Saat masih remaja, mendengarkan radio merupakan hal yang wajib, karena pada saat itu satu-satunya hiburan adalah mendengarkan radio, karena televisi belum bisa dicapai dari kota kecilku. Hobi ini tak dapat dilanjutkan saat kuliah, karena saya kost di rumah dosen, dan sekamar tiga orang. Kegiatan kuliah, praktikum dan tugas-tugas yang demikin padat tak memungkinkan rajin mendengarkan radio, apalagi dikamar tak sendirian. Jika lagi bosen belajar, paling-paling keluar kamar dan ikutan nonton film seri televisi, yang saat itu populer adalah ”Bonanza“, “Mission Impossible“. Itupun pasti udah ditanya sama oom…”Udah selesai belajarnya? Atau, “Tak ada quis besok?” Dan jawabannya standar…”Belum om, nanti mau diteruskan lagi belajarnya setelah nonton ini”
Om tempatku kost adalah orang yang menaruh perhatian pada mahasiswi yang kost di rumahnya, dan sering cerita masa mudanya dulu, bagaimana caranya agar bisa meningkatkan prestasi kuliah. Justru karena tempat kostku baik ini, maka ayah ibu tak kawatir melepas putri sulungnya kuliah jauh. Setelah Sarjana Muda II, saya pindah ke asrama, dan tetap sekamar berempat, sehingga tetap tak bisa menikmati radio.
Saat kerja, ternyata kesibukan bekerja, berumah tangga dan mempunyai anak, membuat tak punya waktu untuk menikmati radio. Kebutuhan akan radio ini baru dirasakan kalau saya menempuh pendidikan, dan agar bisa konsentrasi, maka saya membawa radio. Dengan mendengarkan musik melalui radio, maka saya bisa belajar tanpa terasa sampai malam hari. Mengapa radio? Mengapa bukan tape recorder? Entahlah, rasanya kalau kaset mesti memilih lagu, sedang radio lagunya bisa bervariasi karena telah dipilih oleh penyiarnya.
Setelah MPP (masa Persiapan Pensiun) dan dilanjutkan dengan pensiun, saya mempunyai banyak waktu luang. Kesibukan saya tak sepadat dulu lagi, dan pekerjaan banyak dilakukan di depan komputer serta kemudian dikirim melalui email, atau ada kurir yang mengambil. Dengan sendirinya, saya tak perlu lari-lari lagi mengejar waktu dan terjebak kemacetan di jalan raya. Pada malam hari saya sering mendengarkan radio sambil menulis, entah mengoreksi pekerjaan murid, membuat bahan mengajar, memeriksa makalah, atau menulis bahan untuk mengisi blog. Dari beberapa radio, akhirnya saya mengenal radio yang semalaman diputar, dan semakin malam lagunya semakin bagus-bagus. Melalui radio ini saya mengenal lagu baru, walau tetap tak hafal syairnya, mendengarkan pembahasan tentang kesehatan wanita, bagaimana mengatasi trauma pada anak kecil yang dipandu oleh seorang psikolog dan lain-lain. Bahkan setiap pagi hari, saya sempat mendengarkan cerita pak Gede Prama. Disini saya belajar, dari hal-hal sepele dilingkungan kita sehari-hari, sebenarnya kita bisa belajar banyak. Alam dan kehidupan disekeliling kita, secara tak langsung mengajarkan kita, bagaimana seharusnya kita menyayangi lingkungan.
