Over protektif?

Segala sesuatu yang over, tentunya tidak baik. Yang bagus adalah segala sesuatu yang berimbang. Orangtua atau ibu yang memberi kebebasan penuh terhadap perkembangan anak-anaknya juga belum tentu baik. Bagaimana sebetulnya ramuan yang tepat? Tentu tak ada jawaban yang pasti, karena segala sesuatu tergantung dari kedewasaan anak, umur anak, juga kondisi dan situasi lingkungan.

Seharusnya saya sudah tak perlu mengkawatirkan anak-anak, karena telah dewasa. Si bungsu sudah lulus S1, jadi tak ada alasan untuk kawatir, karena selama ini dia juga telah membuktikan komitmennya, baik terhadap tugas, maupun hal-hal lainnya. Tapi, ternyata tidak mudah juga, dan tetap ada rasa kawatir.

Bulan kemarin adalah bulan yang banyak undangan, bahkan teman seangkatan si bungsu ada 4 (empat) orang yang menikah pada bulan Desember 08. Dari obrolan dengan teman-temannya, yang saat itu menginap di rumah Jakarta, mereka berencana menghadiri pernikahan temannya di Magelang dan Magetan. Tentu saja saya mendorong si bungsu untuk ikut serta, kapan lagi dia bisa bepergian bersama teman-teman dalam jarak yang cukup jauh, serta berganti-ganti kendaraan umum. Dan pada malam Natal, tanggal 24 Desember 08, si bungsu cs berangkat naik kereta api dari Bandung ke Yogya. Hati menjadi tenang saat si bungsu besoknya menjawab sms telah ada di Yogya, dan sedang jalan-jalan ke Borobudur. Kemudian besoknya saat ditelepon suaranya gembira, katanya sedang melihat Telaga Sarangan. Dan sms berikutnya telah sampai di Surabaya, serta menginap di rumah teman seangkatan.

Nahh saat di Surabaya, terasa suara si bungsu agak berbeda, dan hanya mengatakan mungkin lelah (ternyata dia diare). Besoknya saat kirim sms telah ada di Probolinggo. Saya sendiri tak berani (walaupun ingin) setiap kali mengirim sms, walaupun sebetulnya hati ini ingin memantau terus menerus. Pada waktunya diperkirakan pulang dari Probolinggo, akhirnya tak tega juga untuk tidak menelepon, dan suara si bungsu terdengar lesu, belakangan ketahuan sebetulnya diare nya belum beneran sembuh. Syukurlah mereka masih mendapatkan tiket kereta api Mutiara untuk pulang ke Bandung pada tanggal 30 Desember 2008.

Pagi tanggal 31 Desember 2008 saya masih ada meeting, dan melihat kondisi si bungsu, saya menelepon ke staf Lembaga Pendidikan, apakah meeting bisa diajukan jam nya, agar selesai meeting saya bisa langsung ke Bandung. Syukurlah masih ada satu tempat duduk di Xtrans untuk keberangkatan jam 3 sore. Ternyata meeting bisa selesai jam 11.15 wib, dan setelah menelepon Xtrans, ternyata keberangkatan bisa dimajukan jam 1 siang, Perjalanan ke Bandung di akhir tahun nyaris tak ada hambatan, kurang dari dua jam sudah sampai di pintu Tol Padalarang Barat, dan mulai macet setelah memasuki kota Bandung. Suami yang menjemput di perhentian Xtrans Cihampelas, langsung mengajak membeli obat titipan si bungsu, dan kamipun mampir dulu ke toko roti untuk membeli kue-kue guna persiapan malam tahun baru.

Di rumah, ternyata si bungsu sudah terlihat segar, walau masih beberapa kali ke belakang. Malam itu dia cerita, betapa dia menikmati perjalanan bersama teman-teman nya, dan mereka sangat menyenangkan. “Teman-teman sangat menyenangkan, dan malah baik sekali saat saya sakit,” kata si bungsu. “Dan nanti kami ingin lagi jalan-jalan, camping dll,” katanya. Dan tentu saja saya setuju, karena betapapun perjalanan bersama teman sebaya akan sangat menyenangkan. Saya berterima kasih pada teman-teman si bungsu, karena mereka telah sabar menemani si bungsu, karena sebetulnya teman-temannya telah terbiasa jalan, mereka memang kelompok yang menyukai wisata alam, suka naik gunung. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi si bungsu, yang selama ini perjalanan sendiri hanya sekitar Jakarta Bandung, jika melakukan perjalanan jauh selalu beserta orangtua.

Dan saya sendiri menyadari, bahwa sebetulnya tak perlu kawatir, cuma lain kali memang harus lebih dipersiapkan, terutama bekal obat-obatan, karena ternyata norit yang dibawanya tak berpengaruh untuk mengobati sakit perut, dan membeli obat-obatan di daerah yang bukan lingkungannya juga tak mudah, karena tak tahu tempatnya. Apalagi jadual telah disusun ketat, setiap kali rombongan berpindah posisi, dan melalui beberapa kali tidur di kota yang berbeda. Acaranya juga padat, menghadiri kondangan, wisata ke Borobudur, ke Telaga Sarangan, wisata belanja di Yogya, ke Kenjeran, sempat ikut menanam pohon jati di Dungus, Madiun. Di Probolinggo juga sempat merasakan arung jeram (rafting), dan naik gunung Bromo.

Dan tentu ini merupakan suatu pengalaman yang tak terlupakan.

53 pemikiran pada “Over protektif?

