Kenapa mesti malas ke dokter?

Seringkah anda pergi ke dokter? Sekedar mengecek kesehatan, atau pemeriksaan rutin? Kita mungkin sering malas ke dokter, terutama jika badan tak ada keluhan sama sekali. Selain waktu yang telah habis untuk bekerja, pergi ke dokter kalau hanya untuk pemeriksaan rutin harus menyediakan waktu khusus. Biasanya waktu tersebut hari Sabtu, dan inipun seringkali sudah penuh dengan acara sosial yang sulit pula dihindari, kalau tak ingin dibilang, tak mau bergaul.

Dari berbagai dokter tadi, saya paling malas pergi ke dokter kandungan dan dokter gigi. Kenapa? Antrinya lama sekali, mesti pesan tempat sebelumnya, dan pemeriksaannya juga lama….dan yang jelas tak nyaman, sebagus apapun rumah sakit tempat dokter tersebut berpraktek. Namun saya tetap harus rajin mengunjungi dokter kandungan, minimal setahun sekali, untuk USG dan pap smear, apalagi diperutku memang ada myom. Dan ketika saya mengkawatirkan tentang hal ini, dokter kandungan dengan senyum simpatiknya, cuma menjawab…”Setiap satu dari empat wanita mempunyai myom. Jadi jangan kawatir, kalau tak mengganggu tak masalah, kalau membesar dan mengganggu baru dibuang.” Duhh, mudahnya beliau berbicara, padahal hati ini sudah kedap kedip. Terakhir saya kedokter langganan ini kira-kira empat tahun yang lalu, karena sesudah itu fasilitas GMCU (General Medical Check Up) dari perusahaan setahun sekali, yang termasuk juga untuk pap smear test.

Sariawan yang sempat mengganggu jadual kerja dan sampai seminggu tak sembuh, membuatku harus berpikir ulang. Awalnya saya mau memeriksakan ke dokter spesialis penyakit dalam, apakah sariawan yang “agak lama” sembuhnya ini ada kaitan dengan penyakit lainnya, seperti sakit maag dll. Tak disangka, saya menerima telepon dari teman suami di Bandung, dia menganjurkan agar saya mendatangi dokter kandungan, sekaligus mengecek hormon. Dia pernah mengalami sariawan nyaris sebulan, ternyata karena “low estrogen“, dan setelah mendapatkan terapi estrogen maka dia kembali sehat dan kuat melakukan pekerjaannya walaupun bekerja dari pagi sampai tengah malam. Setelah mendapat telepon dari teman, saya segera mendaftar untuk pemeriksaan pada salah dokter kandungan yang berpraktek di RS Medistra. Kebetulan dokter kandungannya perempuan, dan umurnya kira-kira hampir sama dengan saya, sehingga obrolan bisa lebih mudah. Dari obrolan, beliau menyarankan agar saya rajin kontrol, paling tidak enam bulan sekali, karena di perutku ada myom, yang mudah2an tak menimbulkan masalah dan bisa mengecil sesuai pertambahan umur saya. Beliau tak menyarankan terapi estrogen, tapi jika saya merasa perlu, beliau tetap memberikan pengantar ke lab. Senang sekali mendengar ini, karena dalam hati saya juga tak menginginkan terapi ini, mengingat sejak dulu para perempuan masih kuat bekerja sampai tua (seperti nenekku), dan dokter tadi juga berpendapat pasti Allah swt telah memikirkan hal ini. Entah karena sugesti atau apa, sariawan saya langsung hilang, padahal tak diobati apa-apa dari dokter tsb.

Akhirnya saya juga memaksakan diri mengunjungi dokter gigi, karena saya juga udah lama sekali tak melakukan perawatan gigi, jangan-jangan sariawan juga ada pengaruhnya dengan masalah gigi. Kebetulan di klinik Ratna, ada dokter gigi yang praktek pagi maupun sore. Tak disangka, karena pagi, pasiennya nggak banyak, jadi satu jam kemudian perawatan gigi sudah selesai. Sebagaimana gigi orang zaman dulu, saya tak mengenal kawat gigi, sehingga sebetulnya saya memerlukan perawatan gigi yang rutin untuk membersihkan karang gigi. Apalagi karang gigi saya cepat sekali pertumbuhannya, karena hobi minum teh minimal sehari dua kali, dan kadang-kadang minum kopi.

