Kemampuan Mengembangkan Orang Lain

Melanjutkan pembahasan pada tulisan sebelumnya, tentang bagaimana peran seorang Pimpinan dalam menciptakan generasi penerus, maka pada saat ini telah dikembangkan pengenalan kompetensi pada para staf/karyawan, baik hard kompetensi maupun soft kompetensi. Ternyata soft kompetensi ini lebih sulit dalam penerapannya, dan bagaimana cara membuat pelatihannya. Jika seseorang dinilai masih kurang kemampuan skill dan knowledgenya, jenis pendidikan yang sesuai sudah banyak dilakukan sejak dulu, walaupun tetap harus disesuaikan dengan kemajuan zaman. Salah satu dari soft kompetensi ini adalah kemampuan mengembangkan orang lain.

Apakah kita perlu mempunyai kemampuan mengembangkan orang lain? Kelihatannya sederhana, namun kemampuan mengembangkan orang lain, diperlukan oleh suatu organisasi agar organisasi tumbuh dan berkembang, didukung oleh para staf yang handal. Bagaimana agar para staf/karyawan mempunyai kemampuan yang terus berkembang? Tentu saja diperlukan seorang Pimpinan yang mampu mengembangkan kemampuan anak buahnya. Seorang Pemimpin Cabang kelas A misalnya, harus mempunyai kompetensi mengembangkan orang lain, minimal pada kedalaman 3 (tiga), agar dapat memimpin para karyawan di Cabang tersebut dan menghasilkan kinerja yang baik.

a. Apa yang dimaksud dengan kemampuan mengembangkan orang lain (Developing Others)?

Definisi: Mengembangan Orang Lain adalah keinginan tulus untuk mendorong proses belajar dan pengembangan orang lain untuk jangka panjang sesuai dengan kebutuhan.

Tujuan utama dalam mengembangkan orang lain ini harus jelas, bukan sekedar pelatihan formal. Hal ini perlu ditegaskan, khususnya untuk mengembangkan orang lain pada tingkat yang rendah, yang mungkin bisa rancu dengan kompetensi pengarahan (directiveness) pada tingkat yang rendah. Yang membedakan kompetensi tersebut adalah intensinya yang berfokus pada keinginan untuk mengembangkan orang lain.

Pada tahap awal, kemampuan mengembangkan orang lain dimulai dari berpandangan positif atas potensi orang lain. Pada tahap ini, kita percaya bahwa pada dasarnya orang lain memiliki keinginan dan kemampuan untuk belajar dan meningkatkan kinerja mereka. Sedangkan pada tahap berikutnya, Pimpinan memberikan instruksi yang lebih rinci, memberi contoh pada pekerjaan sehari-hari, menjelaskan bagaimana mengerjakan suatu pekerjaan, memberi saran yang spesifik dan bermanfaat. Sedangkan seorang Pimpinan Cabang sudah selayaknya mempunyai kompetensi Mengembangkan Orang Lain pada kedalaman yang lebih tinggi, yaitu: a) memberi pengarahan dan contoh nyata berikut alasan sebagai bagian dari pelatihan, b) memberi dukungan atau bantuan praktis untuk mempermudah bawahan melakukan pekerjaaannya (misalkan menyediakan sumber daya tambahan yang bersifat sukarela, peralatan, informasi, saran dari tenaga ahli), c) mengajukan pertanyaan atau melakukan pengujian untuk memastikan apakah orang lain telah memahami penjelasan dan pengarahan tersebut.

b. Bagaimana praktek dilapangan?

