Mempunyai anak, berarti mempunyai kewajiban untuk melatih anak agar dapat mandiri sesuai tingkatan umur dan kedewasaannya. Bagi orang tua, kita sering terjebak pada over protektive, terutama bagi ibu yang bekerja di luar rumah, yang dapat berakibat kurang baik bagi kemandirian anak.
Apa yang dapat dilatih dalam meningkatkan kemandirian anak?
a. Melatih anak berani berjalan sendiri tanpa ditemani, dan atau orang tua melihat dari jauh.
Sesuai tingkatan umurnya, anak-anak menginginkan dapat mandiri, berkembang, dan bersosialisasi bersama teman-temannya. Bila sekolah terdapat fasilitas antar jemput, anak bisa dititipkan dan berlangganan antar jemput sekolah. Selain mengurangi kemacetan, anak dapat bersosialisasi dengan teman-temannya.
Anak juga perlu diperkenalkan dengan rute bis/angkutan umum. Saya tidak pernah menduga bahwa anak saya yang masih SD, pada suatu malam hari dengan penuh antusias bercerita, bahwa dia berjalan-jalan naik bis, sampai ke Kalideres (rumah saya di daerah Cipete, Jakarta Selatan). Saya mendengarkan kisah petualangannya dengan berdebar-debar, namun tak berani memarahi. Saya cuma nanya…”Mas, membayarnya pakai apa?” Dia jawab;…”Ibu, pak sopirnya baik, saya tak ditarik uang untuk membayar…” Bagaimana saya tak kawatir, karena saat dia masih SD, saya tak memberikan uang saku, karena SD nya dekat rumah, serta agar dia tak jajan sembarangan.
Setiap kali saya dan anak-anak berlibur ke Bandung, maklum suami bekerja di Bandung dan saya beserta anak-anak di Jakarta. Anak sulung saya tak bisa tinggal diam, dan selalu ingin mengamati, padahal rasanya saya sudah pengin istirahat di kereta api Parahyangan. Akhirnya oleh suami, anak kami dilatih bagaimana cara berjalan dari gerbong ke gerbong, apa yang harus diperhatikan, agar kaki tidak kejepit. Pada saat kereta api mau masuk setasiun Gambir, anak saya membawa sehelai kertas, isinya adalah hasil wawancara dengan penumpang selama perjalanan Bandung-Jakarta, berapa jumlah penumpang, usianya, pekerjaannya dll.
b. Membiasakan anak mempunyai catatan, atau hapal alamat dan nomor telepon yang mudah dihubungi
Sebaiknya anak dilatih mengingat nomor telepon dan alamat rumah, serta nama orangtuanya (nama ayah ibu), sehingga jika terpisah dapat segera meminta pertolongan. Ada kejadian yang setiap kali membuat saya tersenyum. Saat anak-anak masih kecil, saya melatihnya untuk menghapal nama lengkap ayah dan ibu, alamat dan nomor telepon rumah. Kemudian anak diajak ke pasar Swalayan, dan dipesan, nanti ketemu di lokasi yang sudah disepakati. Suami mengawasi dari kejauhan sambil membaca, dan saya berbelanja kebutuhan bulanan. Sepuluh menit kemudian, terdengar pengumuman, bahwa bapak dan ibu (disebutkan namanya) ditunggu putranya di counter lantai dasar. Saya langsung meninggalkan belanjaan yang belum selesai, demikian juga suami. Apa yang terjadi? Dengan tenangnya anak saya berkata…”Saya sudah mempraktekkan ajaran bapak ibu. Nggak ada yang salah kan?”
c. Melatih anak mengenal lingkungan tempat tinggal
Sebaiknya anak dilatih untuk mengenal lingkungan terdekat dimana kita tinggal, serta siapa yang dapat dihubungi, selain si Mbak yang sudah momong sejak kecil. Karena tinggal di kompleks, kami berasa seperti saudara, jadi di rumah ditempel catatan siapa saja yang perlu dihubungi jika terjadi keadaan darurat. Dengan tetangga dekat, kita meninggalkan catatan nomor telepon kantor, hand phone dan memberi tahu kalau harus tugas keluar kota.
Jika berada di luar rumah, anak diajari, agar selalu kembali kearah Blok M, kemudian bisa naik bajay yang dapat dibayar ke rumah. Jika bingung, jangan tanya pada sembarang orang, tetapi tanya pada petugas: seperti polisi, petugas DLLAJR, Satpam dan lain-lain.
d. Melatih anak agar tak mudah mempercayai orang yang baru dikenal.