Hmm..sebetulnya setelah perawatan badan terasa nyaman, gigi terasa bersih dan hati lega. Saya ingat obrolan dengan dokter kandungan dan dokter gigi, yang membahas penyebab stres di masyarakat dewasa ini, yang mengakibatkan berbagai rasa sakit muncul ke permukaan. Mungkinkah sariawan saya ada korelasinya dengan stres? Kayaknya mungkin sekali, kelelahan, kesibukan, apalagi bulan Maret adalah bulan yang penuh kesibukan.

19 pemikiran pada “Kenapa mesti malas ke dokter?

  1. saya pun sudah lama gigi nya berlubang, malas sekali ke dokter gigi, terakhir waktu SD, hihihi.
    Minum teh, sehari bisa tiga gelas, ngerokok juga, barangkali sudah menjadi terumbu karang ya Bu.
    :mrgreen:

    Goop,
    Hehehe…padahal tiap ke dokter gigi diomeli, terutama oleh dokter gigi langganku dulu (sekarang alm). Karena anak-anak rajin ke dokter gigi, tentunya dengan diantar si mbak, berangkat jam 4 pm, membawa bekal makanan, nanti di sana menunggu sambil main ayunan…pas saya datang jam 8 malam langsung dari kantor, anakku kadang baru masuk dan diperiksa. Saya beberapa kali janji mau datang, tak bisa karena ada halangan rapat dadakan dari kantor.

    Nanti kalau saya tak bisa mampir, dia menulis surat dan saya membayar melalui surat juga (dibawa oleh si mbak) atau langsung kerekening ibu dokter gigi yang baik ini. Sayang umur beliau tak panjang.

  2. waduh, kalau harus sering berhubungan dengan dokter, maksud saya check up, saya paling malas, bu enny. ini bisa jadi kebiasaan waktu kecil yang trauma ketika melihat jarum suntik. trauma itu akhirnya terbawa sampai berkeluarga. tapi, repotnya, saya justru sering menasihati anak2 agar selalu periksa ke dokter kalau terindikasi badannya sakit. wah, ternyata tidak mudah jadi orang tua yang baik, bu. bisa menasihati, tapi seringkali tdk bisa memberikan teladan. wah, repot juga!

    Pak Sawali
    ,
    Sama pak. Lihat komentar saya pada pak Goop, saya rajin mendorong anak-anak ke dokter gigi, tapi saya sendiri malas. Tapi begitu anak-anak udah mahasiswa mereka juga hanya ke dokter gigi kalau di uber-uber mbaknya….dulu bu dokter giginya juga rajin sms agar anak saya datang untuk kontrol gigi.

  3. saya juga males ke dokter bu. kadang-kadang dokternya kayaknya setengah hati melayani pasiennya. Kadang-kadang pasien gak dikasih waktu untuk bertanya,

    Itik kecil,
    Sebetulnya kalau dokternya baik semua, dia melayani mengobrol, malah saat pertama kali saya bawa anak saya, anak saya diajak main dulu, diajari menyikat gigi boneka, dan diberi hadiah jika dua minggu lagi mau datang. Akibatnya ibu dokter gigi ini pasiennya banyak sekali.

    Yang kemarin saya datang, dokternya juga seorang ibu, ramah sekali, malah mengobrolnya kemana-mana…saya malesnya buka mulut lama-lama itu lho….dan di oprek-oprek.

  4. setahun sekali saya bersih-bersih karang gigi, efeknya setelah itu saya jadi suka ngaca dan senyum-senyum sendiri 😀

    Iway,
    Wahh hebat nih…sebenarnya memang mulut terasa segar sehabis dibersihkan.

