Serba serbi perjalanan dari Jakarta ke Bali

Pagi itu sopir BB datang tepat waktu, saya sengaja pesan lebih awal karena kemacetan jalan di Jakarta sering tak dapat di duga. Perjalanan dengan taksi sering mendapatkan pengalaman, yang terkadang diluar apa yang saya pikirkan. Pak sopir dengan sopan menyetir, mendekati bandara Sutta saya akhirnya tahu, bahwa pak sopir sebelumnya bekerja di liputan 6 SCTV, isterinya lulusan UGM yang sekarang terpaksa di rumah karena anak-anaknya 4 (empat) orang masih kecil-kecil. Walau demikian, dari obrolan sepanjang perjalanan, terlihat bahwa dia menyenangi pekerjaannya, serta tetap bersyukur karena bisa membiayai kehidupan anak isterinya. Sampai di terminal dua, terlihat orang penuh sesak, padahal long week end masih  tiga hari kemudian. Hal tersebut sebetulnya wajar, karena Indonesia merupakan negara kepulauan, sehingga angkutan laut maupun udara merupakan jalan yang dipilih masyarakat untuk berkunjung, berbisnis maupun keperluan lainnya. Melihat hal ini, si mas di toko buku berkomentar, airport kok ramenya mirip terminal bis. Hanya stasiun kereta api yang sepi, kecuali libur panjang atau libur anak sekolah.

Sambil menunggu, saya berjalan-jalan di sepanjang area pertokoan di dalam terminal, melihat buku siapa tahu ada yang menarik untuk di koleksi, walau males bawanya, mosok mau berangkat sudah menambah bawaan. Akhirnya saya hanya membeli majalah Tempo, untuk dibaca sambil menunggu di lounge. Disinipun nyaris tak ada kursi kosong, akhirnya saya menemukan kursi kosong di depan bapak-bapak yang sedang asyik membaca koran. Tak lama kemudian, saya menuju ruang tunggu, karena pesawat akan segera boarding. Saat penumpang mulai masuk pesawat, terdengar tangisan seorang anak kecil yang makin lama makin keras. Saya menengok, dan terlihat seorang anak, kira-kira berumur satu tahun digendong pemomongnya. Seorang bapak sibuk mengatur tempat duduk di kelas ekonomi, untuk 3 (tiga) orang pembantu dan dua anak kecil, yang salah satunya menangis kencang tersebut. Pramugari ikut sibuk menenangkan anak tersebut, mencoba menenangkan dengan memberikan mainan. Tak lama kemudian saya melihat ibu muda bercelana pendek, saya kira akan menggendong anak tersebut, rupanya hanya melihat dan memberikan pesan-pesan ke mbaknya. Dan kemana ibu tadi? …rupanya dia dan sang suami duduk di kelas eksekutif, sedang kedua anaknya dan 3 (tiga) orang pembantunya duduk di kelas ekonomi. Penumpang yang duduk di depan anak yang menangis rupanya tak tahan lagi, meminta pramugari untuk memberitahu sang mama agar anaknya diajak duduk di kelas eksekutif. Tak lama kemudian pramugari kembali, dan hanya mengangkat bahu, karena ternyata si ibu tetap duduk manis di kelas eksekutif, membiarkan anaknya menangis kencang di kelas ekonomi. Saat pesawat mulai berjalan, si anak makin keras tangisannya, untunglah setelah mengudara, mungkin karena lelah, atau karena AC nya sudah dingin, akhirnya hanya tinggal sedu sedan.  Bapak yang duduk di samping saya komentar, “ Kok ada ya bu, seorang ibu yang punya perilaku seperti itu.” Saya tak bisa menjawab komentarnya.

