ If any of these are ever diminished, the last is the most difficult to restore.” (Goldman Sachts).

Penyebab munculnya risiko reputasi bisa dari mana saja, namun yang terparah jika perusahaan mengalami kasus hukum dan penyimpangan.  Reputasi merupakan intangible assets, yang berasal dari akumulasi tindakan, nilai-nilai dan kinerja perusahaan secara bertahap dan dalam jangka waktu yang lama. Risiko ini mengalami ujian, dari waktu ke waktu, dan dapat disebabkan oleh risiko lain, yaitu: risiko hukum, risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko stratejik, risiko kepatuhan. Dengan demikian, untuk mengendalikan dan menjaga risiko reputasi, harus menerapkan dan menjaga risiko lainnya agar tidak mengenai perusahaan.

Pada acara “The 2 nd Annual Conference, Practicing Risk Manager Forum”, yang diselenggarakan oleh Association of The Risk Managemenr Practitioner (ARMP) di Bintan, dalam sesi diskusi dengan tema “ What is Your Reputation Worth & How Much are You Prepared to Put at Risk?” terjadi diskusi yang menarik antara pembicara dan peserta, yang antara lain dapat disampaikan di bawah ini.

Manajemen Risiko penting dilakukan, tidak hanya di perbankan dan sektor keuangan, namun telah menjadi suatu kebutuhan di kalangan pengusaha dalam mengembangkan berbagai macam bisnisnya. Perbankan telah mulai melaksanakan manajemen risiko secara sistematis dan terpadu sejak adanya krisis moneter dan krisis multi dimensi tahun 1997 dan 1998.  Risiko kredit saat itu sangat dominan dan membayangi hingga mengakibatkan rekapitalisasi perbankan nasional oleh Pemerintah.  Sejak saat itu Bank Indonesia melakukan berbagai inisiatif dengan program API (Arsitektur Perbankan Indonesia), salah satunya adalah membenahi kelembagaan dan sumberdaya manusia para bankirnya sehingga memiliki kompetensi manajemen risiko yang lebih baik.  Dalam pelaksanaannya, perbankan akan mengajak pihak lain yang terkait dengan bisnisnya, terutama para nasabah untuk melakukan manajemen risiko.  Dengan demikian debitur yang meminjam kepada bank, yang terdiri atas para pengusaha, didorong agar menerapkan manajemen risiko untuk mengendalikan bisnisnya.  Bila hal tersebut dilaksanakan maka profil risiko perusahaan akan berbeda dengan perusahaan yang tidak melakukan manajemen risiko dengan baik.  Manfaat yang diperoleh debitur adalah akan menikmati harga fasilitas kredit yang lebih baik, karena memiliki profil risiko yang lebih baik (risk-based pricing).   Untuk itu diperlukan suatu sharing pengalaman dan kompetensi diantara perbankan, yang memberikan fasilitas kredit dengan para pengusaha yang mendapatkan kredit, sehingga tercapai suatu sinergi dan pemahaman tentang manajemen risiko yang lebih baik.

Ketentuan dan pelaksanaan manajemen risiko di perbankan diwajibkan oleh Bank Indonesia, sehingga lebih sistematis dan terencana.  Untuk sektor riil, nampaknya perlu ada dorongan untuk melaksanakan manajemen risiko, karena di Indonesia umumnya masih dalam tataran kepatuhan, belum merupakan kebutuhan.  Bila telah dilaksanakan dan diwajibkan, maka lambat laun akan tercipta kultur manajemen risiko yang baik, yang mampu mendukung pelaksanaan manajemen risiko di seluruh jajaran perusahaan.  Dengan demikian akan tercipta keseimbangan pengendalian risiko di sektor riil dan perbankan. Risiko reputasi pada umumnya adalah dampak dari berbagai risiko lain yang gagal dikelola dengan baik, misalnya kegagalan manajemen risiko likuiditas, risiko hukum, risiko keuangan, risiko kepatuhan, dan lain-lain yang akhirnya berdampak pada risiko reputasi perusahaan. Risiko keuangan yang tidak dimitigasi dan diantisipasi dengan baik akan menimbulkan risiko reputasi terutama di mata para stakeholders.

Cara pengendalian risiko reputasi yang terbaik adalah dengan melakukan program antisipasi/preventive action dan program pemeliharaan reputasi.  Risiko Reputasi adalah suatu risiko yang abstrak  dan berbentuk intangible asset bagi perusahaan.  Penanganan risiko reputasi sebaiknya secara preventive karena biaya penyelesaian risiko ini sangatlah besar dan akibatnya dapat merusak serta membunuh perusahaan.  Contoh tanda-tanda reputasi yang telah terkena adalah apabila nama perusahaan yang tercemar telah dimuat di sebuah headline surat kabar atau media masa lainnya.

Sebelum risiko terjadi secara keseluruhan dan bersamaan, perusahaan perlu melakukan suatu analisis simulasi dengan metode “what if analysis”. Bila parameter yang dominan mempengaruhi terjadinya risiko, maka dibuat suatu analisis dengan metode stress test. Risiko dihitung berdasarkan kerugian yang akan ditimbulkannya, apakah akan menggerogoti cadangan pembentukan risiko kredit, pasar dan operasional, ataukah sampai menghapuskan keuntungan dan yang paling parah adalah bila dampak risiko telah mengurangi modal hingga menghabiskan modal perusahaan.   Hal ini disebut dengan timbulnya unexpected risk, yang antara lain disebabkan karena catastrophic risk sehingga perusahaan gagal. Tidak jarang perusahaan yang demikian dinyatakan berstatus bankcruptcy.

