Pindah Kost

Bogor nyaris tiap hari hujan. Sebetulnya kuliah di TP 1 (Tingkat Persiapan Pertama), hanya ada 6 (enam) mata kuliah. Tapi kalau mata kuliahnya tidak ada praktikum, selalu ada responsi. Praktis tiap hari masuk jam 7 sd 12.00 wib. Istirahat, kembali lagi jam 14.00 untuk praktikum.

Jarak dari kampus Baranangsiang ke daerah Sempur lumayan jauh, apalagi tidak dilewati bemo. Seringkali pulang praktikum, hujan, melalui jl. Otista (sekarang jl. Pajajaran) yang kiri kanannya pohon besar dan tajuknya rapat serta melengkung, berbatasan dengan Kebun Raya, membuat suasana tambah seram. Ditambah suara burung, terutama burung kelelawar yang jumlahnya ribuan dan rumahnya di pohon-pohon tua di Kebun Raya. Kondisi ini, ditambah bapak kost yang sering kawatir kalau saya pulang telat, membuat makin tidak nyaman. Setelah cari-cari info, ada tempat kost kosong di jl. Rumah Sakit II, persis di sebelah kampus IPB Baranangsiang. Bapak kost, om Hidir, mengajar di IPB sebagai dosen di Departemen Hama & Penyakit Tanaman.

Lanjutkan membaca “Pindah Kost”

Beda “Dongeng” dan “Berita” di Mata si Kecil

Benar yang dikatakan orang bahwa punya cucu sungguh menyenangkan, apalagi jika cucu sudah bisa diajak mengobrol. Namun sebagai eyang juga harus berhati-hati, tetap harus mengikuti aturan main yang telah disepakati oleh kedua orang tua cucu, agar eyang tidak terlalu memanjakan sehingga nantinya berakibat kurang baik bagi perkembangan cucu.

Cucu saya berada pada usia yang menyenangkan, karena sudah bisa diajak mengobrol, dan sungguh membahagiakan melihat perkembangan sehari-harinya. Hari-hari saya berlalu demikian saja, karena setelah lelah dari bepergian saya akan mendengarkan celotehan cucu yang menceritakan pengalaman nya di sekolah (TK kecil). Lanjutkan membaca “Beda “Dongeng” dan “Berita” di Mata si Kecil”

Pertemuan tahunan di Food Court Pasar Raya

Sejak tiga tahun lalu, EM (panggilan akrab kami) memilih Food Court Pasar Raya  untuk mengadakan pertemuan dengan teman-teman  blogger jika mudik ke Jakarta. Sebelumnya tempat pertemuan bervariasi, namun memang lokasi Pasar Raya yang paling menguntungkan, mudah dicapai melalui kendaraan umum, dan jika membawa kendaraan sendiri tempat parkir cukup luas. Ada yang menyenangkan melihat perkembangan Food Court Pasar Raya ini, jika tiga tahun lalu terasa sepi sekali, kemarin  lebih rame, juga variasi makanan nya lumayan banyak. Saya melihat banyak kelompok pertemanan, keluarga yang asyik mengobrol di beberapa tempat. Pasar Raya ini dulunya Mal yang sangat populer, jika ada teman dari luar negeri yang ingin belanja khas barang produksi Indonesia, saya selalu membawa nya ke Pasar Raya. Sayang, dengan kemunculan berbagai Mal lain, kelihatannya Pasar Raya, serta lingkungan blok M menjadi menurun daya tariknya karena pengunjung punya banyak pilihan lain. Adanya Mal “Blok M Square” diharapkan dapat meningkatkan kondisi lingkungan blok M seperti masa jayanya.