Perjalanan cukup menyenangkan, sampai bandara Ngurah Rai kami langsung menuju acara rapat yang telah dijadual sebelumnya. Selama di Denpasar, saya melihat pemandangan menarik. Banyak sekali bule (wisatawan asing) yang naik sepeda motor, bahkan ada yang terlihat baru belajar, karena jalannya megal megol. Si sopir yang mengantar saya selama di Bali, yang sebelum nya bekerja di travel, mengatakan, bahwa dulu dia sering membantu para turis asing untuk mendapatkan SIM C. Mungkin hal tersebut terpaksa dilakukan, karena teman saya cerita, di Bali rute angkot terbatas di daerah tertentu, itupun jarang terlihat dijalanan, sedang kalau naik taksi juga terbatas. Taksi mudah ditemui di daerah Kuta, namun jarang di daerah lain, sehingga pilihan naik sepeda motor merupakan alternatif yang lebih baik. Sepanjang berada di Bali, setiap hari nyaris turun hujan, hawanya terasa sejuk, namun cukup mengganggu saat saya berwisata ke Pura Besakih di daerah Karangasem, kemudian ke Bedugul, karena tangan menjadi repot, yang satu pegang payung dan satunya siap memotret…..makanya hasilnya kurang memuaskan (alasan untuk ngeles, karena memang bisanya asal jepret saja….)

Di Bali dalam situasi long week end menyebabkan jalan macet dimana-mana, Kuta- Denpasar yang jaraknya sekitar 20 km, ditempuh nyaris satu jam. Bahkan untuk mencari parkir di dekat pantai Kuta juga sulit. Bali memang tempat wisata yang menarik, karena budaya menyatu dengan kegiatan sehari-hari, obyek wisata mudah dicapai, serta makanan yang enak-enak. Tak diragukan, baik turis domestik maupun turis asing menyukai situasi ini. Walau demikian, pak sopir mengatakan kalau situasi Bali belum kembali seperti semula. Saya heran, karena menurutku dimana-mana orang antri, ternyata menurut pak Ktut, sebelumnya turis asing bahkan rela bertebaran dan duduk-duduk di trotoar karena tak mendapat penginapan. Saat ini turis asing memang banyak, namun di lokasi wisata terlihat masih lebih banyak turis domestik. Saya melihat turis asing banyak,  saat pergi ke pura Besakih dilanjutkan ke Kerta Gosa (reruntuhan keraton Klungkung). Di pertunjukkan Kecak Dance maupun Barong Dance, masih lebih banyak turis domestik. Turis asing banyak terlihat saat saya ke daerah Sanur, saya memperkirakan turis asing yang berada di daerah  Sanur adalah kelas menengah ke atas…mereka lebih suka duduk di cafe, membaca buku tebal.

Banyaknya tamu, juga mempengaruhi pelayanan hotel, saat mengambil makan pagi terpaksa antri, kecepatan pelayanan saat makanan habis agak kurang, atau mungkin memang makanan tertentu dibatasi jumlahnya. Saat berjalan-jalan pagi ke pantai Kuta, dan makan pagi terlambat, makanan tinggal sedikit, syukurlah saya dan teman saya tak rewel soal makan pagi, sehingga makan roti pun tak masalah. Saya jadi ingat saat menginap di suatu hotel bintang 5 di daerah Carita. Saat week days, hotel sunyi senyap, saya akhirnya minta ditemani isteri staf ku, karena terlalu sepi. Begitu hari Jumat, tamu banyak datang berombongan….dan besoknya makan pagi sulit mendapat kursi. Rasanya malah tak terlalu nyaman, memang hotel ini mempunyai pantai berpasir di belakangnya, sehingga banyak disukai tamu.