  1. sebesar apapun
    setua apapun
    yang namanya anak ya tetap anak ya bu.
    tetap saja orang tua risau dan cemas
    padahal orang tua itu tidak tahu
    anak-anaknya justru cemas dan risau
    akan kondisi orang tuanya.
    tapi bukankah ini berarti keluarga bahagia yang masih saling menyayangi?
    salam saya bu

    Ikkyu_san,
    Betul EM…suatu ketika saya tugas ke Bandarlampung, saat itu belum ada hape. Karena lelah, dari bandara langsung meeting dan masuk hotel udah diatas jam 11 malam, saya lupa menelepon suami. Saat itu suami “agak panik”, tanya ke si mbak, ada kabar pesawat jatuh nggak? Kebetulan ada teman yang lagi menginap dirumah, saya dimarahi habis2an…sejak itu setiap kali bepergian ke luar kota, aturan mainnya, adalah telepon rumah (sekarang bisa sms) bahwa kita udah sampai di tujuan…

    Saya melihatnya, dia sayang sama saya, dan sebetulnya cuma sekedar ingin tahu posisi dimana, dan apakah kita baik2 saja…ini juga saya tekankan pada anak-anak. Jadi si bungsupun sebetulnya tiap kali sms, udah sampai Yogya, terus sedang di Borobudur, udah sampai Madiun, ada di Telaga Sarangan, ada di Surabaya….juga saat udah di Probolinggo. Cuma saat sakit, dia cuma bilang “agak masuk angin”, cuma saya tahu kalau sakitnya lumayan, karena si bungsu tak pernah mengeluh.

    EM

  2. Ah saya jadi ingat waktu dulu sering bohong ke orangtua. Pamitnya ke Kaliurang padahal nyatanya naik gunung sampai puncak Merbabu. Hal itu saya lakukan semata mata supaya nggak dilarang hehehe

    Donny Verdian,
    Kadang anak memang tak mau terus terang, agar ortu tak kawatir…
    Tapi tetap orangtua punya feeling, karena saya pasti ada perasaan tak enak, kurang nyaman, dan mencari tahu…biasanya ini ada hubungan dengan keluarga dekat.

  3. dlm islam kita diajarkan untuk tidak berlebih2an. segala yg berlebihan itu tdk baik. bahkan Allâh swt melarang hamba-Nya unt trllu mementingkan khdpn akhirat. kuncinya adalah seimbang.

    v(^_^)

    naluriah seorang ibu unt mengkhawatirkan anak2nya, bu. waktu saya awal2 kuliah, ummi jg begitu. sering bgt menelpon menanyakan kabar. stlh saya srh jgn sering2 nelpon agar nanti saya ga pgn pulang, akhirnya beliau nelpon ga terlalu sering. trs terang kl saya ga terlalu suka diperhatikan scra brlebihan bgtu sama ummi.

    Farijs van Java
    ,
    Betul…tak boleh berlebihan, agar anaknya mandiri….
    Biasanya yang agak bandel anak cowok, kalau anak cewek sih seneng aja kok…..
    Ibupun biasanya juga ga akan terusan menelpon, tapi yang pergi yang wajib mengirim sms. Saat tugas ke luar kota, saya membiasakan mengirim sms setiap hari, sekedar “say hello“, sekaligus cerita lagi dimana, pemandangannya seperti apa….jadi mereka yang dapat sms juga merasa ikut menikmati perjalanan. Mungkin cewek memang agak beda dengan cowok.

  4. mang kumlod

    Berapapun usia anak keknya kasih sayang orang tua ke anak ga pernah luntur… Udah merasakan sendiri sih… Ya saya sebagai anak menikmati aja… 😀 Toh kadang orangtua rindu memanjakan anaknya karena udah gede semua…

    Jadi traveller juga nih narpen… Temenku juga pada jalan ke Jatim tuh tanggal segitu tapi saya ga ikutan loading kerjaan lagi banyak…

    Mang Kumlod,
    Iya, ini perjalanan dia jarak jauh yang pertama kali bersama teman-teman…dulu kan piknik bersama sekolah (ada guru dsb nya).

    Terus jika sesama kelompoknya di kampus, baru sekitar Bandung-Jakarta saja. Ternyata seneng sekali, dan malah berencana jalan-jalan lagi jika ada kesempatan. Saya dan ayahnya juga mendukung, mumpung masih muda, dan alam di Indonesia sungguh indah…

  5. sepertinya orang tua cenderung menganggap anak-anaknya tak mampu survive kalau berjauhan ya, bu? bisa jadi karena terpengaruh banyak pengalaman orang lain yang bikin ketar-ketir.

    kuncinya mungkin menanamkan tanggung jawab kepada anak-anak terhadap dirinya sendiri, memberi kepercayaan, selebihnya serahkan pada sang maha melindungi. (sok tau banget ya saya?) :mrgreen:

    Marsmallow,
    Sebetulnya yang dikawatirkan kalau jatuh sakit…karena sejak dulu sebetulnya anak-anak saya lebih banyak piknik bersama si mbak (maklum ibu tak mudah cuti). Juga kalau liburan, dititipkan di Semarang ditempat adik, diantar si mbak. Tapi biasanya kan tidurnya sudah jelas.

    Kemarin ini pengalaman pertama dia bersama teman-teman, dan perjalanannya estafet dengan berganti-ganti kendaraan umum, setiap kali tidur di kota-kota yang dilewati, ada yang tidur di rumah teman, ada yang di saudara nya teman dsbnya. Sebetulnya tak perlu kawatir juga karena saya kenal teman-temannya, tapi tetap aja tiap hari deg2an menunggu sms (anaknya sih tak tahu ibunya deg2an…saya cuma sms an sama Yoga…hahaha…malah dengan orang lain).

  6. Setelah jadi orang tua kenapa baru bisa merasa bahwa perlindungan orang tua yang cenderung ‘over protective’ tadi adalah sesuatu untuk kebaikan kita ya?… Dulu waktu masih anak-anak rasanya itu adalah sesuatu yang ‘mengekang’…

    Bagaimanapun anak adalah permata hati orang tuanya, apapun akan dilakukan untuk melindunginya, semua adalah untuk kebaikannya, nah caranya yang musti harus dilakukan dengan bijaksana. Satu hal yang saya petik sebagai pelajaran adalah bahwa anak dan orang tua tumbuh bersama untuk mengenali hal ini dalam posisinya masing-masing.

    Tanti
    ,
    Betul…yang penting adalah pemahaman antara anak dan orangtua. Yang diinginkan orangtua, adalah setiap kali memberi kabar posisinya dimana, dan orangtua juga selalu berdoa selama anaknya tak dirumah agar di jalan selalu dilindungi oleh Tuhan, agar semuanya berjalan lancar. Syukurlah si bungsu memahami, jadi tiap hari pasti sms mengabarkan ada dimana.