Salah satu siaran radio yang saya sukai adalah radio Sonora, yang ternyata kelahiran radio tadi diprakarsai oleh alm PK Oyong dan diwujudkan oleh alm Gerald Tunggono bersama Jos Tanubroto pada tahun 1972. Radio Sonora mulai siaran pertama kali pada tanggal 8 Agustus 1972 di jalur AM dengan menggunakan studio di Jl. Gajah Mada 109 – Jakarta Barat, dan sejak 1 Agustus 2004 Radio Sonora menempati frekuensi baru di FM 92,0. Dari segi isi siaran, Sonora memiliki dua pilar utama yaitu informasi dan hiburan dengan komposisi yang berimbang. Informasi yang disajikan terutama yang dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat, baik yang sedang berada di perjalanan ataupun tidak, sesuai dengan karakteristik media radio yang cepat. Misalnya suasana lalu lintas, peristiwa huru hara, kebakaran, bencana banjir, politik, human interest, dll. Begitu pula untuk pilar hiburan disajikan musik-musik pilihan yang bisa dinikmati oleh sebagian besar pendengar (Yudhim, 2008).
Sambil menulis di siang hari, saya bisa mendengarkan siaran radio, yang membahas berbagai hal. Saya berkhayal…betapa senangnya jika pada saat anak-anak kecil, saya sempat mendengarkan radio ini, yang banyak memberikan tip tentang kesehatan ibu dan anak, cara mendidik anak, sampai bagaimana cara mengatasi anak yang trauma dan sebagainya. Kata teman saya….”Ah, itu kan maumu. Kalau kamu nggak pernah berkarir seperti ini, kamu juga nggak akan bisa mendapatkan kesempatan seperti ini (maksudnya bekerja di rumah, dan hanya sesekali ke kantor).” Benar juga, semua ada imbalannya.
Waktu memang tak dapat diputar kembali, paling tidak bagi kaum ibu yang bekerja di rumah, banyak pilihan untuk mengelola rumah tangga sambil tetap belajar banyak hal. Pertanyaannya, kenapa radio, kenapa bukan televisi. Entahlah, rasanya kalau menonton televisi sebaiknya sambil dilihat, tapi mendengarkan radio bisa sambil melakukan hal-hal lain. Walaupun si mbak di rumah sering mengerjakan pekerjaan rumah tangga, sambil tetap membiarkan TV menyala tanpa dilihat, dan berkali-kali kena teguran. Alasannya sepele…”Lupa bu”. Namun hemat energi harus dilakukan, mematikan lampu yang tak perlu, mematikan radio dan Televisi jika sedang tak didengarkan/ditonton.
Apakah anda juga senang mendengarkan radio? Minimal sambil menyetir, biar nggak bosen diterpa kemacetan. Saat masih bekerja, dan sering menjadi joki (joki teman yang punya mobil, maksudnya), jarak yang ditempuh dan kemacetan tak terasa, karena kita bisa mengobrol dan mendengarkan radio….bahkan obrolannya melebihi serunya infotainment yang ditayangkan di televisi. Hidup di Jakarta, yang banyak macet dimana-mana, memang harus pandai menyiasatinya, agar tidak stres di jalan.
Catatan:
Sumber cerita tentang asal usul Radio Sonora diambil dari blognya Muhammad Yudhi Iskandar, atau panggilannya Yudhi di http://yudhim.blogspot.com/2008/02/profile-radio-sonora-fm-920.html
kalau radio, paling cuma dengerin siaran pengajian subuh di kamar temen 🙂
seringnya tipi. ini mah sering mengamati.
http://arifrahmanlubis.wordpress.com/2008/04/30/televisi-antara-optimisme-dan-cinta/#comments
hobi baru: mengamati tivi 🙂
Arifrahmanlubis,
Kalau masih aktif kerja sih, memang radio tak sempat didengar….bukankah pagi-pagi udah berjuang ditengah kepadatan lalu lintas?
Televisi? Saya malah cuma sesekali lihatnya.