Kalau kita melihat di lingkungan sekitar kita, secara tak langsung kita bisa melihat ada beberapa orang yang memang berbakat mengembangkan orang lain, dengan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Pengembangan terhadap para staf ini juga akan menghasilkan hasil yang berbeda, tergantung dari sifat dan kemampuan atasan tersebut. Ada orang yang sangat berbakat di bidang operasional, dan ada orang yang sangat berbakat dalam bidang riset. Dari pengalaman mendapat atasan yang berbeda-beda, selain mendapat kesempatan menyesuaikan diri dengan gaya kepemimpinan atasan, saya bersyukur juga menjadi dipaksa untuk terlatih mengamati orang, menilai karakter dan kompetensi orang, apakah nantinya seseorang dapat ditugaskan pada bidang yang sangat spesifik, atau bisa ditugaskan dalam bidang yang lebih general.

Atasan saya pernah mengatakan, kalau kita mempunyai anak buah, kita harus mempelajari betul karakter anak buah tersebut. Ada orang yang diberitahu cepat menangkap, ada yang mempunyai inisiatif…namun ada juga anak buah yang semakin di dorong, malah semakin diam, kata atasan saya seperti kura-kura….makin di dorong makin kuat cengkeramannya untuk tetap diam…. Sayang saya tak tahu apa betul kura-kura seperti itu, namun dari pengamatan dan pengalaman, memang ada orang yang bersifat seperti itu. Justru karena sifat dan kompetensi yang berbeda ini, bidang HRD sangat menarik, bagaimana bisa menempatkan orang sesuai kompetensinya.

Pelatihan dalam pekerjaan sehari-hari sangat penting, karena atasan dapat berinteraksi langsung dan melihat hasilnya. Pada saat masih karyawan baru, penugasan lebih sederhana, instruksi lebih rinci, dan dimonitor pada jangka tertentu. Saya dulu punya atasan, yang suka mempercepat dead line, sehingga kalau terjadi kekacauan karena pekerjaan anak buah tak sesuai harapan masih ada waktu untuk membenahi. Staf baru belum mendapat penugasan yang mengandung risiko tinggi, atau penugasan yang dapat menyebabkan kekacauan pada jangka waktu penyelesaian tugas. Disadari, mendidik staf baru adalah pekerjaan yang sangat menantang. Jika telah menjadi senior staf, maka senior staf tadi ikut bertugas mendidik yunior staf yang baru masuk. Staf senior tak dapat dipindahkan atau mendapat promosi, jika staf yunior hasil didikannya belum dapat menggantikan pekerjaannya. Dengan demikian tak hanya Pimpinan unit kerja yang bertanggung jawab dalam mengembangkan orang lain, namun para staf senior sudah mulai dilatih untuk berperan serta mengembangkan orang lain, sehingga pada suatu saat nanti, jika yang bersangkutan telah menjadi Pimpinan unit kerja, akan mempunyai pengalaman dan kemampuan dalam mengembangkan anak buahnya. Jika rekrutmen bagus, maka dalam satu bulan, yunior staf sudah mulai bisa diajak bekerja dalam tim, ikut dalam rapat antar unit kerja, dan dalam tiga bulan mereka mulai dapat dilepas untuk mewakili unit kerja untuk bidang pekerjaan yang spesifik. Namun juga perlu diperhatikan bahwa kemampuan masing-masing yunior tidak sama, sehingga atasan perlu memberikan tugas dan pendekatan yang berbeda bagi setiap orang. Pelatihan yang diadakan terus menerus, terstruktur sebagaimana pada butir a diatas, akan menghasilkan seorang staf yang kualified dan sesuai dengan budaya organisasi yang diharapkan.

Catatan:

Tulisan tersebut berdasar pengalaman dan pengamatan penulis, yang kemungkinan sangat berbeda penerapannya pada masing-masing perusahaan.

Sumber bacaan:

  1. Pelatihan Kompetensi melalui Observasi perilaku. Implement: People Management Consultants. Jakarta, 2005
  2. Pengalaman penulis sebagai pengajar dan memimpin Divisi Pelatihan di suatu BUMN
  3. Pengamatan penulis saat ditugaskan pada Divisi Bisnis

27 pemikiran pada “Kemampuan Mengembangkan Orang Lain

  1. Walaupun memang mengembangkan orang lain merupakan bidang dari SDM, namun tentu saja kemampuan ini sebaiknya ada pada setiap orang, baik bawahan dan (terlebih2) atasan.