Penumpang duduk di lantai bandara Ngurah Rai, karena kursi penuh

Saya bersyukur diingatkan teman, untuk menitip tiket pesawat sehari sebelumnya. Saat sampai di bandara Ngurah Rai, 90 menit sebelum jadual pesawat boarding, antrian panjang mengular lebih dari 100 meter. Saya jadi ingat kata-kata temanku, jika minggu siang sampai malam, maka bandara Ngurah Rai penuh sesak orang yang berangkat keluar pulau Bali. Saya tak percaya, namun saat sudah di dalam bandara, beberapa kali saya nyaris tertabrak orang yang berlarian mengejar pesawat. Di dalam bandara, kursipun penuh sesak, akibatnya karena menunggu lama, banyak yang duduk-duduk dilantai. Saat itu diumumkan, pesawat yang  akan saya tumpangi seharusnya boarding jam 17.00 wita, terpaksa diundur jam 17.45 wita, karena masih menunggu penumpang yang  belum sempat check in. Syukurlah akhirnya  hanya mundur 15 menit dari jadual semula, karena penumpang yang berjumlah 215 orang (full capacity) bisa segera check in semua, sehingga pesawat hanya terlambat 15 menit. Perjalanan cukup lancar, penumpang dibelakang kursi saya cerita  dengan teman yang duduk disampingnya…”Baru kali ini saya lari-lari mengejar pesawat, untung nggak bawa anak-anak….benar-benar bikin stres, antri sampai satu jam hanya untuk check in.” Dia bertanya lagi ke temannya…boleh nggak ya mau buang air kecil, karena  pesawat belum mengudara. Dijawab oleh temannya, bahwa dia juga baru dari belakang…..entah bagaimana akhirnya, namun saya ingat, saat terbang dengan KLM, teman saya ingin buang air kecil, saat pesawat berhenti, tak diperbolehkan oleh pramugari.

Akhirnya saya sampai bandara Sutta dengan selamat, dan  segera ke loket  Golden Bird untuk pesan taksi ke rumah, daripada antri di luar yang kemungkinan besar akan berebut. Ternyata kemacetan belum berhenti disini, saya pikir karena pulang Minggu malam sampai Jakarta, jalanan akan lancar. Ternyata malah jalan macet karena banyak supporter bola (Jackmania), yang rame berkeliling naik Metromini. Syukurlah pak sopir mau diminta keluar Tol  di Pancoran, kemudian balik lagi, karena saya lihat Semanggi dan sekitarnya macet parah. Kapan ya tak ketemu kemacetan?

33 pemikiran pada “Serba serbi perjalanan dari Jakarta ke Bali

  1. Along

    Salam sejahtera edratna.

    Saya cuba memahami bahasanya, terlalu pekat.
    Banyak sangat istilah yang tidak terdengar di kaca tv.

    Apapun, tahniah atas coretan yang begitu terperinci ini. TQ

    Hmm memang bahasa Indonesia agak berbeda dengan bahasa melayu, apalagi bahasa formal
    Bahasa di blog lebih bebas mengekpresikan penulisnya.

  2. wah kok aku jadi capek malahan mbacanya. Baru tadi aku saranin gurunya Riku untuk summer vacation di Bali aja hehehe. Kayaknya mesti revisi, ke Jkt aja…..

    EM

    Imel…jangan capek…soal tulisan yang senang-senang akan diposting melalui TV (mbak Tuti). Jadi ini memang cerita di latar belakang, tingkah polah penumpang pesawat, kekonyolan di jalan, antrian dimana-mana.
    Sebenarnya jika Imel tidur di hotel di Kuta dan pesan jauh-jauh hari, termasuk mobil yang disewa tak ada masalah kok (sewa mobil antara Rp.400 rb s/d Rp.500 rb sehari).
    Terus dari Bali kan pesawat ke Jepang bisa langsung, dan biasanya jika sudah malam akan sepi..penumpang kan rame saat siang sampai menjelang senja…pas hari terakhir libur (Minggu sore).
    Kalau mau lebih tenang, saran saya cari hotel di daerah Sanur (kalau di Ubud terlalu sepi, biasanya untuk usia remaja ke atas)..kalau di Sanur masih dekat pantai, pagi2 bisa berlarian di pantai……masih relatif sepi..tapi bisa jalan2 melihat keruwetan Kuta (dalam mobil aja). Kalau ke lokasi pura di Bedugul. pura Besakih, Tanah Lot…bisa berangkat sepagi mungkin setelah sarapan di hotel, jalanan masih sepi. Untuk amannya bawa bekal makanan untuk jaga-jaga jika macet di jalan..macetpun menyenangkan kok, asal kita kenyang, karena pemandangan di kiri kanan sungguh indah.
    Dan Bali seperti Jepang, banyak pura nya.