    Liburan kemarin, cerita si bungsu tak berhenti-henti, dan kami berdua melihat foto-foto selama perjalanan, dan mereka semua terlihat ceria sekali.

  7. Khawatir selalu ada, tapi sebisa mungkin saya tidak menunjukannya kepada anak saya supaya dia juga tidak panik. 🙂
    Tapi kadang ya susah, maklum jaman sekarang kan beda ya bu ?
    Selamat tahun baru Bu, maaf telat 😀

    Toni Wahid,
    Selamat Tahun Baru juga, semoga tahun 2009 ini lebih baik dibanding tahun lalu.

    Sebetulnya prakteknya saya juga tak menunjukkan kekawatiran, tapi selalu menunggu sms si bungsu yang setiap hari mengabarkan posisinya ada dimana. Melalui sms ini saya tahu dia aman-aman saja, sedang bersenang-senang, sedang cape atau apa.

  8. seberapapun usia si bungsu, dia tetap adalah anak ibu tercinta, dan selama itu rasa kekuatiran akan keselamatan anak hadir dan itu ANUGERAH bu…..

    Imoe
    ,
    Iya…dan orangtua juga terus berdoa untuk keselamatan perjalanan anaknya…

  9. Saya sebagai anak ragil, kadang agak risih juga kalau terlalu banyak ‘dipantau’ oleh ibu saya. Meskipun saya sadar, ibu saya cuma mau memastikan bahwa anak ragilnya baik2 saja.
    Tapi apakah benar begitu, anak ragil selalu mendapat perhatian lebih dibanding kakak2nya?

    Dony Alfan,
    Orangtua tak pernah membedakan anak-anaknya. Saya tiga bersaudara, hubungan dengan orangtua juga dekat sekali. Dan wajar ibu kawatir, cuma biasanya tak ditunjukkan di depan anaknya.

  10. wah perhatian seorang ibu sangat perlu, tapi cara ibu sangat bagus koq, perhatian namun tidak terlalu over..
    btw ke telaga sarangan? wah tgl 26 des kemaren sy ke sana lho…
    wah ngak sempat ketemu yakz…
    trus sy lajut perjalanan ke jember lewat probolinggo juga….

    Arul
    ,
    Wahh sebetulnya ke Telaga Sarangan tanggal 26 Desember itu, terus ke Surabaya…..
    Memang asyik ya jalan-jalan sama teman, si bungsu juga terlihat senang sekali…

  11. Saya dan istri juga sering merasa overprotective terhadap anak-anak saya … tapi ujung-ujungnya berpikir “habis mau gimana lagi karena lingkungan sudah beda dengan jaman kita-kita dulu …” sebagai excuse.

    Oemar Bakrie,
    Bukankah zaman sekarang orangtua justru lebih dekat dengan anak-anaknya…karena lingkungan juga menuntut seperti ini.
    Dekat kan tidak berarti over protektif ya pak? Sayapun sebetulnya tak menunjukkan kawatir, karena si bungsu sendiri tanpa disuruh juga selalu kirim sms..

  12. “Perjalanan ke Bandung di akhir tahun nyaris tak ada hambatan, kurang dari dua jam sudah sampai di pintu Tol Padalarang Barat … ”

    Lha iya, orang Jakarta-nya sudah pada di Bandung semua Bu … hehehe. Makanya saya di rumah saja menghindari kemacetan Bandung di musim libur panjang. Kalau-pun keluar saya agak “mlipir-mlipir” lewat pinggiran dan ke tempat yg agak di pinggir Bandung …

    Oemar Bakrie,
    Betul pak, jalanan lengang…padahal biasanya antara Jakarta-Bandung kan Tolnya cukup padat, mungkin karena jarang truk yang lewat.

    Memasuki kota Bandung, macet sekali….tapi saya masih sempat keliling sampai sore hari pas malam Tahun Baru.

  13. ada yang diproteksi dan sukses, ada juga yang ngga. semua akhirnya membawa nasib masing-masing. tapi memang do’a ibu biasanya yang membawakan kesuksesan kepada anaknya. Jadi teringat lagi tulisan saya dan juga diskusi dengan istri, ada teman yang ngiri koq si anu bisa dengan mudahnya mendapatkan hal-hal yang orang lain susah payah mengusahakan. dia hanya melihat si anunya, padahal dibelakang itu kita ngga tau seberapa besar do’a yang dikirimkan ibunya untuk dia. siapa tau, ibunya ngga henti shalat malam, puasa, dan amalan ibadah lainnya khusus untuk anaknya.
    anak sih tenang saja, seolah semuanya jadi mudah. padahal itu hasil kerja keras ortunya.
    kayak saya ini lho bu, santai tidur sampai subuh. padahal ibu saya jungkir balik ibadahnya buat ngedo’ain saya.

    Iwan Awaludin,
    Bu Iwan juga pasti rajin berdoa ya pak?
    Saya akui, setelah anak-anak besar, apalagi setelah mereka keluar rumah, terus terang hanya doa yang membuat saya tenang, dan saya yakin doa seorang ibu sangat penting untuk kemajuan anak-anak nya. Jika sedang sehat, saya berusaha puasa Senin Kamis, dan sholat malam, serta sholat Duha (selain yang wajib tentunya). Ini semua hanya agar anak-anak selalu dilindungi oleh Nya, dan mendapat kebahagiaan dalam hidupnya.

  14. Anak-anak tidak perlu diproteksi berlebihan, terutama setelah mereka “mentas” (lulus dan dapat kerja)..

    “No news is good news”, begitu prinsip saya kalau berhubungan dengan anak. Anakpun mestinya juga tidak perlu “suka ngasih kabar” ke ortu bila ada begini atau begitu. Nah, kalau semuanya sudah selesai, barulah nanti ortu diceritain..

    Pernah dengar cerita tentang “Crying Wolf” dimana seorang anak dikit-dikit merengek ke ibunya ? Waktu ibunya sedang nyuci baju pakai tangan, si anak bermain di halaman lalu tereak “Wolf…wolf…wolf !!!” dan ibunya melongok ke halaman, tapi si serigala nggak ada. Besoknya begitu lagi, waktu ibunya lagi masak di dapur dan anaknya main di kebun belakang dia tereak “Wolf…wolf…wolf !!!” dan ketika ibunya melongok ke kebun, serigala yang disebutkan itu tidak ada…
    Lusanya terjadi lagi, ibunya sedang membersihkan tempat tidur dan anaknya main di halaman samping, dan terdengar terekan “Wolf..wolf..wolf !!!”, dan ibunya keluar melihat…ternyata si anak sudah tidak kelihatan karena dimakan serigala !!