    Sifat mengembangkan orang lain ini juga sebaiknya kita bawa keluar dari tempat pekerjaan seperti di rumah dan di lingkungan kita, agar paling sedikit kitapun senantiasa terbiasa dengan naluri “mengembangkan” orang lain tersebut contohnya seperti terhadap pembantu kita, teman-teman kita (lain kantor) yang kurang berkembang dan lain-lain sehingga sedikit banyak juga kita membantu masyarakat di sekitar kita untuk “berkembang”.

    Nah…. yang paling sulit juga… menghilangkan sifat “gaji sama… ngapain kita belajar lebih banyak”, seolah2 belajar lebih banyak hanya diidentikkan dengan bekerja lebih banyak dan lebih keras dari teman selevelnya. Nah, keadaan seperti ini juga yang harus dihilangkan karena menghambat perkembangan SDM. Padahal belajar lebih banyak adalah untuk kepentingannya sendiri bukan semata2 untuk lebih membebankan pekerjaan…….

    Yari NK,
    Kemampuan mengembangkan orang lain, pada dasarnya masing-masing orang telah memiliki…namun kemudian dikembangkan menjadi bentuk pelatihan. Dan ternyata bagi saya pribadi hal ini sangat bermanfaat, bukan hanya pada dunia pekerjaan, namun juga dalam manajemen keluarga, terhadap anak, keponakan, pembantu dsb nya.

  2. yg dperlukan dlm pembelajaran adalah guru yg baik dan murid yg baik. menurutku guru yg baik adalah yg mampu utk menyampaikan materi, bkn_sekedar / tdk_harus menguasai materi. nah tentunya kan sdh ada smcm kurikulum pembelajaran, dari situ kan baik guru maupun murid bisa sama-sama belajar…

    Herry setyono,
    Agar berhasil memang diperlukan kesediaan kedua belah pihak (baik atasan maupun bawahan), guru dan murid, atau dalam lingkungan keluarga adalah para pihak…..dengan masing-masing berniat tulus untuk terus belajar, saling sharing pengetahuan dan pengalaman, banyak hal yang bisa dipelajari.

  3. adipati kademangan

    Kemampuan mengembangkan orang lain itu merupakan salah satu skill tersendiri bu. Saya pernah punya teman yang menurut saya hebat dalam mengerjakan sesuatu (pekerjaannya) bahkan terbilang sangat jenius dan berpengalaman di bidangnya. Tetapi ketika dia berbicara secara teknis tentang pekerjannya kepada saya (kami), kata-katanya sulit dimengerti, tekniknya sangat asing bagi saya yang awam. Kelihatannya dia mengalami kesulitan mengeluarkan isi pikirannya.
    Bisa jadi dia orang yang sangat cerdas, tapi untuk mencerdaskan dan mengembangkan orang pada level dibawahnya butuh keahlian yang memadai.

    Adipati Kademangan,
    Saat ini orang semakin memahami, bahwa yang perlu dilatih tak hanya skill (yang termasuk hard competency), namun juga soft competency. Karena soft competency ini mampu mendorong energi dari dalam diri kita, untuk meningkatkan skill dan knowledge yang telah ada. Diperlukan pelatihan dan kesediaan para partisipan untuk mau belajar dan meningkatkan kemampuan diri sendiri…temanmu tadi jika dilatih terus menerus, akan mempunyai kemampuan berhubungan dengan orang lebih baik…hasilnya pasti akan lebih baik lagi.

  4. >Saya dulu punya atasan, yang suka mempercepat >dead line, sehingga kalau terjadi kekacauan >karena pekerjaan anak buah tak sesuai harapan >masih ada waktu untuk membenahi.

