Human Capital Management: Bagaimana strategi meningkatkan competitive advantage melalui Karyawan?

Kita semua memahami, bahwa unsur manusia merupakan faktor yang sangat penting untuk mengembangkan perusahaan. Sebagus apapun sistem yang dibuat, ditentukan oleh orang yang ada dibelakangnya. Oleh karena ilmu yang berkaitan dengan Human Resources Development berkembang pesat, pimpinan perusahaan yang baik akan sangat memperhatikan strategi di bidang pengembangan sumber daya manusia ini.

Strategi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) harus in line dengan strategi bisnis perusahaan, karena untuk mencapai strategi bisnis yang telah digariskan diperlukan kerja sama unsur manusia yang mendukungnya. Pada saat ini telah terjadi transformasi terhadap Human Capital Management, dimana manusia sebagai “engine” dalam proses transformasi

people as engine for transformation

Dari tabel di atas, karyawan bukan lagi sebagai “costs” namun sebagai “human capital” yang memberikan nilai tambah pada perusahaan, dengan adanya inovasi-inovasi. Hasil dari transformasi manusia yang dipandang sebagai biaya dan indikator keberhasilan adalah efisiensi, berubah menjadi sebagai asset perusahaan, dan indikator keberhasilan adalah inovatif dan value creation.

Karyawan sebagai Sumber Daya Manusia dapat memberikan nilai tambah?

Perusahaan perlu menggali nilai-nilai budaya kerja yang baik, dan menggalakannya menjadi suatu Corporate Culture, yang akan memberikan suatu: 1) Performance culture, 2) Sales Culture dan 3) Risk Culture. Corporate Culture akan membantu perusahaan agar para karyawannya mempunyai nilai-nilai dalam sikap dan perilaku yang bertujuan meningkatkan kualitas kinerja, menyadari bahwa perusahaan harus mempunyai nilai jual dalam arti produk atau jasa perusahaan tadi dapat dijual serta mampu bersaing di pasar. Dan yang tak boleh dilupakan adalah risk culture, dimana setiap karyawan didorong untuk menyadari dan dapat memitigasi risiko atas setiap langkah yang dikerjakannya.

Pengembangan human capital ini antara lain dapat dilakukan melalui:
1. Internalisasi Corporate Culture
2. Memastikan pelaksanaan Good Corporate Governance
3. Mengembangkan SDM profesional sebagai human capital yang produktif dan prudent
4. Menciptakan pemimpin/leader sebagai role model & people manager
5. Menegakkan dan meningkatkan kepatuhan hukum

Mengapa kita bisa membedakan bahwa si A dari Bank X sedangkan B dari Bank Y, hanya melihat dari sikap dan perilaku. Keadaan ini disebabkan secara tidak sadar baik A dan B telah tumbuh dan memahami nilai-nilai yang berlaku di Bank masing-masing, sehingga sikap dan perilakunya akan mengikuti pola yang ada di perusahaan masing-masing. Hal ini dapat juga terlihat dari tipe alumni yang berasal dari universitas tertentu. Karena perbedaan berbagai macam tipe karyawan dari latar belakang berbeda-beda ini, pada saat awal diterima sebagai karyawan baru, perlu dilakukan semacam pelatihan agar mereka dari berbagai latar belakang budaya tadi, nantinya akan melebur menjadi satu dan mempunyai nilai-nilai sebagaimana yang digariskan dalam perusahaan tersebut. Pemahaman etika, sikap dan perilaku ini, setiap kali perlu diingatkan, di review, dilakukan motivasi, dan dorongan dalam lingkungan kerja setiap harinya, sehingga setiap karyawan secara tak langsung akan bersikap sebagaimana yang diharapkan dalam budaya kerja perusahaan. Karyawan yang belum bisa bersikap sesuai yang diharapkan akan merasa tak nyaman, sehingga sebetulnya budaya kerja ini merupakan aturan moral, yang secara tak langsung akan dipatuhi oleh orang-orang yang bekerja pada perusahaan tersebut. Budaya transparansi, Good Corporate Governance, dapat dilakukan menjadi satu dalam nilai budaya kerja perusahaan tersebut.

Pada umumnya karyawan baru akan memilih figure tertentu sebagai panutan, oleh karena itu sikap dan perilaku para senior, top management sangat penting, karena mereka berperan sebagai role model yang akan diikuti oleh seluruh jajaran dibawahnya.