    Pointnya, kalau anak-anak sudah besar jangan kita sebagai ortunya suka ngecek apa yang dikerjakan si anak, kecuali si anak memberitahu. Kalau si anak tidak sering dicek, ia akan happy dengan dunianya sendiri dan mestinya kita sebagai ortunya juga bisa tidur nyenyak toh ?

    Tridjoko,
    Kenyataannya tak seperti itu kok….karena setiap hari si bungsu sms mengabarkan posisinya dimana. Melalui smsnya akan ketahuan dia lagi seneng, ceria, atau lelah….

  15. Ibu, saya juga bisa merasakan yang Ibu rasakan meski agak beda.

    Saya (dulu) seringkali over protective terhadap adik-adik saya. Padahal orang tua saya biasa-biasa saja.

    Kami bersaudara termasuk yang banyak kegiatannya, dan jika diperlukan seringkali menginap diluar rumah. Kalau saya pas tak ada kegiatan, sedang adik ada kegiatan hingga larut malam, pasti saya antar jemput, padahal orang tua juga tak meminta, adik saya juga nggak minta.

    Lama-lama karena sikon, akhirnya saya tak lagi bisa setiap saat memantau dan melindungi adik-adik, yang saya lakukan kemudian adalah mendoakan mereka, dan bersikap pasrah pada Allah Swt.

    Saya yakin, dengan didikan orang tua, dan pengetahuan yang mereka dapat selama ini, insha Allah akan banyak membantu mereka untuk survive, hidup sesuai dengan ajaran agama dan bisa menyesuaikan diri dengan adat istiadat setempat, dimanapun mereka berada.

    Meski begitu, saya tahu, orang tua kami sebenarnya menahan diri, agar tak nampak khawatir atau cemas demi kenyamanan anak-anaknya.

    Yoga
    ,
    Mungkin karena Yoga yang diajak sms an jadi bisa membayangkan kekawatiranku ya. Padahal anak-anakku malah tak tahu, karena saya berusaha tak menunjukkan kekawatiran. Dan sebetulnya si bungsu sangat memahami, karena dia sendiri berkali-kali bilang “Entah kenapa ya bu, kalau ada masalah, begitu aku telepon ibu, tak lama masalah itu beres,” katanya. Mungkin karena hatinya tenang, bisa mengeluarkan uneg-uneg, jadi pikiran terang dan bisa memikirkan jalan keluar. Si bungsupun tiap hari selalu sms mengatakan posisinya dimana…yang bikin kawatir adalah sms nya saat di Surabaya, walau tak mengatakan apa-apa saya merasakan ada sesuatu. Setelah ditelepon, ternyata memang agak sakit (dan ternyata lumayan parah, setiap jam buang air besar…saya tahunya setelah dia cerita saat saya ke Bandung kemarin).

  16. Kisah bunda mengingatkan pada keluarga saya. Saya juga selalu kawatir kalo mereka sedang dalam perjalanan sampai saya mendapatkan SMS / telp kalo mereka sudah tiba.

    Sudah menjadi kebiasaan dikeluarga saya .. jaman dulu saat telp belum secanggih saat ini .. untuk mengabarkan kondisinya dengan surat / kartu pos bu. Bukan karena diawasi bu .. tapi agar kita juga tenang.

    Saya dulu pernah ditanya orang tua, ketika saya merantau ke Jogja .. tapi saya hanya mengabarkan lewat surat / kartu pos bahwa saya baik² saja tanpa pernah meminta kirimkan uang. Tapi justru itu membuat mereka kawatir bu 🙂

    Erander,
    Inti ceritanya memang disitu, kabar mengabarkan juga merupakan sarana komunikasi antara keluarga. Dulu saat masih mahasiswa, memang setiap bulan minimal sekali kirim surat, padahal akhirnya saya tahu, betapa ayah setiap hari menunggu pak pos, dengan harapan ada surat dari anaknya.

    Zaman sekarang komunikasi lebih mudah, bisa melalui sms, dan hanya sekedar mengatakan keadaan baik-baik saja…dan ini terutama jika sedang melakukan perjalanan, yang setiap hari berganti kota. Karena memahami hal ini, jika saya seminar ke luar negeri atau tugas ke luar kota, saya berusaha rajin mengirim sms, minimal sehari sekali…dan bisa cerita apa saja…sehingga penerima ikut menikmati perjalanan kita.

  17. Wah baca cerita bunda membuat saya ingat bunda ku di kampung halaman nun jauh disana. Thanks bunda tulisannya. it’s inspiring….

    Puceb,
    Iya pasti bundamu ingin tahu kabarmu, jadi sering-seringlah menulis surat atau kirim sms, yang mengabarkan kondisi baik-baik saja.

  18. Kalau ibu ingat postingan saya tentang Commonalities … tentang anak-anak saya yang belum bisa naik sepeda sampai sekarang …?

    Ini juga sepertinya sikap kami sebagai orang tua yang over protektif … akibatnya si anak jadi seperti itu …

    Tapi kalau kita tidak protek ? ini lebih runyam lagi … hehhee

    SO tantangannya adalah … gimana membuat semua itu balance …
    dan ya … ini sulit sekali dicari batasnya … mana yang propper ? mana yang over …

    Salam saya ibu …

    NH18,
    Memang yang penting membuat balance…karena kalau orangtua membiarkan saja, anak-anak juga merasa orangtua tak memperhatikan, tapi kalau diawasi terus mereka juga nggak suka.

    Saya menerapkan aturan main yang disepakati, dan menjelaskan mengapa ibu perlu tahu (kata temanku, doa ibu lebih terarah jika tahu posisi anaknya dimana…hahaha…benar nggaknya nggak tahu…terus si sulung protes, memangnya santet…hahaha). Agar ibu bisa mendoakan keselamatan anak-anak, dan kabar ini tak perlu sering banget….bisa dua hari sekali, atau kseminggu sekali…..kalau dalam perjalanan minimal sekali sehari, hanya mengabarkan ada di kota mana.