  3. wah rame banget ya yang ke bali pas long weekend… tapi ya gak heran juga sih ya… mumpung ada long weekend gitu.. pasti pada jalan2… 😀

    tentang anak yang didudukin di kelas ekonomi sama pembantu, sementara papa mama nya di kelas bisnis, hmmm…. saya ada temen yang juga begitu. hehehe. jangan2 yang ibu ceritain itu temen saya ya? huahahaha… 😀 well no comment lah tentang ini ya… 🙂 yang pasti kalo saya ntar udah banyak uang dan bisa naik kelas bisnis pun pasti anak saya ikutan naik kelas bisnis juga. hehehe.

    Jangan2 memang temanmu ya…kayaknya umurnya masih sekitar awal tigapuluhan…
    Ya, Bali penuh turis, apalagi memang namanya pulau dewata…masyarakatnya juga wellcome dengan orang lain…serta budaya melayani memang telah menyatu dengan kehidupan
    sehari-hari.

  4. ada satu potongan yang membuat hati saya miris, memisahkan anaknya sendiri memiliki kelas eksekutif sementara anaknya diserahkan ke pembantu di kelas ekonomi, muncul pertanyaan dibenak saya apakah sebenarnya itu anak majikannya apa anaknya pembantu, bisa jadi secara biologis adalah anak majikannya namun dalam keseharian itu adalah anaknya pembantu, ibu yang kurang peduli pada anaknya sendiri

    Di Jakarta, saya banyak melihat hal seperti ini.
    Saat makan di restoran yang menyuapi adalah pembantunya…padahal mama nya ada di meja itu pula. ..namun ini kan mamanya masih semeja jadi tak masalah.
    Tapi kemarin memang agak aneh, karena menganggu orang lain…jadi penumpang lainnya sebel…..kok kedua pasangan itu kurang punya empati pada orang lain. Padahal saya masih suka memeluk anak-anak walau sudah besar

  5. kalo pengen tak macet, pindah ke kampung saya saja, mbak..

    ya no pain no gain, katanya
    *terkesan ga nyambung*

    Iya ya?…..

  6. Bu, meski ceritamu melelahkan karena sebegitu runyamnya, tapi malah bikin saya kangen pulang 🙂

    Hehehehe..lha namanya serba serbi perjalanan….jadi apa yang diluar kenyamanan.
    Yang nyaman nanti diposting melalui TV…juga ada postingan santai di cafe….

  7. Perjalanan yang tak bisa tergantikan bu. Karena inspiring banget menurut saya, banyak pelajaran2 yang ibu maknai dan resapi mendalam, sisi lain kehidupan di luar cermin kacamata pemikiran realitas diri kita

    Ini memang tulisan dari sisi lain perjalanan, tentang manusianya, tentang transportasi umum dll

  8. wooow segitu ramenya yang weekend di Bali ya bu.. bisa kebayang dari cerita panjangnya yang ngantri di bandara, fiuuhh. udah masuk musim liburan juga sih ya 🙂
    welcome back to Jakarta

    Sebetulnya belum masuk liburan..hanya long week end..libur 3 hari.
    Tapi kata temanku di Bali, libur akhir pekan biasa aja…bandara Bali rame saat Jumat malam (orang datang) ….dan rame lagi saat minggu malam saat orang pulang balik ke Jakarta.
    Cuma selama ini, ternyata saya ke Bali mesti pas tugas, jadi nggak terlalu rame karena week days. Dan ternyata..terakhir bersama keluarga..udah sepuluh tahun lalu dan masa krisis…jadi ya nggak rame juga

  9. julianusginting

    kebetulan agak panjang mba tulisannya, tapi menurut saya begitulah macemnya hal2 dalam perjalanan.

    Ini memanng cerita serba serbi di perjalanan….dari sisi tingkah laku manusianya

  10. macet udah jadi bagian dari kehidupan di kota besar ya bu? jadi saya selalu berusaha menikmatinya saja kalau lagi terjebak 🙂

    Macet kelihatannya bukan hanya milik Jakarta…
    Macet di Bali tetap menyenangkan, karena pemandangannya indah, asal bawa bekal…hahaha

  11. Bagian menarik dari cerita diatas adalah ketidakpedulian seorang ibu terhadap anaknya. Sungguh menyedihkan dan seperti tak ada naluri kewanitaannya. Mudah2an ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua

    Mungkin si anak juga bukan makin tenang jika bersama mama nya, karena sehari-hari sama si mbaknya

  12. cerita ttg ibu bercelana pendek menarik, ternyata ada ya ibu yg seperti itu..