Hubungan antara market place dan work place

Perusahaan sebaiknya memperhatikan agar strategi pengembangan karyawan dapat match dan align antara market place dan work place. Strategi perusahaan adalah bagaimana meningkatkan kinerja para karyawan, agar dapat melakukan: a) Bagaimana menyenangkan pelanggan, a) Bagaimana memenangkan persaingan, dan c) Bagaimana membangun perusahaan yang kuat. Keberhasilan strategi ini akan menghasilkan pertumbuhan perusahaan serta karyawan yang prudent. Hubungan emosional karyawan dengan perusahaan diharapkan dapat memberikan nilai-nilai yang menghasilkan: a) employee commitment, b) employee competence dan c) consistency (etos kerja), yang kemudian akan memberikan kultur yang kondusif dalam lingkungan kerja.

Bagaimana perspektif individual karyawan dalam melihat diri sendiri?

Karyawan yang baik dan melihat perlunya pengembangan diri, akan mulai mempertanyakan hal-hal sebagai berikut:
a. Am I performing?
b. What is my developmental goals and objectives?
c. How should I behave?
d. Do I have the necessary skills to perform?
e. What is the organization required of me?
f. Is there sufficient developmental activities to develop my skills?

Karyawan yang baik akan selalu bertanya pada diri sendiri, apakah memang skill yang ada telah dapat bersaing dalam meningkatkan kinerja untuk mendapatkan posisi yang lebih baik? Perusahaan yang mempunyai karyawan seperti ini akan lebih mudah, karena karyawan sendiri yang ingin maju dan meningkatkan kompetensi nya, dan tak hanya sekedar protes untuk mendapatkan posisi tertentu. Namun perusahaan juga harus mempunyai strategi pengembangan SDM yang transparan dan dipahami oleh para karyawan, sehingga karyawan dapat memperkirakan kompetensi apa saja yang diperlukan untuk jabatan tertentu, sehingga karyawan dapat mempunyai perencanaan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya.

Perusahaan yang telah memikirkan karyawan sebagai asset akan mempunyai tabel yang menggambarkan Individual Career Development Plan, sebagai contoh dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel: Individual Development Plan

Individual Development Plan

Dari contoh seperti tabel di atas, akan diketahui apakah seorang karyawan masih mempunyai skill gap, yang kemudian harus ditindak lanjuti dengan memberikan assignment atau pelatihan. Pimpinan karyawan juga akan menilai berapa perkiraan level kemampuan karyawan tersebut, serta kapan dapat dipromosikan, skill apa lagi yang mesti ditambahkan dan sebagainya. Penilaian ini dilakukan terbuka, sehingga karyawan memahami langkah-langkah apa yang diperlukan agar dapat meningkatkan level pekerjaannya. Masing-masing perusahaan dapat menilai, dan menentukan kemampuan apa saja yang diperlukan bagi karyawan, sesuai jenjang dan kedalaman pekerjaan, disesuaikan dengan strategi bisnis perusahaan, agar mampu bersaing di pasar.

Sumber data:

  1. Anonymous.“Towards Human Capital Management: Building Competitive Advantage through People”. Dibawakan pada seminar yang diadakan oleh LPPI, Kemang, 15 Desember 2005.
  2. Pengalaman penulis dalam bekerja di lembaga keuangan.

Iklan

6 pemikiran pada “Human Capital Management: Bagaimana strategi meningkatkan competitive advantage melalui Karyawan?

  1. salam
    saya sebenarnya tak faham mengenai soal ini, tapo kalo bolehh bertanya, mungkin ya Bu secara sekarang kan jamannya sistem kontrak, outsourching, kira2 giman tuh hubungannya dengan kinerja karyawan. saya sempat terpikir mungkin yang kerja kontrak akan lebih bersemangat supya terpakai lagi drpd karyawan berstatus tetap karena merasa toh sudah ada dijalur aman. *maaf ya Bu kalo OOT*

    Nenyok,
    Setiap karyawan akan dinilai kinerjanya, dan ini telah ada ukurannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dibuat secara tertulis…..ditandatangani bawahan dan atasan, diketahui oleh atasan dari atasan langsung.. Dibuat untuk satu tahun anggaran, dan diperiksa tiap bulannya. Karyawan tetap kalau target tak tercapai, banyak deadline nggak dipenuhi akan mendapat teguran tertulis, dipindahkan ketempat grade yang lebih rendah, dan jika tak diperbaiki maka kinerjanya akan jelek. Kinerja ini akan mempengaruhi insentif, bonus, promosi dsb nya….dan ada aturan yang nantinya dia juga harus ambil pensiun dini.