  5. Dokter di sini belum melakukan pelayanan prima sih Bu..
    jadi jadwal berobat seperti beli martabak..first in first out..
    seharusnya ada manajemen dan prosedur standar pemeriksaan..dengan waktu periksa yang terukur. Sehingga, saat kita pesan tempat, prakiraan waktu dilayani bisa disampaikan…

    “Ya, Pak Kopdang jam 18.17 WIB ya..tapi kalau lebih dari jam 18.52 WIB belum dateng, bapak bisa kembali minggu depan…”

    😆

    Mas Kopdang,
    Iya , karena tiap pasien tak sama, ada yang cukup setengah jam (kalau dia rajin datang sehingga tak perlu lama), ada yang malah satu jam lebih. Apalagi jika kita ke dokter sepulang kantor atau saat akhir pekan…dan semua berpikiran sama….akibatnya pasien penuh…tapi kan waktunya cuma itu ya.

  6. terakhir kedokter , kira2 2 tahun lalu deh , waktu mau ikutan sleksi calon praja STPDN/IPDN dan STTD , itu pun karena persyaratan , jika tidak ada persyaratan , kayanya ga akan ke dokter.tapi untunglah tidak diterima soalnya jika diterima mungkin bakal jadi korban selanjutnya he he 😉

    putralovers.com

    Putralovers,
    Padahal kalau mau rajin, malah mulut terasa segar lho……

  7. Mungkin kalau seperti saya takut ketahuan penyakit2nya :)) btw, medical check up itu biasanya berapa sih? saya takutnya kemahalan dan gak sanggup bayar 😀

    Donny Reza,
    Medical Check up ada beberapa paket, jika memang semua diperiksa yang perlu waktu seharian, biayanya memang cukup mahal. Tapi bagi perusahaan hal ini penting, terutama untuk kelas manager ke atas, agar tak menempatkan orang yang punya sakit berbahaya (jantung dll) pada unit kerja yang tingkat stresnya tinggi. Kalau untuk pribadi sih, tak perlu check semuanya…mana yang dirasa perlu saja.

    Berapa harganya, bisa ditanyakan di rumah sakit, dan mereka mau menjawab kok.

  8. setelah 3 kali di rawat krena typhus dan 1 kali di operasi yg membuat saya berusan dgn RS dan dokter selama 1 bulan, saya jd tidak suka dgn dokter dan kolega2nya itu buw

    Aprikot,
    Saya pernah operasi usus buntu, terus dirawat karena sakit typhus….memang tak nyaman, namanya juga sakit, makanan seenak apapun rasanya hambar.
    Paling enak kalau dirumah sakit karena melahirkan…wahh makanan apapun disikat semua… tentu saja karena ada bonus mendapat bayi yang lucu.

  9. Tukang Ketik

    Seringkah anda pergi ke dokter?

    –> sekarang saya sering bu, nganter istri cek kandungan 😐

    Tukang ketik,
    Pernah lihat nggak pemeriksaan dalam….dulu saya ngeri sekali. Tapi kalau udah dipastikan hamil, biasanya dokter tak periksa dalam…bahkan nanti menjadi senang apalagi jika bayinya mulai ada suara (di check pakai alat). Dulu si sulung selalu mengantar kalau ibu periksa ke dokter kandungan, supaya kenal adiknya sejak awal.

    Wahh selamat ya…berarti udah ada…???

  10. aroma klinik or RS or watever yg berhubungan dgn pengobatan memang mencekam jd wajar aja kita sering ketakutan, tp klo uda ga tahan mah mo gmn lg.. “terpaksaaaa..” 😦

    Theloebizz
    Iya ya…bau karbol, biarpun sekarang karbolnya berbau wangi, tapi tetap aja senewen terutama kalau ada pasien yang di dorong-dorong.

  11. Terakhir kedokter saya tahun 2001, sebenarnya sih gak mau bolak balik ke dokter stress bawaannya lihat orang sakit!!! berhubung pundak saya waktu itu patah ya mau tidak mau, dioperasi 2x waktu pasang pen dan lepas pen.