    Saya juga seperti atasan ibu, dan itu juga saya berlakukan pada diri sendiri.

    Ikkyu_san,
    Dari pengalaman mempunyai berbagai atasan, kita bisa memetik hal-hal positif dari beliau masing-masing….dan kemudian diterapkan pada gaya kepemimpinan kita, mana yang paling sesuai. Namun inipun juga harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing bawahan…..

  5. menarik. sharing dikit ya, Bu.

    saya sudah mengalami pergantian pemimpin unit kerja dan mengamati kedua metode yang diterapkan. beruntung sekali, keduanya setipe. perhatian pada anak buah, selalu memberi dorongan dan masukan, tidak pelit dalam memberi penghargaan (bukan berarti obral) dan memberi petunjuk kalau anak buahnya salah.

    tapi keduanya berbeda.

    pemimpin pertama memiliki metode punya ‘wakil’ yang berfungsi sebagai tangan kanannya. kemudian wakil ini akan mem-break down pekerjaan ke staff lainnya.

    pemimpin kedua langsung melibatkan seluruh anak buah dalam proyek di mana anak buah terlibat. seperti saya, misalnya. apapun yang berkaitan dengan kartu kredit cenderung diarahkan ke saya.

    mungkin lain waktu saya akan bertemu pemimpin yang punya gaya lain lagi.

    saya jadi punya bekal buat gaya kepemimpinan saya sendiri, hehehehe

    Utaminingtyazzzz
    ,
    Kita memang bisa belajar dari cara atasan menghandle pekerjaan dan anak buah…yang nantinya menjadi bekal jika suatu ketika kita telah menjadi seorang pimpinan.
    Semoga berhasil.

  6. Berarti sebagai anak buah juga harus tahu karakter atasannya ya bu. Saya paling susah kalo ngobrol dengan orang yang sedikit omongnya dan hampir tidak pernah tersenyum. Baik mengenai pekerjaan atau apa saja, kesannya terlalu serius, tegang dan kurang selera humor.

    Mufti AM,
    Kita memang harus mengenali berbagai tipe dan gaya atasan, juga bawahan kita. Dengan pemahaman ini, komunikasi menjadi lebih lancar, dan hasil pekerjaan akan lebih baik. Juga perhatikan gesture tubuh, kita akan mengenali, atasan/bawahan atau orang yang kita ajak komunikasi, yang pendiam tadi dalam kondisi seperti apa…dengan latihan ini bisa dipelajari….

  7. singkat saja

    jadi semua masih berdasar pada tingkat kebutuhan atau kepentingan?

    Peyek,
    Bukan dalam tingkat kebutuhan atau kepentingan, namun dalam upaya membuat komunikasi lebih baik. Hal ini bisa diterapkan untuk lingkungan kerja, pertemanan, hubungan anggota keluarga dalam rumah tangga dsb nya.

  8. Terima kasih Bunda, Ilmunya sangat bermanfaat. Setidaknya saya bisa melihat dari sisi saya sebagai pelaksana, jika saya kembali bekerja tahun depan. terima kasih

    Yulism,
    Bisa juga diterapkan dalam rumah tangga, tak harus dalam lingkungan kerja

  9. makanya perlu mapping yah bu untuk pengembangan potensi sehingga kita mengetahui mereka2 itu cocoknya dimana aja.

    Arul,
    Ya, kita perlu mapping tentang bagaimana kemampuan kompetensi masing-masing bawahan kita. Dengan pengetahuan ini, maka kita bisa melakukan delegasi wewenang sesuai kemampuannya, sehingga menghindari kekeliruan. Soft kompetensi ini sekarang juga ada pelatihannya, namun mengukur keberhasilannya agak sulit, beda dengan pelatihan hard kompetensi (skill).