  2. Saya ingin mengomentari dari sisi lain Human Capital ini. Istilah Human Capital ini memang termasuk relatif baru karena baru pada beberapa dekade ini orang sadar akan pentingnya skill dan knowledge yang “diinvestasikan” melalui para karyawannya. Walaupun begitu, pada saat inipun masih banyak ekonom yang menempatkan Human Capital ini bagian dari Labour saja.

    Bahkan kini di era Intangible Economy atau Digital Economy saat ini, beberapa ekonom memasukkan unsur kelima ke dalam Faktor Produksi/Factor of Production (selain Land, Labour, Capital dan Human Capital) yaitu: Intellectual Capital atau Information Capital di mana semakin diakui, terutama di era informasi ini, bahwa investasi di dalam sistem informasi menjadi sangat penting dan tidak terpisahkan lagi dalam sebuah sistem produksi. Terlebih lagi…. trend di dalam sistem informasi sudah mulai bergerak dari sekedar database menuju knowledge-base yang semakin menunjukkan betapa investasi dalam sistem informasi menjadi sangat signifikan dalam faktor produksi atau dalam sebuah sistem produksi…..

    Kang Yari NK,
    Justru ini yang harus disadari oleh kaum muda, untuk mengembangkan dirinya, karena nantinya bersaingnya pada kompetensi. Dan investasi pada human capital ini mahal, namun memang bermanfaat bagi perusahaan, oleh karena itu ada beberapa aturan yang membuat para karyawan yang telah dibiayai dalam pendidikan Master/MBA harus menandatangani kontrak untuk bekerja 2 n +1. Demikian juga jika dikirim seminar keluar negeri, hasilnya harus dipresentasikan, dan diteliti apakah ada yang bisa langsung diaplikasikan dilapangan, atau perlu ada beberapa modifikasi

    Saat ini diperlukan kesadaran baik manajemen perusahaan, pemilik maupun karyawan, bahwa investasi sumber daya manusia ini perlu. Kemajuan teknologi informasi juga harus bisa diikuti seluruh karyawan, dan tekn informasi ini harus dapat menunjang strategi bisnis. Oleh karena itu, antara IT dan bisnis harus sering diskusi dan ketemu, karena IT juga sangat menunjang dalam faktor produksi.

  3. Bu, kapan perusahaan harus mengembangkan human capitalnya? Apa bisnis UKM jg harus berinvestasi u/ mengembangkan karyawannya sementara di sisi lain dana investasi akan bisa digunakan untuk kegiatan bisnis yg lainnya seperti pemasaran, menambah bahan baku, dsb? Terima kasih.
    Eniwei, nice post bu 🙂

    <em>Wenny,
    Yang dimaksud mengembangkan kan tidak harus mengirimkan karyawan ke pelatihan, namun pimpinan bisa mengajarkan cara bekerja yang baik, agar produktivitasnya meningkat. Pengembangan bisa dilakukan atas inisiatif dari diri sendiri maupun dari perusahaan.

  4. Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 5 Juli 2008

    Matinya Ilmu Administrasi dan Manajemen
    (Satu Sebab Krisis Indonesia)
    Oleh Qinimain Zain

    FEELING IS BELIEVING. C(OMPETENCY) = I(nstrument) . s(cience). m(otivation of Maslow-Zain) (Hukum XV Total Qinimain Zain).

    INDONESIA, sejak ambruk krisis Mei 1998 kehidupan ekonomi masyarakat terasa tetap buruk saja. Lalu, mengapa demikian sulit memahami dan mengatasi krisis ini?

