Selasa, 1 Oktober 2019

Hidup di negara serba mesin ini, memang harus belajar menggunakan nya untuk mempermudah transaksi. Konyolnya, saya lupa saat latihan naik kereta api dari Yagyubashi–Shintoyohashi-Stasiun Toyohashi–Jingu Mae–Chubu int’l airport. Beli karcis di stasiun Toyohashi ke Chubu Int’l Airport, selain menggunakan mesin, masih ada petugas yang melayani. Selama di Jepang ini, saya dibekali kartu oleh Ani, tinggal di tap di mesin, sehingga tidak perlu beli karcis lagi.

Namun saat pulang ke Indonesia, kartu dari Ani mesti dikembalikan, sayang kalau saya bawa ke Jakarta, apalagi saldonya masih lumayan besar. Jadi minimal dari stasiun Yagyubashi, saya mesti beli tiket kereta api lewat mesin.
Masalahnya stasiun Yagyubashi kecil, sering tak ada petugasnya, jadi mau tak mau harus bisa beli karcis melalui mesin.

Jadi, Selasa siang, saat baby D diajak papa mama nya untuk kontrol ke dokter, saya menyusuri jalan menuju stasiun Yagyubashi. Sampai di stasiun Yaguyubashi tidak ada orang satupun, saya ketuk-ketuk jendela kantor petugas, nggak ada jawaban.
Syukurlah, tak lama kemudian ada anak muda datang. Saya minta tolong diajari cara beli karcis. Karena stasiun Yagyubashi merupakan jarak yang terdekat dari Stasiun Shintoyohashi, logikanya harga karcis paling murah.

Anak muda tadi memandu, uang Y200 dimasukkan dalam lubang…tak lama muncul di layar angka Y200. Kemudian tekan tanda 140 (ada tujuan stasiun dalam huruf kanji)….keluarlah tiket beserta uang kembalian…
Ternyata setelah lihat foto mesin tiket di apato…di dekat huruf kanji di atas, ada tulisan latin nya…dasar udah panik… ini gara-gara trauma salah memasukkan uang ke lubang saat naik trem listrik.

Puas muter-muter di pertokoan stasiun, saya kembali menuju stasiun Shintoyohashi, pas tanya petugas, dia menunjuk ke loket untuk beli tiket. Saya menggeleng, sambil bilang kalau saya mau belajar beli tiket melalui mesin. Petugas yang mungkin kurang memahami bahasa Inggris bingung, dia bertanya sama petugas lain nya, yang sama-sama bingung.
Sepertinya setiap kali pertanyaanku membingungkan petugas deh…syukurlah ada penumpang lewat yang mendengar percakapan kami, dia menghampiri kami dan bilang…”I know…I know“. Jadi saya memencet-mencet mesin tiket dipandu dia….dan keluarlah tiket. Saya mengangguk, sambil mengucapkan terima kasih.

Saya jalan-jalan dulu di stasiun Toyohashi yang lumayan luas dan bertingkat dua ini. Stasiun Toyohashi juga menjadi satu dengan stasiun Shintoyohashi, dihubungkan dengan lorong panjang dan turun melewati eskalator. Stasiun Shintoyohashi ini khusus untuk kereta api yang menunju Tahara.
Saya ingat pengalaman berkunjung ke Jepang pertama kali, saat itu Ani masih sibuk dengan risetnya, dan tinggal di apato dekat Gikadai (sebutan untuk Toyohashi University of Technology). Saya sering jalan-jalan ke stasiun Toyohashi ini. Dari apato Ani yang terletak di Mecca Tempaku, saya jalan kaki sekitar 300 meter, kemudian nunggu bis ke stasiun Toyohashi. Bis ini ke arah sebaliknya, menuju Gikadai, tempat Ani melanjutkan kuliah nya.
Di stasiun Toyohashi banyak pertokoan menjual baju, tas, koper. Beberapa kali saya mendapat baju dan baju hangat di sini, apalagi saat awal pertama datang adalah awal musim semi, jadi banyak diobral baju hangat, untuk digantikan dengan baju musim semi yang lebih tipis dan ringan. Di sini juga banyak berbagai resto, favorit saya adalah Danmark cafe, Excelsior cafe dan Starbucks…saat itu belum mengenal Tully’s cafe. Jadi, kali ini saya kembali mengulang jalan-jalan di stasiun Toyohashi. Saya mampir ke toko Ceria, yang menjual semua barang-barangnya dengan harga Y 100. Setiap kali tertarik mau beli sesuatu, saya ingat koper sudah penuh dan nanti saya akan menyeret koper sendirian menuju airport dan ganti kereta api dua kali. Pengingat ini membuatku tak jadi beli barang….lumayan ngirit ya.
Saya kembali ke stasiun Shintoyohashi menuju stasiun Yagyubashi, saya ulang lagi perjalanan sampai 4x (empat kali) dengan jeda duduk-duduk dulu di bangku stasiun…sambil berharap tak ada petugas yang menghafal wajahku sambil bertanya-tanya dalam hati, ini orang mau apa ya kok bolak-balik.
Lelah…saya menuju TullY’s Cafe, duduk menikmati teh hangat dan wafel, sambil melihat orang duduk-duduk di taman. Awal musim gugur ini, cuaca di Toyohashi masih hangat, belum perlu tambahan pakai baju hangat. Dan rasanya cuaca saat ini pas untuk menikmati sore hari sambil duduk di taman bersama teman atau family. Andai ada teman lain yang menemani sore yang indah ini…
Cerita cerita ibu tentang Toyohashi jadi bikin saya pengen ke sana deh 😊
Ayuuk ke sana