    Kata dokter gigi, pemeriksaan berkala paling tidak 2 kali dalam setahun, padahal terakhir saya kedokter gigi itu 7 tahun yang lalu. 😀

    Resi Bismo,
    Katanya kalau di luar negeri, begitu ke dokter gigi, langsung harus di rontgen semua, kemudian didiskusikan tahap perawatannya. Kemudian dokter tadi minta agar menghubungi dokter lain, untuk minta second opnion dulu.Jadi kalau ke dokter di luar negeri (cerita teman di Amrik), menjadi sangat mahal, dan nggak bisa hanya untuk membersihkan karang gigi saja. Entahlah…mungkin Resi Bismo lebih tahu.

  12. itu mungkin saja ada korelasi antara stress dengan sariawan . seperti ketombe dengan stress.
    Logikanya panas dalam yang disebabkan kurang istirahat, stress.
    Ah penyakit orang modern ya..stress

    Iman Brotoseno,
    Yup benar mas Iman…begitu selesai ketemu dokter kandungan, sariawan besoknya langsung sembuh. Apalagi setelah ke dokter gigi…dokternya malah ketawa…bu, lain kali kalau sariawan tidur, istirahat aja dulu…ntar sembuh sendiri. Wahh saya jadi malu.

  13. Memang malas bu kalo medical check up, pengennya ke dokter pas sakit ajah

    Chatoer,
    Padahal ada beberapa dokter yang harus rajin didatangi, seperti dokter kandungan (untuk perempuan yang sudah menikah), dokter gigi dll. walaupun kita tak ada penyakit.

  14. Wah, kalau saya justru paling semangat nanya-nanya dokter (wong mantan pacar saya 😀 ) Cuma suamiku tuh yang suka males-malesan nanggapi keluhan (wong ngga dibayar)
    Lagian jarang ngasih resep obat beneran. Yang penting sugesti, katanya. Kalau ngga perlu-perlu amat,ngga usahlah minum obat. Yang penting banyak istirahat&makan makanan bergizi, trus bebas dari segala stress.

    Ratna,
    Berarti dokternya suami Ratna ya. Hehehe…iya yang paling baik adalah menjaga pola makan, istirahat dan olah raga. Dokter yang ramah dan ganteng juga memberikan sugesti, pasiennya senang dan percaya sama dokternya….jangan-jangan saya kemarin juga sugesti ya…..

  15. Mungkin si dokter “mudah berbicara” agar pasien merasa lebih nyaman dan tenang (walaupun mungkin ada juga pasien yang malah tegang diberi dokter yang “mudah berbicara”). Maklumlah penelitian2 terakhir banyak menunjukkan hubungan antara kesehatan dengan ketenangan, kebahagiaan dan kenyamanan walaupun mekanisme hubungan tersebut masih tetap misteri hingga kini.

    Maklumlah, yang saya tahu, banyak dokter di luar negeri yang kini menerapkan sistem holistik yaitu di mana penyembuhan pasien dilihat dari berbagai macam sudut, tidak hanya sebatas pada penyembuhan fisik si pasien ataupun hanya sebatas pemberian obat2an kepada si pasien, tetapi juga sebisa mungkin “memberikan” energi positif kepada semangat, mood dan jiwa si pasien.

    Dulu di tahun 1960an -1970an, pendekatan holistik ini masih belum banyak diterima oleh dunia kedokteran barat tapi kini keadaan sudah berubah bahkan banyak kini rumah sakit-rumah sakit di luar negeri menawarkan alternative therapy yang non konvensional……..

    Kang Yari NK,
    Benar kang, pasien mesti percaya sama dokter. Suami saya malah parah, kalau ke dokter selalu membawa buku dan diskusi sampai detil. Jika dokternya tak bisa menjelaskan jangan harap dia mau kesana lagi.

    Saya juga ketularan, jadi akhirnya teman-teman banyak yang tanya info dokter langganan saya (karena saya terkenal cerewet dan detail untuk hal-hal seperti ini). Malah pernah pas medical check up, seorang teman yang dokter kandungannya sama dengan saya bilang…En, kalau periksa dalam enakan dr. NK (bukan kang Yari lho) itu ya…nggak sakit, karena kita diajak ngobrol dan dialihkan perhatiannya…

  16. Ada juga orang yang sedikit-sedikit ke dokter Bu, ada yang gak beres langsung aja ke dokter, super preventif dan cenderung freak.