    Bali skrg makin crowded, but i love keindahan alamnya, alami banget..

    Biar macet tetap menyenangkan kok…
    Dan penginnya sih sering ke sana..apalagi ada anak di sana

  13. Asyiknya yang baru pulang liburan ya bu..
    Iya dimana2 kalo musim libur pasti macet.. heheheh…
    tapi apapun itu pasti yang pernah ke Bali ingin lagi kesana…..

    Macet kan hanya sebagian kesulitan, yang enaknya jauh lebih banyak.
    Jadi…kalau ada waktu dan biaya, pasti tetap suka ke sana

  14. Saya tertarik kalimat yang ini bu …

    dia dan sang suami duduk di kelas eksekutif, sedang kedua anaknya dan 3 (tiga) orang pembantunya duduk di kelas ekonomi.

    dan saya tidak bisa berkata apa-apa …

    Salam saya Bu …

    Hahaha…walau aneh dimata saya, mungkin biasa buat mereka ..
    Masalahnya…jangan2 si anak makin kenceng nangisnya jika dipangku mamanya…
    Mungkin karena kaget naik pesawat dan hawanya panas (saat pesawat masih berhenti kan AC tidak dingin..jadi panas)

  15. ckckck.. kok bisa ya ibu itu ngebiarin anaknya nangis???

    seru donk mbak ke bali..

    Hmm soal ibu tadi….mungkin sehari-hari si anak lebih dekat dengan pemomongnya.
    Dan nangisnya bukan karena jauh dari ibu, ada kemungkinan karena kepanasan..karena begitu pesawat mengudara dan AC nya dingin..anak itu tidur, entah kelelahan menangis, atau karena hawa sudah sejuk (di rumah terbiasa pakai AC, kalau jalan-jalan di mal yang ber AC)

  16. Banyaknya calon penumpang pesawat yang duduk-duduk di lantai karena kehabisan tempat duduk di ruang tunggu, apakah menandakan bahwa semakin banyak orang di Indonesia kaya ya? Karena di tulisan Ibu, ternyata, wisatawan domestik lebih banyak ketimbang manca negara.

    Salam kekerabatan.

    Saya perhatikan, karena libur 3 hari, banyak yang libur berombongan…mungkin mereka telah menabung selama satu tahun.
    Dulu, saat masih aktif, kami terbiasa menabung, setelah setahun berencana piknik sekeluarga, sehingga antara Pimpinan dan karyawan beserta keluarganya saling mengenal… tujuan kemana, tergantung berapa banyaknya uang yang terkumpul.

  17. asyiknya jalan2 jakarta-bali..
    rute yang paling banyak dinanti2kan oleh kita2 hehe…
    pernah juga melewati rute itu… n suka dengan posisi bandara ngurah rai yang menjurus ke pantai.. asyik

    Bali memang memiliki daya tarik sendiri…dan nggak pernah bosen

  18. Ping-balik: Ikut Mbak Enny Ke Bali « Tuti Nonka's Veranda

  19. ..
    saya pernah tinggal di komplek AU deket Ngurah Rai, jadi sudah biasa melihat kesibukan di bandara..
    plus kebisingannya.. hi..hi..
    🙂
    daerah kuta dan legian dari dulu emang sering macet, paling nyaman emang jalan kaki.. 🙂
    ..
    bekerja sambil liburan ato liburan nyambi kerja, emang uenak Buk..
    hi..hi..
    ..
    salam hangat dari Kediri..
    ..

    Lho! Ata tuh sekarang di Kediri atau Malang to?
    Asyik dong setiap kali melihat pesawat mendarat dan take off…tapi serem juga ya, suaranya bergemuruh.
    Sebetulnya di Kuta memang enak untuk jalan kaki, kalau naik mobil merambat

  20. ke Jepang aja bu, gak akan menemukan capek he..he..sekalian mengunjungi mbak narpen.