  19. Yap, berimbang. Duh bagusnya kata tersebut dalam praktik kehidupan. Salam.

    Ersis Warmansyah Abbas,
    Ya penting sekali membuat keseimbangan….agar anak-anak tahu bahwa orangtua tetap sayang dan memperhatikan, tapi ortu juga mempercayai anak-anaknya.

  20. anak saya yg kecil bobotnya udah 36 kg, tapi iseng saya masih suka panggil : halo bayi mami…
    btw, happy nu ye mbak..

    Ernut
    ,
    Selamat Tahun Baru juga….semoga tahun 2009 ini lebih baik dibanding tahun sebelumnya

  21. Sepertinya semua orang tua punya rasa over protectif terhadap anak2nya. Terutama seorang ibu. Tapi ada kelebihan dan kekurangan juga kalau over protectif ini.

    Puak,
    Agar mencapai keseimbangan, memang diperlukan pemahaman antara orangtua dan anak-anaknya, seperti apa yang paling tepat. Kalau dibebaskan sama sekali, mereka juga nggak suka.

    Saya ingat, teman sekamar saya di asrama suka iri pada saya, karena ayah dan ibu suka bergantian menengok kami di Bogor, sedang dia tak pernah sekalipun orangtuanya datang. Disini saya belajar, pada dasarnya anak juga ingin diperhatikan.

  22. wah kalo saya juga over protektif. lha gimana wong anak pertama 😀

    Mantan Kyai,
    Maksudnya? Over protektif terhadap anak? Memang sudah punya anak? Atau mendapat perhatian lebih dari ortu?

  23. Jika over protektif artinya apa yang seharusnya tidak perlu dilarang tetap dilarang juga. Jika seperti itu kejadiannya mungkin malah akan memberikan celah kepada anak untuk tetap melakukan yang dilarang tanpa sepengetahuan orang tua karena bete dan bisa jadi sebagai reaksi protes terhadap keadaan.

    Tetap melakukan pengawasan saja lebih baik. Monitor dan kontrol, monitoring sejauh yang bisa dilakukan oleh orang tua dan menanamkan nilai-nilai kepercayaan sebagai kontrol si anak.

    Herdy,
    memang paling baik adalah yang seimbang….

  24. Setelah baca ini jadi ingat mama, ibu seperti mama bagi aku, betapa senang memiliki orang tua seperti ibu yang sangat sayang pada anak-anaknya..

    Menurut aku apa yg telah ibu lakukan sudah benar, kadang sesuatu yg ‘terlalu’ itu berakibat tidak baik 🙂

    Radesya,
    Sebagai anak muda, Radesya tentu juga ingin mendapat perhatian dan kasih sayang dari orangtua, tapi juga tak berlebihan dalam pengawasannya.
    Diperlukan komunikasi yang baik antara anak dan orangtua nya, agar masing-masing memahami apa sebetulnya yang diharapkan anak dan juga orangtua.

  25. omiyan

    mana yang boleh mana yang jangan…ya itu dia bener kata pak ersis berimbang

    Omiyan,
    Memang yang penting adalah bisa menyeimbangkan…

  26. Kayak main layang-layang kali ya… ada saatnya diulur ada waktunya ditarik. gak berlebihan dan wajar. hanya saja tingkatan wajar dan tak berlebihan pasti berbeda untuk setiap orang tua. salam.

    Danu,
    Ibaratnya seperti main layang-layang, tarik ulur. Tapi yang lebih tepat adalahkomunikasi antara ortu dan anaknya, apa yang diinginkan masing-masing pihak, agar semuanya merasa nyaman

  27. Jangan salah loh bun pirasat kadang2 muncul tanpa diduga sama sekali, sekali waktu saya inget orang2 terdekat, rindu teramat dalam, tanpa minta SMS atau mengabari, koq tiba2 orang terdekat ini juga inget kita dan langsung menghubungi kita.

    Alam kadang memberikan pelajaran cukup berharga dibandingkan dengan role of the game dari pihak keluarga.

    Siapa tahu dengan modal pengalaman cari norit kesana-kemari anak ibu jadi lebih berani hunting segala hal yang baik, termasuk survive disegala medan kehidupan. Was was wajar muncul karena hubungan watak biasanya begitu…coba kalau bubun punya perasaan was was sama pakde…..hubungan wataknya dimana??? kan biasa2 toooh? Nggak pernah was was bukan???? bukaaaaaaaaaan .
    salam kami bun.

    Libur telah usai,
    Membaca sms saja sebetulnya ibu telah memahami kondisi anaknya, tapi ada yang perlu diutarakan, ada yang hanya dipikirkan dalam hati, dan didoakan.
    Kemarin memang pengalaman yang tak terlupakan, minimal lain kali mesti membawa persediaan obat-obatan. Saya terbiasa bawa persiapan lengkap, dan nanti ada aja yang membutuhkan…

  28. ibu persis ibu saya:D

    dulu sekali, sering merasa kesal dengan perhatan-perhatian kecil ibu. tapi kini setelah menikah dan berada jauh dari orang tua, merasa rindu dengan perhatian-perhatian kecil ibu saya:)

    seorang anak memang masih tetap anak kok, bu, berapapun usianya:D

    kata seorang teman, mungkin karena sejak awal kehidupan sudah dekat ngendon dengan sang ibu, makanya sampai kapanpun kekhawatiran seorang ibu pasti tetap akan ada.

    Fety
    ,
    Memang ada ibu yang berlebihan memberi perhatian, ini anak nggak suka. Tapi kalau dibiarkan saja, anak juga nggak ingin. Paling penting adalah komunikasi yang baik, terutama jika anak telah cukup besar, sehingga masing-masing saling memahami.

  29. Apa yang ibu ceritakan sama persis dengan yang dilakukan ibu mertua saya kepada kedua anak saya. Setiap kali menginap di rumah pasti dengan seksama mengawasi apa yang dilakukan cucu-cucunya. Khawatir terjadi sesuatu dengan mereka. Saking overnya, bahkan terkadang sampai makan pun masih sering menyuapi.