    Yoga,

    Hehehe…saya juga punya teman seperti ini….kita nya ikut senewen.

  17. Kalau dinalar, ke dokter itu perlu bahkan wajib. tapi kadang ngantrenya yang nyebelin. kita tertidur, urutan dilompati oleh suster. 😀

    Paman Tyo,
    Emang yang paling nyebelin sebenarnya antre nya. Kalau udah diperiksa sih tak masalah, dokternya baik dan bisa diajak diskusi, pengetahuan kita tentang kesehatan bertambah.

  18. Hm..
    Saya pernah 2 kali periksa mata ke dokter, saya yakin kalau saya datang dengan keluhan terhadap mata saya..
    Ternyata dokter tidak menemukan indikasi adanya penyakit atau kerusakan mata saya.. saya bersukur.. tapi..
    Kedua-dua dokter tersebut sepertinya melecehkan saya dengan mengatakan bahwa saya sebenarnya tidak sakit.. dan hanya kepengen menggunakan kacamata untuk keren-kerenan, dan dengan gaya sombong mereka mengatakan “itu bisa di atur koq”, saya tidak tahu mengapa seorang dokter bisa berkata seperti itu, apa karena saya menggunakan kartu “ASKES”..?
    Sikap mereka yang sombong itu.. membuat saya malas untuk kedokter manapun sampai sekarang..
    😀 sorry .. numpang ngomel ..
    Lam knal mba’.. 😀

    Mriza,
    Hmm…syukurlah saya belum pernah ketemu dokter yang aneh…dulu pernah sih saat masih SMP. Tapi setelah besar, dokternya cenderung baik, paling-paling pendiam, ngomong seperlunya, dan kalau ketemu dokter seperti ini saya ga bakalan balik lagi. Dokter yang suka saya kunjungi adalah dokter yang mau diajak diskusi, mau menjelaskan penyakit yang saya derita, dan menghargai saya sebagai pasien.
    Pasien Askes? Suami aya selalu menggunakan Askes, memang saya belum pernah karena dapat ganti dari kantor….tapi biarpun tahu pasien Askes dokternya tetap baik kok.

  19. Saya suka kecewa dengan dokter di sini bu 😦 Udah beberapa kali konsultasi ke spesialis blom juga sembuh 😦 Udah ganti spesialis juga, tetap aja penyakitnya kembali…
    Jadi males khan ke dokter?

    Anastasia,
    Pernah mendapat pelajaran kimia anorganik? Kalau kita diberi zat “A”, kemudian kita disuruh mencari zat A tadi sebetulnya apa? Maka ada berbagai kemungkinan, jika A diberi reaksi dengan zat lainnya, ada perubahan warna nggak? Kalau ada perubahan ada tiga kemungkinan…ini dicek lagi satu persatu. Kekeliruan membuat penelitian kita lebih lama…justru karena ini saya dulu senang dengan kimia.

    Sama dengan dokter, dia mendengarkan keluhan dari pasien, pemeriksaan dilakukan melalui fisik dan lab. Jadi kalau dari fisik, jika tanda-tanda tak jelas, maka ada beberapa penyakit yang awalnya menunjukkan gejala yang sama. Jadi perlu dicek melalui lab…jangan lupa banyak penyakit baru terlihat jelas jika telah menunjukkan gejala yang spesifik, makanya pasien mengatakan dokter B lebih baik (karena dia datang saat setelah penyakitnya telah menunjukkan gejala spesifik)….sedang dokter yang awal didatangi, dianggap tak memuaskan karena saat datang masih gejala awal…

    (maaf saya kok jadi sok tahu, karena sering diskusi dengan dokter). Jadi pasien mesti sabar…..dan menunjukkan kerja sama yang baik, karena pengobatan yang menyenangkan memerlukan kerjasama antara pasien dan dokter. Yang bikin malas waktunya kan, apalagi jika sibuk kerja, dan cuti bolak balik ke dokter bisa mempengaruhi konduite, dan dapat mengurangi peluang lainnya.

Tinggalkan komentar