Bukan hal baru, bahwa kadang-kadang ada orang yang mengajak anak hanya karena ingin mengambil anting emas yang menempel ditelinga anak. Saat anak bungsu masih kecil, saya tidak membiasakan anak memakai anting, karena walaupun emas imitasi, si penculik ada kemungkinan tak bisa membedakan. Namun ada risikonya, anak gadis saya sampai saat ini lebih nyaman tak memakai anting.
Ada pengalaman menarik yang disampaikan oleh guru SMP, beliau menyarankan agar anak-anak sebaiknya jajan di kantin sekolah dan jangan keluar dari lingkungan sekolah walaupun jam istirahat. Kalau ada kakak kelas, terutama alumni (yang sudah lulus SMP) mengajak makan dan mentraktir, sebaiknya ditolak, karena mereka ada kemungkinan membuat anak kita berhutang budi, serta bisa mempengaruhi untuk hal-hal yang kurang baik. Jika pulang sekolah, sebaiknya langsung pulang, jangan nongkrong di warung-warung di luar sekolah, karena ada kemungkinan ditawari makanan atau minuman yang telah mengandung obat.
e. Melatih anak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR)
Kadangkala orangtua tidak tega, dan berusaha mengontrol pembuatan PR yang dibebankan pada anak. Almarhum Ibu Kepala SD, tempat anak saya sekolah, menasehati agar kami membiarkan dan melatih anak secara mandiri membuat PR, karena dikawatirkan anak tergantung pada ayah ibu (harus ditunggu saat membuat PR), padahal ayah ibu bekerja. ” Bu, biarkan mereka mendapat hukuman kalau lalai membuat PR, karena ini juga merupakan pendidikan bagi anak, agar mereka belajar disiplin”, kata ibu Kepala Sekolah. Saya sangat berterima kasih atas anjuran Kepala Sekolah ini, dan memang kadang-kadang anak harus mendapat hukuman akibat kelalaiannya.
Ada pengalaman menarik, saat anak sulung saya masih di SMP. Suatu ketika saya mendapat tugas keluar kota, dan si sulung disuruh membuat kerajinan tangan berupa celana pendek. Apa yang terjadi? Taplak meja saya turun tahta, dipakai sebagai bahan untuk membuat kerajinan tangan, dengan jahitan yang panjang-panjang, dan warna benangnya kontras dengan warna kainnya. Saya cuma bisa mengelus dada, ternyata saat ada pertemuan orang tua, ada orang tua yang cerita sambil ketawa (beliau juga bekerja di luar rumah), bahwa beliau kehilangan sprei yang dipakai untuk membuat kerajinan tangan.
Catatan:
Tulisan ini berdasarkan pengalaman pribadi, hasil pengamatan, diskusi dengan teman, psikolog dan guru, setiap ada kesempatan untuk membahas perkembangan anak.
Hahaha….. LOL
Saya bener-bener ketawa pas bagian terakhir, Bu. Membayangkan celana pendek dari taplak meja dan sprei š
Tips dari Ibu bermanfaat buat saya. Soalnya saya masih punya adik yang baru masuk SMP. ABG gitu deh… dan manjanya ampun-ampunan. Serba salah juga menanganinya. Overall dia udah bisa dibilang mandiri tapi kalo manjanya kumat, haduuuuuuuuhhhh! Bungsu sih. Dan jarak dengan kakak terakhirnya aja 9 tahun. Apalagi dengan saya.
bagus, bagus.. bermanfaat buat orang-orang ‘seperti diriku’.
lucu juga ya, mengamati tingkah anak-anak yang lucu seperti di contoh-contoh diatas.
š
PEngalaman Ibu sungguh berharga dan bermanfaat untuk saya…nantinya saya akan coba resepnya kemandirian, pembelajaran utk anak-anak. Melatih mandiri pada anak-anak sebaiknya dimulai pada usia berapa Bu (bisa menurut pengalaman pribadi Ibu)?