Ah Ibu mengingatkan saya jaman masih SMA saya paling demen ikut kuis di radio. Tapi bukan kuis yang aneh-aneh, saya ikut kalau kuis pengetahuan umum. Sering saya lakukan sambil menunggu jemputan terutama ketika kebetulan karena suatu hal saat itu saya masuk siang. Penyiarnya sampai hafal sama saya karena sering ikut dan sering menang. Lumayan hadiahnya buat nyenengin orang lain. 🙂
Yoga,
Masa SMP saya senang berhubungan dengan radio, dan dulu dikotaku cuma ada dua radio swasta. Pulang sekolah masih suka mampir ke RRI, dan juga sama…ikutan lomba segala macam….hehehe. Tapi saat SMA sibuknya udah lain…
saya cuma sempat denger radio kalo pas saya lagi nyetir mobil
*yang amat sangat jarang*
tapi saya merasa sekarang banyak radio yang tidak punya identitas lokal. apalagi radio anak muda. rasanya tak ada bedanya mendengar radio di palembang maupun di jakarta.
Itik kecil,
Saya jadi suka mendengarkan radio di mobil, gara-gara sopir dinas suka menyetir sambil mendengarkan radio, ternyata asik juga, mendengarkan lagu, diselingi info tentang jalan raya…sehingga tak terjebak pada kemacetan dan segera keluar mencari jalan tikus.
Sejak ada komputer, saya jadi jarang dengerin radio. Jaya-jayanya radio, ya pas waktu kuliah dulu budhe. Paling sukanya denger Unisi atau Geronimo (belum ada Sonora, Prambors atau Trijaya di Jogja saat itu). Acara favorit, selain jazz corner, classical touch atau top 40, jelas wayang kulit Ki Hadisugito. Sekarang sih, hobi berburu MP3-nya aja.
Eh sebelumnya, waktu ABG, tentu saja program legendaris Saur Sepuh, Tutur Tinular, atau Butir-Butir Pasir di Laut 🙂
Nayantaka,
Hehehe….ternyata sama, Butir-biuir pasir di laut , Saur Sepuh dll itu pada zaman saya mahasiswa..dan senang mendengarkan dengan hati berdebar….dan ternyata asyiknya karena kita pas lagi semangat ehh….waktunya habis, terpaksa nunggu besoknya lagi. Dan besoknya pas saya masih ditengah praktikum…jadi tak bisa mengikuti terus menerus.
Ga tw kenapa, saat mbaca tulisan ini, saya mlh membayangkan ibu sosok ibu yg tekun bljr smbil ditemani radio kotak dr zaman sekolah, mahasiswi dlm layar berwarna sephia hingga jd wanita karir, n skrg yg ttp tekun d depan monitor dgn tugas2 mhs di meja, sambil dgrin radio. Hehehe..
Dilla,
Kok kayak peramal aja….hehehe iya, kalau nggak baca saya tak bisa tidur, jadi kalau pergi kemana-mana selalu bawa bacaan.
Kompie memang bikin orang kecanduan sih, dari menulis, buat power point.…dll…nggak tahunya udah tengah malam, dan kadang-kadang kok udah hampir pagi….
salut juga sama ibu yang masih setia utk memiliki hobi mendengarkan radio. dg menjamurnya produk teknologi, waduh, saya malah sudah ndak sempet mendengarkan radio lagi. dulu saya sangat suka mendengarkan radio yang menyajikan acara klenengan atau wayang kulit. jadi, nikmat betul!
Pak Sawali,
Berarti bapak sibuk sekali…saya mendengarkan radio juga kalau sambil membaca, atau saat sambil bekerja yang memerlukan konsentrasi. Aneh ya…. karena dengan mendengarkan radio, saya tak terganggu suara lain, bisa berkonsentrasi penuh.
Atau lagi iseng, mau mulai menulis masih capek, jadi untuk menaikkan semangat mendengarkan lagu….
Radio sih sekarang enaknya didenger kalau lagi….macet. :))
Donny Reza,
Iya, daripada bosen, kan bisa sambil ikutan nyanyi….
Dulu, waktu tahun 1998-1999, aku doyan mendengarkan RTC UI. Sayangnya, setelah pindah frekuensi, tidak tertangkap lagi dari rumah..