Lanjutkan membaca “Pertemuan tahunan di Food Court Pasar Raya”

Solitaire dan sendiri

Membaca blognya teman disini dan disini, yang mengajak untuk berbagi cerita bagaimana kita menghabiskan waktu sendirian, saya mencoba untuk ikut meramaikan. Saya tak pernah ikutan berbagai kontes yang diadakan oleh teman-teman blogger, maklum masih merasa, menulis di blog sendiripun susah sekali untuk disiplin, walau target saya tak tinggi-tinggi, minimal satu kali dalam satu minggu. Memang kadang jika lagi jenuh (aneh ya, jenuh jadi rajin menulis?), malahan “agak aktif”, bisa seminggu dua kali menulis di blog. Saya tak pernah bermain kartu atau game. Mengapa? Saya sendiri tak tahu, hanya dulunya ayah saya kawatir, karena bermain kartu saat itu konotasi nya bisa digunakan sebagai judi. Pendapat yang aneh, dan hal ini sempat membuatku kesulitan saat saya belajar Statistik, karena contoh yang diberikan oleh dosen, yang berasal dari Sumatra Utara, selalu mengambil contoh kartu remi. Lha saya sendiri tak pernah bermain remi, pengalaman ini membuatku tak membuat banyak batasan pada anak-anak, yang penting adalah memahami risiko nya, dan menjaga agar anak-anak tak berjalan di luar jalur.

Lanjutkan membaca “Solitaire dan sendiri”

Mencoba “Bagel” di Angel-in-us Coffee

Saya beberapa kali melewati cafe ini, sejak dibuka pertama kali bersamaan dengan pembukaan Lotte Mart di jalan Fatmawati. Karena ada tulisan Coffee, dan saya sudah menghindari kopi sejak bertahun lalu, maka saya mengabaikan cafe ini. Sampai suatu hari, setelah membayar tagihan kartu kredit melalui Bank, saya bersama menantu dan cucu pergi ke Lotte Mart, yang dituju bukan Lotte Mart nya karena saya malas antri panjang saat membayar apalagi membawa bayi, tapi mau lihat-lihat vest untuk si sulung di Calisto.

Lanjutkan membaca “Mencoba “Bagel” di Angel-in-us Coffee”

Yang lucu-lucu dari sebuah perjalanan

Pada setiap perjalanan, kita sering menemukan hal aneh maupun lucu. Kadang menggelikan kalau kita tak terlalu lelah, namun juga menyebalkan, terutama kalau kondisi kita lelah, stres, sehingga mudah menjadi tersinggung. Namun karena perjalanan kali ini beserta teman, apalagi didampingi putrinya, yang kebetulan berlibur, maka perjalanan menjadi lebih menyenangkan, banyak sendau gurau, bahkan hal kecilpun sering menjadi bahan tertawaan.

Lanjutkan membaca “Yang lucu-lucu dari sebuah perjalanan”

Mencoba makanan Korea di “Chaesundang”

Hujan yang mengguyur Jakarta akhir-akhir ini membuat badan menjadi kurang sehat, terutama bagi orang seusia saya. Walau sudah pakai baju rangkap, tebal, namun tetesan air hujan sering membuat pusing kepala. Jadi, saat ke kantor dan waktunya makan siang, penginnya makan yang segar dan hangat. Tentang urusan makan sebetulnya tak ada masalah karena kantor saya menjadi satu dengan Mal, yang menyediakan berbagai jenis makanan, tinggal memilih sesuai selera dan uang  yang ada di kantong. Makan di Eat & Eat sudah bosen, karena nyaris dua kali seminggu makan di situ,  rasanya semua jenis makanan di Eat & Eat telah dijelajahi. Kemana ya? Kami bertiga menyelusuri Mal GC, dan mata ini langsung terarah pada makanan Korea. Saya bertanya pada teman, pernah coba makanan Korea? Dan yang jelas ada nasinya…jadi perut pasti kenyang deh.

Lanjutkan membaca “Mencoba makanan Korea di “Chaesundang””