  10. Baca tulisan ini terasa sedang kuliah SDM Bunda … salut [no future comment]

    Rindu,
    Gpp Rindu…saya juga sharing pengalaman…hasil dari pelatihan dan setelah diterapkan, memang terasa hasilnya…

  11. Mencari “titik api” dalam diri setiap orang itu yang terpenting. Tugas seorang motivator adalah “memantik” hingga api itu menggelora.
    Asyik…
    Bila, menemukan rahasia ini, jangankan anak buah, bos aja bisa “diperintah”… (betul kan bu?)

    Kangtutur,
    Mungkin istilahnya bukan diperintah, tapi saling memahami dengan lebih baik….

  12. Ibu, tulisan ini sangat bermanfaat untuk kami kembangkan di kantor kami. Memang tidak mudah, namun jika tau polanya rasanya tidak se-complicated yang dikira. Terima kasih, Ibu.

    Daniel Mahendra,
    Dalam memimpin, kita memang melatih gaya kepemimpinan apa yang cocok diterapkan untuk masing-masing anak buah. Dengan mempelajari kompetensi mereka masing-masing (baik hard dan soft kompetensi), hasilnya akan lebih baik, dan tak terbayangkan.

  13. Ibu, terkadang keinginan untuk mengembangkan seseorang terhalang dengan penilaian subyektif yang berkembang lebih dulu sebelum seorang pemimpin/coach mengetahui potensinya. Saya pernah mengalami ini Bu, sehingga saya perlu mengambil jarak sejenak agar bisa lebih jernih memahami potensi dan kelemahannya.

    Hal kedua adalah terkadang kesabaran seorang pemimpin terkuras, karena lupa menilai seseorang dengan benchmark diri sendiri yang tentunya berbeda dengan orang yang akan dikembangkan.

    Mudah-mudahan Ibu bisa memberikan pandangan untuk dua kenyataan yang sering saya alami di atas. Terima kasih Bu.

    Yoga,
    Kita suka lupa bahwa kemampuan bawahan berbeda-beda…dan tak bisa dibandingkan dengan kita yang telah menduduki pimpinan. Bukankah dulu kita juga seperti mereka saat awal mulai bekerja? Namun memang ada beberapa orang yang “sulit”…namun bagi saya, ini lebih merupakan tantangan, apakah kita bisa mengubah dari anak buah yang sulit menjadi anak buah yang berprestasi, dan bisa bekerja dalam team work. Kadang diperlukan pendekatan ekstra…memang terasa melelahkan, namun jika berhasil, kita akan memperoleh kepuasan yang tak dapat dinilai dengan uang.

  14. hedi

    Serasa kuliah lagi bu….., btw Popi siapa ya bu ?

    Hedi,
    Bukankah Hedi suka mengunjungi blognya Poppy? Hedi dari Kediri bukan? Jika bukan, mungkin saya keliru dengan Hedi yang lain.

  15. sebenarnya emang susah untk kasus ini..
    mereka dan kita pasti bedaaaaa

    Okta Sihotang,
    Justru itulah, jika kita bisa menilai kompetensi masing-masing mereka, dan memahaminya, maka akan bisa berkomunikasi secara baik…dalam praktek hal ini bukan tidak mungkin.

  16. kemampuan mengembangkan orang lain, dalam amatan awam saya, sangat dibutuhkan dalam sebuah instansi atau irganisasi, bu. dengan cara demikian itu, tugas dan pekerjaan bisa terdelegasikan dg baik dan tidak menumpuk pada satu orang saja.

    Sawali Tuhusetya,
    Betul pak…justru itulah kemampuan menilai kompetensi (terutama yang soft) sekarang semakin banyak dikembangkan, karena akan menghasilkan kinerja yang baik….dan team work yang solid.

  17. thoha77

    terima kasih atas semua informasinya buk,jadi teringat waktu kuliah.
    memang bener sih,soalnya setelah saya perhatikan benar-benar,ternyata atasan saya juga menerapkan metode seperti ini. tapi kalo untuk anak buah perlu gak ya buk,memberi masukan pada atasan?