Padahal dulu waktu perpindahan tahun 1998-1999, yang lain mungkin menonton TV, aku memaksa keluargaku mendengarkan kisah-kisah lucu saat demonstrasi di sepanjang tahun 1998.
Padahal aku baru SMU kelas 2 saat itu.. hihihi
Kunderemp,
Yup…banyak hal menarik dari radio….jika kita punya waktu untuk mendengarkan.
dulu waktu smp sering kirim-kiriman salam dan lagu lewat radio, biasanya sih buat kecengan lewat acara di radio sore hari, besoknya diledekin temen satu sekolahan karena ternyata mereka dengerin juga 😀
Iway,
Kok sama ya…saat SMP adalah awalnya berkirim-kiriman salam lewat radio….apa anak-anak sekarang masih ya? Kalau saya mendengarkan radio, kayaknya yang kirim salam lewat radio, usianya bervariasi, atau mungkin karena malam hari?
Masa-masa radio itu sudah berlalu sejak ujian skripsi saya diterima, itu sekitar 6 tahun yang lalu… Sekarang saya bahkan hampir tak punya waktu untuk sekedar mendengarkan musik….
Salam kenal ya.. mbak…
Maysari,
Saya udah mampir di blognya….lha sekarang pasti udah disibukkan oleh si kecil ya….
Salam kenal juga, thanks telah mampir
ibu suka sonora ya? saya lebih seneng i radio, lagu-lagu lokal…
Isnuansa,
Sebetulnya saya juga mendengarkan radio lainnya, tapi kalau udah malam, saya suka Sonora, karena sampai pagi hari, dan setiap kali ada tanda waktu…jadi kalau terbangun saya langsung tahu kira-kira jam berapa tanpa melihat jam, karena saya suka tidur dalam gelap atau lampu remang-remang. Dan setelah jam 10 malam lagunya bagus-bagus….
wah pas sekali …
awal2 kuliah saya selalu mendengarkan radio biar ndak kesepian …. dulu apa ya yang terkenal di bandung .. prambors mungkin ya …
kalo sekarang saya sering mendengarkan radio buat meningkatkan kemampuaan listening sama ndengerin lagu2 baru .. yang paling sering J-Wave tiap jam 11-12 malem 🙂 pengantar tidur …
Sandy Eggie,
Mendengarkan radio memang berguna untuk meningkatkan listening…..
Dan saat tengah malam….setuju, untuk mengantar tidur
firstly salam kenal mbak n maaf kl sy nyimpang dr topik cos sy mau ngucapin thanks
thanks udah bagi2 pengalaman ttg lombok, sedikit nambahin nih selain lokasi2
yg udah mbak critain (yg sbagian besar ada di lombok barat) ada banyak lokasi
lain di lombok timur yg gak beda dlm hal keaslian alamnya (selain sembalun),
contohnya buat yg seneng pegunungan n sawah bisa dateng ke Tetebatu ada
banyak hotel disana n bs ke rinjani lewat jalur lain dr biasa, tdk jauh dr sana
ada desa loyok pusat kerajinan berbahan bambu, ada lagi desa penakak yg
pusat kerajinan gerabah, sedangkan kerajinan tenun ada di sukerare, pantai?
jgn takut lombok timur punya pantai surga, transat, siola, dll, komplit lah n di
jamin semuanya masih alami, lombok timur berjarak 50 km dr mataram/dg
waktu tempuh 1 jam, gitu aja kali ya,, once more thanks ya mbak
Genz,
Sebetulnya jika komentar ini ditulis pada posting yang sesuai (tentang Lombok) akan lebih bermanfaat bagi orang lain. Karena orang yang ingin mencari tahu tentang Lombok, tak akan melihat pada posting tulisan tentang radio.
Saya suka SK (suara kejayaan) jalan lenteng agung no. 1 pasaraya manggarai. Radio humor tempatnya orang ketawa, sayang kyknya sekarang gak ada lagi radio model kyk gini, kalah bersaing sama tukul.