Anak saya umur 18bln, kalo si lucu itu merasa menumpahkan sesuatu langsung lari cari tisu untuk ngelap tumpahan itu, dan bilang “tuh bacah”.
salam kenal, bu…;)
seneng banget bisa ketemu blog ibu.
saya juga pny pengalaman spt di no.b waktu anak sy umur 2 tahun…hehehe…skrg dia udah sma kelas 2, dan masih suka geli kl inget itu..
btw, iya, bu, saya pernah dengar ttg kampung banjarsari. Sy dulu pernah tinggal disana sblum banjarsari terkenal spt sekarang š
salut ya, bu, sy juga lagi mengajak teman2 disini utk peduli lingkungan…doakan ya, bu..:) mudah2an di cilandak juga makin hijau…
* sy mohon ijin utk ngelink ya, bu…tks
Wah Bu.. Blog nya makin ‘cantik’ aja nih? :)) Tag line nya itu loh.. Kenangan, pengalaman, dan perjalanan hidup seorang ibu.. soooo touching
Bu Enny,…..
Pengalaman Bu Enny sangat berharga buat saya yang mana anak-anak masih kecil. (tk a dan kls 2 SD. Rasa khawatir amat sering menyilimuti ibu bekerja seperti saya. Saya atau papanya selalu mengantar sendiri kemana mereka pergi, dan ikut antar jemput kalo kesekolah. Hampir tidak pernah mereka mencoba naik kendaraan umum.
Saya kaget juga…..mereka minta suatu kali mau naik angkot, atau nyoba naik bis…..
Ya sudah saya terpaksa……cari waktu keliling naik angkot, atau bis sesekali. Sikecil belum nyobaian naik busway……nagih terus.
Saya pikir ini pun baik…..Mungkin tidak selamanya mereka bisa diantar jemput, dan selalu ada transportasi yang mereka mau.
Salam
kok anak-anaknya ga ada yang komen ya bu, rahasianya dibongkar disini :D, anyway terimakasih tips-tipsnya, anak saya masih 1 tahun, mungkin bisa saya latih mandiri sedari kecil
Utami,
Maaf baru dibalas. Saya sempat ketemu papamu, dan jadi ketawa geli….
Trian,
Thanks
Wienur,
Melatih kemandirian anak tergantung dari kematangan masing-masing anak. Anak sulung saya sejak umur 2 tahun pengin tidur sendiri, juga saya harus melatih sejak dini karena dia suka usil…daripada berbahaya, lebih baik diberi pengarahan sejak dini.
Mbak Vitta,
Thanks komntarnya
Mbak Idrianita,
Mereka memang harus dikenalkan naik bis, supaya mereka nggak iseng tanpa setahu ortunya. Dulu anak saya tahu2 bisa cerita habis keluyuran dari mana-mana…hmm bener-bener jantungan. Tapi kan memang kita harus selalu berdoa agar Allah yang menjaga anak kita, apalagi sekarang ini.
Mas Iway,
anak saya cuma tersenyum aja, bukankah mereka yang mendorong si ibu untuk ngeblog?
Kalau dulu waktu aku kecil, punishment dan reward selalu ada dari bapak. Kalau aku mau sesuatu misalnya walkman..atau sepeda aku harus memberi sesuatu dulu ke bapak dan biasanya itu harus jadi juara kelas. Hadiahnya beda-beda kalau ranking 1, 2 atau 3. Dan aku menjadi terpacu sekali, karena kita kan hidup sederhana jadi gak bisa membeli macam-macam dan kesempatan seperti itu gak pernah aku sia-sia kan.
Setelah dewasa yang aku pelajari dari itu bahwa dalam segala hal kalau kita ingin sesuatu kita harus mau berusaha keras untuk mendapatkannya.
Saya jadi ketawa sendiri baca tulisan ibu.
Anak saya udah klas 2 sma dan 1 smp, mereka sudah mandiri sejak kecil. Kalau sekolah sejak TK udah pakai jemputan, jadi saya jarang antar anak ke sekolah kecuali hari sabtu. Yang jadi persoalan saya, bagaimana cara bangun pagi, karena selama ini kalau nggak dibangunkan mereka nggak bangun. Apa perlu sekali-kali dibiarkan. Kalau pas libur mereka bisa bangun jam 10 atau sampai jam 11 siang.
Bagimana menurut ibu…
Makasih ya bu…..
Lis,
Itu betul….dan rasanya mendidik anak sewaktu kecil lebih mudah…sedang anak remaja-dewasa telah mempunyai kemauan sendiri, dan juga banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Disini orang tua hanya bisa sebagai teman atau sahabat, dan tak bisa memaksakan kehendak….dan inipun tak mudah, baik bagi orang tua maupun anak.
Mbak Yuli,
Jika saya melihat kesekeliling (teman2ku), anak-anak sekarang kebanyakan sulit bangun pagi. Padahal rasanya saat masih kecil saya rajin bangun pagi, karena belajar dulu, membantu menyapu, beres-beres baru kesekolah. Situasi memang lain, sekarang ada TV yang sampai malam.