Dalam rangka memonitor indeks kepuasan nasabah, seringkali terdapat perbedaan dalam scoring antara penilaian nasabah/konsumen dan dari pemerintah serta dari industri.  Sebagai contoh adalah saat terjadi kasus sebuah perusahaan yang gagal mempertahankan reputasinya, maka saat itu seluruh perusahaan yang sejenis  terkena dampaknya yaitu mendapatkan reputasi yang jelek walaupun yang lain tidak melakukan hal yang tercela seperti  yang dialami oleh salah satu perusahaan tersebut (terkena efek sistemik). Upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah melakukan manajemen risiko reputasi dengan cara manajemen stakeholders yang paling berpengaruh dalam pengendalian risiko reputasi. Misalnya mass media yang paling berpengaruh, yang vokal, yang memiliki distribusi dan oplaag besar.  Bila perlu diadakan semacam  diskusi terbuka mengenai permasalahan yang dialami, dan diusahakan terdapat third party endorsement. Pada saat yang tepat harus ada penjelasan tentang kondisi perusahaan yang sebenarnya, kejujuran akan dihargai oleh publik dibandingkan dengan penghindaran dan pengabaian kelemahan perusahaan.  Kelemahan yang ada agar dibuat upaya-upaya perbaikan dan program pencegahan.  Hal ini akan lebih berarti lagi bila ada semacam testimoni dari pihak ketiga/konsumen mengenai manfaat program perbaikan perusahaan yang telah dirasakan.

Bila masih terdapat permasalahan hukum dan reputasi, disarankan agar perusahaan menjalin kerjasama dan meminta dukungan dari asosiasi industri yang terkait.  Alternatifnya adalah melalui legal advocacy dari asosiasi tersebut. Asosiasi dapat berperan serta untuk mendampingi perusahaan yang sedang bermasalah dan ikut mencarikan jalan keluar.

Sumber Bacaan:

  1. Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko No:5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003.
  2. Gayatri R.A. “What is your reputation worth &How much are you prepared to put at risk?” Dibawakan pada Practicing Risk Manager Forum, The 2 nd Annual Conference: Paradigm Shift in Risk Management. Bintan, 16 Maret 2011.
  3. Gayatri, R.A.”Jaga risiko reputasi, jaga Stake Holder.” Majalan Manajemen Risiko: Stabilitas Finansial, no.49, Juli 2010, hal.008. Penerbit: Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia.

 

10 pemikiran pada “Menjaga agar tidak muncul risiko reputasi

  1. Dalam kehidupan keseharian pun, menjaga reputasi adalah hal penting. Apalagi reputasi dalam berbisnis ya bu… Kadangkala bila pernah kena masalah hukum, reputasi sudah dipertanyakan meskipun blm tentu terbukti salah…

    Betul Mechta…dan reputasi ini merupakan resultante dari semua risiko, yang jika tak segera diperbaiki akan menjadi risiko reputasi.

  2. Di instansi saya sudah mulai diterapkan Manajemen Risiko, Bu. Di sini setidaknya ada lima kategori risiko: risiko fraud, risiko strategis/kebijakan, risiko operasional, risiko kepatuhan, dan risiko finansial. Yah, susah-susah gampang ternyata penerapan Manajemen Risiko ini ya, Bu. 😀

    Syukurlah jika perusahaan tempatmu bekerja telah menerapkan manajemen risiko ini, karena sangat berguna agar bisa mengetahui kemungkinan terjadinya risiko sejak dini, dan bagaimana cara mengatasinya.

  3. pengendalian resiko reputasi erat kaitannya dengan humas, mesti pandai2 berhubungan dengan media dan menjaga opini publik, nice artikel… salam 😀

    Humas merupakan ujung tombak…namun sebelumnya masing-masing pihak yang berwenang di dalam perusahaan mesti menjaga kemungkinan risiko yang mungkin terjadi diperusahaan tersebut. Risiko reputasi ini muncul belakangan, sebagai akibat munculnya risiko-risiko yang lain, yang tak segera diatasi.

  4. julianusginting

    trus program antisipasinya seperti apakah??

    Dalam manajemen risiko ada tahapannya, nomor satu memitigasi risiko apa saja yang kemungkinan bisa terjadi di perusahaan tsb. Kebijakan dan guidelines nya sebagai berikut:identifikasi, pengkukuran, limit/pengendalian, escalating issues

  5. I always keep reputation risk by a simple formula, namely “keep commitment”

    Untuk diri sendiri….ya.Komitmen, ini yang penting, selain menjaga sikap dan perilaku.

  6. saya kagum atas reputasi ibu, kalau ibu lektor dibidang perbankan,ingat saya ibu di IPB dibidang pertanian, mohon maaf bila berkenan mungkin ada tulisan ibu dalam bidang pertanian, mungkin kalau ada yang berhubungan dengan obat2 an herbal.
    terima kasih dan sekali lagi mohon maaf. rana.

    Ini Rana teman SMA ya…?
    Waduh kalau soal obat-obatan herbal mestinya Rana yang lebih kompeten karena profesinya sebagai dokter. Lha saya sudah beralih profesi…lebih banyak di keuangan dan manajemen.

  7. Wah bahagia sekali bisa menulis dan bagus, bermanfaat bagi orang lain. Seandainya saya bisa, sy akan berbagi

    Menulis bisa oleh siapa saja, hanya perlu latihan

  8. dwinita

    Bu, lalu bagaimana kita menghitung kerugian atas resiko reputasi ini? apakah harus dicadangkan modal seperti resiko yg lainnya? trims

Tinggalkan komentar