    Sebab suatu masalah selalu kompleks, namun selalu ada beberapa akar masalah utamanya. Dan, saya merumuskan (2000) bahwa kemampuan usaha seseorang dan organisasi (juga perusahaan, departemen, dan sebuah negara) memahami dan mengatasi krisis apa pun adalah paduan kualitas nilai relatif dari motivasi, alat (teknologi) dan (sistem) ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Di sini, hanya menyoroti salah satunya, yaitu ilmu pengetahuan, sistem ilmu pengetahuan. Pokok bahasan itu demikian penting, yang dapat diketahui dalam pembicaraan apa pun, selalu dikatakan dan ditekankan dalam berbagai forum atau kesempatan membahas apa pun bahwa untuk mengelola apa pun agar baik dan obyektif harus berdasar pada sebuah sistem, sistem ilmu pengetahuan. Baik untuk usaha khusus bidang pertanian, manufaktur, teknik, keuangan, pemasaran, pelayanan, komputerisasi, penelitian, sumber daya manusia dan kreativitas, atau lebih luas bidang hukum, ekonomi, politik, budaya, pertahanan, keamanan dan pendidikan. Kemudian, apa definisi sesungguhnya sebuah sistem, sistem ilmu pengetahuan itu? Menjawabnya mau tidak mau menelusur arti ilmu pengetahuan itu sendiri.

    Ilmu pengetahuan atau science berasal dari kata Latin scientia berarti pengetahuan, berasal dari kata kerja scire artinya mempelajari atau mengetahui (to learn, to know). Sampai abad XVII, kata science diartikan sebagai apa saja yang harus dipelajari oleh seseorang misalnya menjahit atau menunggang kuda. Kemudian, setelah abad XVII, pengertian diperhalus mengacu pada segenap pengetahuan yang teratur (systematic knowledge). Kemudian dari pengertian science sebagai segenap pengetahuan yang teratur lahir cakupan sebagai ilmu eksakta atau alami (natural science) (The Liang Gie, 2001), sedang (ilmu) pengetahuan sosial paradigma lama krisis karena belum memenuhi syarat ilmiah sebuah ilmu pengetahuan. Dan, bukti nyata masalah, ini kutipan beberapa buku pegangan belajar dan mengajar universitas besar (yang malah dicetak berulang-ulang):

    Contoh, “umumnya dan terutama dalam ilmu-ilmu eksakta dianggap bahwa ilmu pengetahuan disusun dan diatur sekitar hukum-hukum umum yang telah dibuktikan kebenarannya secara empiris (berdasarkan pengalaman). Menemukan hukum-hukum ilmiah inilah yang merupakan tujuan dari penelitian ilmiah. Kalau definisi yang tersebut di atas dipakai sebagai patokan, maka ilmu politik serta ilmu-ilmu sosial lainnya tidak atau belum memenuhi syarat, oleh karena sampai sekarang belum menemukan hukum-hukum ilmiah itu” (Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 1982:4, PT Gramedia, cetakan VII, Jakarta). Juga, “diskusi secara tertulis dalam bidang manajemen, baru dimulai tahun 1900. Sebelumnya, hampir dapat dikatakan belum ada kupasan-kupasan secara tertulis dibidang manajemen. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa manajemen sebagai bidang ilmu pengetahuan, merupakan suatu ilmu pengetahuan yang masih muda. Keadaan demikian ini menyebabkan masih ada orang yang segan mengakuinya sebagai ilmu pengetahuan” (M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, 2005:19, Gajah Mada University Press, cetakan kedelapan belas, Yogyakarta).
    Kemudian, “ilmu pengetahuan memiliki beberapa tahap perkembangannya yaitu tahap klasifikasi, lalu tahap komparasi dan kemudian tahap kuantifikasi. Tahap Kuantifikasi, yaitu tahap di mana ilmu pengetahuan tersebut dalam tahap memperhitungkan kematangannya. Dalam tahap ini sudah dapat diukur keberadaannya baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Hanya saja ilmu-ilmu sosial umumnya terbelakang relatif dan sulit diukur dibanding dengan ilmu-ilmu eksakta, karena sampai saat ini baru sosiologi yang mengukuhkan keberadaannya ada tahap ini” (Inu Kencana Syafiie, Pengantar Ilmu Pemerintahan, 2005:18-19, PT Refika Aditama, cetakan ketiga, Bandung).