Sebaiknya diajak diskusi aja mbak, karena kita tak bisa memaksakan…yang dikawatirkan jika sulitnya bangun karena alasan seperti anak sulungku, yang ketahuan narcolepsy (sleeping disorder) saat mahasiswa di UGM…padahal sejak SMP dia memang “agak susah” bangun pagi, dan di kelas suka mengantuk. Mudah2an putra mbak Yuli sehat, tapi diajak ngobrol aja….atau saat pagi-pagi situasi rumah di buat rame (entah dengan musik atau apa), sehingga anak-anak tahu kalau sudah siang. Tapi kalau libur sih…biar aja mbak…kan boleh mereka juga santai saat libur..
Terima kasih atas jawaban ibu, saran ibu akan saya jalankan.
Sama-sama mbak Yuli, semoga sukses. Tapi putranya diamati terus ya, apakah senangnya tidur keterusan…karena anak sulungku ternyata mempunyai masalah gangguan tidur (test nya di RS Mitra Keluarga di Kemayoran)…REM (Rapid Eye Movementnya pernah sampai 11, padahal rata-rata di bawah 2)…
Bu Enny
Makasih ya….. sangat berarti sekali blog ibu ini, karena saya jadi bisa konsultasi sama ibu.
Anak saya putri dua-duanya.
Tugas dari sekolah memang banyak, jadi tidurnya malam, kalau disuruh tidur katanya belum selesai. Resikonya pagi susah bangun. Kalau libur memang saya biarkan. Maunya saya karena mereka udah besar-besar ya sebaiknya pagi bisa bangun sendiri. Kalau saya keluar kota katanya mereka bisa bangun sendiri, jemputan datang udah pada siap. Kalau ada saya jemputan sampai nunggu. Akhirnya kalau pagi pasti heboh sampai malu sama tetangga, karena teriaknya cukup keras.
Di Bandung mungkin tes di RS Borromeus ya. Pengin juga sih periksa, mudah-mudahan nggak apa-apa. Trus ana ibu udah ketauan diatas rata-rata dikasih obat apa atau di terapi.
Hubungan saya dengan 2 putri saya cukup baik, terutama dengan si sulung dia banyak cerita tentang kejadian apapun baik di sekolah maupun ditempat lain. Tapi yang bungsu ini cukup susah untuk diajak bicara, katanya nggak perlu cerita, udah aku bujuk-bujuk tetap nggak mau crita. Saya sampai bingung bagaimana caranya supaya mau cerita.
Bu, udah banyak nih nulisnya, nggak apa-apa kan bu…….
Salam kenal ya bu……
Senang rasanya mendapatkan pelajaran dari Ibu. Toh yang namanya belajar bukan hanya membaca buku, sekolah atau ikut training ya bu…, ternyata membaca blog ibupun saya mendapatkan hal yang berharga.
Saya tertarik pada point (e) memang saya tidak percaya apabila anak saya (red-kelas 3SD) mengerjakan PR sendiri, selalu ditemani entah itu oleh saya, papanya ataupun tetehnya (pengasuh) dan saya orang yang paling cerewet kalau dia tidak mengerjakan PR.
Betul juga kata Almarhum Kepala Sekolah bahwa punishment itu sometimes diperlukan untuk mendidik anak ya bu…….jadi selama ini saya “overprotective” ya bu…
Sekali lagi terima kasih atas pembelajarannya.
Salam
Mbak Yuli,
Saya tak tahu kondisi Bandung, walaupun suami lebih banyak tinggal di Bandung. Tapi kalau sulit bangun karena kurang tidur, saya kira itu wajar mbak…
Mbak Tini,
Iya, saya bersyukur karena guru-guru sekolah anakku baik semua, dan sering memberi masukan bagi kami. Terus terang, jika anak saya berhasil, itu atas dukungan orang-orang disekitar, guru-guru/dosennya, teman-temannya, juga mbak-mbak (pembantu) di rumah.
Benar, kami juga begitu? bagaimana si anak 7-9 tahun sadar bahwa ia harus bangun pagi? ini yagn masih sulit saya tanamkan kepada mereka?
Hendra,
Harus sabar, dan beri pengertian. Paling mudah, memberi contoh nyata.