    Awalnya sih anak2 saya senang2 aja, tapi lama2 kesel juga diawasin terus menerus. kalau pas kesel mereka akan bilang “mbah uti kok cerewet sich ?” 🙂

    Melihat itu, istri saya cuma senyum2 dan bilang ke saya “ya begitu lah ibu, saya dulu juga diperlakukan seperti itu. Tapi semua itu pada akhirnyan untuk kebaikan kita semua kan”

    Aris Heru Utomo,
    Orangtua pun sering lupa, memperlakukan anak-anaknya seperti dia dulu diperlakukan, padahal kondisinya sudah berbeda. Jika anak sudah cukup besar, maka bisa diajak komunikasi, jika orangtua tak setuju juga harus memberi penjelasan yang bisa diterima oleh anak.
    Memang ternyata tak mudah untuk menjadi ortu yang benar-benar pas.

  30. saya jadi inget obrolan di restroom hari ini, seorang temen pulang kerja pamit sama istrinya mau ngelayat, ditunggu tunggu kok nggak cepet pulang, tau-tau pulang malah bawa ubi cilembu. “katanya ngelayat, kok pulang bawa ubi cilembu?” .. “siapa yang ngelayat, aku ngelayap!” … oot ya bu 🙂

    Mascayo,
    Padahal kalaupun ngelayat, dan pulangnya melewati daerah yang menjual ubi Cilembu, pasti buah tangan tadi akan diterima dengan senang hati oleh orang di rumah.

    (sesekali OOT nggak apa-apa)

  31. mungkin sudah hukum alam ya Bunda!

    Saya sudah seumur begini, mama juga sering kwatir, apalagi jika pas sabtu atau minggu tidak ada telepon dia karena ganguan cuaca atau apa…bisa heboh dia hihihi…padahal saya baik-baik saja..

    tapi saya juga sangat mengkwatirkan dia…mungkin itulah hubungan bathin dan jiwa ibu dan anak.

    Thanks sudah berbagi cerita keluarga…jadi tahu kalau ibu saya begitu ya wajar…wajar…karena yang lain juga begitu…

    Kweklina,
    Entah kenapa, seringnya masalah ini terjadi antara ibu dan anak. Jika sama adik-adik kan tak seperti itu. Dengan adik-adik saya, yang sudah berumah tangga semua, kalau tak ada kabar, artinya baik-baik saja. Jadi kalau menelepon dan kita tak dirumah, maka akan segera menelepon balik, kawatir ada kabar apa.

    Tapi kalau hubungan anak-ibu, kayaknya memang perlu komunikasi yang intens, tapi tak boleh berlebihan, agar masing-masing tak merasa seperti diawasi.

  32. Tak sedikit anak yang merasa risih bila orang tua over protectif terhadap dirinya. Terkadang hal ini sampai menimbulkan sebuah pemberontakan karena dianggap masih belum dewasa dan merasa segala aktivitasnya selalu diawasi. Ada yang menganggap bahwa proteksi yang berlebihan justru dapat menghambat kebebasan anak dalam mengembangkan dirinya terutama dalam hal2 yang positif.

    Mufti AM
    ,
    Jika seperti penjelasnmu itu, berarti memang ada jurang komunikasi antara orangtua dan anak. Karena kebetulan, anak saya (si bungsu), setiap hari sms untuk menjelaskan posisinya dimana. Kalau hari biasa (kuliah dsb nya), tak harus sms setiap hari.

    Demikian juga jika saya tugas, pasti saya juga sms suami dan anak-anak, agar mereka tak kawatir. Yang penting adalah menjaga, bagaimana komunikasi anatar keluarga tetap terjalin baik, namun tak mengikat yang menimbulkan pemberontakan.

  33. Aku menyuruh Ines utk menghabiskan 3 minggu liburan musim panasnya ke Senegal ketika dia berumur 7th. Dia pergi bersama teman-temanku. Dia menelponku hanya 1X, begitu juga aku.

    Tahun lalu, aku tawarkan berlibur ke Indonesia sendiri. Sayang dia agak enggan. Tahun ini aku tawarkan lagi, namun dia memilih pergi ke Amerika. Soalnya jika ke Indonesia tidak ada barengannya.

    Juliach,
    Walau masih 7 tahun, karena berlibur dengan teman2 Juliach (yang saya perkirakan sudah dewasa, atau malah sudah berkeluarga), tak masalah. Sama seperti anak-anak saya saat SD pergi ke Semarang hanya ditemani si mbak.

  34. saya jadi ingat waktu melakukan perjalanan 4 hari 3 malam, tapi jalan kaki, asli jalan kaki, dengan 4 orang teman saya. dari Pati ke Blora pulang pergi, menyusur sungai dan pedesaan. sempat kehujanan juga bu.
    sempat hampir nggak kuat saat di hutan Kunduran, Todanan, Blora. sampai menggeletak dipinggir jalan gitu saja, haha….

    salam juga buat Narpen, bu Enny. 🙂

    Goenoeng,
    Jalan bersama teman justru itu yang menyenangkan, mereka bisa tidur dan melepaskan lelah dimana saja. Dan ternyata pengalaman kemarin sangat berkesan bagi anakku, sehingga dia ingin mengulang lagi jika nanti ada liburan.
    Salamnya akan saya sampaikan pada Narpen

  35. wah, sungguh, ini sebuah pengalaman hidup yang bisa saya timba, bu enny. terima kasih, bu, ternyata di tengah kesibukan, ibu masih sempat memantau perjalanan si bungsu keluar kota. kalau kita perhatikan, agaknya makin langka orang tua yang peduli pada anaknya, hiks. bahkan, ke mana si anak pergi, orang tua juga sering tidak tahu. semoga saya bisa mengikuti jejak bu enny. saya b\ikir kok bukan karena over-protektif. anak juga akan memiliki keterikatan emosi apabila orang tua penuh perhatian. sekali lagi terima kasih share pengalaman hidupnya, bu.

    Sawali Tuhusetya
    ,
    Saya menulis ini, karena pernah mendengar teman anakku memberi komentar kok ibumu protektif sekali. Tapi si bungsu justru menikmati, dan dia sendiri secara sukarela setiap hari mengirim sms memberitahu posisinya.