    Pengin sih Fety, tapi mesti menabung dulu…terus waktunya juga harus sesuai, karena jangan sampai membebani anak yang dikunjungi….seperti saat dia lagi banyak tugas dan ujian. Saya ingat saat mengunjungi si sulung di Bne, mampir setelah ada seminar di UQ…waktunya kurang pas, karena dia lagi sibuk di awal perkuliahan…waduhh…saya cuma ditemani sehari, itupun dia menemani tidur di hotel, besoknya saya terpaksa jalan-jalan sendiri dua hari….hahaha (tentu saja kurang puas, kawatir kesasar…lha sendirian)

  21. salah satu tempat tujuan wisata teratas hingga saat ini, masih bali ya Bu .
    karena sesibuk dan seruwet apapun orang masih ingin menikmati keindahan pulau dewata itu.
    Terimakasih Bu telah berbagi cerita ini, sepertinya aku jadi ikut2an merasakan keruwetan disana 🙂
    salam

    Bali memang tempat tujuan wisata, cerita tentang kemacetan, agar jika ke sana sudah siap-siap, membuat jadual dan route yang tak macet…mial berangkat pagi-pagi. Dan karena macet tak bisa dihindari, paling baik menyiapkan bekal yang cukup untuk dijalan, karena tempat makan pun penuh. Di satu sisi merasa senang karena Bali sudah kembali aman….dan turis asingpun banyak yang datang ke Bali.

  22. Wah, saya belum pernah ke Bali… kapan-kapan kalau ada kesempatan ke Bali, semoga pas bukan liburan umum… 🙂

    Saya prihatin dengan cerita tentang ibu eksekutif dan anaknya… haduh, ibu itu cuek bgt sih? jadi geregetan saya….

  23. waa, jadi pengen jalan-jalan lagi nih. Terakhir ke Bali sibuk jadi panitia seminar, jadi ga sempat ke mana-mana.

    Ayo pak, jalan-jalan ke Bali.
    Masih di Malaysia ya pak?

  24. waduh.. kasian amat… pembantu dan anak kasih ke kelas ekonomi…

    ya.. no komen juga deh kayak bunda.. 🙂

    tapi long weekend emang tempat2 wisata penuh semua. di jogja juga penuh mobil2 dari luar kota.. jalanan yang biasanya gak macet juga jadi penuh…

    Memang kebiasaan setiap orang berbeda Anna, kita tak bisa mengatakan apa-apa

  25. Berkunjung lagi… 🙂
    akhirnya semakin kenal bu enny setelah melihat photo2 ibu di blog bu tuti hhehehe ^_^

    Hehehe….padahal di blogku sering juga ada fotonya….

  26. wah saya juga baru aja dari bali, padahal weekdays tapi rame juga tuh bu…

    yang bikin enak ke bali adalah kemudahan tranportasi dari jakarta (atau kota2 lain) ke sana, ada bandara internasional.
    dari jakarta sehari bisa puluhan kali pesawat datang/pergi dari berbagai macam maskapai (jadi kita tinggal pilih, dari yang paling mahal sampai yang model bis kota)
    kebetulan saya ke kuta-legian (soalnya ada kerjaan di sana) jadi ga sempet jalan2 jauh… kesan2nya, di sana ramai sekali, terutama turis mancanegara (kecuali di joger yang isinya orang indonesia semua)

    jadi pingin jalan2 ke bali sama keluarga, kemudahan tranportasi dan juga akomodasi memang salah satu syarat tempat wisata yang baik, di sisi lain masyarakatnya juga welcome banget sama pendatang….

    Beberapa kali saya ke Bali selalu dalam rangka tugas….dan seringnya hanya sempat jalan-jalan di sore atau malam hari.
    Dan selalu inginnya kembali ke Jimbaran…makan ikan bakar…..Kapan-kapan mesti ajak Heigel ke sana

  27. Danang

    Cerita tentang manusia(indonesia) memang menarik ditulis ya mba, perhatikan orang mau masuk pesawat aja rebutan tujuan agar bisa duduk dekat jendela, walaupun bukan tempat duduknya(tidak sesuai nomor kursi) turun pun dulu2 an ,pesawat belum berhenti sempurna, dari pelajaran ini kita mendidik anak2 saya agar menjadi orang yg tertib dalam segala hal..

Tinggalkan komentar