HBH AE678, dan Lingkungan yang Makin Berubah

Setelah Lebaran, undangan mulai bertubi-tubi datang, dari undangan Halal Bil Halal (HBH), reuni sambil silaturahim, kondangan hajatan, maklum bulan Syawal dipercaya bulan yang penuh berkah untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan. Dan teman-teman dari A678, kali ini teman E678 ingin gabung, jadi disepakati kami akan mengadakan HBH sekaligus reuni di Bogor, maklum sebagian dari alumni AE678 bekerja di Bogor dan sekitarnya, sekaligus nostalgia. Alternatif nya, acara diadakan di Cafe Mahatani, yang merupakan kampus kenangan di Baranangsiang, atau di Cafe Gumati. Kalau boleh memilih sih, inginnya di Cafe Mahatani, tempat kami biasa duduk-duduk sambil menunggu kuliah selanjutnya, tempat awal kencan diam-diam dan kegiatan lainnya. Masalahnya, jika di Cafe Mahatani, harus ada tenda tambahan serta katering, dan mengingat kami semua makin bertambah usia, rasanya kok repot kalau masih harus capek mikirin tenda dan lainnya, akhirnya berdasar pemungutan suara on line (lewat milis, maksudnya), disepakati acara diadakan di Cafe Gumati pada tanggal 11 September 2011. Mengapa tanggal 11 September? Bukan apa-apa, awalnya acara HBH ini akan digelar di kebun durian milik Hoky, namun saat bulan Ramadhan Hoky kena serangan jantung dan harus dioperasi, sehingga acara reunian sambil makan durian batal (walau umur kami seharusnya tak boleh lagi makan durian lebih dari 2 pongge).

Lanjutkan membaca “HBH AE678, dan Lingkungan yang Makin Berubah”

MyPadz: New Generation Cafe

Minggu kemarin si sulung bertanya, apa ibu mau menemani buka puasa bersama teman-teman seangkatan  nya di Fak Komputer Int’l UI tahun 2002? Dan karena minggu sebelumnya si sulung sudah menemani kopdar di Food Court Pasaraya, serta saya belum ada acara yang penting, saya menyanggupi untuk datang. Apalagi saya memang mengenal teman seangkatannya ini,  karena sering ada acara yang memungkinkan saling ketemu. Mereka juga pernah mengunjungi rumah kami di Cilandak, dan hubungan pertemanan ini sangat akrab. “Ntar ibu bisa coba ngepadz.” kata si sulung. “Permainan apa itu,” tanya saya. “Nanti deh, ibu akan tahu sendiri.” Kalau ibu mau menemani, aku mau bawa mobil, tapi kalau ibu tak bisa menemani, aku mau naik kendaraan umum saja,” kata si sulung melanjutkan.

Lanjutkan membaca “MyPadz: New Generation Cafe”

Menunggu buka puasa di Sevel

Cerita di blog ini, pada bulan puasa ini lebih banyak yang ringan, maklum setiap hari sudah lelah berkutat dengan jalanan yang macet di Jakarta, yang rasanya semakin bertambah parah. Minggu pertama bulan puasa kemacetan makin menggila, semua orang ingin segera sampai di rumah dan berbuka bersama keluarga.  Jadi, biasanya saya selalu membawa permen atau teh kotak,  untuk memudahkan membatalkan puasa jika terjebak kemacetan pada saat bedug tanda buka puasa berbunyi. Begitu  Azan Magrib, saya melihat, banyak pengendara meminggirkan kendaraannya (sepeda motor, mobil), agar bisa membatalkan puasa dengan minuman yang dibawanya. Jika kita perhatikan, di pinggir jalan berjejer penjual menawarkan berbagai makanan berbuka puasa, yang sangat berguna bagi pengendara yang lupa tak membawa makanan untuk membatalkan puasa. Jika kita melewati jalan tikus (bukan jalan utama), banyak anak muda membagikan tajil  kepada para sopir kendaraan umum, seperti taksi, bajaj, dan sebagainya.

Kehidupan di Ibukota, menuntut warganya tetap bekerja giat walau dalam kondisi berpuasa, dan masing-masing menyiasati dengan gaya berbeda. Teman saya selalu siap aqua di mobil, agar jika saat Azan Magrib masih di tengah jalan, bisa membatalkan puasa. Ada juga yang lebih suka meminggirkan kendaraan, atau mampir di cafe atau restoran, sekedar untuk mengganjal perut sebelum meneruskan perjalanan. Ini yang membuat jalanan lumayan lancar, setelah Azan Magrib, dan kemudian ramai lagi setelah orang selesai sholat Magrib.

Lanjutkan membaca “Menunggu buka puasa di Sevel”