    Akhirnya saya menyadari, kondisi masing-masing keluarga berbeda, dan saya menjelaskan pada si bungsu (apalagi dia cewek), sebetulnya ortu percaya, tapi jika kita mengetahui posisi mereka akan memudahkan jika ada kondisi darurat, dapat segera dihubungi.
    Saya juga terimakasih pada orangtua temannya, saudara temannya, yang selama perjalanan menerima mereka dengan senang hati, dan menawarkan mereka menginap di rumahnya.

  36. keknya itu bukan overprotektif kok
    hanya agak lebih khawatir aja
    manusiawi lah…namanya juga ibu 😀

    Wennyaulia,
    Sebetulnya memang masih wajar, karena mereka dalam perjalanan dan setiap kali berpindah kota.

  37. ‘Overprotecting’ terkadang bukan dengan anak saja tetapi juga dengan diri sendiri. Saya lihat banyak orang yang angin sedikit sudah nggak tahan. Padahal normalnya angin sedikit sih nggak apa2, kecuali mungkin kalau dia tengah sakit atau anginnya memang kencang.

    Nah, dulu entah kenapa saya orangnya termasuk sering yang terkena diarrhœa. Mungkin dulu karena saya ‘sok terlalu bersih’ sampai jajan bakso pinggir jalan aja nggak mau. Sekarang saya ‘agak cuek’ dan lebih gampang dalam jajan di pinggir jalan apalagi pas di kantor. Hasilnya alhamdulillah saya kini jauh lebih jarang terkena diarrhœa. Mungkin karena terbiasa lebih jorok dengan makanan jadinya sistem kekebalan tubuh saya lebih berfungsi dengan baik huehehehe….. Tetapi ini bukan berarti himbauan agar kita jajan sembarangan tanpa seleksi. Ya bukan begitulah. Yang penting adalah jangan terlalu over dan jangan terlalu ‘under‘….. :mrgreen:

    Yari NK,
    Hehehe…saya dulu suka jajan di Amigos (agak minggir got sedikit)…akibatnya kena typhus dan dirawat 10 hari…payah ya.
    Tapi memang enak sih makanannya, mungkin saat itu kondisi fisik saya lemah, sehingga mudah terkena virus, kenyataannya teman lain baik-baik aja.

  38. Mamaku juga orangnya begitu…walaupun dia boleh2 aja anaknya pergi kemana2 bahkan kerja di luar kota, tetep aja di telp udah makan belum, baik2 aja gak sampai kadang ditanyain pulang kerja jam brp…huhehehehe….padahal anaknya udah segini gede 😀 terus kalo aku bilang…”mama nih aku udah gede tau?” pasti beliau jawabnya…”kalau buat mama mah kamu tetep kecil”…tetapi mamaku alhamdulillah masih bisa menjaga keseimbangan khawatir dan percaya buktinya aku dibebas2in aja kerja di riau dah hampir 3 tahun pulang 😛

    Ria,
    Itu sebenarnya hanya pengungkapan rasa sayang….karena bagi mama, anaknya tak pernah besar. Kalau bisa sih pengin digendong dan dipeluk terus. Tapi ibu juga harus membuat anaknya mandiri…dan karena hubungan antara anak dan ibu, maka memang perlu komunikasi yang baik bagi kedua pihak, agar diketahui mana yang pas bagi keduanya, agar terasa nyaman.

  39. Wah, saya belum ngerti mendidik anak, Bu. Soalnya, belum dikasih sama Yang Di Atas. Prinsip jangan over protektif, saya tau. Tapi pada kenyataannya, saya liat di sekitar saya: orang tua memang sering gak sadar bahwa mereka telah berlaku demikian.

    Suhadinet,
    Memang segala yang over tidak baik…

  40. banyak anak tak menyadari bahwa tindakan ortunya adalah salah satu bentuk kasih sayang, apalagi anak2 sekarang yang kritis *& pemberontak*.
    segala sesuatu memang harus berimbang, & kasih sayang tetap harus diekspresikan 😀

    Tomyarjunanto,
    Anak sekarang lebih terbuka, berani mengatakan apa yang disuka dan apa yang tidak disukai. Jika orangtua juga dekat dengan anak, maka komunikasi akan timbul dua arah. Anak saya berani mengatakan, kalau melihat ibu sudah berlebhan, dan disitu saya mulai mengerem, tapi kita juga harus menjelaskan kekawatiran kita sebagai orangtua, sehingga bisa dicapai kesepakatan yang membuat anak maupun ortu tetap merasa nyaman.

  41. mbak…..kalau seorang ibu melakukan proteksi berlebihan pada anak-anaknya mungkin kedengarannya sangatlah wajar…….tapi saya sebagai ayah hingga kini “terkenal” di keluarga saya, paling protektif sama anak-anak (semua sudah berkeluarga)……walau bukan saya yg melakukan tetapi saya minta sang nyonya memantau dan mengingatkannya……tak terkecuali tentang penggunaan sabuk pengaman kalau bepergian dengan kendaraan roda empat……..juga memantau cucu-cucu saya …..bagaimana tentang kesehatan,makannya,sekolahnya,dsb…….padahal anak-anak saya sejak remajanya sudah bisa bekerja dan mengatur diri secara mandiri……..dan bisa mengelola keluarganya masing-masing…….. apakah ada kelainan ya mbak pada diri saya……

    Syafri Mangkuprawira
    ,
    Untuk orangtua yang hubungan dengan putra putrinya dekat, perasaan seperti bapak menurut saya tidak berlebihan. Kebetulan, orangtua saya juga termasuk over protektif pada anak, namun juga membebaskan pilihan anak, sehingga kemanapun saya pergi selalu bilang pada orangtua.

    Dan setiap kali mau ujian, quiz, saya selalu kirim surat mohon didoakan (dulu kan hanya melalui surat, telepon juga belum menyentuh kampung saya), dan biasanya saya akan tenang dalam menghadapi ujian. Kebetulan pula, bapak kost saya adalah juga dosen Faperta, sehingga saya menganggap beliau seperti ayah saya sendiri.