Sonora juga suka, apa lagi kalo gak salah pas jam 8 dan 10 malam ato 4 sore suka ada lagu2 top 10 request dari pendengar. Mlah lagu2nya suka saya rekam, abis stereo sih suaranya.
Kalo prambors, saya kurang suka rada nora pembawa acaranya sih.
Resi Bismo,
Iya saya dulu juga suka SK, entahlah masih ada apa tidak. Mengapa Sonora, karena penyiarnya sesuai dengan tipe saya….mungkin radio Prambors dimaksudkan untuk segmen anak muda, ABG dsb nya. Sebetulnya ada beberapa stasiun radio lain yang menarik…
radio …….. hmm sy ndak punya radio
terakhir kali mendengar radio….. malah Via Internet, terutama kalo Persib sedang main dan tidak ditayangkan di televisi
Adit,
Bagi orang sibuk memang jarang mendengarkan radio…saya juga mendengarkan radio saat di tempat para dokter praktek, untuk dokter kandungan, dokter gigi dll….Untuk lobby nya biasanya disediakan Televisi.
Saya jadi ingat lagunya Carpenter tahun 1970an yang judulnya : Yesterday Once More.
When I was young
I listened to the radio
Waiting for my favourite song
When they played, I’d sing along
It made me smile…..
Lagunya sangat manis sekali, sampai sekarang saya masih suka kalau mendengarkan lagu ini. Ya, lagu ini sedikit banyak menggambarkan kejayaan radio di masa lalu, di mana televisi (apalagi Internet) belum mendominasi pengadaan hiburan dan informasi bagi banyak orang.
Dulu orang berpendapat bahwa TV kills radio stars, orang memperkirakan bahwa radio akan lenyap dari permukaan bumi karena apa yang bisa dilakukan radio dapat dilakukan oleh televisi tetapi banyak hal2 yang bisa dilakukan televisi tidak bisa dilakukan oleh radio.
Namun ternyata dugaan itu salah! Ternyata radio masih punya pendengar2nya yang fanatik, radio juga masih punya segmen2 pasar yang signifikan. Di kendaraan, terutama untuk yang mengendarai mobil, radio lebih favorit dari televisi karena bisa lebih fokus dalam mengemudikan kendaraan daripada harus melihat televisi. Ya, radio bisa dinikmati sambil lalu, sementara TV harus lebih fokus dalam menikmati acara2nya. Itulah mungkin yang menyebabkan industri siaran radio masih tetap eksis sampai sekarang di belahan bumi manapun……..
Kang Yari NK,
Wahh kang Yari ternyata pengamat radio juga…iya saya ingat lagu-lagu Carpenter….
Memang banyak ramalan tentang radio ini, ternyata memang masih eksis….untuk orang-orang seperti saya, yang kerja ditemani radio supaya konsentrasi, orang yang sedang menyetir ditengah kemacetan, di tempat dokter praktek, bahkan di tempat operasi.
Masa kecil saat main ke rumah eyang di Solo, tante-tanteku sangat fanatik dengan cerita butir-butir pasir di laut. Di masa itu sepertinya radio menjadi sebuah sarana informasi dan hiburan yang cukup handal.
Hari ini, setiap hari saya selalu ditemani handphone dan earphone untuk mendengarkan radio.
tipsnya: jangan menset volume radio terlalu besar saat menggunakan earphone, selain menjaga kesehatan telinga, volume yang rendah dapat membuat kita tetap berinteraksi dengan orang lain.
salam kenal
Hedwig,
Salam kenal juga. Memang mendengarkan radio lebih fleksibel, dibanding dengan televisi yang harus di tonton. Saya hanya punya 2 televisi, satu di ruang keluarga (agar anggota keluarga masih bisa ketemu dan mengobrol) dan satunya di kamar si mbak.