    Thoha77,
    Anak buah memang dapat memberi masukan pada atasan. Tapi lihat dulu bagaimana tipe atasan, dan penyampaian secara santun serta melihat situasinya (jangan memberi masukan saat beliau lagi dikejar deadline atau lagi marah).

    Saya lebih suka mengembangkan gaya kepemimpinan yang partisipatif, anak buah bebas memberi saran….namun gaya ini cocok jika anak buah mempunyai kemampuan dan kompetensi yang memadai.

  18. Betul bu, mengembangkan orang lain dalam hal ini calon-calon pemimpin dalam sebuah perusahaan terasa perlu sebagai regenerasi pemimpin yang mumpuni. Hanya kadang prosesnya memang tidak bisa instan seperti calon2 pemimpin yang direkrut seperti halnya pada program manajemen trainee. Tapi semua kembali kepada pilihan maupun tingkat urgensi perusahaan yang bersangkutan.

    Undercover,
    Program MT juga tak bisa secara instan, karena saat awal mereka lebih ditekankan pada penambahan skill dan knowledge agar bisa langsung bekerja. Namun nantinya harus ditambah training yang lain, perusahaan yang baik, akan memperhatikan pelatihan bagi SDM nya, yang tak pernah putus, sampai karyawan tadi memasuki usia Masa Persiapan Pensiun.

  19. jakatan

    wah terima kasih bu, blog ini nantinya bisa jadi tempat konsultasi (gratis) ya bu ….. hehehe ..
    ehm kebetulan saya juga menangani HRD di persh swasta ……

    saya baru tahu blog ini hari ini bu …… jadi blm bisa komentar banyak ……

    salam,

    Jakatan,
    Makasih, semoga kita bisa saling sharing pengalaman yang positif….

  20. kemampuan mengembangkan orang lain, bagi saya ini penting bukan saja untuk menyiapkan sumberdaya yang mumpuni dan calon pemimpin. tetapi bagi saya tindakan kita memotivasi dan mengembangkan orang lain, adalah juga bagian dari proses kita belajar dan bertumbuh. jadi saya pikir lebih tepat dikatakan tindakan saling mengembangkan diri..

    salam hangat

    Andreas,
    Betul sekali…sebetulnya saat mengembangkan orang lain, kita juga belajar banyak dari mereka…hal-hal yang tak pernah kita sadari. Dalam hal ini, kita memang menjadi saling belajar.

  21. salam kenal bu, kayaknya kita punya perhatian yang sama. senang bisa belajar dari tulisan ibu.
    salam,

    Progoharbowo,
    Terimakasih pak….karena kunci pengembangan perusahaan adalah pada SDM.
    Salam kembali

  22. Salam kenal Ibu, posting yang sangat menarik dan memberikan pemahaman yang sangat baik. Mengembangkan orang bawahan atau orang lain harus dilandasi semangat “keberhasilan seorang pemimpin adalah mampu menciptakan pemimpin yang baru”, semangat ini harus tetap hidup agar kita tidak mudah menyerah dalam menjalankannya. Manusia tidak ada yang sama, kita harus mengenali lebih jauh masing2 anggota kita : profile, latarbelakang (pendidikan dan pengalaman) dan menggali motivasi bekerja, agar lebih memudahkan kita menggunakan pendekatan yang lebih tepat terhadap masing2 person. Menciptakan, membangun serta memelihara “kepercayaan” anggota team terhadap kita mutlak diperlukan. Sharing Ibu, saya akan berusaha merubah kebiasaan (Say, Do and Look) yang pertama agar timbul “Feel and Believe” ini akan sangat membantu.
    Terima kasih ya Ibu …, mohon untuk tidak berkeberatan sharing2 ilmunya lagi.

    David Pangaribuan,
    Senang jika tulisan saya ada manfaatnya.
    Makasih kunjungannya ke blog ini.

    Salam

Tinggalkan komentar