    Konon katanya, kepada cucu lebih-lebih lagi ya pak….dan ini bisa menyebabkan cucunya manja (saya belum merasakan sih, cuma kata teman-teman, rasanya sayang terhadap cucu melebihi sayang pada anak…saya sampai terbengong, betulkah?)

  42. Obat-obatan musti selalu ada di dalam tas kalau bepergian jauh… setuju, Bunda… Setuju banget aku… Meskipun sayangnya, aku ini jarang banget inget soal ini karena lebih mementingkan cemilan dan baju ganti. hehe…
    itu

    Eniwei,
    protective itu perlu lho, Bun..
    Aku malah nggak pernah kayaknya sampai dijaga sedemikian ketatnya, malah cenderung ‘mbyak-mbyakan’.. hehe bahasanya, bahasanya… Aku malah kepingin.. 🙂

    Herannya, setelah Mami meninggal, Bro yang mulai overprotective.. akhirnya dia ketumpuan antar jemput adiknya deh… daripada keluyuran nggak jelas.. hehehe…

    Jeunglala,
    Mengantar jemput adik perempuan menurutku masih wajar, jika waktunya memang memungkinkan.

    Anak perempuan saya, jika pulangnya lebih dari jam 9 malam juga dijemput oleh ayah atau si mbak, maklum anak perempuan kan beda dengan anak laki-laki risikonya. Tapi jika dia bisa nebeng temennya, maka nggak dijemput. Apalagi si bungsu hobi pulang malam, kadang malah sampai tengah malam di lab, dan jam segitu angkot di Bandung sudah nggak ada.

  43. Akh.. Bunda itu sih masih sangat normal dan segitu sih gak over protektif lah.. Namanya juga orang tua..

    Belum lagi kalo seorang ibu udah mulai pakai instuisinya. DUlu saat saya masih kuliah, sekarang pun kadang masih, dan menghadapi masalah namun berusaha menyelesaikannya sendiri (gak ngomong2 ke orang tua), ntar tiba2 telpon berdering.. Dan, dibalik telpon sana suara ibuku menyapa: “Nug kamu lagi ada apa.. kok ibu kepikiran terus yaa..??” Nah lho… 🙂

    Nug,
    Setelah anak-anak besar, saya mencoba puasa dan sholat malam, agar anak-anak selalu dilindungi oleh Allah swt.
    Tahu nggak, si sulung cerita pada temannya (yang kemudian cerita ke saya), “Aku heran deh, kalau mau nakal selalu terbayang wajah nyokap yang kayaknya sedih, jadi aku nggak tega“.

    Dan dari sms atau membaca blog saya sudah merasa anak saya lagi sedih. Saya kadang nelepon atau saya lihat situasinya, agar jangan malah tambah parah, saya ambil air wudhu dan sholat 2 rakaat, mohon pertolongan Allah swt. Biasanya seperti ada kontak, anak saya telepon atau sms.
    Karena mengalami sendiri, saya percaya apa yang diceritakan mas Nug, jadi sebagai ortu memang harus banyak tirakat.

  44. tapi kenapa ya bu rata2 bungsu kadang selalu sakit manja. demam/pilek/apalah. seperti saya anak bungsu, sering demam kecil n perhatian orangtua seolah2 saya kena dbd aja…pdl cuma kecapean..

    Cutemom cantik,
    Tak selalu…anak bungsuku malah mandiri banget.
    Kalau sakit nggak mau ngomong, dirasakan sendiri….ortu nya aja yang kawatir, anaknya tenang2 aja.

  45. anlin

    over protektif?yah…terkadang begitulah sifat seorang ibu, tanpa kita sadari atau tidak.Kedua anak saya jg prnh bu merasa kurang nyaman dgn sifat over protektif.Yg kadang2 menurut anak2 mengekang/membatasi keinginan mereka.Aahh…rasanya mendidik anak jaman sekarang susah susah gampang.Tidak spt kita dulu ya bu Ratna?(itu katanya orang tua kita dulu)

    Anlin,
    Pada kenyataannya, saya tak membatasi gerakan mereka, karena mereka juga selalu ngomong kalau melakukan kegiatan. Walau membolehkan, dan mendukung, dalam hati perasaan sebagai ortu tetap aja kawatir…ini inti tulisanku di atas.

  46. wah asyik sekali anak bungsu Ibu, bisa ikut menanam pohon jati segala di Dungus. saya sudah lama sekali tidak ke sana. padahal dulu sering ikut ibu saya ke sana untuk menengok sawah atau ikut kemping di bumi perkemahanannya. saya ingat, sempat main2 di sungai yang airnya sangat jernih dan batu2nya besar. asyik sekali. main bareng teman2 sebaya memang menyenangkan! dan anak bungsu ibu pasti senang sekali punya ibu yang tidak melarangnya ikut main bareng dg teman2 sebaya. pengalaman yg tak terlupakan.

    Krismariana,
    Saya malah sengaja mendorongnya untuk bepergian dengan teman-temannya, berpetualang dengan kendaraan umum, naik kendaraan bak terbuka, diturunkan bis ditengah malam buta, ternyata masih di Ngawi…hahaha…rupanya mereka belum tahu Madiun (padahal saya orang Madiun tapi jarang pulang kampung setelah ayahu ibu tiada, dan si bungsu tak mengenal kakek neneknya, karena si bungs belum setahun neneknya sudah tiada).

    Dan ternyata si bungsu menikmati petualangan tsb, dan ingin mengulanginya jika ada liburan nanti.

  47. kumbangbiru

    Kalo saya ditinggal mama berpergian sebaliknya, saya yang cemas banget sama Mama.
    Bahkan sampai kelepasan marah-marah gara gara udah paranoid banget, astagfirullah.
    Soalnya telponnya juga nggak dijawab2 trus, kadang sinyal juga nggak ada, sms gak dibalas…
    Aduuh!
    Ngak baik klo bgni trus, buat jantung saya!

  48. orang tua terkadang g’ pernah mau mendengar masukan dari seorang anak.Apakah si anak tak pantas memberikan masukan tsb? Terkadang si anak bukan ngak mau terima semua masukan yang terbaik dari orang tua,karena teori yg di berikan tidak sesuai dng fakta yg rerjadi? Apakah yg harus di lakukan anak tsb?

Tinggalkan komentar