saya dulu juga penggemar mission impossible. klo ga salah pas masih SD
Riza,
Yang menarik, film seri “Mission Impossible” adalah sekali tayang tamat, nggak terus menerus kayak sinetron. Saya beberapa kali mencoba nonton sinetron, tapi ga pernah tamat, udah keburu bosan duluan.
selalu mendengarkan radio pagi hari, lagu2nya lebih baru dan menjadi teman yang baik untuk acara ngelenong 😆
selalu mendengarkan radio juga, ketika di jalanan, biar ter-update kondisi jalanan, macet atau tidak…
Ruth,
Mengetahui kondisi jalan raya dari radio, memudahkan kita tak terjebak kemacetan, disamping juga bisa sambil mendengarkan lagu.
walah hampir 24 jam saya mendengarkan radio.. on terus di FM100 Suara Surabaya..
paling kalo pagi ke Hard Rock bentar, udah gitu ke SS lagi..
update informasi paling cepet ya lewat radio itu..
Deteksi,
Betul, informasi cepat diperoleh dari radio, karena bisa diselipkan diantara acara lain, jika ada berita yang layak untuk diketahui dengan segera.
saya lagi dengerin kaskusradio nih bu 😀
Dobelden,
Biasanya dari chanel apa?
Radio delta 99,10 juga asyik lho..buat umur umur di atas 40 tahun, secara pengasuhnya Ida Arimuri juga blogger
Mas Iman,
Saya juga masih suka mendengarkan Delta 99,10…cuma kalau malam saya mendengarkan Sonora, biar paginya terbangun tetap tahu jam berapa, karena siarannya 24 jam.
Wah … periode kita hampir overlap ya Bu, saya waktu SMP seneng banget nonton Bonanza, Mission Impossible dll. jaman TV hanya satu saluran dan masih hitam-putih, film gak ada teks terjemahan, jadi bisa buat belajar bahasa inggris.
Kalau saya dengar radio hanya di mobil saat berangkat/pulang kantor kalau keluar kota baru ganti kaset atau MP3 player, di rumah cuma TV jadi masing-masing tempat dan waktu berbeda media …
Oemar Bakrie,
Iya kayaknya….mungkin bapak angkatan adikku…atau angkatan sekitar 73-77 ya….saat itu banyak dosen ITB yang dikirim ke Perancis. Atau seangkatan adik saya….yang temannya adalah pak Prihadi Setyo Darmanto(dari Mesin ITB)?
@ Iway: ha3 komentarnya mengingatkanku wkt SMP dan SMA dulu…suka dengerin radio buat kirim2 salam sama temen atau guru 😀 trus klo ada yg nyalamin balik (apalagi namaku disebut) wah seneng banget he3 norak deh ;p
skarang msh seneng jg dengerin radio juga apalagi klo penyiarnya lucu2, sambil baca/belajar bisa senyum2 sendiri dengerin penyiar radio yg bawel2, kocak2, dan bahkan norak hehehe…
Kunderemp,
Ini kunderemp lagi menyamar ya…..ke Bandung kok cuma internetan
waks…maap komen diatas lupa namanya blum di ganti..aahh si pektong pake kompu ini jg to buat komen. maap sodara2 yg kirim komen di atas adalah Poppy a.k.a Angelina Citra Sari
Poppy,
Pantesan…soalnya tak sesuai tipenya Kunderemp….hehehe….
jadi kangen Saur Sepuh 🙂
Nindityo,
Iya, filmnya juga lumayan lho…tapi saya tak pernah tamat.
Iya Bu saya angkatan di bawah (beberapa tahun lebih muda) Pak Prihadi dari Mesin ITB, kenal beliau karena sama-sama dari Madiun.
Pak Oemar Bakrie,
Wahh jangan-jangan kita sekampung….saya juga dari Madiun. Prihadi sengkatan dengan adik saya yang bungsu.