    Lebih jauh, Sondang P. Siagian dalam Filsafat Administrasi (1990:23-25, cetakan ke-21, Jakarta), sangat jelas menggambarkan fenomena ini dalam tahap perkembangan (pertama sampai empat) ilmu administrasi dan manajemen, yang disempurnakan dengan (r)evolusi paradigma TOTAL QINIMAIN ZAIN (TQZ): The Strategic-Tactic-Technique Millennium III Conceptual Framework for Sustainable Superiority, TQZ Administration and Management Scientific System of Science (2000): Pertama, TQO Tahap Survival (1886-1930). Lahirnya ilmu administrasi dan manajemen karena tahun itu lahir gerakan manajemen ilmiah. Para ahli menspesialisasikan diri bidang ini berjuang diakui sebagai cabang ilmu pengetahuan. Kedua, TQC Tahap Consolidation (1930-1945). Tahap ini dilakukan penyempurnaan prinsip sehingga kebenarannya tidak terbantah. Gelar sarjana bidang ini diberikan lembaga pendidikan tinggi. Ketiga, TQS Tahap Human Relation (1945-1959). Tahap ini dirumuskan prinsip yang teruji kebenarannya, perhatian beralih pada faktor manusia serta hubungan formal dan informal di tingkat organisasi. Keempat, TQI Tahap Behavioral (1959-2000). Tahap ini peran tingkah-laku manusia mencapai tujuan menentukan dan penelitian dipusatkan dalam hal kerja. Kemudian, Sondang P. Siagian menduga, tahap ini berakhir dan ilmu administrasi dan manajemen akan memasuki tahap matematika, didasarkan gejala penemuan alat modern komputer dalam pengolahan data. (Yang ternyata benar dan saya penuhi, meski penekanan pada sistem ilmiah ilmu pengetahuan, bukan komputer). Kelima, TQT Tahap Scientific System (2000-Sekarang). Tahap setelah tercapai ilmu sosial (tercakup pula administrasi dan manajemen) secara sistem ilmiah dengan ditetapkan kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukumnya, (sehingga ilmu pengetahuan sosial sejajar dengan ilmu pengetahuan eksakta). (Contoh, dalam ilmu pengetahuan sosial paradigma baru milenium III, saya tetapkan satuan besaran pokok Z(ain) atau Sempurna, Q(uality) atau Kualitas dan D(ay) atau Hari Kerja – sistem ZQD, padanan m(eter), k(ilogram) dan s(econd/detik) ilmu pengetahuan eksakta – sistem mks. Paradigma (ilmu) pengetahuan sosial lama hanya ada skala Rensis A Likert, itu pun tanpa satuan). (Definisi klasik ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara teratur. Paradigma baru, TQZ ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara teratur membentuk kaitan terpadu dari kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukum yang rasional untuk tujuan tertentu).

    Bandingkan, fenomena serupa juga terjadi saat (ilmu) pengetahuan eksakta krisis paradigma. Lihat keluhan Nicolas Copernicus dalam The Copernican Revolution (1957:138), Albert Einstein dalam Albert Einstein: Philosopher-Scientist (1949:45), atau Wolfgang Pauli dalam A Memorial Volume to Wolfgang Pauli (1960:22, 25-26).
    Inilah salah satu akar masalah krisis Indonesia (juga seluruh manusia untuk memahami kehidupan dan semesta). Paradigma lama (ilmu) pengetahuan sosial mengalami krisis (matinya ilmu administrasi dan manajemen). Artiya, adalah tidak mungkin seseorang dan organisasi (termasuk perusahaan, departemen, dan sebuah negara) pun mampu memahami, mengatasi, dan menjelaskan sebuah fenomena krisis usaha apa pun tanpa kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukum, mendukung sistem-(ilmu pengetahuan)nya.

    PEKERJAAN dengan tangan telanjang maupun dengan nalar, jika dibiarkan tanpa alat bantu, membuat manusia tidak bisa berbuat banyak (Francis Bacon).

    BAGAIMANA strategi Anda?

    *) Ahli strategi, tinggal di Banjarbaru – Kalsel, email: tqz_strategist@yahoo.co.id (www.scientist-strategist.blogspot.com).

  5. iwan mu'min b

    Bu..tulisan nya bagus banget…saat ini saya sebagai manager lini di perusahaan di bandung dan sekarang sedang menyelesaikan MM konsentrasi di HR Management…
    Memang sekarang ini , konsep meningkatkan Competitive Advantage melalui sisi Human Capital sudah harus menjadi perhatian perusahaan…
    Bergesernya nilai nilai pekerjaan di pekerja Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan…kalau ini terus berlanjut, maka secara value, pekerja Indonesia tidak akan memiliki nilai jual sama sekali dibandingkan dengan perusahaan asing…

  6. nursuudin

    saya sangat suka dengan tulisan ibu….

    mohon ijin untuk share tulisan ibu yg ini di perusahaan tempat saya bekerja(bank mandiri)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s