Jika beragama Islam, kan pagi-pagi harus sholat Subuh, secara tak langsung setiap anggota keluarga akan bangun pagi, dan selesai sholat, melakukan aktivitasnya.
salam kenal Ibu…..
begini, saya ingin tanya saat ini tante saya (umur +/- 34 tahun) sdg mengalami depresi berat (dipicu kecemasan dan stress serta rasa inferior yang terakumulasi sejak kecil).
Keluhan utama adalah ia sering dibilang tidak mandiri dan selalu tergantung pada orang lain (terutama keluarga). Masalah besar tjd saat ia dipindah ke bag kerja yang lebih rendah dan umumnya untuk karyawan baru (ia bekerja di sebuah travel agent yang lumayan besar di kota Solo, seblmnya ia ditempatkan di bagian pembukuan selama 8 tahun dari total 10 tahun masa kerja). Kdg ia sering bertanya jika mengalami kesulitan, namun jika kmd ia dikatakan tidak mandiri, maka ia tersinggung dan merasa tidak mau bertanya lagi pd orang lain apabila ia mendpt kesulitan walaupun sgt mendesak.
Akhirnya ia sering dikirim ke pelatihan2/seminar, namun justru ia jadi semakin cemas dan mengalami insomnia karena terlalu mencemaskan mengenai apa yg hrs ia lakukan selama pelatihan berlangsung. Misalnya mengenai apakah ia bisa mengikuti pelatihan, bgm kalo ia gagal, dsb. Awal masalah inilah yang membuatnya hrs berhub dgn psikiater selama 4 tahun dengan terapi obat anti-depresan dan juga obat tidur. Merasa tidak ada perkembangan karena akhirnya justru ia ambruk (fisik terasa sakit dan tegang hingga tidak bisa bangun, pdhal ia rutin ke psikiater dan rutin jg mengonsumsi obat), ia memutuskan resign dari pekerjaan krn merasa sdh tidak bisa bekerja lagi dgn kondisi psikis demikian.
Ini mgk jg imbas kompleks dari masalah usia dewasa awal dimana saat itu ia jg sdg berusaha menjalin hub khusus dengan seorang pria namun selalu gagal krn sifat idealisme dan perfeksionis tanpa diimbangi dengan rasa penerimaan diri yang seharusnya.
Mnt keluarganya, sjk kecil ia mmg sudah menampilkan karakter yang selalu tergantung, jika ada PR yang tdk bisa ia kerjakan ia tinggal menangis dan ibunyalah yg mengerjakan tugas2nya. Saat ia merasa tersinggung thd orang lain, ia akan menangis dan menangis hingga beberapa lama smp ada anggota keluarga yg hrs turun tangan untuk membantu menenangkannya. Hal ini sering tjd berkaitan dg kesulitan dalam menghadapi tugas2nya.
Ia sdh berkali2 ke psikolog, namun belum bisa mengatasi masalahnya yang serius tsb.
Nah, pertanyaan saya, bgm menangani masalah yang berurat akar dalam hal kemandirian ini, BU?
Apakah kita masih bisa melakukan sesuatu yang bisa mengurangi beban psikisnya?
Saat ini ia masih sakit secara fisik (kelelahan kronis, ketegangan syaraf, maag kronis) yg mgk disebabkan kecemasan dan depresi krn ia selalu bingung memikirkan kesehatannya yang memburuk, masa depan, dan apakah ia sdh tdk dapat bekerja lagi?
Terimakasih sebelum dan sesudahnya.
oh ya, Bu, saya lupa mengatakan bahwa tante saya ini adalah anak bungsu dari 4 bersaudara dg kakak laki2 (sulung) dan dua kakak perempuan. Semuanya berhubungan dekat, dan ia masih tinggal satu rumah dengan ibu, satu kakak perempuan (nomor 2), dan dua keponakan. Terimakasih.
Wulan,
Melatih kemandirian itu sejak kecil, dan terus menerus dibiasakan dalam lingkungan keluarga. Jika anak telah berumur di atas 10 tahun menjadi lebih sulit.
Karena yang diceritakan adalah orang yang telah dewasa, tentu perlu bantuan dari orang yang memang ahli di bidangnya, yaitu psikolog, atau psikiater.
sebelumnya terima kasih atas masukkannya. salam kenal.
Ibu adalah sosok yang tegar dengan kelembutannya, tangguh dengan kelemahannya, dan kuat dengan kemanjaannya
Ibu, selamat kenal… saya sangat senang membaca blog ini karena menjadi referensi saya yang sering mengisi klub parenting yang kami buatdi sekolah-sekolah
Syukurlah jika ada tulisan saya yang bermanfaat…
ijin share ya bu